Preeklampsia Berat
Pembimbing :
dr. Muhammad Farid, SpOG
Disusun oleh :
Intan Wulandari 03012127
Indra Venny Aryanti 03012126
LEMBAR PENGESAHAN
Preeklampsia Berat
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu komplikasi medis yang lazim terjadi dalam
kehamilan dan berkontribusi secara signifikan terhadap morbiditas dan mortilitas ibu
dan anak. Hipertensi merupakan tanda dari kelainan patologis, yang dapat terjadi
kembali atau muncul pertama kali selama kehamilan. Preeklampsia merupakan
kelainan multisistem yang dikarakteristikan dengan terjadinya hipertensi (tekanan
darah 140/90 mmHg) dengan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dimana
sebelumnya tidak terdapat riwayat tekanan darah tinggi (normotensive) dan
proteinuria pada wanita.(1)
Menurut WHO, 3 penyebab utama kematian pada ibu antara lain: perdarahan
(30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan
bahwa preeclampsia memiliki insiden 7x lebih besar di negara berkembang daripada
di negara maju. Prevalensi di negara maju berkisar antara 1,3% - 6%, sementara di
negara berkembang sekitar 1,8% - 18%. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian
(2)
preeclampsia adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Di Indonesia preeklampsia
berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25
persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. (2)
Patologi dasar yang mendasari terjadinya hipertensi adalah disfungsi endotel
dan vasospasme intensif, yang memengaruhi hampir seluruh pembuluh darah,
terutama pada uterus, ginjal, basis plasenta, dan otak. Agen yang memengaruhi
terjadinya disfungsi endotel dan vasospasme masih belum diketahui secara pasti,
namun berikut ini adalah 2 hal yang yang menjadi pertimbangan yaitu meningkatnya
bahan-bahan penekan sirkulasi darah dan meningkatnya sensitivitas sistem vaskular
terhadap bahan-bahan penekan sirkulasi normal (genetik).(1)
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu
hamil. Faktor resiko yang dapat meningkatkan insiden preeklamsia antara lain
molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin
lebih dari sati, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal.(3)
Di Indonesia eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan
sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia,
yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Pre-eklampsia ringan
sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan,
sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklampsia berat,
bahkan eklampsia. Oleh karena itu, pemeriksaan antenatal yang teratur sangat penting
dalam usaha pencegahan pre-eklampsia berat dan eklampsia. (4)
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
2.1 Definisi
2.1.1 Hipertensi dalam kehamilan
Hipertensi merupakan salah satu komplikasi medis yang lazim terjasi dalam
kehamilan dan berkontrikbusi secara signifikan terhadap morbiditas dan mortilitas ibu
dan anak. Hipertensi merupakan tanda dari kelainan patologis, yang dapat terjadi
kembali atau muncul pertama kali selama kehamilan. Pada negara berkembang,
dengan kehamilan yang tidak terkontrol secara adekuat, kejadian hipertensi dalam
kehamilan dapat tidak terdeteksi hingga menimbulkan komplikasi yang lebih berat. (1)
Kelainan Definisi
Hipertensi TD 140/90 mmHg dalam 2x pengukuran dengan interval min. 6
jam
Proteinuria Ekskresi protein dalam urin 0,3 g /24 jam specimen atau 0,1 g/L
Hipertensi TD 140/90 mmHg pertama kali dalam kehamilan setelah UK >20
Gestasional minggu, tanpa proteinuria
Preeklamsia Wanita dengan hipertensi gestasional dengan proteiunuria
Eklamsia Wanita dengan preeklamsia yang berkomplikasi dengan kejang
grand mal dan/atau koma
HELLP syndrome Hemolisis (H)
Elevated liver enzymes (EL)
Low platelet count (LP)
Hipertensi kronik Diketahui hipertensi sebelum kehamilan atau hipertensi yang
terdiagnosa pertama kali sebelum 20 minggu kehamilan
Superimposed Terjadinya proteinuria dalam onset akut pada wanita dengan
preeklamsia/eklamsi hipertensi kronik
a
Hipertensi kronik Penyebab tersering pada hipertensi kronik:
dengan Hipertensi esensial
superimposed Chronic Kidney Disease (renovascular)
preeclampsia & Koarktasi aorta
eclampsia Kelainan endokrin (DM, pheocromocytoma, thyrotoxicosis)
Kelainan jaringan ikat (SLE)
Kriteria diagnosis superimposed preeclampsia:
Onset akut proteinuria > 0,5 g/24 jam specimen
Hipertensi agravasi
Berkembangnya HELLP syndrome
Berkembangnya sakit kepala, skotoma, nyeri epigastrium
2.1.2 Preeklamsia
2.1.3 Epidemiologi
Menurut WHO, 3
penyebab utama kematian pada
ibu antara lain: perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi
(12%). WHO memperkirakan bahwa preeclampsia memiliki insiden 7x lebih besar di
negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi di negara maju berkisar
antara 1,3% - 6%, sementara di negara berkembang sekitar 1,8% - 18%. Sedangkan di
Indonesia, angka kejadian preeclampsia adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. (2) Di
Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu
berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen
sampai 50 persen. (2)
Menurut penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, Indonesia, didapatkan
jumlah kasus kejadian preeklampsia/eklampisa di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta pada tahun 20072009 adalah 118 kasus (3,9%) dari total persalinan
(3036 persalinan), yang terdiri dari 19 kasus preeklampsia (16,1 persen) dan 99 kasus
eklampsia (83,9 persen). Menurut usia ibu, didominasi oleh kelompok usia 20-35
tahun (64,4%). Berdasarkan paritas sangat didominasi oleh kelompok primigravida
dengan jumlah 82 orang (69,5%), sedangkan dari tingkat ANC ibu, didominasi oleh
kelompok penderita yang melakukan ANC kurang dari 4 kali dengan jumlah 90 orang
(76,3%), berdasarkan riwayat hipertensi, didominasi oleh 99 orang (83,9%) yang
tidak memilki riwayat hipertensi.(6)
- Sistem Perlindungan
Melindungi jaringan fetus dari penolakan maternal. Jaringan fetus yang
berbeda secara genetik dengan ibu dapat dipandang sebagai benda asing dan dapat
ditolak oleh ibu apabila tidak terdapat plasenta. Banyak penelitian telah dipusatkan
pada kenyataan ini.
Telah diperagakan di dalam laboratorium bahwa aktivitas limfosit dapat
ditekan oleh beberapa hormon seperti estrogen, progesteron, prolaktin dan hCG.
Dengan demikian hormon hormon plasenta melawan setiap kemungkinan penolakan
jaringn fetus.
Perlindungan parsial terhadap infeksi. Plasenta meneruskan antibodi dari ibu
yang memberikan imunitas pasif bagi fetus terhadap penyakit yang telah
menimbulkan imunitas di dapat pada ibu. Perlindungan ini dapat terjadi sampai
beberapa bukan awal kehidupan. Walaupun demikian, fetus tidak dapat terlindung
terhadap virus seperti virus rubella dan virus varicella atau terhadap spirochaeta
sifilis. Pada keadaan bila virus rubella yang ditularkan pada awal perkembangan fetus,
maka sangat mungkin terdapat efek pada jantung, mata dan telinga. Apabila sifilis
yang ditularkan dan tidak diobati maka bayi akan menderita sifilis. Apabila ibu sudah
mengalami sensitisasi, maka ibu dengan rhesus negatif akan membentuk antibodi
terhadap antigen rhesus di dalam tubuhnya apabila fetus mempunyai rhesus positif.
Plasenta tidak mampu menghalangi antibodi, dan dengan demikian antibodi antibodi
tersebut akan mengalami difusi ke dalam sistem fetal, antibodi tersebut akan
mengalami difusi ke sistem fetal , merusak eritrosit sehingga menyebabkan berbagai
derajat anemia dari yang sangat ringan sampai hidrops fetalis apabila kelainan
tersebut tidak terdiagnosis dan diobati.
Organisme penyebab sifilis dan tuberkulosis juga rhesus antibodi, semuanya
dapat memengaruhi fungsi plasenta dan dapat menyebabkan penampakkan plasenta
yang abnormal.
- Sistem sekresi
hCG diproduksi pada awal hari ke 9 setelah konsepsi, dan hormon ini
mencapai puncaknya pada hari ke 60. Kadar hormon ini kemudian turun dan tetap
rendah sampai pada akhir kehamilan. Fungsi hormon ini adalah untuk memelihara
corpus luteum sampai plasenta dapat menggantikannya memproduksi estrogen dan
progesteron. hCG dieksresikan ke dalam urin dan menjadi dasar untuk uji diagnostik
kehamilan secara imunologis.
Estrogen meningkat selama kehamilan dan membantu mempengaruhi
endometrium dalam minggu minggu awal kehamilan. Estrogen juga mengembangkan
fungsi sekresi payudara. Pada akhir kehamilan, kenaikan estrogen maternal dominan
dan bersama dengan steroid fetus akan meransang produksi prostaglandin. Keadaan
ini pada gilirannya meransang produksi oksitosin dari glandula pituitaria anterior.
Estrogen juga meningkatkan kepekaan otot otot uterus terhadap oksitosin yang
memulai kontraksi uterus dan mulainya persalinan.
Progesteron sejumlah besar disintesis dari kolesterol maternal, tetapi plasenta
tidak mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini
menjadi estrogen (estrol, estron dan estradiol). Sintesis ini sebenarnya dilakukan oleh
glandula adrenalis fetus imatur. Kelihatannya aneh bahwa walaupun fetus tidak dapat
membuat estrogen sendiri, tetapi fetus dapat mengubah dan menggunakan estrogen
ibu.
2.1.5 Etiologi
2.1.6 Patofisiologi
Asam urat serum: umumnya meningkat > 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus, sehingga sekresi asam urat menurun. Peningkatan asam
urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.
Kreatinin: sama halnya dengan kadar asam urat serum. Dapat mencapai
kadar krea- tinin plasma > 7 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia
berat dengan penyulit pada ginjal.
Oliguria dan anuria: Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia
sehingga aliran darah ke ginjal menurun, berakibat pada turunnya produksi
urin (oligouria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria
menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti
menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia.
4. Elektrolit
Preeklampsia berat yang megalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama
dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam
tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia,
maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada
preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.
5. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik semakin menurun karena
kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vascular.
6. Koagulasi dan Fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang
yang berat, namun sering dijumpai. Oleh karena itu, hitung trombosit biasanya
diperiksa pada peempuan dengan hipertensi gestasional Pada preeklampsia
terjadi peningkatan FDP, penurunan anti- trombin III, dan peningkatan
fibronektin.
7. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen
dan hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah
ke organ.
8. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian
meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada
preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.
9. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normai. Edema yang terjadi pada
kehamilan mem- punyai banyak interpretasi, misalnya 40 "k edema dijumpai
pada hamil normal, 50 7" edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi,
dan 80 o/" edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar.
Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan
tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat
badan yang cepat.
10. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbumin- emia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan terscbut dapat berupa
peningkatan hematokrit akibat hipo- volemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikro- angiopatik.
Disebut trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis dapat me-
nimbulkan destruksi eritrosit.
11. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila
teriadi perdarahan pada sei periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan pe- ningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular
hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat
menimbuikan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.
12. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema. o Akibar spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis
yaitu kebutaan tanpa;'elas
adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal deacbment).. Hiperrefleksi sering
dijumpai pada oreeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi terjadinya
eklampsia.o Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik
belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang
eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri..
Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.
13. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hiper- tensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
14. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel
pada pembuluh darah kapilar paru, dan menumnnya diuresis. Dalam
menangani edema pani, pemasangan Central Venous Pressure (CVP) tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary wedge
pressure.
15. Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang di- sebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan ke- rusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:
Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan
solusio plasenta.
Pada preeklampsia berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin dan tromboksan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala
dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar akibat nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya
cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis
mikroangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim. (8)
Gambar 3. Patofisiologi Manifestasi Klinis Preeklampsia
2.1.8 Diagnosis
Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist, diagnosis
preeklampsia berat dapat ditegakkan bila ditemukan keadaan sebagai berikut : (2)
1. Hipertensi
- Kenaikan tekanan darah sistolik 160 mm Hg, atau
- Kenaikan tekanan darah sistolik 110 mmHg
Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali, dengan jarak beberapa 4 jam
dengan pengukuran pertama, dan dilakukan pada tangan yang sama dalam
keadaan pasien berbaring
2. Proteinuria (9)
Pengukuran proteinuria dilakukan uji dipstick dengan interpretasi hasil sebagai
berikut :
Trace : 0,1 g/L
1+ : 0,3 g/L
2+ : 1 g/L
3+ : 3 g/L
3. Trombositopenia
Dengan hitung platelet <100.000/uL
4. Gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan enzim hepar yang
abnormal (dua kali lipat dari nilai normal), nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
atau nyeri epigastrium
5. Renal insufficiency yang progresif, ditandai dengan peningkatan kreatinin serum >
6. Edema paru
7. Serangan baru gangguan serebral dan penglihatan
DAFTAR PUSTAKA
11.