Anda di halaman 1dari 29

Referat

Preeklampsia Berat

Pembimbing :
dr. Muhammad Farid, SpOG

Disusun oleh :
Intan Wulandari 03012127
Indra Venny Aryanti 03012126

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 23 JANUARI 2017 31 MARET 2017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
KARAWANG, MARET 2017

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:

Preeklampsia Berat

Yang disusun oleh


Intan Wulandari 030.12.127

Indra Venny Aryanti 030.12.126

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:

dr. Muhammad Farid SpOG

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Periode 23 Januari 2016 s/d 31 Maret 2017

Karawang, Maret 2017

dr. Muhammad Farid., SpOG

BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu komplikasi medis yang lazim terjadi dalam
kehamilan dan berkontribusi secara signifikan terhadap morbiditas dan mortilitas ibu
dan anak. Hipertensi merupakan tanda dari kelainan patologis, yang dapat terjadi
kembali atau muncul pertama kali selama kehamilan. Preeklampsia merupakan
kelainan multisistem yang dikarakteristikan dengan terjadinya hipertensi (tekanan
darah 140/90 mmHg) dengan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dimana
sebelumnya tidak terdapat riwayat tekanan darah tinggi (normotensive) dan
proteinuria pada wanita.(1)
Menurut WHO, 3 penyebab utama kematian pada ibu antara lain: perdarahan
(30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan
bahwa preeclampsia memiliki insiden 7x lebih besar di negara berkembang daripada
di negara maju. Prevalensi di negara maju berkisar antara 1,3% - 6%, sementara di
negara berkembang sekitar 1,8% - 18%. Sedangkan di Indonesia, angka kejadian
(2)
preeclampsia adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Di Indonesia preeklampsia
berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25
persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. (2)
Patologi dasar yang mendasari terjadinya hipertensi adalah disfungsi endotel
dan vasospasme intensif, yang memengaruhi hampir seluruh pembuluh darah,
terutama pada uterus, ginjal, basis plasenta, dan otak. Agen yang memengaruhi
terjadinya disfungsi endotel dan vasospasme masih belum diketahui secara pasti,
namun berikut ini adalah 2 hal yang yang menjadi pertimbangan yaitu meningkatnya
bahan-bahan penekan sirkulasi darah dan meningkatnya sensitivitas sistem vaskular
terhadap bahan-bahan penekan sirkulasi normal (genetik).(1)
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu
hamil. Faktor resiko yang dapat meningkatkan insiden preeklamsia antara lain
molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin
lebih dari sati, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal.(3)
Di Indonesia eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan
sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia,
yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera
dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Pre-eklampsia ringan
sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan,
sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklampsia berat,
bahkan eklampsia. Oleh karena itu, pemeriksaan antenatal yang teratur sangat penting
dalam usaha pencegahan pre-eklampsia berat dan eklampsia. (4)
TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

2.1 Definisi
2.1.1 Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi merupakan salah satu komplikasi medis yang lazim terjasi dalam
kehamilan dan berkontrikbusi secara signifikan terhadap morbiditas dan mortilitas ibu
dan anak. Hipertensi merupakan tanda dari kelainan patologis, yang dapat terjadi
kembali atau muncul pertama kali selama kehamilan. Pada negara berkembang,
dengan kehamilan yang tidak terkontrol secara adekuat, kejadian hipertensi dalam
kehamilan dapat tidak terdeteksi hingga menimbulkan komplikasi yang lebih berat. (1)

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan menurut National High Blood Pressure


Education Program 2010 dan ACOG (American Collage of Obstetric and
Gynecology) 2013 adalah sebagai berikut: (1)

Kelainan Definisi
Hipertensi TD 140/90 mmHg dalam 2x pengukuran dengan interval min. 6
jam
Proteinuria Ekskresi protein dalam urin 0,3 g /24 jam specimen atau 0,1 g/L
Hipertensi TD 140/90 mmHg pertama kali dalam kehamilan setelah UK >20
Gestasional minggu, tanpa proteinuria
Preeklamsia Wanita dengan hipertensi gestasional dengan proteiunuria
Eklamsia Wanita dengan preeklamsia yang berkomplikasi dengan kejang
grand mal dan/atau koma
HELLP syndrome Hemolisis (H)
Elevated liver enzymes (EL)
Low platelet count (LP)
Hipertensi kronik Diketahui hipertensi sebelum kehamilan atau hipertensi yang
terdiagnosa pertama kali sebelum 20 minggu kehamilan
Superimposed Terjadinya proteinuria dalam onset akut pada wanita dengan
preeklamsia/eklamsi hipertensi kronik
a
Hipertensi kronik Penyebab tersering pada hipertensi kronik:
dengan Hipertensi esensial
superimposed Chronic Kidney Disease (renovascular)
preeclampsia & Koarktasi aorta
eclampsia Kelainan endokrin (DM, pheocromocytoma, thyrotoxicosis)
Kelainan jaringan ikat (SLE)
Kriteria diagnosis superimposed preeclampsia:
Onset akut proteinuria > 0,5 g/24 jam specimen
Hipertensi agravasi
Berkembangnya HELLP syndrome
Berkembangnya sakit kepala, skotoma, nyeri epigastrium

2.1.2 Preeklamsia

Preeklampsia merupakan kelainan multisistem yang dikarakteristikan dengan


terjadinya hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) dengan proteinuria setelah usia
kehamilan 20 minggu dimana sebelumnya tidak terdapat riwayat tekanan darah tinggi
(normotensive) dan proteinuria pada wanita.(1) Pada preeklamsia dapat ditemukan
beberapa tanda lainnya yaitu seperti pandangan buram, sakit kepala, nyeri ulu hati,
dan timbulya edema yang cepat. Pada preeklamsia akan timbul proteinuria new-onset
tetapi jika tidak terdapat proteinuria beberapa tanda klinis lainnya dapat memenuhi
kriteria diagnosis preeklamisa seperti new-onset trombositopenia
( <100.000/microliter), fungsi hati yang terganggu (meningkatnya konsentrasi liver
transaminase dua kali lipat), edema paru, gangguan visual/cerebral. (5) Klasifikasi
Preeklampsia menurut ACOG, 2013 dibagi menjadi 2, yaitu preeklampsia dengan
tanda perburukan dan tanpa tanda perburukan. Preeklampsia dengan tanda perburukan
adalah sesuai gambar berikut:

2.1.3 Epidemiologi

Menurut WHO, 3
penyebab utama kematian pada
ibu antara lain: perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi
(12%). WHO memperkirakan bahwa preeclampsia memiliki insiden 7x lebih besar di
negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi di negara maju berkisar
antara 1,3% - 6%, sementara di negara berkembang sekitar 1,8% - 18%. Sedangkan di
Indonesia, angka kejadian preeclampsia adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. (2) Di
Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu
berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen
sampai 50 persen. (2)
Menurut penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, Indonesia, didapatkan
jumlah kasus kejadian preeklampsia/eklampisa di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta pada tahun 20072009 adalah 118 kasus (3,9%) dari total persalinan
(3036 persalinan), yang terdiri dari 19 kasus preeklampsia (16,1 persen) dan 99 kasus
eklampsia (83,9 persen). Menurut usia ibu, didominasi oleh kelompok usia 20-35
tahun (64,4%). Berdasarkan paritas sangat didominasi oleh kelompok primigravida
dengan jumlah 82 orang (69,5%), sedangkan dari tingkat ANC ibu, didominasi oleh
kelompok penderita yang melakukan ANC kurang dari 4 kali dengan jumlah 90 orang
(76,3%), berdasarkan riwayat hipertensi, didominasi oleh 99 orang (83,9%) yang
tidak memilki riwayat hipertensi.(6)

2.1.4 Anatomi dan Fisiologi Plasenta


Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapisan , yaitu bagian dalam disebut
sitotrofoblas dan bagian luar disebut sinsisiotrofoblas. Endometrium atau sel desidua
di mana terjadi nidasi menjadi pucat dan besar disebut reaksi desidua. Sebagian
lapisan desidua mengalami fagositosis oleh sel trofoblas. Reaksi desidua agaknya
merupakan proses untuk menghambat invasi, tetapi berfungsi sebagai sumber pasokan
makanan.
Sebagian sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan endometrium
mendekati lapisan basal endometrium dimana terdapat pembuluh spiralis, kemudian
terbentuk lakuna yang berisi plasma ibu. Proses pelebaran darah arteri spiralis sangat
penting sebagai bentuk fisiologik yaitu model mangkuk. Hal ini dimungkinkan karena
penipisan lapisan endotel arteri akibat invasi trofoblas yang menumpuk lapisan fibrin
disana.
Proses invasi trofoblas tahap kedua mencapai bagian miometrium arteri
spiralis terjadi pada kehamilan 14-15 minggu dan saat ini perkembangan plasenta
telah lengkap. Apabila model mangkuk tersebut kurang sempurna, akan timbul
kekurangan pasokan darah ibu yang berakibat iskemia plasenta dan terjadi
preeklampsia. Lakuna yang terbentuk akan menjadi ruang intervilli.
Pada minggu ke 14 kehamilan struktur plasenta berkembang penuh dan
plasenta tersebut menempati kira kira sepertiga dinding uterus. Dari akhir minggu ke
8 kehamilan, plasenta primitif telah mensekresikan estrogen, progesteron dan relaksin.
Dari kehamilan minggu ke 9 pada saat vili chorion tertanam di dalam dinding uterus ,
maka dihasilkan hormon disebut chorionic gonadotrophin (hCG). Fungsi hormon
hCG adalah merangsang pertumbuhan korpus luteum dan sekresi hormon korpus
luteum dan dengan demikian memelihara kehamilan sampai plasenta dapat berfungsi
sempurna.
hCG disekresikan dalam jumlah yang makin meningkat sampai akhir
kehamilan trimester pertama dan setelah itu sekresinya menurun. Karena hormon ini
hanya diproduksi oleh trofoblast dan diekresikan di dalam urin, maka adanya hormon
ini di dalam analisis urin merupakan petunjuk positif adanya kehamilan. Dari minggu
ke 16 dan seterusnya maka jumlah dan ukuran pembuluh darah fetal meningkat,
sedangkan dindaing vilinya menjadi lebih tipis, sehingga selama trimester tengah
(midtrimester) permeabilitas plasenta pada kenyataanya meningkat. Walaupun
demikian selama 4 minggu terakhir kehamilan, vasa tersebut berkurang lagi karena
terdapat deposit fibrin di dalam jaringan jaringan ini.
Setelah minggu ke 20 , plasenta terus bertambah luas, tetapi tidak bertambah
tebal sampai pada kehamilan cukup umur (aterm) diameternya sekitar 23 cm ,
merupakan organ yang bulat, datar, dengan ketebalan 2 cm di bagian tengahnya tetapi
lebih tipis di tepi tepinya dan memiliki berat 500 g.
- Struktur plasenta
Villi akan berkembang seperti akar pohon dimana di bagian tengah akan
mengandung pembuluh darah janin. Pokok villi akan berjumlah lebih kurang 200,
tetapi sebagian besar yang di perifer akan menjadi atrofik, sehingga tinggal 40-50
berkelompok sebagai kotiledon.
Luas kotiledon pada plasenta aterm diperkirakan 11 m2. Bagian tengah villi
adalah stoma yang terdiri atas fibroblas, beberapa sel besar dan cabang kapilar janin.
Bagian luar villi ada 2 lapis, yaitu sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas yang pada
kehamilan akhir lapisan sitotrofoblas akan menipis. Ada beberapa bagian
sinsisiotrofoblas yang menebal dan melipat yang disebut simpul. Bila sitotrofoblas
mengalami hipertrofi, maka itu pertanda hipoksia.
- Permukaan Maternal
Didalam uterus permukaan maternal plasenta terletak setelah uterus, terkubur
dalam di dalm desidua. Pada pengamatan setelah lahir, villi korion tersusun dalam
lobi atau kotiledon. Alur alur yang memisahkan kotiledon disebut sulci. Permukaan
sulci ini berwarna merah gelap, karena adanya darah maternal di dalam ruangan antar
vili dan karena adanya darah fetal di dalam pembuluh darahyang terdapat pada setiap
villus. Spatia intervillosa berisi kira kira 150 ml darah yang diganti paling sedikit tiga
kali setiap menit. Pada cukup umur (aterm) permukaan ini teraba agak kasar karena
setelah mencapai perkembangan penuh 28 minggu kehamilan, permukaan tersebut
perlahan mulai mengalami degenerasi. Fibrin dideposisikan diatas villli, dan deposit
kalsium terlihat dengan mata telanjang pada saat aterm. Apabila satu daerah yang luas
pada jaringan plasenta mengalami fibrosis dan menjadi putih, maka keadaan tersebut
disebut infark. Daerah tersebut menjadi tidak efisien dan berhenti berfungsi.
- Permukaan Fetal
Permukaan ini menghadap ke bayi didalam kandungan dan dapat dibedakan
pada inspeksi setelah kelahiran. Dengan warnanya yang abu abu kebiruan dan
permukaan yang halus dan mengkilat. Funiculus umbilicalis berinsersi pada
permukaan ini biasanya dibagian tengah, dan pembuluh darah dapat dilihat menyebar
dari funiculuc umbilicalis kemudian menghilang karena terkubur didalam plasenta
sebelum mencapai tepi plasenta. Membran amnion menutup permukaan fetal dan
dapat dilacak ke belakang dari korion sejauh insersi funikulus umbilikalis. Korion
yang berasal dari lapisan trofoblast yang sama dengan plasenta, berlanjut dengan tepi
plasenta dan tidak dapat dipisahkan dari tepi plasenta ini.
- Arus Darah Utero-Plasenta
Janin dan plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang berisi 2 arteri dan satu
vena berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri yang kembali dari janin berisi
darah kotor. Bila terdapat hanya satu arteri ada resiko kelainan kardiovaskulat ini
dapat pada 1 : 200 kehamilan.
Tali pusat berisi massa mukopolisakarida yang disebut jeli wharton dan bagian
luar adalah epitel amnion. Panjang tali pusat bervariasi yaitu 30-90 cm. Pembuluh
darah terbentuk seperti helix, maksudnya agar terhindar dari torsi. Tekanan darah
arteri pada akhir kehamilan diperkirakan 70/60 mmHg, sedangkan tekanan vena
diperkirakan 25 mmHg. Tekanan darah yang relatif tinggi pada kapiler, termasuk pada
vili maksudnya ialah seandainya terjadi kebocoran, darah ibu tidak masuk ke janin.
Pada kehamilan aterm arus darah pada tali pusat berkisar 350 ml/menit. Pada
bagian ibu dimana arteri spiralis menyemburkan darah, tekanan relatif rendah yaitu 10
mmHg. Arus darah uteroplasenta pada kehamilan aterm diperkirakan 500-750
ml/menit
Patologi pada berkurangnya aliran darah uteroplasenta, misalnya pada
preeklamsia mengakibatkan perkembangan janin terhambat. Konsep yang diterima
saat ini ialah implantasi plasenta yang memang tidak normal sejak awal menyebabkan
model arteri spiralis tidak sempurna (relatif kaku). Hal ini menyebabkan sirkulasi
uteroplasenta abnormal dan berakibat reriko preeklampsia.
Ada beberapa kondisi akut yang juga mempengaruhi fungsi plasenta yaitu
solusio plasenta , plasenta previa, kontraksi hipertonik dan obat epinefrin. Angiotensin
II pada kadar faali merupakan zat yang mempertahankan arusdarah uteroplasenta
karena pengaruh pada produksi prostasiklin. Namun bila kadar tinggi dapat terjadi
vasokonstriksi. Obat penghambat angiotensin, misalnya ACE inhibitor merupakan
kontra indikasi pada kehamilan. Posisi ibu tidur terlentang pada kehamilan aterm
dapat mengurangi arus darah aortokaval yang disebabkan himpitan uterus sehingga
arus darah ke uterus berkurang.
- Amnion
Merupakan membran transparan yang kuat dan sangat sulit robek . membran
ini membatasi cavitas amniotica dan mensekresikan cairan amnion. Selaput amnion
merupakan jaringan avaskular. Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan
merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm. Jaringan ini berhubungan
dengan lapisan intersisial mengandung kolagen I, II, III dan IV. Bagian luar dari
selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini
berhubungan dengan korion leave.
Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer
cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase.
Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan
kuat. Di simpang itu, jaringan tersebut menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1
(monocit cheoattractant protein-1). Zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri.
Disamping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif, endotelin-1
(vasokonstriktor) dan PHRP (parathyroid hormone related protein) suatu releksan.
Dengan demikian selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh
lokal.
Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan berasal pula dari
difusi pada tali pusat. Pada kehamialn kembar dikorionik diamniotik terdapat selaput
amnion dari masing masing yang bersatu. Namun ada jaringan korion leave
ditengahnya (pada USG yampak seperti huruf Y, pada awal kehamilan). Sedangkan
pada kehamilan kembar dikorionik monoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada
jaringan korion diantara kedua amnion (pada USG tampak gambaran hutuf T).
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan
selaput. Pada perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada ketahanan selaput hingga
pecah. Pada kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran
leukosit akan masuk ke dalam cairan amnion sebagai reaksi terhadap peradangan.
pada kehamilan normal tidak ada IL-1 B, tetapi pada persalinan preterm IL- 1 B akan
ditemukan. Hal ini berkaitan dengan terjadinya infeksi.
Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion
merupakan pelindungan dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang
pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan
kadar pada serum ibu, artinya kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari
ibunya. Cairan amnion mengandung banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi
cairan amnion juga penting yaitu menghambat bakteri karena mengandung zat seperti
fosfat dan seng.
- Pembentukan Cairan
Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi
dari pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan
aterm rata rata ialah 800ml., dengan pH 7.2 dan massa jenis 1.0085. setelah 20 minggu
produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga banyak
berasal dari rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta. Janin juga meminum cairan
amnion diperkirakan 500ml/ hari. Selain itu ada cairan yang masuk ke paru sehingga
penting untuk perkembangannya.
Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dinikelainan
kromosam dan kelainan DNA dari minggu 12 20 minggu.cairan amnion yang terlalu
banyak disebut polihydramnion > 2 liter yang mungkin berkaitan dengan diabetes
atau trisomi 18. Sebaliknya cairan yang kurang disebut oligohydramnion yang
berkaitan dengan ginjal janin, trisomi 21 atau 13atau hipoksia janin. Oligohydramnion
dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau indeks
cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. Setelah 38 minggu volume akan berkurang,
tetapi pada postterm oligohydramnion merupakan penanda serius apalagi bila
bercampur mekonium.
- Korion
Adalah membran opak yang lebih tipis dan rapuh. Walaupun kelihatannya
lebih tebal dari pada amnion. Karena korion ini mudah robek, maka kadang kadang
potongan potongan kecil akan terlepas pada saat persalinan dan tertinggal di dalam
uterus.
- Fungsi Plasenta
1. Nutrien, plasenta mempunyai banyak enzim yang dapat mensintesis:
Karbohidrat, glukosa melewati membran plasenta dengan sangat mudah, tetapi
karbohidrat yang kompleks perlu dipecah dahulu. Sebagian disimpan sebagai
glikogen untuk kebutuhan fetus.
Protein, dipecah menjadi asam asam amino sehingga dapat digunakan oleh fetus.
Lemak lebih sulit disederhanakan, dan untuk vitamin yang larut dalam lemak hanya
dapat masuk ke dalam fetus secara lambat. Sedangkan vitamin B dan c yang larut
dalam air dapat dengan mudah dipindahkan ke tubuh fetus.
Garam-garam mineral.
2. Produksi limbah dikembalikan ke peredaran darah maternal lewat villi
korion, dapat berupa produk yang mengandung nitrogen dan nutrien dan bilirubin,
hasil pemecahan sel darah merah.
3. Gas, oksihemoglobin maternal dipecah menjadi penyusunnya, yaitu oksidgen
dan hemoglobin.
Oksigen, difusikan melewati sawar plasenta untuk membentuk oksihemoglobin fetus.
20-35 ml oksigen per menit dialirkan ke fetus. Jumlah sebenarnya bergantung pada
keadaan pembuluh darah maternal dan struktur yang ikut terlihat dalam pertukaran
plasenta.
Karbon dioksida dikembalikan kme dalam plasenta untuk diekskresikan ke dalam
peredaran darah maternal.
Pasokan untuk fetus dilaksanakan di dalam vena umbilikalis dan produk
limbah dikembalikan lewat arteri umbillicale.

- Sistem Perlindungan
Melindungi jaringan fetus dari penolakan maternal. Jaringan fetus yang
berbeda secara genetik dengan ibu dapat dipandang sebagai benda asing dan dapat
ditolak oleh ibu apabila tidak terdapat plasenta. Banyak penelitian telah dipusatkan
pada kenyataan ini.
Telah diperagakan di dalam laboratorium bahwa aktivitas limfosit dapat
ditekan oleh beberapa hormon seperti estrogen, progesteron, prolaktin dan hCG.
Dengan demikian hormon hormon plasenta melawan setiap kemungkinan penolakan
jaringn fetus.
Perlindungan parsial terhadap infeksi. Plasenta meneruskan antibodi dari ibu
yang memberikan imunitas pasif bagi fetus terhadap penyakit yang telah
menimbulkan imunitas di dapat pada ibu. Perlindungan ini dapat terjadi sampai
beberapa bukan awal kehidupan. Walaupun demikian, fetus tidak dapat terlindung
terhadap virus seperti virus rubella dan virus varicella atau terhadap spirochaeta
sifilis. Pada keadaan bila virus rubella yang ditularkan pada awal perkembangan fetus,
maka sangat mungkin terdapat efek pada jantung, mata dan telinga. Apabila sifilis
yang ditularkan dan tidak diobati maka bayi akan menderita sifilis. Apabila ibu sudah
mengalami sensitisasi, maka ibu dengan rhesus negatif akan membentuk antibodi
terhadap antigen rhesus di dalam tubuhnya apabila fetus mempunyai rhesus positif.
Plasenta tidak mampu menghalangi antibodi, dan dengan demikian antibodi antibodi
tersebut akan mengalami difusi ke dalam sistem fetal, antibodi tersebut akan
mengalami difusi ke sistem fetal , merusak eritrosit sehingga menyebabkan berbagai
derajat anemia dari yang sangat ringan sampai hidrops fetalis apabila kelainan
tersebut tidak terdiagnosis dan diobati.
Organisme penyebab sifilis dan tuberkulosis juga rhesus antibodi, semuanya
dapat memengaruhi fungsi plasenta dan dapat menyebabkan penampakkan plasenta
yang abnormal.
- Sistem sekresi
hCG diproduksi pada awal hari ke 9 setelah konsepsi, dan hormon ini
mencapai puncaknya pada hari ke 60. Kadar hormon ini kemudian turun dan tetap
rendah sampai pada akhir kehamilan. Fungsi hormon ini adalah untuk memelihara
corpus luteum sampai plasenta dapat menggantikannya memproduksi estrogen dan
progesteron. hCG dieksresikan ke dalam urin dan menjadi dasar untuk uji diagnostik
kehamilan secara imunologis.
Estrogen meningkat selama kehamilan dan membantu mempengaruhi
endometrium dalam minggu minggu awal kehamilan. Estrogen juga mengembangkan
fungsi sekresi payudara. Pada akhir kehamilan, kenaikan estrogen maternal dominan
dan bersama dengan steroid fetus akan meransang produksi prostaglandin. Keadaan
ini pada gilirannya meransang produksi oksitosin dari glandula pituitaria anterior.
Estrogen juga meningkatkan kepekaan otot otot uterus terhadap oksitosin yang
memulai kontraksi uterus dan mulainya persalinan.
Progesteron sejumlah besar disintesis dari kolesterol maternal, tetapi plasenta
tidak mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini
menjadi estrogen (estrol, estron dan estradiol). Sintesis ini sebenarnya dilakukan oleh
glandula adrenalis fetus imatur. Kelihatannya aneh bahwa walaupun fetus tidak dapat
membuat estrogen sendiri, tetapi fetus dapat mengubah dan menggunakan estrogen
ibu.

2.1.5 Etiologi

Hingga saat ini penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui.


Preeklampsia merupakan sebuah sindrom sistemik dalam kehamilan yang bermula
dari plasenta. Preeklamsia dipikirkan sebagai akibat dari invasi sitotrofoblas yang
inadekuat diikuti dengan disfungsi endotel maternal yang meluas. Berbagai faktor
seperti renin-aldosteron-angiotensin, stress oksidatif berlebihan, inflamasi,
maladaptasi sistem imun, dan genetik diduga berperan dalam pathogenesis
preeklamsia. Normalnya, sitotrofoblas ekstravili dari janin menginvasi lapisan endotel
arteri spiraslis ibu. Arteri spiralis akan diubah dari pembuluh darah yang kecil dengan
resistensi tinggi menjadi lebar sehingga perfusi plasenta untuk nutrisi janin akan
cukup. Pada preeklamsia, perubahan ini tidak terjadi dengan sempurna. Invasi
sitotrofoblas ke arteri spiralis terbatas hanya sampai pada desidua superfisialis
sehingga segmen arteri pada myometrium tetap sempit. Sitotrofoblas juga tidak
mengalami pseudovaskulogenesis karena normalnya terjadi perubahan fenotip epitel
menjasi seperti sel endotel yang memiliki permukaan adhesi. Hal ini menyebabkan
buruknya daya invasi ke arteri spiralis yang berada di miometrium. Defek awal inilah
yang menyebabkan iskemia plasenta. Plasentasi yang abnormal diperkirakan
menyebabkan lepasnya berbagai faktor yang masuk ke sirkulasi maternal sehingga
menyebabkan berbagai tanda dan gejala klinis preeklamsia. Semua gejala klinis
preeklamsia disebabkan oleh endoteliosis glomerulus, peningkatan permeabilitas
vaskular,dan respon inflamasi sistemik yang menyebabkan jejas dan/atau hipoperfusi
pada organ. Manifestasi klinis biasanya terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20
minggu.(7)

Gambar 2. Etiologi invasi trofoblas

2.1.6 Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan


jelas. Namun terdapat beberapa teori yang menjelaskan sebagai berikut: (7,8)

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi proses remodeling
arteri spiralis. Pada proses ini, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi
arteri spiralis. Invasi trovoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks berkembang dan memudahkan lumen arteri spiralis untuk distensi
dan dilatasi. Hal ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular dan peningkatan aliran darah pada utero-plasenta. Akibatnya aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spriralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan proses remodeling arteri spiralis ini tidak
terjadi. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri
spriralis relative mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling srteri
spiralis. Sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta.(7)
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel
Terjadinya iskemia plasenta akibat kegagalan remodeling arteri spiralis
meyebabkan plasenta menghasilkan radikal bebas (oksidan). Radikal bebas
merupakan senyawa yang menerima elektron atau atom yang mempunyai elektron-
elektron tidak berpasangan. Salah satu oksidan yang dihasilkan adalah radikal
hidroksil, yang bersifat toksis terutama terhadap membran pembuluh darah. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel juga
akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh bersifat
toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. (7)
Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel yang kerusaknnya dimulai dari membran sel endotel. Rusaknya sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh struktur endotel
yang disebut disfungsi endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang
mengakibatkan disfungsi endotel maka akan terjadi:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin. Salah satu fungsi endotel adalah
memproduksi prostaglandin yaitu menurunkan produksi prostasiklin (PGE2)
yang merupakan suatu vasodilator kuat.
b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriksi
kuat. Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih tinggi dari kadar
tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi
sehingga terjadi vasokonstriksi dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
d. Peningkatan permeabilitas kapilar
e. Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Sedangkan
kadar NO/nitrat oksida (vasodilator menurun), sedangkan endotelin
(vasokonstriktor) meningkat
f. Peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin


Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen
protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu
tidak menolak hasil konsepsi. HLA-G pada plasenta berfungsi melindungi trofoblas
janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. (7)
Pada plasenta dengan hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G yang menyebabkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. HLA-G
juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya inflamasi.
Kemungkinan terjadi immune maladaptation pada preeklampsia. (7)

4. Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor.
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter dan peningkatan
kepekaan terhadap bahan vasopresor. Banyak penelitian menyatakan bahwa kepekaan
terhadap bahan vasopresor sudah terjadi pada trimester satu. (7)

5. Teori Genetik dan Defisiensi Gizi


Terdapat faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula. (7)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Dari penelitian menyatakan minyak ikan
mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya
peeklampsia/eklampsia. (7)
6. Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stres oksidatif. Bahan
bahan ini yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar sehingga reaksi inflamasi
juga masih dalam batas normal. Berbeda pada proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi
debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini menimbulkan
beban reaksi inflamasi dalam darah jauh lebih besar. Respon inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag yang lebih banyak pula. Redman
menyatakan, disfungsi endotel semacam ini mengakibatkan aktivitas leukosit sangat
tinggi pada sirkulasi ibu. (7)

Gambar 2. Invasi trofoblas pada preeklampsia dan normal

Perubahan sistem dan organ pada preeclampsia: (7)


1. Volume plasma
Pada kehamilan normal, volume plasma meningkat secara bermakna (disebut
hypervolemia), untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plasma terjadi pada usia kehamilan 32-34 minggu. Namun,
pada preeclampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40 %
disbanding kehamilan normal (disebut hipovolemia). Hipovolemia dengan
adanya vasokontriksi, sehingga tejadi hipertensi. Penurunan volume plasma
berdampak luas pada organ-organ penting.
2. Hipertensi
Merupakan tanda terpenting untuk menegakkan diagnosis hipertensi dalam
kehamilan. Tekanan diastolic menggambarkan resistensi perifer, sedangkan
tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Tekanan darah
bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer,
dan viskositas darah. Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme
menyeluruh dengan ukuran tekanan darah 140/90 mmHg selang 6 jam.
Tekanan diastolic 90 mmHg dipilih sebagai batas hipertensi karena batas
tekanan diastolic 90 mmHg yang disertai proteinuria memiliki korelasi dengan
kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai
absolut tekanan darah diastolic, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah
tidak dipakai sebagai kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda
waspada. Mean Arterial Blood Pressure (MAP) tidak berkorelasi dengan
besaran proteinuria. MAP jarang dipakai oleh klinisi karena kurang praktis dan
sering terjadi kesalahan pengukuran.
3. Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oligouria bahkan anuria
2. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membrane basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria.
3. Terjadi Glomerullar Capillary Endotheliosis akibat sel endotel
glomerular mem- bengkak disertai deposit fibril.
4. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian
besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi "nekrosis
koneks ginjal" yang bersifat ireversibel.
5. Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi
vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
Proteinuria
- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeclampsia, tetapi
proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeclampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir
lebih dulu.
- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan
(a) urin dipstik: 100 mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali
urin acak selang 6 jam dan
(b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila

besaran proteinuria > 300 mg/ 24 jam.

Asam urat serum: umumnya meningkat > 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus, sehingga sekresi asam urat menurun. Peningkatan asam
urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.
Kreatinin: sama halnya dengan kadar asam urat serum. Dapat mencapai
kadar krea- tinin plasma > 7 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia
berat dengan penyulit pada ginjal.
Oliguria dan anuria: Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia
sehingga aliran darah ke ginjal menurun, berakibat pada turunnya produksi
urin (oligouria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria
menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti
menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia.
4. Elektrolit
Preeklampsia berat yang megalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama
dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam
tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia,
maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada
preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.
5. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik semakin menurun karena
kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vascular.
6. Koagulasi dan Fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang
yang berat, namun sering dijumpai. Oleh karena itu, hitung trombosit biasanya
diperiksa pada peempuan dengan hipertensi gestasional Pada preeklampsia
terjadi peningkatan FDP, penurunan anti- trombin III, dan peningkatan
fibronektin.
7. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen
dan hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah
ke organ.
8. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian
meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada
preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.
9. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normai. Edema yang terjadi pada
kehamilan mem- punyai banyak interpretasi, misalnya 40 "k edema dijumpai

pada hamil normal, 50 7" edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi,

dan 80 o/" edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar.
Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan
tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat
badan yang cepat.
10. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbumin- emia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan terscbut dapat berupa
peningkatan hematokrit akibat hipo- volemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikro- angiopatik.
Disebut trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis dapat me-
nimbulkan destruksi eritrosit.
11. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila
teriadi perdarahan pada sei periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan pe- ningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular
hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat
menimbuikan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.
12. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
. Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema. o Akibar spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis
yaitu kebutaan tanpa;'elas
adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal deacbment).. Hiperrefleksi sering
dijumpai pada oreeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi terjadinya
eklampsia.o Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik
belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang
eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri..
Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.
13. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hiper- tensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
14. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel
pada pembuluh darah kapilar paru, dan menumnnya diuresis. Dalam
menangani edema pani, pemasangan Central Venous Pressure (CVP) tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary wedge
pressure.
15. Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang di- sebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan ke- rusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:
Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan
solusio plasenta.
Pada preeklampsia berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin dan tromboksan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala
dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar akibat nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya
cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis
mikroangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim. (8)
Gambar 3. Patofisiologi Manifestasi Klinis Preeklampsia

2.1.7 Faktor Resiko (1,2,7)


1. Primigravida
Pertama kali terpajan pada villi chorialis
2. Usia
Banyak ditemukan pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun. Tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga pada
usia 35 tahun atau lebih terjadi peningkatkan risiko preeklamsia.
3. Hiperplasentosis
Pada keadaan hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel,
diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar
4. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
5. Obesitas
Pada BMI >35kg/m2, resistensi insulin
6. Riwayat Keluarga
Pada keluarga yang memiliki riwayat hipertensi atau preeklampsia sebelumnya
risiko meningkat hampir tiga kali lipat. Wanita dengan preeklampsia berat
cenderung memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia pada kehamilannya
terdahulu.
7. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Risiko meningkat hingga tujuh kali lipat
8. Primipaternitas
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
9. Thrombofilia
Trombofilia adalah sekelompok kelainan pada darah yang memicu pembentukan
bekuan darah (trombosis). Keadaan ini dapat terjadi karena kelebihan faktor-
faktor pembekuan darah (prokoagulan) atau kekurangan faktor-faktor yang
menghambat pembekuan darah atau memecah bekuan darah (fibrinolisis).
Trombofilia dapat berisiko terjadinya seperti keguguran, preeklampsia dan
pertumbuhan janin terhambat.
10. DM tipe I atau II

2.1.8 Diagnosis
Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist, diagnosis
preeklampsia berat dapat ditegakkan bila ditemukan keadaan sebagai berikut : (2)
1. Hipertensi
- Kenaikan tekanan darah sistolik 160 mm Hg, atau
- Kenaikan tekanan darah sistolik 110 mmHg
Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali, dengan jarak beberapa 4 jam
dengan pengukuran pertama, dan dilakukan pada tangan yang sama dalam
keadaan pasien berbaring
2. Proteinuria (9)
Pengukuran proteinuria dilakukan uji dipstick dengan interpretasi hasil sebagai
berikut :
Trace : 0,1 g/L
1+ : 0,3 g/L
2+ : 1 g/L
3+ : 3 g/L
3. Trombositopenia
Dengan hitung platelet <100.000/uL
4. Gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan enzim hepar yang
abnormal (dua kali lipat dari nilai normal), nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
atau nyeri epigastrium
5. Renal insufficiency yang progresif, ditandai dengan peningkatan kreatinin serum >
6. Edema paru
7. Serangan baru gangguan serebral dan penglihatan

2.1.9 Diagnosis Banding (7)


Hipertensi dalam kehamilam tidak selalu di diagnose sebagai preeclampsia.
Adapun diagnose banding lainnya seperti :
- Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis seteiah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan. (sarwono)
- Hipertensi Gestational adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipenensi menghilang setelah 3 bulan pascapersaiinan
atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi dari PEB meliputi komplikasi maternal dan fetal, dan sering terjadi pada
pasien yang tidak mandapatkan terapi.
1. Maternal
o Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan
posrpartum. Eklampsia posrpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan (7)
o Edema paru
Pada preeklampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik yaitu payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload sehingga kerja jantung bertambah
atau non-kardiogenik akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah kapilar paru(7)
o Infark miokard
Infark miokard pada PEB terjadi karena vasokonstriksi dan spasme arteri yang
diakibatkan oleh hipertensi sehingg menurunkan aliran darah ke miokard.
o Stroke
Stroke pada PEB terjadi karena perdarahan otak . Pada kasus PEB dimana tekanan
darah sistolik mencapai 160 mmHg maka stroke dapat terjadi. Komplikasi ini
merupakan penyebab utama kematian maternal.(7)
o Acute Respiratory Distress Syndrome
Merupakan kondisi yang mengancam nyawa dimana terjadi gangguan dalam
pengambilan oksigen ke paru dan darah dalam jumlah yang memadai. ARDS diawali
oleh peningkatan permeabilitas barier antara alveolus dan kapiler yang menyebabkan
masuknya cairan ke alveolus. Ditandai dengan pasien yang kesulitan bernafas. Nafas
menjadi pendek dan cepat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi yang
menandakan adanya cairan pada paru. (10)
o Koagulopati
Kebanyakan pasien preeclampsia mengalami Disseminated Intravascular
Coagulopathy (DIC). Terjadi karena kerusakan pada sel endothelial yang membuka
kolagen utama kedalam plasma dan mengaktifkan faktor koagulasi. Melalui
mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak maka akan terjadi DIC
yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor pembekuan lain. Maka
terjadi gangguan pembekuan darah yang secara lab ditandai dengan memanjangnya
faktor pembekuan.(7)
o Gagal ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeclampsia terutama glomeruloendoteliosis
menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Hal ini terjadi akibat
berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hamper dua kali lipat
dibandingkan kadar normal selama hamil.(7)
o HELLP syndrome
Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelets)
merupakan komplikasi kehamilan serius yang dipicu oleh hipertensi dan sering
dibahas bersama dengan kelainan preeklampsia dan eklampsia. Sindrom HELLP
umumnya terjadi di paruh kedua masa kehamilan dan merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Trombositopenia merupakan kelainan
yang paling dini dan paling sering pada sindrom HELLP dan tampak pada semua ibu
hamil yang menderitanya. Kelainan kaskade koagulasi tampak dari pemanjangan PT,
APTT, penurunan kadar fibrinogen, dan gangguan enzim-enzim hati yang tidak terjadi
jika perjalanan penyakit telah berlanjut. Kadar LDH umumnya meninggi lebih cepat
dibandingkan kelainan fungsi hati lainnya yang mencerminkan sumbernya dari sel-sel
darah merah yang mengalami hemolisis.(7)
o Gangguan pada retina
Pada PEB tampak edema retina dan spasme setempat maupun menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri. Spasme arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya PEB.
Ablasio retina biasanya disertai dengan kehilangan penglihatan. Dapat dijumpai
adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila terjadi hal- hal tersebut, maka
harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain yang mengarah ke
eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam
retina.(7)
2. Fetal
o Intrauterine Fetal Death (IUFD)
o Intrauterine Growth Restriction (IUGR)/pertumbuhan janin terganggu
o Prematuritas
Menurunnya aliran darah uteroplasenta yang diakibatkan oleh spasme yang
terjadi pada PEB berakibat pada pertumbuhan janin terganggu dan juga dapat
menyebabkan gawat janin hingga kematian janin yang disebabkan kurangnya
oksigenasi untuk janin. Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada pasien
preeclampsia.(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dutta DC. Textbook of Obstetrics including Perinatology and Contraception.


New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher (P)Ltd. 2015;256
2. The American College of Obstetricians and Gynecologist. Hypertension in
Pregnancy. Washington DC. 2013;3-4,19, 54-5
3. Djannah SN, Arianti IS. Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklamia/Eklamsia di RSU PKU Muhammadiyah Yoogyakarta Tahun 2007-
2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2010:13 (4), 378-85.

4. Angsar MD. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi


T, Wiknjosastro GH, eds. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009. p. 530-59.
5. SIbai
6. Sitti Nur Djannah, Ika Sukma Arianti. Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklampsia/Eklampsia Di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
20072009. H. 378-85. Available at
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/download/2782/1506.
Access on March 03rd 2017.
7. Prawirohardjo, Sarwono. Plasenta dan Cairan Amnion; Fisiologi Janin. Dalam:
Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiohardjo, 2010: 148-
64.

8. Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam Cunningham G, et al. Obstetri Williams


Ed. 23 Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009: 744-57
9. Clinical Practice Guideline. The Diagnosis and Management of Pre-Eclampsia and
Eclampsia. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of
Physicians of Ireland. 2013;5
10. NLM. Acute Respiratory Distress Syndrome. Available at:
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000103.htm. accessed on: March,
7 2017.

11.

Anda mungkin juga menyukai