Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS September 2019

IUFD
(Intra-Uterine Fetal Death)

Nama : dr. David M. Toding

Pembimbing : dr. Nurhayati Kasim

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUWUK
LUWUK
2019
BAB I
PENDAHULUAN

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan


Intra Uterine Fetal Death (IUFD) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500
gram atau lebih.1,2,3 Menurut United States National Center for Health Statistic,
kematian janin atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin
yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death,
kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-27 minggu dan Late
Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu.1
Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang
digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka
kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei
yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari rumah sakit
besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga belum dapat
menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.1
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal,
maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui
penyebabnya1,2,3. Untuk dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan
pemeriksaan autopsi. Diagnosis dini dalam kasus kematian janin adalah melalui
pemantauan kesejahteraan janin serta pemeriksaan kehamilan (antenatal care) yang
teratur. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
menegakkan diagnosis kematian janin intra uterin.1-6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995)


menyatakan
Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah kematian pada fetus dengan berat lahir 500
gram atau lebih.1,2,3
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin
atau fetal death dibagi menjadi1,2,3 :

 Early Fetal Death : kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu.

 Intermediate Fetal Death: kematian janin yang berlangsung antara usia


kehamilan 20-27 minggu.

 Late Fetal Death : kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28
minggu.

II. EPIDEMIOLOGI
Angka kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena
belum ada
survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari rumah
sakit besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga belum dapat
menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan. Angka kematian
perinatal di RSUP Fatmawati pada tahun 2007 ialah 63,98 per 1000 kelahiran hidup.

2
III. ETIOLOGI1,2,3
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial, yaitu :
1. Faktor Fetal (25 – 40%)
 Anomali kromosom
 Defek kelahiran non-kromosom
 Non – imun hidrops
 Infeksi ( virus, bakteri, protozoa )

2. Faktor Plasenta (25- 35%)


 Abruptio plasenta
 Perdarahan Feto-maternal
 Cord accident
 Insufisiensi plasenta
 Asfiksia Intrapartum
 Plasenta previa
 Twin-to-twin transfusion
 Chorioamnionitis

2. Faktor Maternal (5-10%)


 Antibodi Fosfolipid
 Diabetes Mellitus
 Hipertensi
 Trauma
 Persalinan abnormal
 Sepsis
 Asidosis
 Hipoksia
 Ruptur uteri
 Kehamilan Post Term
 Obat-obatan

3
3. Idiopatik (25 – 35)

IV. PATOFISIOLOGI
A. FAKTOR FETAL
25 – 40% dari bayi dengan lahir mati ( stillbirths ) diakibatkan oleh faktor
fetal. Salah satu faktor yang biasanya mengakibatkan kematian janin ialah
malformasi kongenital mayor. Insidensi infeksi janin intra uterin juga sering
menyebabkan kematian pada janin, infeksi Rubella, CMV (CytoMegaloVirus,
Parvovirus B-19, varicella dan listeriosis. 1,2,3
B. FAKTOR PLASENTAL
Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta,
tali pusat dan membran plasenta
1. Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi
dari pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit.2,3

2. Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis


allantois dan mesoderm primer. Panjang tali pusat normal ialah 50 – 60 cm
dengan diameter 12 mm.

Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter


pertama.
Tali pusat abnormal :
 Tali pusat panjang : > 100 cm
 Tali pusat pendek : < 30 cm

Kelainan –kelainan pada tali pusat, yaitu ; 1,2,3,4,5


 Prolapsus Tali Pusat
Insidens 0,2 – 0,6 %, 4 – 6 % dengan panjang tali pusat > 80 cm. Hampir 50 %
terjadi pada Kala II
 Tali pusat yang pendek Panjang tali pusat < 30 cm.
 Loops of the Umbilical Cord ( Lilitan Tali Pusat )

4
Insidens 24, 6 % (21 %: 1 lilitan;2,5 % ;2 lilitan, 0,2 % >3 lilitan ) Satu atau dua
lilitan tali pusat pada leher bayi tidak menyebabkan angka kesakitan dan kematian
janin meningkat.
 Knots in the Umbilical Cord ( Simpul )
Ada dua klasifikasi jenis simpul, yaitu: true knots dan false knots 2 Insidens 0,3 –
2,1 %, disertai dengan kematian antepartum. Tidak
berkaitan dengan abnormalitas neurologik.4

Simpul nyata ( true knots ) sulit ditemukan pada saat antenatal care. Simpul ini
dapat terbentk akibat torsi / putaran pada tali pusat yang membentuk suatu
lengkungan dimana janin dapat terperangkap didalamnya, membentuk simpul.5
 Single Artery
Adanya aplasia atau atrofi dari satu pembuluh darah arteri umbilikalis. Insidens 1
dari 500 persalinan. Primipara memiliki resiko yang sama dengan multipara,
namun kecenderungan pada ras kulit hitam lebih besar dibandingkan dengan ras
kulit putih.

C. FAKTOR MATERNAL
Hipertensi dan Diabetes Mellitus adalah dua penyakit ibu yang sering
menyebabkan kematian janin intra uterin. 1,2,3

V. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD1,3,5


 Anamnesis :
Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
 Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia
kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang
biasanya dapat terlihat pada
ibu yang kurus.
Palpasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba
gerakan- gerakan janin.

5
Auskultasi: Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan
10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler merupakan
bukti kematian janin yang kuat.
 Pemeriksaan Penunjang :
- USG (Ultrasonografi)
a) Tidak adanya pergerakan janin (termasuk denyut jantung) yang diukur
selama periode observasi 10 menit dengan USG, merupakan bukti
kuat adanya kematian janin.
b) Lama-kelamaan akan terjadi oligohidramnion dan kolaps tulang-
tulang tengkorak akan tampak.
- Foto Rontgen Abdomen
a) Spalding’s Sign, yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler
tulang tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi massa otak dan
melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk tengkorak.
Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian. Namun ciri-ciri
yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin
hidup.

b) Hiperrefleksi dari tulang belakang


c) Bayangan tulang-tulang iga bertumpuk-tumpuk, dimana tidak dapat
lagi ditemukan bentuk simetris torak.
d) Robert’s sign, dimana didapatkan gambaran gas dalam ruang jantung
dan pembuluh darah.

 Pemeriksaan Hematologi :
Pemeriksaan ABO dan Rh, VDRL, gula darah post prandial, HBA1C, ureum,
kratinin, profil tiroid, skrining TORCH, anti koagulan Lupus, anticardiolipin
antibody.

 Pemeriksaan Urine :
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari sedimen dan sel-sel pus.

6
 Pemeriksaan Autopsi :
Langsung pada plasenta, tali pusat termasuk autopsi bayi dapat memberi
petunjuk pasti sebab kematian janin.

PROTOKOL INVESTIGASI PADA IUFD2


Bertujuan untuk :
1. Memastikan diagnosis IUFD secara sonografi atau radiologi
2. Memeriksa kadar fibrinogen darah dan masa tromboplastin
parsial secara periodik, terutama bila janin dipertahankan dalam
kandungan > 2 minggu.
3. Mencari penyebab kematian janin.

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham


dan Hollier (1997) 1:
1. Deskripsi bayi
 malformasi
 bercak/ noda
 warna kulit – pucat, pletorik
 derajat maserasi
2. Tali pusat
 prolaps
 pembengkakan - leher, lengan, kaki

 hematoma atau striktur


 jumlah pembuluh darah
 panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
 warna – mekoneum, darah
 konsistensi
 volume

7
4. Plasenta
 berat plasenta
 bekuan darah dan perlengketan
 malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
 edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
 bercak/noda
 ketebalan

Grade Maserasi pada IUFD :


 Grade 0 (durasi < 8 jam) : kulit kemerahan ‘setengah matang’.
 Grade I (durasi > 8 jam) : kulit terdapat bulla dan mulai mengelupas.
 Grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi
cairan serosa di rongga toraks
dan abdomen
 Grade III (durasi >8 hari) :hepar kuning kecoklatan, efusi
cairan keruh, mungkin terjadi
mumifikasi.

VI. PENATALAKSANAAN IUFD 2,3,5


Pasien dan keluarganya memiliki kemungkinan besar terganggu secara psikis,
tetapi mereka harus diyakinkan tentang amannya persalinan spontan. Pada
kebanyakan IUFD (80%) pasien akan melahirkan secara spontan dalam waktu 2
minggu setelah janin mati. Pasien dapat tinggal di rumah selama 2 minggu pertama
tetapi dengan saran untuk datang ke rumah sakit untuk bersalin. Bila persalinan
spontan tidak terjadi dalam waktu 2 minggu, pasien harus dirawat untuk menilai
kadar fibrinogennya setiap minggu, atau dua kali seminggu. Kadar fibrinogen serum
yang menurun mencapai 150 mg% harus ditangani dengan pemberian heparin
terkontrol.

8
TINDAKAN :
Indikasi dilakukan tindakan :
 Gangguan psikologis dari pasien
 Terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi uterus
 Kadar fibrinogen yang menurun, kadar fibrinogen harus dinaikkan melebihi
kadar kritis sebelum dilakukan tindakan.
 Adanya tendensi persalinan spontan akan terjadi lebih dari 2 minggu.

METODE-METODE TERMINASI
Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :
 Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya.
Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan
kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus
dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama.
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan
resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang
setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan
sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi
persalinan.

9
 Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks
posterior sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum
matang. Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat
ditambah dengan pemberian oksitosin
 Operasi Sectio Caesaria (SC)
Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang
dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2


Non-Interferensi
2 minggu

Partus Spontan
Kasus refrakter atau kasus dalam 2 minggu
dimana terminasi kehamilan (80%)
diindikasikan

Psikologis
Infeksi
Penurunan kadar fibrinogen
Retensi janin lebih dari 2 minggu

Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

10
Prostaglandin gel
Diulang setelah 6-8 jam

Infus Oksitosin

Gagal gagal

Oksitosin diulang Ditambah Prostaglandin/vaginam


Ditambah dengan infus Oksitosin

VII. KOMPLIKASI2,3
1. Gangguan psikologis
2. Infeksi, selagi ketuban masih intak kemungkinan untuk terjadinya infeksi
sangat kecil, namun bila ketuban sudah pecah infeksi dapat terjadi terutama
oleh mikroorganisme pembentuk gas seperti Cl.welchii.
3. Kelainan pembekuan darah, bila janin mati dipertahankan melebihi 4 minggu,
dapat terjadi defibrinasi akibat silent Dissaminated Intravascular
Coagulopathy (DIC). Walaupun terjadinya terutama pada janin mati akibat
inkompatibilitas Rh yang tetap dipertahankan, kemungkinan kelainan ini
terjadi pada kasus lainnya harus dipikirkan. Kelainan ini terjadi akibat
penyerapan bertahap dari tromboplastin yang dilepaskan dari plasenta dan
desidua yang mati ke dalam sirkulasi maternal.
4. Selama persalinan dapat terjadi inersia uteri, retensio plasenta dan perdarahan
post partum.

VIII. PENCEGAHAN 2,4

11
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care
yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol
atau penggunaan obat-obatan.
Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress
test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum
terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat
janin.

PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN 1,2,3,4,6


Tujuannya untuk deteksi dini ada tidaknya faktor-faktor penyebab kematian
janin.
Misalnya hipoksia, asfiksia, gangguan pertumbuhan, cacat bawaan dan infeksi.

CARA-CARA PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN :

1. Perkiraan pertumbuhan janin dari tinggi fundus uteri terhadap usia


kehamilan Diukur dengan keadaan pasien terlentang, pada keadaan uterus
tidak berkontraksi, dari tepi atas simfisis sampai fundus, dengan idealnya
vesica urinaria dan rectum yang kosong. Jika tinggi fundus lebih daripada
kalibrasi usia kehamilan, pikirkan kemungkinan kehamilan multiple, tumor,
hidrosefalus, bayi besar, hidramnion. Sebaliknya jika tinggi fundus
kurang dari kalibrasi usia kehamilan, pikirkan oligohidramnion, pertumbuhan
janin terhambat, ketuban pecah, dsb. Dapat pula digunakan taksiran berat
janin dengan rumus Johnson Tossec.
2. Auskultasi denyut jantung janin
Dengan alat Laennec, Dopller atau CTG. Ideal perhitungan I menit penuh.
Jika dengan CTG direkan untuk 10 menit. Normal frekuensi denyut 120-160
kali per menit, meningkat pada saat kontraksi.
3. Pemantauan aktifitas atau gerakan janin.
Dapat secara subjektif (ditanyakan kepada ibu) atau objektif (dengan cara
palpasi atau USG). Terdapat dua metode penghitungan gerakan janin :

12
 Cardif ‘count 10’ formula2
Pasien mulai menghitung gerakan janin sejak jam 9 pagi. Penghitungan
dihentikan setelah gerakan janin mencapai 10 kali. Ibu disarankan untuk segera
pergi ke dokter bila terdapat kurang dari 10 gerakan dalam kurun waktu 12 jam
selama 2 hari berturut-turut, atau tidak dirasakan gerakan janin sama sekali
selama kurun waktu 12 jam dalam 1 hari.
 Daily Fetal Movement Count ( DFMC ) 2
Normalnya terdapat 3 gerakan janin dalam 1 jam, masing-masing pada pagi,
siang dan malam hari. Total penghitungan tersebut dikalikan 4, sehingga terdapat
penghitungan gerakan janin selama 12 jam. Bila terdapat penurunan kurang dari
10 gerakan dalam 12 jam, hal ini menandakan adanya penurunan fungsi plasenta.
Dalam kehidupan janin intrauterin, sebagian besar oksigen hanya dibutuhkan
oleh otak dan jantung (refleks redistribusi). Jika janin tidak bergerak pikirkan
kemungkinan diagnosis banding tidur atau hipoksia.

4. Pengamatan mekoneum dan cairan ketuban


Caranya dengan amniocentesis atau amnioskopi. Pada keadaan normal
otot sfingter ani janin berkontraksi, sehingga mekoneum tidak keluar dan
bercampur air ketuban, sehingga air ketuban tetap jernih. Pada hipoksia akut
terjadi hiperperistaltik otot-otot tubuh janin, dan relaksasi sfingter ani sehingga
mekoneum keluar dan menyebabkan air ketuban berwarna kehijauan. Pada
infeksi, terjadi koloni kuman pada selaput dan cairan ketuban (korioamnionitis)
sehingga ketuban juga akan berwarna kehijauan dan keruh.
Pemeriksaan rasio lecithin/sphyngomyelin (L/S ratio) pada cairan ketuban
digunakan untuk menilai prediksi pematangan paru janin (pembentukan
surfaktan).

5. Pengamatan hormone yang diproduksi oleh plasenta

13
Estriol dan Human Placental Lactogen (HPL) adalah hormon plasenta spesifik
yang diperiksa pada darah ibu untuk menilai fungsi plasenta. Jika abnormal
berarti terjadi gangguan fungsi plasenta dan berakibat resiko pertumbuhan janin
terhambat sampai kematian janin.

6. Pemeriksaan darah dan analisis gas darah janin


Pengambilan sample darah bias dari tali pusat (umbilical cord blood sampling)
atau dari
kulit kepala janin (fetal scalp blood sampling). Pada janin dengan hipoksia terjadi
asidosis.

7. Ultrasonografi (USG)
Dapat digunakan untuk menilai :
 Kantong gestasi : jumlah, ukuran, lokasi, bentuk, keadaan.
 Janin : hidup/mati, presentasi, pertumbuhan, kelainan bawaan, perkiraan usia
gestasi melaui biometri janin (CRL-Crown Rump length, BPD-
Biparietal Diameter, AC-Abdominal Circumference, FL-Femur
Length).
 Tali pusat : jumlah pembuluh darah, sirkulasi (dengan dopller dapat menilai
FDJP (Fungsi Dinamik Janin Plasenta), SDAU (sirkulasi Darah
Arteri Umbilikalis)
 Membran dan cairan amnion : keadaan dan jumlah.
 Plasenta : lokasi, jumlah, ukuran, maturasi dan insersi.
 Keadaan patologis : kehamilan ektopik, mola hidatidosa, tumor,
inkompetensia.
 Dapat juga digunakan untuk membantu tindakan khusus : amniocentesis,
fetoskopi, tranfusi intrauterin, biopsi vili korialis

14
TES FUNGSI DINAMIK JANIN PLASENTA (FDJP) 6

Skor 2 0

Reaktivitas DJJ ≥2 <2


Akselerasi-Stimulasi ≥2 <2
Rasio SDAU <3 ≥3
Gerak nafas-Stimulasi ≥2 episode <2 episode
Indeks Cairan Amnion ≥10 cm <10 cm

Kurangi 2 nilai pada PJT dan Deselerasi


Fungsi Dinamik Janin Plasenta
<5 Seksio Sesarea
≥5 Usia Gestasi <35 minggu ulang FDJP dalam 2 minggu
≥35 minggu induksi persalinan

8. Cardiotokografi (CTG)
Menggunakan dua elektroda yang dipasang pada fundus ( untuk menilai aktivitas
uterus)
dan pada lokasi punctum maximum denyut jantung janin pada perut ibu. Dapat pula
digunakan untuk menilai hubungan antara denyut jantung dan tekanan intrauterin.
CTG bisa digunakan untuk menilai fungsi kompensasi jantung janin terhadap stress
fisologik, dengan cara Non Stress Test (NST) dan Oxytocyn Challenge Test (OCT).

15
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 Tahun
Tempat Tanggal Lahir : Malang, 8 Juni 1998
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Biak
Tgl. Masuk RS : 25 Agustus 2019
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Gerakan janin sudah tidak terasa sejak 7 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang melalui Poli KIA RSUD Luwuk dengan keluhan gerakan janin
sudah tidak terasa sejak 7 hari SMRS. Pada 7 hari lalu awalnya pasien sudah
merasakan tidak adanya pergerakan janin namun masih dibiarkan dengan
anggapan bahwa ini merupakan hal yang biasa terjadi, sampai akhirnya setelah
beberapa hari akhirnya pasien memutuskan ke RS Untuk memeriksakan
kehamilannya. Pasien menyangkal adanya mules-mules, keluar lendir darah dan
keluar air-air dari kemaluan. Pasien juga menyangkal ada riwayat trauma.
3. Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien tidak pernah memeriksakan kehamilannya baik di Puskesmas maupun
di fasilitas kesehatan lainnya.
4. Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 13 thn, lama 5-7 hari, siklus haid 28 hari,
teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang
hebat selama haid. Hari Pertama Haid Terakhir, 21Februari 2019. Haid terakhir
selama 5-7 hari banyaknya 2-3 pembalut, tidak nyeri.
5. Riwayat menikah
Pasien mengaku menikah satu kali, pada bulan September 2018.
6. Riwayat kehamilan dan
persalinan G1P0A0
1.) Hamil Sekarang
7. Riwayat KB
Belum pernah
8. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis disangkal. Riwayat
asthma, dan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal. Pasien belum pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya. Belum pernah mendapat tindakan operasi
sebelumnya.
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis di keluarga
disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan di keluarga disangkal,
riwayat asthma di keluarga disangkal. Riwayat kehamilan kembar dalam
keluarga disangkal.

10. Riwayat Kebiasaan


Pasien tidak merokok. Kebiasaan minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan tertentu disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan darah: 120/80 mmHg, lengan kanan, berbaring
- Frekuensi nadi: 80x/menit, reguler, kuat, volume cukup, ekual kiri dan kanan
- Pernapasan : 20 x/menit, reguler
- Suhu : 36,8 0C, aksiler, afebris

Status Generalis
Kepala
Bentuk kepala : Normosefali, tidak ada deformitas
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, deformitas (-)
Mata : Kelopak oedem (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+
Telinga : Normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid
(-), sekret (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-), mukosa
hiperemis (-)
Bibir : Simetris (-), sianotik (-), mukosa lembab
Mulut : Tonsil tenang T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula ditengah, oral
higiene baik

Leher
Bentuk : Simetris, normal
KGB : Tidak teraba membesar
Trakhea : Lurus di tengah
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar

Thoraks

Dinding dada : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

 Paru – paru
Inspeksi : Gerakan kedua hemithoraks simetris saat inspirasi dan
ekspirasi. Palpasi : Gerakan dada simetris, tidak ada hemitoraks
tertinggal, fremitus kedua hemithoraks sama, krepitasi (-), nyeri tekan
(-) Perkusi : tidak dilakukan
 Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, tidak ada tanda radang
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V, 2 cm sebelah
medial midklavikularis kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : tampak cembung, tidak tampak tanda radang, linea nigra (+),
striae alba (+), teraba supel, defans muskuler -/-, nyeri tekan -/-, nyeri lepas
-/-, bising usus (+) 3 kali/menit.
Ekstermitas : akral hangat pada ujung- ujung jari tangan dan kaki, oedem
tungkai +/+

2. PEMERIKSAAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


Pemeriksaan luar
Inspeksi : tampak perut cembung
Palpasi :
 Leopold 1 : TFU 2 jari bawah pusat
Leopold 2 :
Leopold 3 : Tidak teraba jelas
Leopold 4 :
Kontraksi/ his (-),
Auskultasi : Denyut jantung janin (-) tidak terdengar via doppler

Pemeriksaan dalam
Vaginal Toucher: dinding vagina tidak ada kelainan, pembukaan tidak ada,
portio tebal lunak, arah posterior, ketuban (-),
Taksiran berat janin : -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab
Hb : 11,1 gr/dl
Leukosit : 10.500 /UL
Trombosit : 231.000 /UL
Hematokrit : 36,6 %
GDS : 88 mg/dl
HbsAg : Non-Reaktif
Ultrasonografi
Kesan: IUFD
E. RESUME
Ny. D, 18 tahun, datang dengan keluhan gerakan janin sudah tidak terasa sejak 7
hari SMRS. Pasien menyangkal adanya mules-mules, keluar lendir darah dan keluar
air-air dari kemaluan. belum ada tanda-tanda mau melahirkan. Riwayat ANC tidak
pernah. Riwayat menstruasi teratur, HPHT: 21 Juni 2016. Riwayat pernikahan:
Menikah pertama kali pada tahun 2016. Riwayat kehamilan dan persalinan:
G1P0A0. Kontrasepsi: tidak pernah.
Pada pemeriksaan fisik, TD: 130/90 mmHg, N: 78 x/menit, RR: 22 x/m, S: 36,8
0
C
Pada pemeriksaan obstetrik: TFU: Jari bawah pusat, pada palpasi Leopold 2-4 sulit
untuk dinilai. Pada vaginal tidak didapatkan pembukaan, portio tebal, lunak dan
ketuban (-), kepala belum masuk pintu atas panggul. Pada pemeriksaan
laboratorium tidak didapatkan tanda-tanda proses infeksi pada ibu. Pada
pemeriksaan USG didapatkan kesan IUFD.

F. DIAGNOSIS
G1P0A0 gravid 24 minggu dengan IUFD, janin tunggal presentasi kepala, belum
inpartu.

G. PENATALAKSANAAN
- Observasi kemajuan persalinan dan His
- Pematangan serviks pasang kateter Foley dan misoprostol 1 tablet
pervaginam/6 jam dan dilanjut dengan induksi persalinan
- Rencana partus pervaginam
- Terapi: - IVFD Dextrose 5% + oxytocin ½ ampul mulai dari 8 tetes per menit
sampai, naikan 4 tetes/menit tiap 30 menit sampai his adekuat (maximal
sampai 40 tetes/menit)

H. PROGNOSIS
Ibu
Ad vitam: Bonam
Ad functionam: Dubia ad Bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam
Janin
Ad vitam: Malam

J. ANALISA KASUS

Pada kasus ini Ny. D, 18 tahun dengan diagnosa kematian janin intrauterin
atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD). Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine
Fetal Death (IUFD) ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.

Dari anamnesis, pasien ini tidak melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal


care) secara rutin. Pemeriksaan kehamilan ini tidak sesuai dengan prosedur frekuensi
kunjungan antenatal care, yaitu :
 Usia kehamilan – 28 minggu : 1x / 4 minggu
 28 – 36 minggu : 1x / 2 minggu
 36 minggu – persalinan : 1x/ 1 minggu

Pasien dengan G1P0A0 Hamil 24 minggu datang ke Rumah Sakit dengan


kecurigaan IUFD karena gerakan janin tidak dirasakan ibu 7 hari SMRS. Keadaan ini
sesuai dengan salah satu dasar diagnosis IUFD yang bersifat subjektif. Pasien
menyangkal merasa mules, keluar lendir darah dari kemaluannya, hal ini
menjelaskan bahwa pada pasien ini belum ada tanda – tanda inpartu. Tanda-tanda
inpartu ialah mules-mules (his) yang teratur, bloody show (lendir darah), serta
pembukaan dan penipisan serviks.
Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, riwayat penyakit sistemik, infeksi,
dan alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan
minum alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama. Pasien juga tidak memiliki
binatang peliharaan. Usia kehamilan pada pasien ini sesuai dengan kehamilan 24
minggu berdasarkan hari pertama haid terakhir pasien.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan
tanda- tanda kehamilan pada pasien ini sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran
tinggi fundus uteri yang berkurang dari usia kehamilan tidak ditemukan dalam kasus
ini mengingat kematian janin baru berlangsung 7 hari sebelum ke rumah sakit. Pada
palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi dengan pemeriksaan Doppler tidak
terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan adanya kematian janin intra
uterin. Janin IUFD, letak memanjang dengan presentasi kepala, kepala janin belum
masuk pintu atas panggul.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan pemeriksaan darah dan urine
dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan. Pada pemeriksaan USG,
didapatkan kesan janin IUFD, disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar
diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin dan DJJ (-), sehingga dapat
ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.

Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Namun,
pada pasien ini faktor maternal dapat kita coba singkirkan, berdasarkan anamnesis
pasien tidak ada riwayat penyakit seperti Diabetes Mellitus ataupun Hipertensi yang
sering menyebabkan IUFD. Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan
alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum
alkohol, merokok, dan minum obat-obatan lama.
Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan
pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Pasien
tidak memiliki binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut
literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Anomali kromosom
biasanya terjadi pada ibu dengan usia diatas 40 tahun, dan dibutuhkan analisa
kromosom. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya mengingat
pasien dan suaminya dari suku yang sama.
Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan
dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui
induksi persalinan pervaginam. Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah
sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu
akan mengakibatkan gangguan pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi
yang membahayakan nyawa ibu. Pasien datang dengan keadaan belum inpartu dan
servik belum matang, maka dilakukan induksi pesalinan.
Pada pasien ini diteruskan proses induksi dengan misoprostol. Tindakan
induksi dengan penggunakan prostaglandin sintetis ini menurut kepustakaan sangat
efektif dalam memacu pematangan servik dan menginduksi persalinan. ACOG
sendiri merekomendasikan penggunaan misoprostol intravaginal pada dosis 25
mikrogram atau ¼ tablet (100 mg). Aplikasi ini dapat menekan kebutuhan oksitosin,
mencapai persalinan pervaginam lebih cepat dalam waktu 24 jam setelah induksi dan
menekan interval induksi – persalinan.

Selain induksi, augmentasi juga diaplikasikan pada pasien ini. Augmentasi


diberikan dengan harapan akan terbentuknya HIS yang adekuat. Diberikan drip
oxytosin ½ amp dalam satu kolf Dextrose 5% sebanyak 8 tetes / menit yang
kemudian dinaikkan 4 tetes /menit per 30 menit sampai HIS adekuat. Jika His
adekuat, tetesan dipertahankan dan jika belum dinaikkan sampai batas maksimal 40
tetes. Tujuan dari pemberian ini adalah untuk mempengaruhi aktivitas uterus yang
cukup untuk memicu perubahan servikal dan penurunan janin dan menghindari
hiperstimulasi uterus dan status gawat janin.
Setelah pembukaan lengkap dan ibu sudah menunjukkan tanda – tanda
persalinan kala
II. Diakukan pimpinan persalinan kala II, akhirnya pasien selamat melahirkan secara
pervaginam tanggal 2 Februari 2017 jam 21.30. Bayi lahir spontan LBK. Bayi lahir
dengan berat badan 600 gr, panjang badan 38 cm, anus (+), jenis kelamin
perempuan, APGAR skor 0/0, didapatkan maserasi grade II yang menunjukkan
bahwa waktu kematian antara 2 -7 hari, ditandai dengan adanya bullae pada kulit
bayi dan mulai mengelupas pada pemeriksaan luar. Tali pusat besar menebal dan
pendek, plasenta berat 1 kg, lahir kesan lengkap. Kontraksi uterus baik, perdarahan
dalam batas normal.Penyebab kematian pada janin dalam kasus ini, kemungkinan
besar akibat dari faktor janin, yaitu hidrops fetalis yaitu karena terjadi pengumpulan
cairan abnormal pada rongga tubuh janin.
Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan
kehamilan yang lebih baik dan teratur apabila berniat untuk memiliki anak lagi.
Memberikan dukungan psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin
yang dialaminya saat ini, dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk
memberikan dukungan yang besar untuk ibu. Menjelaskan pentingnya keluarga
berencana agar kehamilan resiko tinggi dapat dihindari
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

 Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin


( IUFD ) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

 Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur


dan efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin
untuk mendeteksi penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada
ibu dapat dihindari.

 Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan


aktif. Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut pada ibu dan mengurangi gangguan psikologis keluarga,
terutama ibu.

 Dukungan moral/psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat


berperan penting pada kasus IUFD.

 Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah adanya


abnormalitas dari janin, yaitu hidrops fetalis. Namun, penyebab pasti
hanya dapat ditegakkan bila pada bayi yang dilahirkan dilakukan
autopsi.
SARAN

 Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang


merupakan faktor resiko IUFD sebaiknya dilakukan sebelum
kehamilan.

 Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante


Natal Care secara teratur di RS atau Bidan.

 Pemeriksaan USG minimal 3x selama kehamilan, 1x pada setiap


trimester untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya
dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.

 Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan


pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang
sederhana, misalnya menghitung gerakan janin dengan cara Cardif
count, sehingga bila terjadi penurunan kesejahteraan janin dapat di
deteksi dini.

 Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab


kematian dengan pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari
pihak keluarga.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan lima. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999.
357-8, 785-790.
2. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 st Edition. McGraw Hill.USA.
1073-1078, 1390-94, 1475-77
3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry &
Gynecology.LANGE. Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201
4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku
Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.
5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders
Elsevier. Page 747.
6. http://www.geocities.com. Pemantauan Janin. Handaya, Bambang, Prof.
Gulardi.1999

Anda mungkin juga menyukai