Anda di halaman 1dari 20

PENUGASAN MATA KULIAH

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DALAM BIDANG OBSTETRIK

KARDIOTOKOGRAFI JANIN (KTG)

Dosen Pengampu PJMK :

Made Widhi Gunapria Darmapatni, SST., M.Keb

Disusun Oleh:

1. Ni Luh Gede Sri Adnyawati (P07124220006)


2. Ni Kadek Desi Kartikasari (P07124220023)
3. Putu Eka Putri Anggraeni (P07124220041)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

SARJANA TERAPAN JURUSAN KEBIDANAN SEMESTER 2

TAHUN 2021
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DALAM BIDANG OBSTETRIK

KARDIOTOKOGRAFI JANIN (KTG)

Gambar. Kardiotokografi

A. Definisi Kardiotokografi
Beberapa terobosan teknis yang terjadi pada abad ke-20 menyebabkan
perkembangan berbagai bentuk pemantauan elektronik berkelanjutan dari DJJ
dan kontraksi rahim pada 1950-an dan awal 1960-an, dan komersialisasi
teknologi yang dikenal sebagai kardiotokografi di akhir 1960-an. Kardiotokografi
(CTG) adalah rekaman elektronik kontinu dari detak jantung janin yang diperoleh
melalui transduser ultrasonik yang ditempatkan di perut ibu (CTG eksternal atau
tidak langsung). Transduser kedua dipasang di perut ibu di atas fundus uterus
untuk merekam secara bersamaan adanya aktivitas uterus. Denyut jantung janin
dan aktivitas rahim ditelusuri secara bersamaan di atas kertas. Komponen denyut
jantung janin yang dapat dinilai meliputi: denyut baseline, variabilitas baseline,
akselerasi dan deselerasi. Hubungan antara detak jantung janin dan waktu
kontraksi uterus juga dinilai. Kardiotokografi digunakan secara luas dalam
asuhan maternitas, baik pada periode antepartum maupun intrapartum.

Kemudian terdapat CTG antenatal. Menurut Boyle, CTG antenatal adalah


bentuk penilaian janin yang umum digunakan dalam kehamilan dan
menggunakan detak jantung janin sebagai indikator kesejahteraan janin. CTG
antenatal paling sering dilakukan pada trimester ketiga kehamilan (setelah 28
minggu). Menurut Turan, CTG antenatal juga dapat digunakan secara bersama
dengan metode penilaian janin lainnya seperti pengukuran USG Doppler dan
pengukuran volume cairan ketuban. Frekuensi pengujian sangat bervariasi dalam
praktiknya, tergantung pada indikasi CTG dan usia kehamilan, dan berkisar dari
mingguan hingga tiga kali sehari.

Biasanya, bayi di dalam kandungan memiliki detak jantung antara 110 dan
160 denyut per menit dan meningkat ketika bayi bergerak. Pemeriksaan CTG ini
juga biasa dikenal dengan nama tes nonstres (nonstress test/NST). Mesin CTG
mengeluarkan hasil berupa grafik sesuai dengan denyut jantung janin dan
kontraksi rahim. Hasil pemeriksaan dapat dikategorikan menjadi reaktif dan
nonreaktif. Disebut nonreaktif bila denyut jantung janin tidak bertambah setelah
ia bergerak, dan reaktif jika denyut jantung meningkat setelah ia
bergerak.Namun, hasil yang tidak reaktif tidak selalu menunjukkan masalah. Bisa
jadi bayi sedang dalam kondisi tertidur lelap saat tes dilakukan, oleh sebab itu
dokter akan mencoba tes setelah meminta ibu hamil bergerak atau
menggunakan stimulator akustik janin untuk membangunkan bayi.

Jika hasil masih tidak reaktif, dokter dapat meminta untuk melakukan tes ini
lagi setelah satu jam.Jika CTG kedua menunjukkan bayi tetap tidak merespon
dengan baik atau denyut jantungnya tidak seperti yang seharusnya, dokter akan
merujuk ibu hamil untuk pemindaian ultrasound untuk menilai profil biofisik bayi.
Profil biofisik akan mengetahui kondisi bayi dan mengukurnya berdasarkan
gerakan, pernapasan, reaksi, dan tonus otot. Jika bayi menunjukkan hasil yang
kurang bagus, mungkin dokter menyarankan melakukan persalinan
dini.Biasanya, pemeriksaan kehamilan ini juga dapat mengukur apakah gerakan
yang dilakukan bayi dalam kandungan normal atau tidak. Bayi yang sehat akan
merespon gerakannya dengan meningkatkan denyut jantungnya selama
bergerak.

B. Tujuan Pemeriksaan Kardiotokografi

Tujuan penggunaan CTG dalam kehamilan untuk mengidentifikasi adanya


kekhawatiran tentang kesejahteraan janin agar intervensi dapat dilakukan
sebelum janin terluka. Fokusnya adalah untuk mengidentifikasi pola denyut
jantung janin (FHR) yang terkait dengan suplai oksigen yang tidak adekuat ke
janin. Penggunaan CTG ini adalah suatu tes skrining untuk mengidentifikasi bayi
dengan hipoksia janin akut atau kronis yang dapat berisiko mengalami hipoksia.
Hipoksia janin dapat menyebabkan adaptasi patofisiologis spesifik pada janin,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan perubahan pola parameter denyut
jantung janin. Oleh karena itu, batas normal yang diterima untuk parameter
denyut jantung janin digunakan saat menafsirkan CTG antenatal. Denyut jantung
janin normal bervariasi dengan penyesuaian nada vagal dan simpatis. Menurut
Gribbin, parameter normal yang diterima untuk janin sebagai berikut :
1. Denyut jantung janin dasar 110 hingga 160 denyut per menit.
2. Variabilitas dasar harus lebih besar dari lima denyut per menit.
3. Adanya dua atau lebih akselerasi detak jantung janin yang melebihi 15
denyut per menit, dipertahankan setidaknya selama 15 detik dalam
periode 20 menit (Devoe 1990) pola ini disebut reaktif.
4. Tidak adanya deselerasi.

C. Indikasi Kardiotokografi
Indikasi pemantauan CTG digunakan untuk memonitor ibu hamil yang
mengalami risiko tinggi hipoksia atau asidosis janin. Kondisi yang dapat
menyebabkan hal tersebut dapat terjadi saat intrapartum maupun antepartum.

 Indikasi Intrapartum

Saat intrapartum, pemeriksaan CTG dapat dilakukan setiap 2 jam hingga


30 menit sekali. Kondisi yang memerlukan pengawasan kesejahteraan
janin adalah sebagai berikut:

 Perdarahan per vaginam


 Keluarnya cairan ketuban yang terkontaminasi mekonium
 Peningkatan aktivitas rahim yang berlebihan (termasuk pada
induksi dan akselerasi persalinan)
 Ketuban pecah dini (>24 jam)
 Kondisi demam pada ibu (infeksi intrauterine)
 Analgesia menggunakan epidural
 Terdapat kelainan pada hasil auskultasi janin
 Indikasi Antepartum
Saat antepartum, beberapa kondisi ibu maupun janin yang dapat
menyebabkan kehamilan risiko tinggi dapat menjadi indikasi dilakukannya
pemeriksaan CTG.

 Faktor Risiko Maternal

Faktor risiko maternal saat antepartum yang dapat menjadi


indikasi kardiotokografi adalah:

 Hipertensi atau preeklampsia
 Diabetes mellitus
 Perdarahan per vaginam
 Partus prematurus imminens (imminent premature
labor)
 Kehamilan post term
 Trauma abdomen

Faktor Risiko Fetus

Faktor risiko fetus saat antepartum berikut juga dapat menjadi


indikasi kardiotokografi yaitu

 Pertumbuhan janin terhambat

 Prematuritas
 Oligohidramnion

 Inkompatibilitas golongan darah

 Kehamilan ganda

 Presentasi bokong

 Indikasi Pemantauan Internal


Pemantauan internal merupakan metode yang lebih akurat dibanding
pemantauan eksternal namun prosedurnya lebih invasif. Untuk
mengidentifikasi denyut jantung pada pemantauan internal, elektroda
fetus merekam gelombang R pada elektrokardiogram sehingga
menggambarkan depolarisasi ventrikel. Pemantauan internal
diindikasikan jika hasil CTG eksternal tidak dapat dibaca atau dianalisis
atau jika aritmia fetus dicurigai dan tidak didapatkan kontraindikasi dari
pemantauan internal.

D. Cara Kerja Kardiotokografi

CTG menggunakan gelombang suara yang disebut ultrasound untuk


mendeteksi detak jantung bayi. Ultrasound adalah gelombang suara dengan
frekuensi tinggi. Kita tidak dapat mendengar, tetapi dapat dikirim keluar
(dipancarkan) dan terdeteksi oleh receiver pada mesin-mesin khusus.
Gelombang ultrasound menembus secara bebas melalui jaringan cairan dan
lembut. Namun gelombang ultrasound memantul kembali sebagai 'gema'  ketika
pantulan lebih solid (padat) dari permukaan. Misalnya, gelombang ultrasound
akan melakukan perjalanan bebas melalui darah dalam bilik jantung. Tapi, ketika
memantul pada katup padat, banyak ultrasound melakukan gema
kembali. Contoh lain adalah ketika  gelombang ultrasound USG pada empedu di
kandung empedu itu akan bergema kembali kuat jika mengenai pada batu
empedu yang solid.Jadi, sebagai struktur yang berbeda  yang tidak bisa
ditembus gelombang ultrasound USG di dalam tubuh, karena  kepadatan yang
berbeda, ia akan mengirimkan kembali gema dari berbagai kekuatan.

Dalam pemantauan CTG, khusus jenis gelombang ultrasound USG, yang


disebut Doppler digunakan. Jenis gelombang ultrasound USG digunakan untuk
mengukur struktur yang bergerak, sehingga berguna untuk memantau detak
jantung.Rekaman simultan dilakukan oleh dua transduser terpisah yang
memancarkan gelombang ultrasound, tranducer US dan TOCO, tranducer US
berfungsi untuk pengukuran denyut jantung janin dan tranducer
tocodynamometer TOCO untuk kontraksi rahim, dengan mengukur ketegangan
dinding perut ibu – ukuran tidak langsung dari tekanan intrauterin, yang
kemudian direkam selama kurang lebih 20 - 30 menit, ditampilkan pada kertas 
printer thermal.

E. Teknik Kardiotokografi

Teknik cardiotocography (CTG) berfokus pada pengukuran denyut jantung


janin dan kontraksi uterus. Pemeriksaan CTG tidak hanya dilakukan pada saat
intrapartum, tetapi juga dapat dilakukan saat antepartum. Terdapat 2 metode
yang dapat dilakukan pada pemeriksaan CTG antepartum, yaitu non-stress
test dan contraction stress test. Non-stress test dilakukan pada ibu yang belum
terdapat kontraksi dilakukan untuk memantau denyut jantung janin dan respons
jantung terhadap gerakan janin. Contraction stress test dilakukan untuk
mengetahui fungsi uteroplasenta dan kemampuan fetus dalam mentoleransi
persalinan. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan jika hasil non-stress test atipikal.

F. Kontraindikasi Kardiotokografi

1. Kontraindikasi Kardiotokografi Pemantauan Eksternal


Pemeriksaan CTG pada umumnya menggunakan pemantauan eksternal.
Tidak terdapat kontraindikasi khusus pada pemantauan eksternal yang
menggunakan transduser yang ditempel pada abdomen ibu karena prosedur
ini merupakan tindakan noninvasif.

2. Kontraindikasi Kardiotokografi Pemantauan Internal


Pada pemeriksaan CTG dengan pemantauan internal, elektroda
ditempelkan pada kepala janin untuk mengukur denyut jantung. Pemeriksaan
ini hanya dapat dilakukan jika sudah terjadi ruptur ketuban.

Kontraindikasi tindakan ini berkaitan dengan kondisi infeksi yang risiko


transmisi ke janinnya akan meningkat dengan prosedur ini, seperti  hepatitis, 
herpes, atau  HIV. Kontraindikasi lainnya meliputi perdarahan per vaginam
tanpa sebab yang jelas dan plasenta previa.

G. Prosedur Pemeriksaan dan Persiapan Pasien

1. Persiapan Pasien :

Persiapan yang harus dilakukan oleh pasien, sebelum memulai prosedur


pemeriksaan yaitu pertama, memberi penjelasan kepada pasien mengenai
prosedur CTG dan meminta informed consent. Kedua, meminta pasien untuk
mengosongkan kandung kemih. Ketiga, melakukan palpasi abdomen untuk
menentukan posisi janin. Keempat, mempersiapkan pasien pada posisi yang
nyaman. Posisi pasien yang direkomendasikan untuk pemeriksaan CTG
adalah posisi berbaring pada sisi lateral, setengah duduk, atau tegak. Posisi
supinasi tidak disarankan karena dapat menyebabkan kompresi aorta dan
vena cava oleh uterus sehingga mengurangi perfusi plasenta dan oksigenasi
pada fetus. Pada contraction stress test, terdapat persiapan tambahan untuk
menimbulkan kontraksi uterus. Hal ini dapat dilakukan dengan dua metode,
stimulasi oksitosin atau stimulasi puting.

a) Stimulasi Puting.

Langkah prosedural stimulasi puting untuk persiapan contraction


stress test adalah sebagai berikut:

- Instruksikan ibu untuk menggosokkan satu puting dengan


menggunakan telapak tangan secara cepat dan lembut
selama 2 menit
- Berhenti selama lima menit dan nilai aktivitas uterus
- Jika pola kontraksi yang diinginkan belum tercapai,
instruksikan ibu untuk melanjutkan siklus kedua stimulasi
selama dua menit
- Jika kontraksi tetap tidak mencukupi, lakukan stimulasi
puting bilateral
- Jika stimulasi puting gagal menginduksi kontraksi yang
memenuhi kriteria tes, stimulasi oksitosin dapat
dipertimbangkan

b. Stimulasi Oksitosin

Langkah prosedural stimulasi oksitosin untuk persiapan contraction


stress test adalah:

- Pasang jalur intravena utama dengan larutan NaCl 0,9%


- Siapkan jalur kedua yang terhubung dengan jalur intravena
utama dengan oksitosin 30 IU diencerkan dalam 500 ml
larutan intravena
- Pasang infusion pump pada jalur infus oksitosin
- Atur laju infus oksitosin 1 miliunit/menit dan tingkatkan 1
miliunit/menit setiap 30 menit hingga 16 miliunit/menit atau
sampai timbul tiga kontraksi dalam 10 menit yang masing-
masing kontraksi berlangsung selama satu menit

2. Alat dan Bahan :

Peralatan pada pemeriksaan cardiotocography yaitu mesin


cardiotocography, transduser dengan probe ultrasonografi, transduser dengan
tocodynamometer, gel, sabuk elastis, kertas CTG.

3. Prosedur Pemeriksaan :
Pada umumnya pemeriksaan CTG dilakukan dengan pemantauan
eksternal. Berikut merupakan prosedur CTG dengan pemantauan eksternal:

1. Posisikan pasien pada posisi lateral, setengah duduk, atau tegak.

2. Tempatkan transduser tocodynamometer pada fundus uteri dan


melihat baseline tonus uterus istirahat.
3. Tempatkan sabuk elastis mengelilingi perut ibu untuk fiksasi transduser
tocodynamometer.

4. Berikan gel pada transduser ultrasonografi.

5. Konfirmasi denyut jantung janin sesuai dengan posisi punggung janin.

6. Tempatkan transduser ultrasonografi pada posisi terdengarnya denyut


jantung janin yang paling keras.

7. Tempatkan sabuk elastis mengelilingi perut ibu untuk fiksasi transduser


ultrasonografi.

8. Alat CTG diatur pada kecepatan 1 cm/menit.

9. Validasi jam dan tanggal.

10. Berikan identitas pada kertas CTG.

11. Jika dilakukan CTG antepartum dengan metode non-stress test,


instruksikan pasien untuk menekan tombol ketika janin bergerak saat
pemeriksaan  berlangsung.
12. Mulai perekaman pada mesin CTG.
13. Pastikan CTG berfungsi dengan baik dan hasil perekaman dapat
diinterpretasi sebelum meninggalkan pasien.

14. Evaluasi hasil CTG dalam 10 menit.

15. Jika dalam 10 menit fetus tidak aktif, stimulasi fetus dengan mengubah
posisi ibu.

16. Jika terdapat akselerasi 15 denyut per menit yang berlangsung 15 detik
dan kondisi ibu stabil, lanjutkan monitor selama 20 menit.

17. Jika fetus mengalami bradikardi maka denyut ibu harus direkam secara
berkala. Pastikan bahwa yang terekam adalah denyut jantung janin dan
bukan denyut jantung ibu.

Prosedural CTG dengan pemantauan internal serupa dengan CTG


pemantauan eksternal. Yang membedakan hanyalah transduser yang
digunakan adalah elektroda spiral yang dipasang pada kepala janin (scalp
electrode) dan kateter intrauteri (intrauterine pressure catheter). Penggunaan
kombinasi kedua transduser ini akan memberikan pembacaan yang lebih
akurat dibandingkan CTG pemantauan eksternal.

H. Pembacaan dan Penilaian Hasil Kardiotokografi

Gambar. Kardiotokografi (KTG)

Dalam analisis CTG dimulai dengan evaluasi fitur CTG dasar seperti
baseline, variabilitas, akselerasi, deselerasi, dan kontraksi lalu diikuti dengan
classifikasi CTG secara keseluruhan.
Evaluasi Fitur CTG Dasar
1. Baseline
Ini adalah tingkat rata-rata dari segmen DJJ yang paling horizontal dan
kurang berosilasi. Diperkirakan dalam jangka waktu 10 menit dan dinyatakan
dalam denyut per menit (bpm). Nilai dasar dapat bervariasi antara bagian 10
menit berikutnya.
 Baseline normal yaitu nilai antara 110 dan 160 bpm. Janin prematur
cenderung memiliki nilai di ujung atas kisaran ini dan janin pasca-aterm
cenderung ke arah ujung bawah. Beberapa ahli menganggap nilai dasar
normal pada jangka waktu antara 110 - 150 bpm.
 Takikardia yaitu nilai dasar di atas 160 bpm berlangsung lebih dari 10
menit. Pireksia ibu adalah penyebab paling sering dari takikardia janin,
dan mungkin karena asal ekstrauterin atau terkait dengan infeksi
intrauterin. Analgesia epidural juga dapat menyebabkan peningkatan
suhu ibu sehingga menghasilkan takikardia pada janin.
 Bradikardia yaitu nilai dasar di bawah 110 bpm berlangsung lebih dari 10
menit. Denyut jantung 100-110 bisa didapat pada kondisi normal terutama
pada janin post term. Penyebab bradikardia meliputi hipotermia maternal,
aritmia fetus

2. Variabilitas
Ini mengacu pada osilasi dalam sinyal FHR, dievaluasi sebagai amplitudo
bandwidth rata-rata dari sinyal dalam segmen 1 menit.
 Variabilitas normal: amplitudo bandwidth 5-25 bpm.
 Variabilitas yang berkurang: amplitudo bandwidth di bawah 5 bpm selama
lebih dari 50 menit pada segmen baseline atau selama lebih dari 3 menit
selama deselerasi. Variabilitas yang berkurang dapat terjadi karena
hipoksia atau asidosis sistem saraf pusat dan mengakibatkan penurunan
aktivitas simpatis dan parasim yang menyedihkan, tetapi juga dapat
disebabkan oleh cedera otak sebelumnya .
 Peningkatan variabilitas (pola saltatory): nilai bandwidth melebihi 25 bpm
berlangsung lebih dari 30 menit. Patofisiologi dari pola ini belum
sepenuhnya dipahami, tetapi dapat terlihat terkait dengan deselerasi
berulang, ketika hipoksia atau asidosis berkembang sangat cepat. Hal ini
diduga disebabkan oleh ketidakstabilan otonom janin.
3. Akselerasi
Mendadak meningkatkan DJJ di atas baseline, lebih dari 15 bpm dalam
amplitudo, dan berlangsung lebih dari 15 detik tetapi kurang dari 10 menit.
Kebanyakan percepatan bertepatan dengan gerakan janin dan merupakan
tanda janin responsif neurologis yang tidak mengalami hipoksia / asidosis.
Sebelum usia kehamilan 32 minggu, amplitudo dan frekuensinya mungkin
lebih rendah (amplitudo 10 detik dan bpm). Setelah 32-34 minggu, dengan
pembentukan keadaan perilaku janin, akselerasi jarang terjadi selama
periode tidur nyenyak, yang dapat berlangsung hingga 50 menit. Tidak
adanya akselerasi dalam CTG intrapartum normal tidak memiliki signifikansi
yang tidak pasti, tetapi tidak mungkin menunjukkan hipoksia / asidosis.
Akselerasi yang bertepatan dengan kontraksi uterus, terutama pada kala dua
persalinan, menunjukkan kemungkinan pencatatan yang salah dari denyut
jantung ibu, karena DJJ lebih sering berkurang dengan kontraksi, sedangkan
denyut jantung ibu biasanya meningkat.

4. Deselerasi
Penurunan DJJ di bawah garis dasar, lebih dari 15 bpm dalam amplitudo,
dan berlangsung lebih dari 15 detik.
 Deselerasi dini yaitu deselerasi yang dangkal, tahan lama, dengan
variabilitas normal dalam deselerasi dan bertepatan dengan kontraksi.
Mereka diyakini disebabkan oleh kompresi kepala janin dan tidak
menunjukkan hipoksia / asidosis janin.
 Deselerasi variabel (berbentuk V) yaitu Deselerasi yang menunjukkan
penurunan yang cepat dalam waktu kurang dari 30 detik, variabilitas yang
baik dalam deselerasi, pemulihan cepat ke baseline, berbagai ukuran,
bentuk, dan hubungan dengan kontraksi uterus.
 Deselerasi lambat (berbentuk U) yaitu deselerasi dengan bertahap atau
kembali secara bertahap ke baseline atau berkurangnya variabilitas
dalam deselerasi. Pengembalian bertahap terjadi ketika lebih dari 30 detik
berlalu antara awal ataupun akhir deselerasi dan titik nadirnya. Ketika
kontraksi dipantau secara memadai, deselerasi terlambat dimulai lebih
dari 20 detik setelah permulaan kontraksi, mengalami titik nadir setelah
puncak, dan kembali ke garis dasar setelah akhir kontraksi. Deselerasi ini
menunjukkan respons yang dimediasi kemoreseptor terhadap hipoksemia
janin. Dengan adanya penelusuran tanpa percepatan dan pengurangan
variabilitas, definisi desel-desel akhir juga mencakup definisi dengan
amplitudo 10-15 bpm. Deselerasi lambat menandakan adanya
hipoksemia fetus.
 Deselerasi berkepanjangan yaitu deselerasi yang berlangsung lebih dari 3
menit. Ini mungkin termasuk komponen yang dimediasi kemoreseptor dan
dengan demikian menunjukkan hipoksemia. Deselerasi melebihi 5 menit,
dengan DJJ dipertahankan pada kurang dari 80 bpm dan mengurangi
variabilitas dalam deselerasi, sering dikaitkan dengan hipoksia / asidosis
janin akut dan memerlukan intervensi segera.

5. Kontraksi
Ini adalah peningkatan bertahap dalam sinyal aktivitas uterus berbentuk
lonceng diikuti dengan penurunan simetris kasar, dengan durasi total 45-120
detik. Kontraksi sangat penting untuk perkembangan persalinan, tetapi
mereka menekan pembuluh darah yang berjalan di dalam miometrium dan
dapat menurunkan perfusi plasenta sementara atau menyebabkan kompresi
tali pusat. Dengan tocodynamometer, hanya frekuensi kontraksi dapat
dievaluasi dengan andal, tetapi peningkatan intensitas dan durasi dapat juga
berkontribusi pada perubahan DJJ. Takisistol, ini menunjukkan frekuensi
kontras yang berlebihan dan didefinisikan sebagai terjadinya lebih dari lima
kontraksi dalam 10 menit, dalam dua periode 10 menit berturut-turut, atau
rata-rata selama periode 30 menit.

Klasifikasi Hasil Kardiotokografi


Klasifikasi penelusuran membutuhkan evaluasi sebelumnya dari fitur CTG
dasar. Penelusuran harus diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelas:
normal, mencurigakan, atau patologis, sesuai dengan kriteria yang disajikan
pada tabel 1. Sistem klasifikasi lain termasuk jumlah tingkatan yang lebih
besar direkomendasikan oleh beberapa ahli. Dikarenakan sifat sinyal CTG
yang berubah selama persalinan, evaluasi ulang pelacakan harus dilakukan
setidaknya setiap 30 menit.
Gambar. cardiotocography classification criteria, interpretation, and
recommended managemend

Dalam klasifikasi hasil kardiotokografi intrapartum, terdapat tiga pola hasil


kardiotokografi intrapartum sebagai berikut:

1. Pola normal: baseline normal, variabilitas normal, tidak terdapat


akselerasi atau deselerasi
2. Pola yang dicurigai: Terdapat abnormalitas pada hasil
cardiotocography tapi tidak memenuhi kriteria karakteristik patologis
3. Pola patologis :

Hasil cardiotocography intrapartum dianggap termasuk ke dalam pola


patologis jika memenuhi kriteria berikut ini:

a. Baseline: <100 denyut per menit


b. Variabilitas: Penurunan variabilitas > 50 menit, peningkatan
variabilitas < 30 menit, atau pola sinusoid > 30 menit
c. Deselerasi: deselerasi lambat atau memanjang berulang > 30
menit atau 20 menit jika terdapat penurunan variabilitas.

Selanjutnya terdapat klasifikasi hasil Non-Stress Test yaitu dapat


diklasifikasikan sebagai hasil reaktif, non-reaktif, hasil sinusoidal dan hasil
pemeriksaan NST abnormal. Hasil reaktif terjadi apabila denyut jantung basal
antara 120-160 kali per menit, variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per
menit, terdapat minimal 2 akselerasi dengan amplitudo >15 denyut per menit
selama 15 detik dalam periode 20 menit, gerakan janin terutama gerakan
multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih dalam 20 menit, reaksi denyut
jantung terutama akselerasi pola “omega” pada NST yang reaktif berarti janin
dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian dan pada
pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari, tipe
yang lain diulang setiap minggu.

Hasil tidak reaktif terjadi apabila denyut jantung basal 120-160 kali per
menit, variabilitas kurang dari 6 denyut /menit, gerak janin tidak ada atau
kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit, tidak ada akselerasi denyut jantung
janin meskipun diberikan rangsangan dari luar dan hasil dikatakan tidak
reaktif jika kriteria reaktif tidak tercapai. Hasil sinusoidal terjadi apabila
terdapat osilasi yang persisten pada denyut jantung asal, tidak ada gerakan
janin dan tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru
janin matur, janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan
isoimunisasi-RH. Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif
ataupun non reaktif) apabila ditemukan bradikardi dan deselerasi 40 atau
lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik
atau lebih.

Klasifikasi pada hasil contraction stress test dibedakan antara hasil


negatif dan positif. Hasil negatif apabila tidak didapatkan deselerasi lambat
dan hasil positif apabila deselerasi mengikuti >50% kontraksi hasil induksi

Keputusan klinis dapat diambil dikarenakan terdapat beberapa faktor,


termasuk usia kehamilan dan pengobatan yang diberikan kepada ibu, dapat
mempengaruhi fitur DJJ, sehingga analisis CTG perlu diintegrasikan dengan
informasi klinis lain untuk interpretasi yang komprehensif dan manajemen
yang memadai. Sebagai aturan umum, jika janin terus mempertahankan
baseline yang stabil dan variabilitas yang meyakinkan, risiko hipoksia ke
organ sentral sangat kecil kemungkinannya. Namun, prinsip umum yang
harus memandu manajemen klinis diuraikan dalam Tabel 1.

Follow Up
Follow up hasil cardiotocography dibedakan berdasarkan jenis
pemeriksaannya, apakah CTG intrapartum,  non-stress test  antepartum,
atau contraction stress test antepartum.
1. Follow Up Cardiotocography Intrapartum

Cardiotocography dengan pola normal tidak memerlukan follow up


lanjutan. Pada pola yang dicurigai, hal ini menggambarkan fetus memiliki
kemungkinan kecil untuk mengalami hipoksia atau asidosis. Walau
demikian, pemantauan ketat, pemeriksaan untuk evaluasi oksigenasi
fetus, dan penanganan kondisi penyebab hipoksia tetap harus
dilakukan.Jika terdapat pola patologis maka fetus memiliki risiko tinggi
untuk mengalami hipoksia atau asidosis. Oleh karena itu, kondisi
penyebab yang reversible harus ditangani, pemeriksaan untuk
mengevaluasi oksigenasi fetus harus dilakukan, jika tidak mendapat
akses pemeriksaan, maka percepatan persalinan dapat dipertimbangkan.
Pada kondisi akut seperti prolaps plasenta atau abruptio plasenta,
terminasi kehamilan harus segera dilakukan.

2. Follow Up CTG Non-Stress Test Antepartum

Jika hasil non-reaktif, maka pemeriksaan biophysical


profile dan contraction stress test perlu dipertimbangkan.
Pemeriksaan biophysical profile merupakan pemeriksaan antepartum
yang dilakukan untuk menilai kesejahteraan janin dan memprediksi
kejadian asfiksia janin. Pemeriksaan ini terdiri dari parameter
ultrasonografi dan non-stress test. Parameter yang dinilai pada
ultrasonografi meliputi volume cairan amnion, tonus, gerakan, dan
pernafasan fetus. Parameter non-stress test yang dinilai adalah
reaktivitas fetus. Pada masing masing parameter akan diberikan poin 0
untuk parameter yang tidak normal dan poin 2 untuk parameter yang
normal.Poin 8-10 menunjukkan hasil yang normal, poin ≤6 menunjukkan
hasil yang abnormal. Jika didapatkan poin 2-4 maka tindakan terminasi
melalui induksi atau operasi sesar dapat diindikasikan, jika hasil 0 maka
operasi section caesaria harus dilakukan untuk mencegah asfiksia fetus
di rumah sakit yang memiliki kapasitas NICU.
3. Follow Up Cardiotocography Contraction Stress Test Antepartum

Hasil negatif menggambarkan kondisi janin yang baik hingga 1


minggu setelah pemeriksaan. Hasil positif menggambarkan kondisi janin
yang tidak baik sehingga persalinan harus segera dilakukan baik dengan
induksi maupun operasi sectio caesaria.

I. Efek Samping Kardiotokografi

Penting untuk mempertimbangkan potensi efek samping dari bentuk


penilaian janin ini. Ini mungkin termasuk konsekuensi dari hasil negatif palsu,
interpretasi yang tidak tepat dan jaminan palsu berikutnya atas kesejahteraan
janin untuk ibu dan praktisi kesehatan dan juga kecemasan ibu dimana terdapat
beberapa bukti peningkatan kecemasan pada wanita selama dan setelah
pemantauan CTG antenatal. Peneliti Mancuso mengukur skor kecemasan pada
wanita saat presentasi untuk CTG, lalu ditemukan bahwa tingkat kecemasan
meningkat secara signifikan setelah CTG dibandingkan sebelum tes.
Peningkatan kecemasan ini tampak lebih jelas pada wanita dengan kehamilan
yang dipengaruhi oleh komplikasi.

KESIMPULAN

Kardiotokografi (CTG) adalah rekaman elektronik kontinu dari detak jantung


janin yang diperoleh melalui transduser ultrasonik yang ditempatkan di perut ibu
(CTG eksternal atau tidak langsung) dan paling sering dilakukan pada trimester
ketiga kehamilan. Transduser kedua dipasang di perut ibu di atas fundus uterus
untuk merekam secara bersamaan adanya aktivitas uterus. Tujuan penggunaan
CTG dalam kehamilan untuk mengidentifikasi adanya kekhawatiran tentang
kesejahteraan janin agar intervensi dapat dilakukan sebelum janin terluka.
Fokusnya adalah untuk mengidentifikasi pola denyut jantung janin (FHR) yang
terkait dengan suplai oksigen yang tidak adekuat ke janin. Dalam analisis CTG
dimulai dengan evaluasi fitur CTG dasar seperti baseline, variabilitas, akselerasi,
deselerasi, dan kontraksi lalu diikuti dengan classifikasi CTG secara keseluruhan.
Keputusan klinis dapat diambil dikarenakan terdapat beberapa faktor, termasuk
usia kehamilan dan pengobatan yang diberikan kepada ibu, dapat
mempengaruhi fitur DJJ, sehingga analisis CTG perlu diintegrasikan dengan
informasi klinis lain untuk interpretasi yang komprehensif dan manajemen yang
memadai. Sebagai aturan umum, jika janin terus mempertahankan baseline yang
stabil dan variabilitas yang meyakinkan, risiko hipoksia ke organ sentral sangat
kecil kemungkinannya.

DAFTAR PUSTAKA

Grivell, R.M., Alfirevic, Z., Gyte, G.M. and Devane, D., 2015. ‘Antenatal
cardiotocography for fetal assessment’. Cochrane Database of
Systematic Reviews, (9), dilihat pada 02 April 2021,
<https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD007863.
pub4/full>.

Ayres‐de‐Campos, D., Spong, C.Y. and Chandraharan, E., 2015. ‘FIGO


consensus guidelines on intrapartum fetal monitoring:
Cardiotocography’. International Journal of Gynecology & Obstetrics, vol.
131(1), pp.13-24, dilihat pada 02 April 2021,
<https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1016/j.ijgo.2015.06.020>.
Ayres‐de‐Campos, D., Arulkumaran, S. and FIGO Intrapartum Fetal
Monitoring Expert Consensus Panel, 2015. ‘FIGO consensus guidelines
on intrapartum fetal monitoring: Introduction’. International Journal of
Gynecology & Obstetrics, vol. 131(1), pp.3-4, dilihat pada 10 April 2021,
<https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1016/j.ijgo.2015.06.017>.

Schneider, K.T.M. and Maternal Fetal Medicine Study Group, 2014. ‘S1-
guideline on the use of CTG during pregnancy and labor’. Geburtshilfe
und Frauenheilkunde, 74(08), pp.721-732, dilihat pada 10 April 2021,
<https://www.thieme-connect.com/products/ejournals/pdf/10.1055/s-0034-
1382874.pdf>.

Faradisa, I.S., Sardjono, T.A. and Purnomo, M.H., 2017. ‘Teknologi


Pemantauan Kesejahteraan Janin di Indonesia’. Prosiding SENIATI,
pp.B32-1, dilihat pada 10 April 2021,
<https://ejournal.itn.ac.id/index.php/seniati/article/view/1769>.

Ariyani, Queen, 2017. Kontraindikasi Cardiotocography, dilihat pada 30 April


2021,<https://www.alomedika.com/tindakan-medis/obstetrik-dan-
ginekologi/cardiotocography/kontraindikasi>.

Ariyani, Queen, 2017. Teknik Cardiotocography, dilihat pada 30 April 2021,


<https://www.alomedika.com/tindakan-medis/obstetrik-dan-
ginekologi/cardiotocography/teknik>.

Ariyani, Queen, 2017. Indikasi Cardiotocography, dilihat pada 07 Mei 2021,


<https://www.alomedika.com/tindakan-medis/obstetrik-dan-
ginekologi/cardiotocography/indikasi>.

Redaksi Halodoc. Cardiotocography (CTG), dilihat pada 08 Mei 2021,


<https://www.halodoc.com/kesehatan/cardiotocography-ctg>.

Anonim, 2016. CARDIOTOGRAPH (CTG) untuk Pemeriksaan Kesehatan


Janin, dilihat pada 08 Mei 2021,
<http://elektromedik.blogspot.com/2016/08/cardiotograph-ctg-untuk-
pemeriksaan.html>.

Anda mungkin juga menyukai