Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Pembimbing
dr. Anggraheni Prima Diana, Sp.OG

Disusun oleh :
Retno Wulandari, S.Ked
J510185038

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM IR SOEKARNO SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

1
REFERAT

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Yang diajukan Oleh :

Retno Wulandari, S.Ked


J510185038

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Pembimbing
Nama : dr. Anggraheni Prima Diana, Sp.OG (.................................)

Dipresentasikan di hadapan
Nama : dr. Anggraheni Prima Diana, Sp.OG (.................................)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... 1


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
A. Definisi ......................................................................................................... 7
B. Anemia Dalam Kehamilan ........................................................................... 8
C. Faktor Resiko ................................................................................................ 8
D. Etiologi ......................................................................................................... 9
E. Manifestasi klinis.......................................................................................... 9
F. Diagnosis ................................................................................................... 12
G. Tatalaksana ................................................................................................. 13
H. Pencegahan ................................................................................................. 14
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

Anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin kurang


dari 110 g / L (kurang dari 11 g / dL) dalam darah vena. Komite Inggris untuk Standar
dalam pedoman Hematologi mendefinisikan anemia sebagai hemoglobin <110 g / liter
pada trimester pertama, <105 g / liter pada trimester kedua dan ketiga dan <100 g / liter
pada periode postpartum, sebagai proses fisiologis, hemodilusi yang maksimal pada
trimester kedua (Pavord et al, 2012). Ini mempengaruhi lebih dari 56 juta wanita secara
global, dua pertiga dari mereka berasal dari Asia. Anemia sendiri prevalensi tertinggi
pada anak-anak pra-sekolah sebesar 47,4% dan wanita hamil sebesar 41,8% (de Benoist
et al, 2008). Bahkan di negara maju, perkiraan prevalensi adalah 30-40% pada populasi
yang hamil. Meskipun lebih banyak terjadi di negara-negara berkembang, perempuan
dari negara-negara maju juga terpengaruh. Prevalensi global anemia pada kehamilan
diperkirakan sekitar 41,8%, bervariasi dari yang terendah 5,7% di Amerika Serikat
hingga tertinggi 75% di Gambia.
Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat
kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan, Gangguan
penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi
yang keluar dari tubuh, misalnya pada perdarahan. Sejumlah besar wanita dari negara
berkembang memulai kehamilan dengan anemia defisiensi besi dan / atau cadangan besi
yang menipis. Anemia adalah penyebab utama atau tunggal dalam 20-40% kematian
ibu.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit penyulit yang
dapat timbul akibat anemia adalah keguguran (abortus), kelahiran prematurs,
persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia
uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia
uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin serta anemia yang
berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia
dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan (Wiknjosastro, 2007).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin
dibawah 11 gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi
karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005). Menurut
WHO, kadar Hb wanita hamil dibagi menjadi 3 kategori yaitu Anemia Ringan 9
– 10 gr%, Anemia Sedang 7 – 8 gr%, Anemia Berat > 7 gr%. telah ditunjukkan.
Hematokrit <33% juga bisa dipertimbangkan untuk diagnosis anemia pada
kehamilan. Anemia berat pada kehamilan (Hb <70 g / L) membutuhkan
perawatan darurat dan Hb <40 g / L adalah keadaan darurat yang membawa
risiko gagal jantung kongestif, sepsis dan kematian.
B. Anemia fisiologis kehamilan
Selama kehamilan ada peningkatan volume plasma yang tidak
proporsional dengan volume RBC dan massa hemoglobin. Volume plasma
meningkat lebih dari massa RBC sehingga terjadi hemodilusi disebut sebagai
anemia fisiologis kehamilan, dengan peningkatan volume plasma 10 % - 15%
pada minggu ke 6-12, 30 % - 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai
34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18 % sampai 30 % dan hemoglobin
sekitar 19 % (Manuaba, 2010). Kriterianya adalah :
1. RBC 3.2 million/cumm
2. Hemoglobin 10 gm%
3. Morfologi RBC pada apusan darah tepi normal yaitu normocytic,
normochromic
4. PCV/HCT 30%
Volume plasma mulai meningkat sekitar 6 minggu usia kehamilan pada
wanita sehat. Peningkatan ini yang secara tidak proporsional lebih besar dari
pada perubahan yang terjadi pada massa sel darah merah, menyebabkan

5
penurunan fisiologis dalam konsentrasi Hb selama kehamilan. Sebagai
akibatnya, ada pengurangan yang signifikan dalam ekstraksi oksigen arterio-
venosa di jantung dan peningkatan penting dari kapasitas pembawa oksigen dari
wanita hamil, meskipun penurunan tingkat Hb. Peningkatan volume plasma
sekitar 1.250 ml pada jangka waktu dalam kehamilan, peningkatan total sekitar
48% di atas kondisi tidak hamil. Ini adalah hasil dari peningkatan cepat awal,
diikuti oleh peningkatan yang lebih lambat setelah minggu ke-30 kehamilan.
Beberapa penelitian menunjukkan korelasi positif antara berat bayi yang baru
lahir dan peningkatan volume plasma. Tampaknya peningkatan volume plasma
merupakan indikasi pertumbuhan normal janin dan salah satu keunggulan dari
kehamilan yang sukses. Mengenai massa sel darah merah juga meningkat
meskipun berbeda dengan volume plasma, sel darah merah meningkat lebih
lambat. Peningkatan total massa sel darah merah adalah sekitar 18% atau 250
ml per bulan. Setelah stimulasi dengan suplemen zat besi, massa sel darah
merah dapat mencapai 400 ml peningkatan total sekitar 30% dibandingkan
dengan keadaan tidak hamil. Serupa dengan volume plasma, peningkatan massa
sel merah terkait dengan pertumbuhan janin, meskipun mungkin pada tingkat
yang lebih rendah.
C. Faktor resiko
Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil :
1. Umur Ibu
Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu
hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita
yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai
risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan
keselamatan ibu hamil maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan
dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.
2. Paritas
Menurt Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai
resiko 1.4 kali lebih besar untuk mengalami anemia di banding dengan

6
paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah
kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
Pada 41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya
masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari
keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya
seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur,
paritas, dan sebagainya.
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk
mengetahui resiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur
(WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan tatus gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan
atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang
Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai
ukuran LILA < 23.5 cm. Deteksi KEK dengan ukuran LILA yang rendah
mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan
sehari-hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain,
diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK
berpeluang untuk menderita anemia (Darlina, 2003).
4. Infeksi dan Penyakit
Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan
tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang
dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan
bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena
meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondisi fisiologis (hamil, kehilangan
darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi), adanya penyakit
kronis atau infeksi (infeksi cacing tambang, malaria, TBC) (Anonim,
2004). Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan penyakit
menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu,
tetapi dapat menimbulkan dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat
mengakibatkan abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam

7
kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi yang di derita ibu hamil
biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi
lahir dengan kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan
kekurangan banyak cairan tubuh serta zat gizi lainnya (Bahar, 2016).
Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin
dan bayi yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit
menular dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh
bakteri atau virus penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung
menderita penyakit, namun demam yang menyertai penyakit infeksi sudah
cukup untuk menyebabkan keguguran. Penyakit menular yang disebabkan
virus dapat menimbulkan cacat pada janin sedangkan penyakit tidak
menular dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan meningkatkan
kematian janin 30% (Bahar, 2006).
5. Jarak kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada
ibu dengan prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan
ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal
lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu
mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa
kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu
dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi
ibu hamil belum pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang
dikandungnya.
6. Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia
yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak
dijumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi.
Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil
dengan pendidikan dan tingkat social ekonomi rendah (Manuaba, 2010).
Menurut penelitian Amirrudin dkk (2007), faktor yang mempengaruhi
status anemia adalah tingkat pendidikan rendah.

8
D. Etiologi
Adaptasi fisiologis pada kehamilan menyebabkan anemia fisiologis
kehamilan. Ini karena ekspansi volume plasma lebih besar dari peningkatan
massa sel darah merah (RBC) yang menyebabkan hemodilusi. Kehamilan
normal meningkatkan kebutuhan zat besi sebanyak 2-3 kali lipat dan kebutuhan
folat hingga 10-20 kali lipat.
Penyebab utama anemia adalah:
Defisiensi nutrisi Zat besi
Asam folat
Vitamin B12
Vitamin C dan Vitamin A
Protein
Hemolisis dan sintesis Malaria
abnormal haemoglobin Glucose 6 – phosphate dehydrogenase
deficiency
Thalassaemias
Sickle cell disease
Kehilangan darah dan Helminthiasis, (terutama hookworm infestation)
gangguan metabolisme Amoebiasis and Giadiasis
dan penyerapan zat besi Schistosomiasis
Metabolisme zat besi abnormal
Bleeding haemorrhoids
Antepartum haemorrhage
Trauma
Paritas tinggi
Kondisi kronis Keganasan
Tuberculosis
Chronic renal disease including urinary tract
infection
Sexually transmitted infections including
bacterial vaginosis
Human Immune deficiency Virus infection
Chronic rheumatic and rheumatoid disease

Cadangan besi yang rendah pra-konseptual dikaitkan dengan


peningkatan risiko anemia selama paruh terakhir kehamilan serta hasil perinatal
yang buruk. Idealnya untuk memenuhi persyaratan tambahan zat besi kehamilan
harus memenuhi setidaknya 300 mg dari cadangan besi sebelum konsepsi.
Bahkan diet tipe Eropa dengan ketersediaan bio besi yang tinggi, dan
peningkatan penyerapan zat besi selama paruh terakhir kehamilan, mungkin

9
tidak dapat memenuhi persyaratan tambahan zat besi untuk kehamilan. Di
Amerika Serikat, > 50% wanita dalam usia reproduksi (WRA ¼ 15–45 tahun)
ditemukan memiliki < 300 mg simpanan zat besi, menyoroti kebutuhan untuk
memastikan nutrisi zat besi yang cukup sebelum kehamilan bahkan dalam
pengaturan sumber daya yang baik.
Anemia defisiensi besi gizi (IDA) adalah penyebab paling umum (90%)
dari anemia pada kehamilan. IDA dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas ibu dan perinatal, dan efek merugikan jangka panjang pada bayi baru
lahir. Seorang wanita hamil 55 kg diperkirakan membutuhkan sekitar 1.000 mg
zat besi tambahan untuk seluruh kehamilan. Diperkirakan bahwa kebutuhan zat
besi harian seorang wanita hamil 55 kg meningkat dari sekitar 0,8 mg pada
trimester pertama menjadi 4-5 mg selama trimester kedua dan > 6 mg pada
trimester ketiga. Wanita hamil membutuhkan zat besi untuk menutupi
kehilangan dasar mereka, peningkatan massa dan permintaan RBC dari unit
fetoplasenta. Keadaan ini tidak dipenuhi oleh makanan saja, tetapi
membutuhkan suplementasi zat besi oral.
E. Klasifikasi
Secara umum menurut Proverawati (2009) anemia dalam kehamilan
diklasifikasikan menjadi:
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian tablet besi yaitu
keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi
yang dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi
dapat dilakukan dengan anamnesis. Hasil anamnesa didapatkan keluhan
cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual
muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali
selama kehamilan yaitu trimester I dan III.

10
2. Anemia Megaloblastik
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic acid)
dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang. Menurut
Hudono (2007) tablet asam folat diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram
sehari, baik per os maupun parenteral.
3. Anemia Hipoplastik dan Aplastik
Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru.
4. Anemia Hemolitik
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat dari pada pembuatannya.
Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan
oleh kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan viamin B12. Pemberian
makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah
memberikan makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe),
asam folat, dan vitamin B12.
F. Manifestasi klinis
1. Efek pada maternal
Pada anemia ringan, anemia mungkin tidak memiliki efek pada
kehamilan dan persalinan kecuali bahwa ibu memiliki cadangan besi rendah
dan mungkin menjadi cukup berat untuk anemia pada kehamilan berikutnya.
Anemia sedang dapat menyebabkan kelemahan yang meningkat, kurangnya
energi, kelelahan dan kinerja kerja yang buruk. Anemia berat, dikaitkan
dengan hasil kehamilan maupun persalinan yang buruk. Ibu dapat
mengalami palpitasi, takikardia, sesak napas, peningkatan curah jantung
yang mengarah ke stres jantung yang dapat menyebabkan dekompensasi dan
gagal jantung yang dapat berakibat fatal. Peningkatan kejadian persalinan
prematur (28,2%), pre-eklampsia (31,2%) dan sepsis dikaitkan dengan
anemia.

11
2. Efek pada janin
Terlepas dari cadangan besi maternal, janin masih memperoleh zat besi
dari transferrin ibu, yang terperangkap dalam plasenta dan yang pada
gilirannya berpindah dan secara aktif mengangkut zat besi ke janin. Secara
bertahap, janin cenderung memiliki cadangan besi menurun karena
penipisan cadangan ibu. Hasil perinatal yang buruk dalam bentuk bayi
prematur dan ukuran bayi kecil untuk masa gestasi dan peningkatan angka
kematian perinatal telah diamati pada neonatus ibu yang mengalami anemia.
Suplemen zat besi kepada ibu selama kehamilan meningkatkan hasil
perinatal yang lebih baik. Ukuran berat badan, skor Apgar dan kadar
hemoglobin 3 bulan setelah lahir secara signifikan lebih besar pada bayi dari
kelompok yang disuplementasi dibandingkan kelompok plasebo.
G. Diagnosis
Pada anamnesis, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing,
kelemahan, kelesuan, iritabilitas, penurunan toleransi kerja, mata berkunang-
kunang, dan keluhan mual-muntah yang lebih hebat pada kehamilan muda.
Namun mayoritas wanita dengan anemia ringan hingga sedang tidak
menunjukkan gejala. Meskipun jarang, seorang wanita dengan anemia berat
dapat menunjukan manifetsasi glositis, stomatitis angular, edema pergelangan
kaki dan bukti awal gagal jantung kongestif dan mungkin memerlukan
perawatan darurat. Kehamilan ganda, kehamilan remaja dan paritas tinggi
dikaitkan dengan peningkatan risiko anemia pada kehamilan.
Meskipun Hb < 110 g/L adalah kriteria yang diterima untuk diagnosis
anemia pada kehamilan, tetapi mempertimbangkan keadaan seperti hemodilusi
fisiologis, merokok dan etnis, penyesuaian tertentu untuk nilai hb ini telah
disarankan. Hb dan indeks hematologis lainnya didefinisikan untuk populasi
individu dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, penyimpanan besi dan
pola asupan diet mereka. Tingkat diagnostik pada wanita hamil menjadi Hb
<100 g/L pada trimester pertama dan kedua. Namun, tingkat cut off 110 g / L
diperlukan untuk membandingkan prevalensi dan efek di berbagai komunitas,
wilayah dan negara.

12
Kondisi Hb dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Hb 11 gr% : tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : anemia ringan
3. Hb 7-8 gr% : anemia sedang
4. Hb <7 gr% : anemia berat
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu
pada trimester I dan trimester II, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu
hail mengalami anemia. Selain pemeriksaan hemoglobin, juga dapat dilakukan
pemeriksaan hemaokrit, dan indeks - indeks sel darah merah, pemeriksaan
cermat terhadap sedian apus darah tepi dan pengukuran konsentrasi besi atau
ferritin serum, atau keduanya. Gambaran morfologis klasik anemia defisiensi
besi hipokromia dan mikrositosis dan makrositosis eritrosit tidak begitu
menonjol pada wanita hamil dibandingkan pada wanita tidak hamil dengan
kosentrasi hemogolobin yang sama. Anemia difesiensi besi tingkat sedang
selama kehamilan contohnya, konsentrasi hemoglobin 9 gr/dl, biasanya tidak
disertai perubahan morfologis eritrosit yang nyata. Namun, dengan derajat
anemia defisiensi besi berat, kadar feritin serum lebih rendah dari pada normal,
dan pewarna besi pada sumsum tulang memberi hasil negatif. Kapasitas serum
untuk mengikat besi (serum iron-binding capacity) meningkat, tetapi kapasitas
ini saja tidak banyak bernilai diagnostik karena kapasitas ini juga meningkat
pada kehamilan normal tanpa defisiensi besi. Hyperplasia normoblastik sedang
pada sumsum tulang juga sama dengan yang terjadi pada kehamilan normal.
Karena itu, anemia defisiensi besi pada kehamilan terutama merupakan
konsekuensi dari ekspansi volume darah tanpa ekspansi normal massa
hemogolobin ibu.
Kadar ferritin serum normalnya menurun selama kehamilan (Godenberg
dkk, 2008). Kadar yang kurang dari 15 mg/l memastikan anemia difisiensi besi.
Secara pragmatis, diagnosis defisiensi besi pada wanita hamil dengan anemia
sedang biasanya bersifat presumtif dan terutama didasarkan pada ekslusi kausa
anemia yang lain. Apabila wanita hamil dengan anemia defisiensi besi tingkat
sedang diberi terapi besi yang memadai, akan terdeteksi respons hematologis

13
berupa peningkatan hitung retikulosit. Laju peningkatan konsentrasi hemgolobin
atau hematokrit cukup bervariasi, tetapi biasanya lebih lambat dibanding pada
wanita tidak hamil. Penyebabnya terutama berkaitan dengan perbedaan volume
darah, dan pada separuh terakhir kehamilan, terjadi penambahan hemoglobin
baru kedalam volume sirkulasi yang lebih besar.
H. Tatalaksana
Koreksi defisiensi zat besi pada kehamilan melibatkan diet yang tepat
dan suplementasi besi oral. Zat besi oral harian (60 mg) dan asam folat (4 mg)
harus dimulai sesegera mungkin bersama dengan perilaku yang mengubah
komunikasi ketika seorang wanita menjadi hamil, dan melanjutkan hingga 6
bulan postpartum. Dosis zat besi dapat dikurangi hingga 30 mg pada wanita
yang tidak memiliki IDA. Tujuannya adalah untuk mencapai hemoglobin
minimal 10 g / dL. Pemilihan persiapan zat besi didasarkan pada toleransi pasien
untuk sebagian besar. Disarankan untuk mengambil zat besi dengan jus jeruk
untuk meningkatkan penyerapannya. Garam-garam besi oral adalah perawatan
pilihan (garam-garam besi kurang diserap dengan baik). Ferrous sulfat 200 mg
2–3 kali sehari (masing-masing tablet memberikan 60 mg elemental iron) adalah
persiapan yang paling umum digunakan. Persiapan lain termasuk glukonat besi
dan fumarat besi. Pada minggu pertama setelah memulai terapi besi, sering tidak
ada peningkatan kadar hemoglobin tetapi retikulositosis diamati. Tingkat
hemoglobin biasanya mulai meningkat pada minggu kedua dan peningkatan
yang diharapkan dalam hemoglobin adalah sekitar 1 g / dL per minggu. Efek
merugikan yang umum dari terapi besi termasuk mual, sembelit dan kadang-
kadang diare (dikurangi dengan konsumsi tablet setelah makan).
Besi parenteral diperlukan bagi mereka yang tidak mentoleransi besi oral
atau yang membutuhkan koreksi cepat anemia (anemia berat pada bulan terakhir
kehamilan) dan di mana terapi oral telah gagal. Besi parenteral dapat diberikan
intramuskular (IM) atau intravena (IV). Kelemahan utama dari IM rute adalah
rasa sakit, pewarnaan kulit, mialgia, arthralgia dan injeksi abses. Besi intravena
dapat diberikan sebagai dosis total infus; Namun, sangat diperlukan kehati-
hatian karena anafilaksis dapat terjadi. Besi dextran dan persiapan polimosa besi

14
dapat digunakan baik oleh rute IM dan IV. Dua preparat IV yang lebih baru -
sukrosa besi dan besi glukonat dikaitkan dengan pengurangan efek samping.
Setiap besi sukrosa ampul mengandung besi sukrosa setara dengan 50 mg besi
elemental. Sukrosa besi dapat diberikan murni dengan injeksi intravena lambat
dengan laju 1 mL (20 mg besi) larutan per menit tidak melebihi 100 mg besi per
injeksi. Ini juga dapat diberikan melalui infus IV. Infus harus diberikan setiap
2,5 mL besi sukrosa diencerkan secara eksklusif dalam maksimum 100 mL
NaCl 0,9% (saline), segera sebelum infus. Solusinya harus diinfuskan dengan
laju 100 mg / 15 menit. Larutan encer yang tidak digunakan harus dibuang.
Transfusi darah harus dipertimbangkan ketika seorang pasien mengalami
dekompensasi karena penurunan konsentrasi hemoglobin dan membutuhkan
peningkatan hemoglobin yang lebih cepat. Transfusi sel darah merah yang
dikemas dapat diindikasikan untuk wanita hamil dengan anemia berat (Hb 6 g /
dL atau kurang) mendekati tanggal kelahiran atau kurang dari 8 g / dL jika
mereka memiliki peningkatan risiko kehilangan darah saat melahirkan.
Kekurangan folat terlihat pada 5% kasus anemia pada kehamilan. Hal ini
terkait dengan anemia hemolitik, hemoglobinopathies, antiepilepsi dan nutrisi
yang buruk. Dosis 5 mg asam folat setiap hari direkomendasikan untuk koreksi
anemia. Dalam kasus kekurangan vitamin B12, 250 µg cynacobalamin diberikan
secara parenteral setiap minggu direkomendasikan untuk pengobatan anemia.
Dalam kasus anemia berat vitamin B12 setiap hari dalam dosis 100 ug harus
diberikan selama seminggu.
Manajemen selama persalinan, darah silang harus tersedia jika
diperlukan dalam kasus perdarahan yang signifikan pada saat persalinan.
Asepsis yang ketat sangat penting. Dalam kasus anemia berat dengan gagal
jantung kongestif, manajemen aktif tahap ketiga (dengan metil ergometrine)
merupakan kontraindikasi. Sebelum masuk ke bangsal persalinan, Hb ibu harus
>10g/dl. Jika Hb <7g/dl, ada risiko tinggi kematian ibu karena post partum
haemorrhage (PPH), gagal jantung atau sepsis. Selama persalinan wanita harus
disangga dan dalam posisi semi-berbaring, memiliki antibiotik intravena parsial,
analgesia adekuat, dan inhalasi oksigen intermiten jika diperlukan. Tidak perlu

15
mengejan dan persalinan kala dua yang berkepanjangan harus dihindari.
Penatalaksanaan tahap ketiga persalinan diindikasikan untuk mengurangi risiko
bahkan untuk PPH ringan. Menunda penjepitan tali pusat selama 1-2 menit
meningkatkan penyimpanan besi neonatus. Intervensi sederhana ini dapat
mengurangi risiko sekuel defisiensi zat besi yang merugikan selama masa bayi
dan masa kanak-kanak, di komunitas di mana wanita memiliki defisiensi zat
besi.
Manajemen pascapartum, pemantauan ketat harus dilakukan untuk
tanda-tanda dekompensasi, infeksi atau trombosis. Tromboprofilaksis dan saran
kontrasepsi yang sesuai harus disediakan dan suplementasi hematin harus
dilanjutkan. Jika Hb postpartum <8 g / dl setelah melahirkan, transfusi darah
harus dipertimbangkan. Konseling dan layanan kontrasepsi yang tepat
diperlukan untuk mencegah kelahiran masa depan atau menunda kehamilan
berikutnya setidaknya selama satu tahun, tergantung pada kebutuhan wanita.

16
17
I. Pencegahan
Konseling pra-kehamilan, saran diet dan terapi sangat penting untuk
memastikan hasil kehamilan terbaik. Disarankan bahwa jumlah sel darah
lengkap harus diperiksa pada kunjungan pertama pada kehamilan dan diulang
pada 28 minggu untuk skrining anemia. Pada ibu risiko tinggi dan kehamilan
multipel, pemeriksaan hemoglobin tambahan harus dilakukan dalam waktu
dekat. Saran diet harus diberikan kepada semua ibu untuk meningkatkan asupan
dan penyerapan zat besi dari makanan.
Sumber kaya zat besi termasuk zat besi heme (dalam daging, unggas,
ikan dan kuning telur), buah-buahan kering, sayuran berdaun hijau gelap
(bayam, kacang, kacang polong, lentil) dan sereal yang diperkaya zat besi.
Menggunakan peralatan besi cor untuk memasak dan mengambil zat besi
dengan vitamin C (jus jeruk) dapat meningkatkan asupan dan penyerapannya.
Makanan tertentu yang dapat menghambat penyerapan zat besi tidak boleh
dikonsumsi dengan makanan kaya zat besi. Ini termasuk polifenol (dalam
sayuran tertentu, kopi), tanin (dalam teh), phytates (dalam dedak) dan kalsium
(dalam produk susu). Mingguan besi (60 mg) dan asam folat (2,8 mg) harus
diberikan kepada semua wanita yang menstruasi termasuk remaja, secara
berkala, di komunitas di mana IDA dianggap masalah.

18
Peningkatan asupan zat besi, perawatan kondisi yang mendasari kurang
nya kadar besi seperti cacingan (terapi anti-cacing) adalah tindakan pencegahan
yang penting. Wanita hamil membutuhkan zat besi untuk menutupi kehilangan
dasar mereka, peningkatan massa dan permintaan RBC dari unit fetoplasenta.
Kekurangan vitamin B12 dan folat pada kehamilan jarang terjadi dan mungkin
disebabkan oleh asupan diet yang tidak adekuat. Vitamin B12 ini memainkan
peran penting dalam embriogenesis dan karenanya setiap defisiensi relatif dapat
menyebabkan kelainan kongenital. Menemukan penyebab yang mendasari
sangat penting bagi manajemen kekurangan B12. Dari perspektif neonatal,
penundaan penjepitan tali pusat saat persalinan (1-2 menit) adalah langkah
penting dalam pencegahan anemia neonatal.

19
BAB IV

KESIMPULAN

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin


dibawah 11 gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi
karena hemodilusi, terutama pada trimester 2. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu umur ibu, paritas, kurang
energi kronis (KEK), infeksi dan penyakit yang diderita saat hamil, jarak
kehamilan dan pendidikan. Anemia yang paling sering dijumpai dalam
kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan unsur besi dalam makanan, Gangguan penyerapan,
peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang
keluar dari tubuh.
Keadaan anemia saat kehamilan sangat berisiko baik pada antenatal
maupun saat proses persalinan. Komplikasi anemia dapat mempengaruhi ibu
maupun janin. Pada ibu anemia dapat mengalami gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan - tindakan
tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu
tindakan operatif. Pada janin anemia dapat menyebabkan BBLR, premature,
apgar scor rendah, gawat janin.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC.,
Wenstrom KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill
2001
2. Hacker, NF. Essentials of Obstetrics and Gynaecology. Philadelphia:
Elsevier Saunders, 2004
3. Manuaba. 2010. Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan KB . Jakarta :
EGC.
4. Porter FT, Branch DW, Scott JR. Early pregnancy loss. In: Danforth’s
Obstetric and Gynecology 10th ed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins, 2009.
5. Rustam, Mochtar. 2010. Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi Obstertri
Patologi). Edisi 3. EGC. Jakarta.
6. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal
of Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156–S159
7. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas KEsehatan Dasar
dan Rujukan. Edisi 1. Jakarta, Indonesia. 2013
8. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-
35.

21

Anda mungkin juga menyukai