PENDAHULUAN
and
Gynecologist,
kehamilan
jangka
panjang
(Prolonged
pregnancy) ialah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu lengkap 42 minggu
(294 hari) atau lebih, yang dihitung dari HPHT. Yang dimaksud lengkap 42
minggu ialah 41 minggu 7 hari, jika 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan
lengkap 42 minggu. Kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu > 40 minggu
sampai dengan 42 minggu disebut kehamilan lewat tanggal atau postdate
pregnancy.2
Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan yang berisiko tinggi,
dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Kehamilan postterm terutama
berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan sampai
sekarang. Dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Kehamilan postterm
mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, ataupun
makrosomia. Sementara itu, risiko pada ibu dengan kehamilan postterm dapat
berupa pendarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. 1
Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian
perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi sehingga
pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan
memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian terutama
kematian perinatal. 1
BAB II
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTIFIKASI
a. Nama
: Ny. RBA
b. Umur
: 32 tahun
c. Alamat
: Perum Griya Sari, Gandus, Palembang
d. Suku
: Palembang
e. Bangsa
: Indonesia
f. Agama
: Islam
g. Pendidikan : SLTA
h. Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
i. MRS
: 18 Desember 2015
j. No. RM
: 927675
ANAMNESIS (Autoanamnesis pada 18 Desember 2015, pukul 11.00)
Keluhan Utama
Hamil lewat bulan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Kurang lebih 1 hari SMRS, pasien kontrol ke bidan karena merasa
hamil sudah cukup bulan dan dikatakan oleh bidan hamil lewat bulan.
Pasien kemudian dirawat dan diberikan obat penguat namun tidak ada
kemajuan persalinan. Pasien kemudian dirujuk ke RSMH. Riwayat perut
mulas yang menjalar ke pinggang hilang timbul makin lama makin sering
dan kuat (-), riwayat keluar darah lendir (-), riwayat keluar air-air (-) pasien
mengaku hamil lewat bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
Riwayat minum obat-obatan penghilang nyeri (-), obat KB (-).
Riwayat demam (-), riwayat berdebar-debar (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hamil lewat bulan pada kehamilan sebelumnya (-), riwayat
hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asthma (-), maupun penyakit berat
lainnya (-).
3
: Sedang
: Menikah 1 kali, lamanya 6 tahun
: Menarche usia 13 tahun, siklus haid
teratur 28 hari lamanya 4 hari,
HPHT 28 februari 2015
: 1. 2010, perempuan ,BBL 3300 g,
lahir spontan, ditolong bidan,
sehat
2. 2015, Hamil ini.
Kesadaran
: Compos mentis
BB
: 70 Kg
TB
: 165 Cm
Status gizi
: IMT 25,9
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
Respirasi
: 20 x/menit, reguler
Suhu
: 36,5 oC
PEMERIKSAAN KHUSUS
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Lidah
Faring/Tonsil
Kulit
: CRT < 3 s
LEHER
Inspeksi
Palpasi
THORAX
Inspeksi
Palpasi
PARU
Perkusi
Auskultasi
JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik
EKSTREMITAS
Akral hangat (+), edema pretibial (-).
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xyphoideus (34 cm), letak
memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, penurunan kepala 4/5, His (-),
DJJ 145x/mnt, TBJ 3255 g
Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher
Portio lunak, letak posterior, eff 50 %, 1 cm, ketuban (+), kepala, H I-II,
penunjuk sulit dinilai.
IV.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (Tanggal 18 Desember 2015)
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Diff. Count
V.
Hasil
Nilai Normal
11,2 mg/dl
3,73 juta/m3
8,2 x 103/m3
32%
192.000/m3
0/1/67/27/5
11,7-15,5 mg/dl
4,2-4,87 juta/m3
4,5-11 x 103/m3
43-49 %
150-450/m3
0-1/1-6/50-70/20-40/2-8
DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0 hamil 42 minggu belum inpartu janin tunggal hidup preskep.
VI.
PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia ad bonam
Prognosis Janin : dubia ad bonam
b. MONITORING
Observasi tanda vital ibu, His, DJJ, tanda inpartu.
VIII. FOLLOW UP
Follow up (18 Desember 2015, pukul 19:30)
S
O
A
P
Mau melahirkan
KU:
Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 120/80 mmHg, N: 92 x/menit, RR: 24 x/menit, T: 36,8C
Status obstetri:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (34 cm), letak memanjang,
punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 4/5, his (+) 2x/10 menit/20, DJJ: 120
x/menit, TBJ 3255 gram.
Pemeriksaan dalam:
Portio lunak, posterior, eff 75 %, pembukaan 3 cm, ketuban (-), jernih, bau (-),
kepala, H I-II, penunjuk belum dapat dinilai.
G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup presentasi
kepala + Oligohidramnion (Hasil USG)
Observasi TVI, His, dan observasi DJJ ketat.
IVFD RL gtt XX/menit.
O2 3 L/menit via nasal kanul
Posisi miring ke kiri
A
P
Laporan Operasi
Jenis operasi: seksio sesarea transperitoneal profunda a.i gawat janin dan
oligohidramnion + insersi IUD
21.50 Operasi dimulai
22.00 Lahir neonatus hidup, perempuan, BB 3.800 gram, PB 51 cm, A/S 7/9
22.05 Lahir plasenta lengkap, BP 580 gram, PTP 47 cm, ukuran 20x21 cm2
22.50 Operasi selesai
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KEHAMILAN POSTTERM
Pengertian
Menurut FIGO (International Federation of Gynecology and Obstetrics)
dan ACOG (American Collage of Obstetricians and Gynecologists), kehamilan
yang berlangsung hingga 42 minggu atau lebih didefinisikan sebagai kehamilan
postterm (KPT).3 Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung hingga
usia gestasi 42 minggu atau lebih (294 hari), atau perkiraan taksiran kehamilan +
14 hari (ACOG, 2004).4 Sedangkan menurut WHO (World Health Organization)
kehamilan postterm adalah suatu kehamilan 42 minggu (complete week) atau lebih
yang dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT).5
Epidemiologi
Insidens KPT berkisar 7% dari semua kehamilan. Prevalensi kejadian ini
bervariasi tergantung pada karakteristik populasi dan kebijakan manajemen
setempat. Karakteristik populasi yang dapat mempengaruhi prevalensi KPT antara
lain persentasi primigravida pada populasi setempat, prevalensi obesitas, KPT
pada kehamilan sebelumnya, dan predisposisi genetik. Proporsi wanita dengan
komplikasi kehamilan dan frekuensi kehamilan preterm juga dapat mempengaruhi
prevalensi KPT. Hubungan antara etnik dan durasi kehamilan belum diketahui
dengan pasti.4
Kebijakan manajemen setempat yang dapat mempengaruhi prevalensi KPT
antara lain jadwal induksi persalinan, perbedaan penggunaan ultrasound (USG)
awal untuk menentukan usia kehamilan, dan prevalensi sectio cesarea (SC)
elektif. Di Amerika Serikat sebagai contoh, peningkatan angka induksi persalinan
pada dekade terakhir diketahui berhubungan dengan penurunan jumlah kehamilan
yang berlangsung melebihi 41 dan 42 minggu, dari 18% dan 10% pada tahun
1998 menjadi 14% dan 4% pada tahun 2005. Sama hal nya dengan penggunaan
9
USG secara awal untuk menentukan usia kehamilan, juga diketahui berhubungan
dengan penurunan signifikan insiden KPT, dari 12% menjadi 3%. 4
Prevalensi KPT yang biasa dilaporkan bervariasi dari 4-10%. Di Eropa,
prevalensi KPT diperkirakan berkisar 0.8%-8.1%, variasi yang luas tersebut lagilagi menunjukkan bahwa kebijakan yang berbeda mengenai induksi persalinan
dan metode penentuan usia kehamilan sangat berpengaruh pada prevalensi
kejadian ini. Penentuan usia kehamilan berdasarkan USG lebih akurat jika
dibandingkan dengan HPHT dan pemeriksaan rutin menggunkan USG secara
signifikan dapat menurunkan KPT. Jika kehamilan secara rutin diperiksa dengan
USG maka kehamilan yang berlangsung lebih dari 294 hari hanya 7% dan yang
melebihi 301 hari hanya 1,4 %. 3
Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab paling sering terjadinya kehamilan postterm adalah penentuan
usia kehamilan yang tidak akurat. Penggunaan kriteria klinis untuk menentukan
taksiran persalinan berpotensi menimbulkan overestimate usia kehamilan dan
berkonsekuensi meningkatkan insiden KPT. Kriteria klinis yang sering digunakan
untuk menentukan usia kehamilan antara lain hari pertama haid terakhir (HPHT),
ukuran uterus melalui pemeriksaan bimanual pada trimester pertama, persepsi
gerakan janin, auskultasi denyut jantung janin, dan tinggi fundus pada kehamilan
janin tunggal. 4
Jika KPT benar-benar terjadi maka penyebabnya secara umum tidak
diketahui dengan pasti. Faktor risiko yang umum mencakup primiparitas, riwayat
kehamilan postterm sebelumnya, janin laki-laki, obesitas, faktor hormonal dan
predisposisi genetik. 4
Salah satu hal penting yang telah diketahui adalah bahwa indeks massa
tubuh (IMT) berpengaruh terhadap durasi kehamilan dan waktu persalinan, dan
menariknya wanita obesitas memiliki insiden yang lebih tinggi terhadap kejadian
KPT, sedangkan wanita dengan IMT yang rendah memiliki insidens lebih tinggi
terjadinya kehamilan preterm (kelahiran dengan usia gestasi < 37 minggu).
Karena jaringan lemak bersifat aktif secara hormonal, dan karena wanita obesitas
10
11
Patogenesis
Patogenesis terjadinya kehamilan postterm masih belum dimengerti dengan
pasti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa faktor risiko dicurigai
berperan dalam kejadian ini, namun patogenesis kondisi tersebut secara jelas
belum dipahami. Walau pemahaman mengenai parturisi beberapa tahun ini
semakin baik, masih terdapat ketidakjelasan pada mekanisme yang mengawali
terjadinya persalinan dan kemajuan yang mengikutinya. Agar pemahaman
mengenai patogenesis KPT menjadi jelas, hal esensial yang diperlukan terlebih
dahulu adalah mengetahui patofisiologi parturisi (proses persalinan) dan
memahami mengapa mekanisme tersebut gagal terjadi pada kondisi postterm.
Mekanisme parturisi meliputi interaksi antara mekanisme hormonal dan proses
inflamasi, dimana plasenta, ibu, dan janin masing-masing memiliki peranan
penting. 4
Produksi peptida corticotrophin releasing hormone (CRH) oleh plasenta
berhubungan dengan lamanya kehamilan berlangsung. Sintesis CRH oleh plasenta
akan meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan dan mencapai puncak
pada saat persalinan. Pada wanita yang mengalami persalinan preterm,
peningkatan CRH terjadi lebih cepat, sedangkan pada wanita dengan kehamilan
postterm peningkatan hormon ini terjadi dengan lambat. Data ini menunjukkan
bahwa persalinan postterm terjadi karena perubahan mekanisme biologis yang
mengatur durasi kehamilan. Hal ini dapat terjadi akibat predisposisi genetik
karena adanya polimorfisme pada gen yang mengatur pola fisiologis hubungan
CRH dengan kelahiran. Kemungkinan lain yaitu terdapat perubahan respon
jaringan ibu terhadap sinyal hormon untuk kelahiran karena adanya perubahan
fenotip seperti yang terjadi pada wanita obesitas. 4
CRH secara langsung dapat menstimulasi produksi dHeas adrenal janin,
suatu prekusor untuk sintesis estriol plasenta. Konsentrasi CRH plasma ibu
berhubungan dengan konsentrasi estriol. Peningkatan estriol diinduksi oleh
peningkatan CRH pada akhir masa gestasi yang terjadi dengan cepat
menyebabkan peningkatan rasio estriol terhadap estradiol yang diperkirakan
menimbulkan suatu lingkungan estrogenik pada minggu akhir kehamilan. Secara
12
Riwayat haid
Kesalahan terkait penentuan usia kehamilan berdasarkan HPHT sering
terjadi. Jika terjadi underestimate terhadap usia kehamilan, maka akan terjadi
misdiagnosis prematuritas, dan tindakan obstetrik yang tidak seharusnya
dilakukan dapat terjadi. Namun, overestimasi terhadap usia kehamilan dapat
meningkatkan risiko induksi persalinan yang tidak dibutuhkan. Penentuan usia
kehamilan dengan HPHT memerlukan ingatan pasien yang akurat dan bahwa
ovulasi terjadi pada hari ke-14 siklus menstruasi. Kesalahan dalam menentukan
HPHT umumnya terjadi akibat ingatan pasien yang salah. 6
Durasi fase folikular bervariasi, dari 7 hingga 21 hari. Sekitar 68% wanita
hamil yang awalnya diperkirakan memiliki kehamilan lebih dari 42 minggu
berdasarkan HPHT ternyata tidak hamil dengan usia selanjut itu jika tanggal
terjadinya ovulasi ditentukan berdasarkan temperatur basal tubuh. Penundaan
ovulasi merupakan penyebab penting terjadinya tafsiran KPT. Kebanyakan
kehamilan dengan usia gestasi > 41 minggu ditemukan bukan merupakan
kehamilan > 41 minggu saat dilakukan konfirmasi dengan USG untuk
13
minggu. Tetapi bila didengarkan dengan fetalphone Doppler, maka sudah dapat
didengar pada umur 10-12 minggu. Sehingga apabila telah lewat 32 minggu sejak
dapat didengarnya denyut jantung janin dengan fetalphone Doppler maka
mempunyai kemungkinan terjadinya kehamilan postterm.7
3.
Gerakan janin
Pada umur kehamilan 18-20 minggu wanita hamil akan merasakan gerakan-
gerakan yang berdenyut halus di abdomen, gerakan ini secara bertahap akan
bertambah intensitasnya. Kehamilan postterm dapat dipikirkan bila janin belum
lahir setelah lewat 24 minggu dari saat dirasakan gerakan janin pertama kali.7
4.
Pemeriksaan ultrasonografi
Jika menggunakan USG untuk menentukan usia kehamilan, maka perlu
14
2. Jika terdapat perbedaan > 5 hari antara usia kehamilan yang ditentukan
dengan HPHT dan USG trimester I, maka tafsiran persalinan didasarkan
oleh USG trimester I.
3. Jika terdapat perbedaan > 10 hari antara usia kehamilan yang ditentukan
dengan HPHT dan USG trimester II, maka tafsiran persalinan
didasarkan oleh USG trimester II.
4. Jika terdapat perbedaan pada USG trimester I dan II, maka usia
kehamilan ditentukan oleh USG yang paling awal.
Pada umur kehamilan 6 minggu sudah terlihat cincin kehamilan yang sangat
khas, gerakan denyut janin terlihat jelas pada umur kehamilan 8 minggu. Sampai
umur kehamilan 12 minggu panjang puncak kepala-bokong (Crown Rump Length/
CRL) dalam milimeter memberikan ketepatan sekitar 4 hari dari taksiran
persalinan. Umur kehamilan 16-20 minggu dilakukan penuekuran Biparietal
Diameter (BPD) dalam milimeter serta Femur Length (FL) dalam milimeter
memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.
5. Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat diperkirakann umur kehamilan
dengan melihat inti penulangan seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel Umur Kehamilan berdasarkan Inti Penulangan
INTI PENULANGAN
Kalkaneus
Talus
Femur distal
Tibia proksimal
Kuboid
Humerus proksimal
Korpus kapitatum
Korpus hamatum
Kuneiformis ke 3
Femur proksimal
UMUR KEHAMILAN
(MINGGU)
24 - 26
26 28
32
36
38 40
38 40
40 +
40 +
40 +
40 +
Tatalaksana
Antepartum Fetal Surveillance
15
Wanita hamil yang mencapai usia kehamilan 42 minggu dan memilih untuk
melanjutkan kehamilannya dengan perawatan konservatif harus menjalani
antenatal fetal surveillance (AFS). Pilihan yang tersedia untuk mengevaluasi
kesejahteraan janin antara lain nonstress testing (CTG), biofisik profil (BPP) atau
BPP modifikasi (CTG + estimasi volume cairan amniotik), contraction stress
testing, dan kombinasi antara modalitas tersebut. 4
Penilaian volume cairan amnion dengan USG penting dilakukan, dan
persalinan harus dipertimbangkan jika terjadi gawat janin atau oligohidramnion.
Jika terjadi oligohidramnion maka akan timbul masalah seperti rendahnya Apgar
skor dan meningkatkan perawatan bayi postpartum di ruang intensif.
Oligohidramnion dapat timbul akibat insufisiensi feto-plasenta atau peningkatan
resistensi arteri renalis dan merupakan predisposisi terjadinya kompresi tali pusat,
sehingga menyebabkan hipoksemia janin, lewatnya mekonium, atau aspirasi
mekonium. Pemeriksaan yang lebih sering (2 kali seminggu) pada kehamilan
postterm harus dilakukan karena cairan amnion dapat mengalami penurunan
drastis dalam 24-48 jam. Tidak terdapat definisi oligohidramnion yang pasti pada
kehamilan postterm. Definisi yang ada antara lain, 1) diameter vertikal terbesar
kantung cairan < 2 cm atau 2) amniotic fluid index (AFI) <5 cm. 4
Induksi Persalinan
Induksi persalinan diindikasikan jika manfaat dilakukannya persalinan
melebihi risiko yang berhubungan dengan induksi tersebut. Perhatian utama yang
meliputi induksi persalinan pada KPT tanpa risiko lainnya yaitu overstimulasi
uterus, distress janin, kegagalan induksi dan peningkatan angka sectio cesarea
(SC). Selain itu terdapat beberapa risiko yang berkaitan dengan induksi persalinan
pada beberapa pasien dengan faktor risiko spesifik, seperti risiko ruptur uterus
pada wanita dengan riwayat SC sebelumnya. Induksi persalinan memiliki angka
kesuksesan sesuai dengan kondisi serviks. Induksi kemungkinan akan berhasil
jika serviks telah matang.
16
penilaian panjang serviks dengan USG dan belakang ini mulai digunakan
beberapa biomarker (rasio estriol/estradiol). 4
Serviks dikatakan matang jika memiliki skor bishop 6. Pemeriksaan
dengan bishop skor ini diketahui lebih superior jika dibandingkan penilaian
panjang serviks menggunakan USG untuk memprediksi interval waktu dari
induksi persalinan dengan waktu terjadinya kelahiran. Namun pemeriksaan
serviks digital ini masih bersifat subjektif dan tergantung pada kemampuan
pemeriksa. 4
Estrogen diketahui memainkan peranan penting dalam regulasi berbagai
fungsi selama masa kehamilan. Estriol (E3), estradiol (E2), dan rasio
estriol/estradiol memiliki peran penting dalam mengontrol parturisi dengan
menciptakan lingkungan estrogenik saat onset persalinan. 4
Telah diketahui bahwa rasio estriol/estradiol serum ibu secara signifikan
lebih tinggi pada wanita yang berespon terhadap induksi persalinan. Data ini
sejalan dengan penelitian lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa saat kehamilan
mendekati waktu persalinan maka kadar estriol/estradiol mengalami peningkatan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivasi estrogen pada proses persalinan
dimediasi dengan peningkatan respon estrogen miometrial. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa kombinasi antara penilaian panjang serviks secara USG
dan rasio E3/E2 merupakan pemeriksaan yang baik untuk memprediksi
kesuksesan induksi persalinan pada KPT.4
Wanita dengan serviks yang matang umumnya akan mengalami persalinan
spontan, dan jika dilakukan induksi persalinan, maka induksi tersebut biasanya
akan berhasil. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan kehamilan postterm
dan serviks yang matang maka tidak ada indikasi bahwa persalinan yang
dilakukan secara spontan akan menimbulkan efek negatif terhadap persalinannya.4
Sebanyak 80% wanita yang kehamilannya mencapai 42 minggu umumnya
belum memiliki serviks yang matang (bishop Score < 6). Melakukan pematangan
serviks sebelum dilakukannya induksi persalinan diketahui akan memberi manfaat
terhadap prognosis. Pematangan serviks sebelum melakukan induksi persalinan
akan menurunkan terjadinya kegagalan induksi, menurunkan morbiditas ibu dan
17
18
19
postmaturitas
dapat
dikenali
pada
neonatus
ddengan
2.
Stadium II: gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
3.
Stadium III: disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat. 1
20
Risiko Maternal
Kehamilan postterm dikaitkan dengan risiko signifikan terhadap ibu.
Terdapat peningkatan risiko: 1) distosia persalinan (9-12% dibandingkan 2-7%
pada aterm); 2) laserasi perineum yang berat terkait dengan makrosomia (robekan
derajat 3 & 4) (3,3% dibandingkan 2,6% pada aterm); 3) peningkatan seksio
sesaria (14% dibandingkan 7% aterm). Persalinan sesar dikaitkan dengan
peningkatan risiko endometritis dan perdarahan. Morbiditas ibu juga meningkat
pada kehamilan setelah 42 minggu. Komplikasi seperti korioamnionitis, laserasi
perineum
yang
parah,
persalinan
sesar,
perdarahan
postpartum,
dan
21
BAB IV
ANALISIS KASUS
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul BS, Trijatmo R, Gulardi HW [Editor]. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
2. Cunningham FG, et al. Postterm Pregnancy. Williams Obstetric, 22st ed.
Mc.Graw Hill Publishing Divisions, New York; 2005.
3. Giampaolo M, Zarko A, Frank C, Amos G, Runa H, et al. Guidelines for
the manajemen of postterm pregnancy. J. Perinat. Med, 38:111119; 2010.
4. GalalM., Symond I, Murray H, Etraglia F, Smith R. Postterm pregnancy.
FVV in ObGyn, 4 (3): 175-187; 2012.
5. Dianggara PS. Perbandingan Induksi Misoprostol Dengan Induksi
OksitosinTerhadap Lama Persalinan Pada Kehamilan Posttermdi RSU
PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten.Jurnal Kedokteran Indonesia,
1(2):131-136 ;2009.
6. Delaney M, Sack AR, et al. Guidelines for the Manajemen of Pregnancy at
41+0 to 42+0 Weeks. SOGC Clinical Practice Guideline, 214: 800-810;
2008.
7. Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
YBP Sarwono Prawirohardjo, 2010.
23