Definisi
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel
primer lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi grandular dan
berpotensi mengenai miometrium dan menyebar jauh. 75% tumor ganas endometrium
adalah adenokarsinoma, sisanya ialah karsinoma epidermoid atau karsinoma tipe sel
squamous (5-10%), adenoakantoma dan adenosquamous(30%),sarkoma uterin (1-
5%) (2,9).
Secara biologis dan histologis, karsinoma endometrium adalah jenis
neoplasma yang memiliki dua model pathogenesis. Karsinoma endometrium tipe 1
yang estrogen dependent dan mempunyai prognosis lebih baik, dan karsinoma
endometrium tipe 2 non- estrogen dependent yang lebih agresif dan berprognosis
lebih buruk (3).
II. Anatomi
Uterus merupakan orga berotot, berongga, dan berbentuk buah pir, yang
terletak dalam rongga panggul di anatara kandung kemih dan rektum. Posisi uterus
adalah anteversi (menekuk ke depan) dan antefleksi (membelok ke depan). Uterus
matur memiliki panjang sekitar 7,5 cm, lebar 5 cm (pada diameter terpanjangnya),
tebal 2,5 m, dan beratnya sekitar 60 g.
Makrostruktur dari Uterus
Uterus terdiri atas dua bagian utama :
1. Korpus, atau badan
2. Serviks, atau leher
Korpus uteri berada di dalam rongga panggul dan bagian atasnya berlanjut
menjadi dua tuba uterina. Serviks tertanam ke arah vagina. Korpus atau badan uterus
merupakan dua pertiga uterus yang panjangnya sekitar 5 cm. Di dalam korpus
terdapat rongga, berbentuk segitiga, dan aspeknya menunjuk ke arah serviks. Dinding
anterior dan posterior rongga uteri biasanya saling berdempetan. Bagian atas korpus
di sebut fundus bagian uterus tempat masuknya tuba uterina di sebut kormu. Ismus
adalah daerah yang sedikit menyempit di perbatasan korpus uteri dan serviks,
panjangnya sekitar 7 mm.
Serviks berbentuk silinder, dan bagian bawahnya menyembul ke dalam
vagina. Pada bagian bawah serviks terdapat kanal servikal, yang pada ujungnya
terdapat bukaan-bukaan ke uterus –ostium interna dan di sisi lainnya yaitu ke bukaan
arah vagina-ostium eksterna.
Mikrostruktur dari Uterus
Uterus dan serviks terdiri atas tiga lapisan jaringan :
1. Lapisan epitel didalam, endometrium
2. Lapisan otot ditengah, miometrium
3. Jaringan ikat diluar, perimetrium
A. Lapisan Endometrium
Pada uterus lapisan endometrium tersusun atas dua lapisan :
1. Lapisan Fungsional : jaringan epitel yang banyak mengandung kelenjar dan
setelah pubertas lapisan ini dibangun dan meluruh pada setiap siklus menstruasi
akibat pengaruh hormone. Mengandung banyak pembuluh darah dan arteri spiral,
yang member nutrisi bagi poliferasi sel selama siklus reproduksi. Ketika ovum telah
dibuahi maka ovum akan tertanam di endometrium, lapisan tersebut menyediakan
nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio selama
kehamilan.
2. Lapisan Basal : lapisan permanen yang membentuk lapisan fungsional setiap kali
setelah menstruasi. Lapisan basal juga mendapat suplai darah dari arteti. Serviks
dilapisi oleh epitel kolumnar, yang menyekresi mucus untuk membentuk sumbat
pelindung di kanal servikal untuk melindungi genetalia internal dari infeksi. Beberapa
sel epitel memiliki silia untuk membantu jalannya spermatozoa. Perubahan
pembentukan mucus selama siklus menstruasi dapat berfungsi untuk mencegah
penetrasi spermatozoa memasuki genetalia internal. Endometrium serviks juga
berlipat-lipat seperti di vagina, yang disebut arbor vitae, yang memungkinkan dilatasi
selama persalinan. Lapisan endometrium serviks tidak ikut meluruh saat menstruasi.
B. Lapisan Miometrium
Lapisan miometrium tersusun atas tiga lapisan :
1. Lapisan otot sirkuler dibagian dalam
2. Lapisan otot oblik dibagian tengah
3. Lapisan otot longitudinal dibagian luar
Miometrium memiliki peran vital dalam proses kehamilan dan kelahiran.
Miometrium serviks mengandung beberapa otot polos longitudinal yang merupakan
kelanjutan dari uterus namun sebagian besar sel ototnya sirkuler.
C. Lapisan Perimetrium
Merupakan lapisan peritoneum yng membungkus uterus dan tuba uterina. Di
permukaan lateral uterus, terdapat lipatan ganda perimetrium yang mencapai dinding
samping rongga panggul, membentuk ligament penyangga yang lebar. Ada dua
rongga dalam peritoneum yaitu kavum douglas yang terletak diantara uterus dengan
rectum, serta kavum vesikouterina yang terletak diantara uterus dan kandung kemih.
Suplai darah pada uterus dan serviks berasal dari arteri ovariaka dan arteri uterine,
yang merupakan cabang arteri iliaka dan aorta. Cabang arteri uterine-arteri radialis-
menembus ke dalam miometrium, lalu bercabang menjadi arteriola lurus yang
mendarahi lapisan basal, dan arteri spiralis yang mendarahi lapisan fungsional. Aliran
vena dibawa ke vena bersama denga arterinya. Persarafan uterus dan serviks berasal
dari pleksus sacral. Aliran limfe dibawa ke kelenjar limfe linguinal dan iliaka.
Struktur Penyokong
Uterus dan Serviks dipertahankan pada posisinya dalam panggul oleh ligament yaitu :
1. Ligamen kardinal : terbentang dari permukaan lateral serviks dan vagina ke
dinding lateral rongga panggul
2. Ligamen Puboservikal : terbentang dari serviks, dibawah kandung kemih, kea
rah depan ke tulang pubis.
3. Ligamen Uterosakral : terbentang dari serviks ke arah atas dan belakang, ke
periosteum sacrum, dan mengitari rectum.
4. Ligament Lebar (Latum) : terikat ke dinding lateral uterus dan berfungsi
menopang uterus
5. Ligament Rotundum : terbentang dari kornu uterus ke bawah ke arah labia
mayor, dan berfungsi mempertahankan uterus dalam posisi anteversi dan
antefleksi.
III. Epidemiologi
Karsinoma endometrium adalah kejadian keganasan tertinggi keenam yang
paling sering terjadi yang terjadi pada wanita di seluruh dunia. Dari 290.000 kasus
baru yang dilaporkan pada 2008, terhitung 5 % dari semua kasus keganasan baru
pada wanita. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara maju seperti Amerika,
negara-negara di Eropa tengah dan Eropa timur dan insiden lebih rendah di Afrika
timur. Tingkat kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia juga
meningkat di negara-negara berkembang (3).
Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma endometrium seiring
pertambahan usia berkisar antara 15 per 100.000 wanita (di daerah Amerika dan
sebagian Eropa) sampai kurang dari 5 per 100.000 wanita (di daerah Afrika dan Asia).
Resiko karsinoma endometrium meningkat seiring usia, dimana kebanyakan kasus
terdiagnosa setelah menopause (1,3).
Di Indonesia, sebuah penelitian tahun 2005 mendapatkan prevalensi kanker
endometrium di Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita yang cenderung
lebih muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-
negara barat dan eropa (berusia>50 tahun terbanyak), kemungkinan disebabkan di
indonesia pengguanaan TSH masih sangat jarang. Pemakaian TSH menyebabkan
tingginya jumlah penderita kanker ini di negara Barat dan Eropa di era tahun 70-an (2).
III. Etiologi
Kebanyakan kasus karsinoma endometrium (80%) dihubungkan dengan
endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis (hormonal) dari sumber
endogen dan eksogen lain. Kanker yang dihubungkan dengan estrogen (estrogen
dependent) ini cenderung untuk mengalami hiperplasia dan berdiferensiasi lebih baik,
dan secara umum punya prognosis baik. Sementara itu, tipe kanker endometrium
yang tidak bergantung pada estrogen (non estrogen dependent) berkembang dengan
non hiperplasia dan berdiferensiasi jelek dan lebih agresif.
Banyak kasus karsinoma endometrium yang dilaporkan pada wanita tanpa
faktor resiko yang sudah diketahui seperti mereka dengan gangguan hormonal.
Beberapa studi menunjukan bahwa sindroma ovarium polikistik dan resistensi insulin
yang merupakan komponen dari sindrom metabolik, dapat berperan dalam
pathogenesis karsinoma endometrium (1,2,3).
IV.Faktor resiko
Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai resiko tiga
kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Berbeda dengan
kanker payudara, usia pertama melahirkan tidak memperlihatkan adanya hubungan
terhadap terjadinya kanker ini walaupun masa laktasi yang panjang dapat berperan
sebagai proteksi (2).
Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor resiko untuk kanker endometrium
didukung oleh penelitian- penelitian yang menunjukkan resiko yang lebih tinggi
untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah menikah.Perubahan-perubahan
biologis yang berhubungan dengan infertilitas dihubungkan dengan resiko kanker
endometrium adala siklus anovulasi (estrogen yang lama tanpa progesteron yang
cukup), kadar androstenodion serum yang tinggi (kelebihan androstenodion
dikonversi menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan
dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum rendah pada nulipara (2,3).
Usia menarche dini (<12 tahun) berhubungan dengan meningkatnya faktor
resiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan penelitian
juga menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap
resiko meningkatnya kanker ini sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis
kanker endometrium adalah pascamenopause (2).
Selain yang disebutkan diatas, faktor-faktor resiko yang masih terus diteliti
mempunyai hubungan erat dengan kanker ini adalah obesitas, diabetes melitus,
hipertensi, asupan gula, kopi, merokok, penggunaan tamoxifen, dan kebiasaan
(aktivitas fisik,waktu duduk atau berbaring). Resiko karsinoma karena obesitas
dihubungkan dengan kecenderungan peningkatan kadar estrogen yang terjdai akibat
perubahan jaringan lemak oleh hormon androgen menjadi estrogen.
Sedangkan asupan gula yang tinggi berujung pada kondisi hiperinsulinemia, yang
meningkatkan bioavabilitas IGF-1 (insulin- like growth factor-1) sehingga
menstimulasi pertumbuhan sel. Asupan gula dan diabetes juga meningkatkan resiko
karsinoma endometrium dengan meningkatkan stres oxidative (3).
Penyakit- penyakit yang diteliti memiliki resiko langsung menjadi karsinoma
endometrium adalah sindroma polikistik ovarium dan adanya tumor ovarium, dimana
keduanya memiliki dampak menimbulkan ketidakseimbangan hormon, peningkatan
produksi estrogen yang akhirnya mengarah pada karsinoma endometrium. Selain
penyakit, penggunaan obat tamoxifen untuk penatalaksanaan kanker payudara
memiliki pengaruh lain pada jaringan uterus. Pada jaringan uterus, obat ini bertindak
seperti estrogen, sehingga bagi wanita yang telah menopause, pengaruhnya dapat
membuat pertumbuhan lapisan endometrium secara berlebihan,
namun resikonya masih rendah (kurang dari 1% kasus) (5).
V. Manifestasi Klinis
Diagnosis dini dari karsinoma endometrium hampir sepenuhnya bergantung
pada pengetahuan dan kesadaran pasien akan adanya perdarahan pervaginam yang
tidak teratur. Sebagian besar keluhan utama yang diderita pasien kanker endometrium
adalah perdarahan abnormal pascamenopause bagi pasien yang telah menopause dan
perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Pasien harus
mengetahui adanya perdarahan saat menstruasi yang berlebihan atau bercak darah.
Karena beberapa kelainan atau tumor jinak juga memberikan gejala serupa. Selain itu
keluahan yang dapat menyertai adalah :
- Keluhan keluar sekret putih atau merah muda dari vagina
- Keluhan nyeri perut bawah atau panggul yang menetap 2 minggu atau lebih
- Nyeri saat berhubungan.
Kebanyakan pasien tidak langsung mendatangi tenaga medis saat sampai terjadi
perdarahan berbulan-bulan, tahun, atau perdarahan yang berlebihan dan irregular.
Pasien dengan tipe Papillary serous tumour atau clear cell tumour sering datang
dengan gejala dan tanda yang mengindikasikan karsinoma epitel ovarium yang sudah
memberat. Tipe papillary serous tumour dan clear cell tumour adalah termasuk
karsinoma endometrium tipe 2 yang berkembang agresif dan memiliki prognostik
cenderung lebih buruk. Tipe papillary serous tumour (insidensinya 5-10% dari
seluruh kasus) adalah jenis yang tumbuh dari sel endometrium yang atrhropi
( biasanya dari wanita lansia) yang memiliki tipikal histologik pertumbuhan selnya
lebih tidak beraturan, adanya keratinisasi dengan inti yang atipik. Karsinoma
endometrium tipe 2 yang mayor lainnya adalah clear cell tumour dengan insiden lebih
rendah ( <5%). Secara mikroskopik, gambarannya lebih predominan solid, kistik dan
tubular atau dapat bercampur (mixed) dari dua atau lebih bentuk ini (3,4).
VI. Diagnosis
Untuk mengevaluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis dilakukan
dengan biopsi endometrium. Namun, pada pasien yang tidak dapat dilakukan biopsi
endometrium karena stenosis servikal atau gejala tetap bertahan walaupun hasil
biopsi normal, maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase dengan anastesi. Prosedur
dilatasi dan kuretase sampai saat ini merupakan baku emas untuk diagnosis kanker
endometrium (2).
Melalui pemeriksaan mikroskopik biopsi endometrium dan kuret endoserviks
biasanya dapat ditegakkan diagnosis adenokarsinoma jenis endometrioid atau
musinous, tapi jarang dapat dihubungkan dengan lesi awal berupa adenokarsinoma
serviks insitu atau hiperplasia atipik pada endometrium. Terlebih lagi gambaran
histologik kanker endometrium sering tumpang tindih atau
terkontaminasi dengan sel-sel endoserviks. Padahal, darimana pertumbuhan tumor
berasal, apakah dari endometrium atau endoserviks mempengaruhi pilihan terapi jenis
pembedahan dan pasca pembedahan) yang akan dilakukan. Penelitian terakhir di
Jakarta menyatakan bahwa pemeriksaan kimia dengan vimentin dapat membantu
membedakan kanker endometrium dan kanker endoserviks, khususnya pada
gambaran histologi tumpang tindih dengan sensitivitas (93,7%) dan spesifitas
(94,4%) yang cukup tinggi (2,3).
Penggunaan histeroskopi untuk deteksi dini (prosedur diagnostik dengan
melihat langsung kedalam uterus dengan histeroskop yang biasanya dilakukan
bersamaan dengan dilatasi dan kuretase) memiliki sensitifitas dan spesifitas yang
tinggi dalam mendiagnosis dan mengevaluasi uterus jika dicurigai ada lesi awal
karsinoma endometrium. Satu-satunya tumor marker klinis yang berguna dalam
penatalaksanaan kanker endometrium adalah jumlah serum CA-125. Secara langsung,
peningkatan jumlah serum ini menunjukan progresivitas penyakitnya (sensitivitas
63% dan spesifitas 88% pada level cut off 35 U/mL). Dalam aplikasinya, pada pasien
tingkat lanjut, serum ini dapat membantu mengevaluasi respon terhadap terapi selama
dalam penanganan. Namun, meskipun evaluasi serum ini cukup bermakna, biasanya
penemuan klinis lain masih terbatas (3,10).
Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas.
Secara umum, pada wanita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang
progresifitasnya lebih baik, foto thoraks adalah satu-satunya evaluasi radiologis yang
dibutuhkan dalam diagnosa preoperativ. Visualisasi menggunakan Computed
tomography (CT) atau Magnetic Resonance (MR) biasanya tidak banyak dibutuhkan.
Namun dalam beberapa kasus, MRI dapat membantu membedakan karsinoma
endometrium dan perluasan dari karsinoma serviks primer. USG transvaginal dapat
mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari 4-5cm sehingga
sangat akurat dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma
endometrium (2,7).
Histologi
Umumnya (70-75% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah
endometrial/endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari
jaringan kelenjar atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya
membentuk struktur seperti kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan
endometrium normal. Adanya karsinoma tipe endometrium tipe ini biasanya
dihubungkan dengan tumor grade rendah dan invasi ke miometrium yang kurang
masif. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti dengan jaringan
96,5% dan spesifitas 93,6% bagi histeroskopi dalam mengenali lesi intra uterin pada
pasien menopause dengan perdarahan pervaginam, termasuk lesi awal karsinoma
endometrium.
Satu-satunya tumor marker klinis yang berguna dalam penatalaksanaan
kanker endometrium adalah jumlah serum CA-125. Secara langsung, peningkatan
jumlah serum ini menunjukan progresivitas penyakitnya (sensitivitas 63% dan
spesifitas 88% pada level cuttoff 35 U/mL). Dalam aplikasinya, pada pasien tingkat
lanjut, serum ini dapat membantu mengevaluasi respon terhadap terapi selama dalam
penanganan. Namun, meskipun evaluasi serum ini cukup bermakna, biasanya
penemuan klinis lain masih terbatas (3,10).
Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas.
Secara umum, pada wanita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang
progresifitasnya lebih baik, foto thoraks adalah satu-satunya evaluasi radiologis yang
dibutuhkan dalam diagnosa preoperatif. Visualisasi menggunakan Computed
tomography (CT) atau Magnetic Resonance (MR) biasanya tidak banyak dibutuhkan.
Namun dalam beberapa kasus, MRI dapat membantu membedakan karsinoma
endometrium dan perluasan dari karsinoma serviks primer. USG transvaginal dapat
mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari 4-5cm sehingga
sangat akurat
dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma endometrium (2,7).
Histologi
Umumnya (70-75% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah
endometrial/endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari
jaringan kelenjar atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya
membentuk struktur seperti kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan
endometrium normal. Adanya karsinoma tipe endometrium tipe ini biasanya
dihubungkan dengan tumor grade rendah dan invasi ke miometrium yang kurang
masif. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti dengan jaringan solid
dan sel berlapis, tumor ini akan diklasifikasi sebagai grade yang tinggi, sebagai
tambahan, endometrium yang atropi biasanya lebih dihubungkan dengan lesi pre-
kanker grade tinggi yang umumnya bermetastase (3).
Empat varian dari tipe endometrioid dan tipe histologis lainnya dapat dilihat dalam
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi histologik kanker endometrium oleh The International Society
of Gynecologic Pathologist (3,4).
1. Endometrioid (75%) (secretory, ciliated, papillary or villoglandular)
2. Adenocarcinoma with squamous differentiation.
3. Adenoacanthoma (benign squamous component)
4. Adenosquamous (malignant squamous component)
5. Uterine papillary serous (5%–10%)
6. Clear cell (1%–5%)
7. Malignant mixed Mullerian tumours or carcinosarcomas (1–2%)
8. Uterine sarcomas (leiomyosarcoma, endometrial stromal sarcoma,
undifferentiated) (3%)
9. Mucinous (1%)
10. Undifferentiated.
Stadium
Pada literatur lama, terdapat 2 jenis stadium pada kanker endometrium, yaitu
stadium klinis dan stadium surgikal. Stadium klinik bertujuan untuk menentukan jenis
terapi yang akan diberikan, sedangkan stadium surgikal bertujuan untuk menentukan
terapi adjuvannya (2,4).
Kini penentuan stadium telah bergeser dari stadium klinik ke stadium
surgikal/operasi. Akan tetapi stadium klinik masih dipergunakan bila penderita
dipertimbangkan tidak dapat menjalani proses pembedahan. Pembagian stadium
menurut FIGO (the International Federation of Gynecology and Obstetric) 2009
terlampir dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Pembagian Stadium FIGO 2009(4)
2.7 Terapi
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan
pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan
staging surgikal (surgical staging) yang meliputi histerktomi simpel dan pengambilan
contoh kelenjar getah bening para aorta adalah penatalaksanaan umum
adenokarsinoma endometrium. Staging surgikal dengan bantuan laparoskopi untuk
kanker endometrium stadium 1 telah banyak dilaporkan, yaitu meliputi histerektomi
vaginal dengan bantuan laparoskopi disertai limpadenektomi kgb
pelvis dan para-aorta (2,3).
Pembedahan
Pasien dengan karsinoma endometrium sebagian besar harus menjalani
histerektomi. Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana, bilasan
peritoneum, eksplorasi metastasis, histerektomi total, salpingoforektomi bilateral,
limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta. Beberapa ahli hanya
melakukan sampel biopsi pada kelenjar getah bening, terutama pada yang mengalami
pembesaran (2,6).
Pada stadium II dimana terbukti ada keterlibatan endoserviks, prosedur
pengangkatan uterus dilakukan secara radikal (histerektomi radikal). Akan tetapi,
beberapa ahli tetap melakukan histerktomi total apabila diyakini bahwa keganasan
memang berasal dari endometrium, dengan alasan lokasi kekambuhan terbanyak pada
vagina dan angka kekambuhan yang kurang dari 10% (2,6).
Pada stadium III dan IV dapat dilakukan radiasi, dan/ atau kemoterapi.
Penanganan pasien stage III dan IV sangat bersifat individual dengan radiasi dan
kemoterapi. Pada beberapa literatur untuk stage III dan IV dengan metastase masih
menganjurkan dilakukan histerektomi paliativ dengan pengangakatan kedua tuba dan
ovarium serta eksisi metastase bila mungkin, tergantung kondisi pasien, manfaat yang
diharapkan dan keputusan tim ahli. Pembedahan dapat diikuti dengan terapi radiasi
dan kemoterapi (2,4).
Radioterapi
Stadium I dan II yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi radiasi,
angka ketahanan hidup 5 tahunnya menurun 20-30 % dibanding pasien dengan terapi
operatif dan radiasi. Pada pasien dengan resiko rendah (stadium IA grade 1atau 2)
tidak memerlukan radiasi ajuvan pascaoperasi. Radiasi ajuvan diberikan pada :
1. Penderita stadium 1, apabila berusia diatas 60 tahun, grade III dan atau invasi
melebihi setengah miometrium.
2. Penderita stadium II A/II B, grade I,II,III
3. Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberikan terapi secara tersendiri
(2,3)
Terapi medikamentosa
Kemoterapi
a. Cisplatin dan doxorubicin adalah agen yang paling sensitif
b. Agen kemoterapi lain adalah paclitaxel, doxorubicin, dan ifosfamide.
Hormon
Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan memberikan
respon yang lebih baik terhadap terapi hormon. Pemberian progestin oral sama
efektifnya dengan pemberian intramuskular. Sepertiga pasien yang mengalami
kekambuhan memberikan respon terhadap progestin (2,3).
Dosis yang dianjurkan :
- Depo-Provera, 400mg IM per minggu
- Provera, 200 mg per oral 4 x sehari
- Megastrol acetate (Megace), 800 mg per oral 4 x sehari.
KARSINOMA ENDOMETRIUM
OLEH :
Yolanda Eva Prastisa
Pembimbing :
Dr. St. Nasrah Azis, Sp.Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2017