Anda di halaman 1dari 29

Mini Referat

KARSINOMA UTERI

1. Anatomi
Uterus merupakan organ berotot, berongga (hollow organ) dan berbentuk
buah pir, yang terletak dalam rongga panggul di anatara kandung kemih dan
rektum pada panggul wanita. Posisi uterus adalah anteversi (menekuk ke depan)
dan antefleksi (membelok ke depan). Uterus matur memiliki panjang sekitar 7,5
cm, lebar 5 cm (pada diameter terpanjangnya), tebal 2,5 m, dan beratnya sekitar
60 g.
Uterus atau uterus terdiri atas tiga bagian: bagian atas disebut fundus,
tengah disebut corpus, dan bagian bawah adalah cervix. Secara lapisan, dinding
uterus memiliki dua lapisan; lapisan endometrium pada bagian dalam, dan
miometrium pada bagian luar. Kanker uteri dapat terbentuk pada salah satu
jaringan yang membentuk Uterus (Creasman et al., 2011; FIGO, 2011).

1.1. Makrostruktur dari Uterus


Uterus terdiri atas dua bagian utama:
1.      Korpus, atau badan
2.      Serviks, atau leher
Korpus uteri berada di dalam rongga panggul dan bagian atasnya berlanjut
menjadi dua tuba uterina. Serviks tertanam ke arah vagina. Korpus atau badan
uterus merupakan dua pertiga uterus yang panjangnya sekitar 5 cm. Di dalam
korpus terdapat rongga, berbentuk segitiga, dan aspeknya menunjuk ke arah
serviks. Dinding anterior dan posterior rongga uteri biasanya saling berdempetan.
Bagian atas korpus di sebut fundus bagian uterus tempat masuknya tuba uterina di
sebut kormu. Ismus adalah daerah yang sedikit menyempit di perbatasan korpus
uteri dan serviks, panjangnya sekitar 7 mm (Gray et al., 2005; Creasman et al.,
2011).

1
Mini Referat

Gambar 1 Anatomi Uterus (Gray et al., 2005)

Serviks berbentuk silinder, dan bagian bawahnya menyembul ke dalam


vagina. Pada bagian bawah serviks terdapat kanal servikal, yang pada ujungnya
terdapat bukaan-bukaan ke uterus –ostium interna dan di sisi lainnya yaitu ke
bukaan arah vagina-ostium eksterna (Gray et al., 2005; Creasman et al., 2011).

1.2. Mikrostruktur dari Uterus


Uterus dan serviks terdiri atas tiga lapisan jaringan :
1.      Lapisan epitel didalam, endometrium
2.      Lapisan otot ditengah, miometrium
3.      Jaringan ikat diluar, perimetrium.

Gambar 1 Histologi Lapisan Uterus (diFiore et al., 2011)

2
Mini Referat

1.2.1. Lapisan Endometrium


Pada uterus lapisan endometrium tersusun atas dua lapisan (diFiore et al.,
2011):
1.      Lapisan Fungsional
Jaringan epitel yang banyak mengandung kelenjar dan setelah pubertas
lapisan ini dibangun dan meluruh pada setiap siklus menstruasi akibat pengaruh
hormone. Mengandung banyak pembuluh darah dan arteri spiral, yang member
nutrisi bagi poliferasi sel selama siklus reproduksi. Ketika ovum telah dibuahi
maka ovum akan tertanam di endometrium, lapisan tersebut menyediakan nutrisi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio selama
kehamilan.
2.      Lapisan Basal :
Lapisan permanen yang membentuk lapisan fungsional setiap kali setelah
menstruasi. Lapisan basal juga mendapat suplai darah dari arteti. Serviks
dilapisi oleh epitel kolumnar, yang menyekresi mucus untuk membentuk sumbat
pelindung di kanal servikal untuk melindungi genetalia internal dari infeksi.
Beberapa sel epitel memiliki silia untuk membantu jalannya spermatozoa.
Perubahan pembentukan mucus selama siklus menstruasi dapat berfungsi untuk
mencegah penetrasi spermatozoa memasuki genetalia internal. Endometrium
serviks juga berlipat-lipat seperti di vagina, yang disebut arbor vitae, yang
memungkinkan dilatasi selama persalinan. Lapisan endometrium serviks tidak
ikut meluruh saat menstruasi.

1.2.2. Lapisan Miometrium


Lapisan miometrium tersusun atas tiga lapisan (diFiore et al., 2011):
1. Lapisan otot sirkuler dibagian dalam
2. Lapisan otot oblik dibagian tengah
3. Lapisan otot longitudinal dibagian luar
Miometrium memiliki peran vital dalam proses kehamilan dan kelahiran.
Miometrium serviks mengandung beberapa otot polos longitudinal yang
merupakan kelanjutan dari uterus namun sebagian besar sel ototnya sirkuler.

3
Mini Referat

1.2.3. Lapisan Perimetrium


Merupakan lapisan peritoneum yng membungkus uterus dan tuba uterina.
Di permukaan lateral uterus, terdapat lipatan ganda perimetrium yang mencapai
dinding samping rongga panggul, membentuk ligament penyangga yang lebar.
Ada dua rongga dalam peritoneum yaitu kavum douglas yang terletak diantara
uterus dengan rectum, serta kavum vesikouterina yang terletak diantara uterus dan
kandung kemih (diFiore et al., 2011).
Suplai darah pada uterus dan serviks berasal dari arteri ovariaka dan arteri
uterine, yang merupakan cabang arteri iliaka dan aorta. Cabang arteri uterine-
arteri radialis-menembus ke dalam miometrium, lalu bercabang menjadi arteriola
lurus yang mendarahi lapisan basal, dan arteri spiralis yang mendarahi lapisan
fungsional. Aliran vena dibawa ke vena bersama denga arterinya. Persarafan
uterus dan serviks berasal dari pleksus sacral. Aliran limfe dibawa ke kelenjar
limfe linguinal dan iliaka (Gray et al., 2005; NUS, 2013).

Gambar 2 Perbandingan Histologi dari ketiga bagian Uterus dan Vagina


(NUS, 2013)

4
Mini Referat

1.3. Struktur Penyokong


Uterus dan Serviks dipertahankan pada posisinya dalam panggul oleh
ligament yaitu (Gray et al., 2005):
1.      Ligamen kardinal : terbentang dari permukaan lateral serviks dan vagina ke
dinding lateral rongga panggul
2.      Ligamen Puboservikal : terbentang dari serviks, dibawah kandung kemih,
kea rah depan ke tulang pubis.
3.      Ligamen Uterosakral : terbentang dari serviks ke arah atas dan belakang, ke
periosteum sacrum, dan mengitari rectum.
4.      Ligament Lebar (Latum) : terikat ke dinding lateral uterus dan berfungsi
menopang uterus
5.      Ligament Rotundum : terbentang dari kornu uterus ke bawah ke arah labia
mayor, dan berfungsi mempertahankan uterus dalam posisi anteversi dan
antefleksi.

2. EPIDEMIOLOGI

Sekitar 40.100 wanita diperkirakan mempunyai potensi meningkat ke arah


keganasan pada tahun 2008 di Amerika Serikat. Setelah meningkat dua kali lipat
pada awal tahun 1970, kejadian kanker uterus cukup stabil. Pada tahun 2008,
diperkirakan sekitar 7.470 kematian (Jing et al., 2013).
Kanker uterus adalah kanker yang paling umum keenam pada wanita di
Irlandia, sebanyak 3,9% dari semua neoplasma ganas, termasuk kanker kulit non-
melanoma pada wanita. Rata-rata jumlah kasus baru didiagnosa setiap tahun
adalah 403. Selama 1995-2007, jumlah kasus baru didiagnosa setiap tahun
meningkat sebesar 7% di NI dan 3% di RoI. Sekitar 1 dari 93 wanita mempunyai
potensi mengalami kanker uterus. Banyak faktor yang bisa menyebabkan kanker
uterus, namun sebagian besar dapat mengarah ke kanker kopus uteri (FIGO, 2011)
Ada dua jenis kanker uterus, kanker endometrium, yang berasal dari
lapisan dalam (endometrium) uterus yang paling sering pada kanker uterus,
terdapat sekitar 90% dari total kasus kanker uterus. Sarcoma uteri, yang berasal

5
Mini Referat

dari lapisan luar jaringan otot (miometrium) uterus, adalah bentuk jauh lebih
umum dari kanker uterus, yang terdiri dari kurang dari 10% dari semua kasus
kanker Uterus (WHO, 2006)
Kejadian kanker endometrium lebih tinggi pada Caucasian dibandingkan
wanita asia atau berkulit hitam, namun angka kematian lebih tinggi pada pada
orang kulit hitam. Hal ini diduga jeleknya perawatan dan presentasi pada stadium
lanjut. Sarkoma uteri, selain dari subtype histologi, lebih sering pada wanita
berkulit hitam. Klasifikasi terbaru dari sarkoma uterus meliputi leiomyosarcoma,
endometrial stroma sarcoma dan sarkoma Undifferentiated. Leiomyosarcoma
(LMS) cenderung terjadi lebih sering pada wanita berusia 30-50 tahun
dibandingkan dengan carcinosarcomas dan sarkoma stroma endometrium (EES),
yang memiliki insiden yang lebih tinggi pada wanita yang lebih tua dari 50 tahun
(Jing et al., 2013).

Gambar 3 Insidensi Kanker Uterus di Dunia (GLOBOCAN, 2012)

Kurva insidensi usia kanker uterus menunjukkan bahwa insiden diagnosis


tertinggi adalah pada dekade ketujuh kehidupan.[2] The American Cancer Society
memperkirakan bahwa sekitar 63.230 kasus baru kanker uterus didiagnosis pada
tahun 2018. Menurut perkiraan, 4,6 per 100.000 wanita meninggal karena kanker
uterus di Amerika Serikat. Statistik ini menunjukkan bahwa kanker uterus
menimbulkan beban besar pada sistem perawatan kesehatan, dan pencegahan,
diagnosis, dan pengobatan yang tepat waktu dapat mengarah pada peningkatan
hasil pasien serta mengurangi beban pada sistem (Felix dan Brinton, 2018).

6
Mini Referat

Gambar 4 Insidensi Kanker Uterus berdasarkan Usia (Torren et al., 2017)

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Beberapa faktor resiko yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan
kanker korpus uteri, yaitu (Wang et al., 2008; Anwar et al., 2011; WHO, 2014):
 Terapi pengganti hormon, hormon mempunyai peran utama dalam etiologi
kanker uterus, estrogen satu-satunya formulasi dari terapi pengganti
hormon yang kini dianggap mempunyai resiko peningkatan pada wanita
yang menggunakan regimen yang mengandung estrogen dan progesteron,
dimana progesteron diambil kurang dari 15 hari perbulan.
 Tamoxifen, merupakan modulator reseptor ekstrogen selektif yang
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan kanker payudara,
penggunaan tamoxifen ini juga menyebabkan terjadinya kanker uterus.
 Nulipara atau wanita yang tidak memiliki keturunan
 Menarche dini, Wanita yang mengalami periode menstruasi pertama
sebelum usia 12 tahun.
 Manopause terlambat, wanita yang megalami menopause setelah usia 55
tahun mempunyai faktor resiko mengalami karsinoma korpus uteri.
 Obesitas, terdapat hubungan yang erat antara obesitas dan kanker uterus
( Terdapat 60% peningkatan risiko dalam peningkatan 5 kg/m2 indeks
massa tubuh.

7
Mini Referat

 Diabetes, terdapat risiko 2-3 kali pada orang yang mengalami diabetes.
 Riwayat keluarga dengan kanker uterus, wanita yang memiliki keluaraga
dengan riwayat kanker uterus memiliki peningkatan resiko dua kali lipat.
 Riwayat terpapar radiasi pada bagian pelvis

Gambar 5 Rangkuman Faktor Risiko Kanker Uterus (Felix dan Brinton, 2018)

Tabel 1 Rangkuman Relative Risk Kanker Uterus dan Penjelasannya (Felix dan
Brinton, 2018)
Estimated Heterogeneity of
Domain Factor Comments
Relative Riska risk
Metabolic Each 5 kg/m2 increase in
Association stronger
factors body mass index (BMI) is
Obesity 2.0–5.0 for type I than II
associated with a 62%
cancers
increased risk
Uncertain extent to which
No heterogeneity
Diabetes 2.0 relations are confounded by
observed
obesity
Association between
hypertension and
endometrial cancer was
Hypertension 1.1–1.3 Not examined
weaker, but still significant,
among studies with
adjustment for BMI
Metabolic 1.4–2.0 No heterogeneity Adjustment for
syndrome observed overweight/obesity does not
eliminate increased risks
associated with metabolic
syndrome factors

8
Mini Referat

Uncertain extent to which


Polycystic ovary
2.8 Not examined relations are confounded by
syndrome
obesity
Association
Further reductions for multi-
Nulliparity 3.0 restricted to type I
parous women
cancers
Even after adjusting for
No heterogeneity
Infertility 1.8 nulliparity, infertile women
observed
had increased risk
Reproductive 4% reduction in risk per 2
Early age at No heterogeneity
factors 1.5–2.0 years delay in menarcheal
menarche observed
age
Late age at Pronounced risks among
No heterogeneity
natural 1.5–2.2 nonusers of menopausal
observed
menopause hormones
No heterogeneity Greatest reductions for long-
Breastfeeding 0.9
observed term breastfeeding
Combination
No heterogeneity Risk reduction persists for >
oral 0.3–0.5
observed 30 years
contraceptives
Contraceptives
Association stronger More studies needed on the
Intrauterine
0.5–0.8 for type I than II effects of progestin-releasing
device use
cancers devices
Highest risks for long-term
Menopausal
10.0–20.0 Not examined and high dose users of
Menopausal estrogens
unopposed estrogens
hormone
therapy Menopausal Association stronger
Risk reduction is greatest for
estrogen plus 0.7 for type I than II
obese women
progestins cancers
Non-endometrioid
High cumulative histology subtypes
Endometrial cancer risks
Tamoxifen use doses of 2.2 appear to be
highest shortly after exposure
tamoxifen especially affected
by tamoxifen
Effects of cigarette smoking
Cigarette No heterogeneity are particularly strong among
0.5
smoking observed postmenopausal women and
Lifestyle factors menopausal hormone users
Moderate-to- Inverse relation with physical
No heterogeneity
vigorous 0.8 activity restricted to
observed
physical activity overweight or obese women
No heterogeneity Association is independent of
Family history Family history 1.8
observed Lynch syndrome status
Serum Associations persist after
Estradiol and Some support for
biomarkers adjustment for body mass
other stronger relations
2.0–6.2 and show slightly stronger
endogenous with type I than II
relations for type I than II
estrogens cancers
cancers
This meta-analysis did not
Significant mean
detect an association among
difference between
studies restricted to
Insulin endometrial cancer Not examined
postmenopausal women,
cases and controls:
possibly due to small
33.94
numbers
Significant mean A lack of information on
difference between fasting time since the last
C-peptide endometrial cancer Not examined meal may have led to
cases and controls: misclassification of C-
0.14 peptide levels
Androgen Postmenopausal: 1.7 Similar associations Higher circulating levels of
Premenopausal: 0.9 observed when androgens are associated
restricted to women with endometrial cancer

9
Mini Referat

among postmenopausal
with type I
women
SERPINE1: 2.4
VEGF-A: 2.6
No heterogeneity
Anti-inflammatory Endometrial cancer risk was
observed although
Inflammatory cytokines (IL13, most pronounced among
the number of
markers IL21): 0.5–0.6 obese women with the
women with type II
Pro-inflammatory highest inflammation score
was small
cytokines (CCL3,
IL1B, IL23): 0.5–0.6
Inverse associations were
strongest among
Adiponectin 0.5 Not examined postmenopausal women,
nulliparous women, and non-
hormone users
Associations were strongest
among non-hormone users,
Leptin 2.2 Not examined
diabetic women, and in
prospective studies

4. Diagnosis
4.1.1. Anamnesis

Proses penegakan diagnosis selalu dimulai dari tahap


wawancara/anamnesis terlebih dahulu. Dokter umum akan menggali lebih jauh
gejala yang muncul. Lebih dari 90% pasien dengan kanker uterus akan datang
dengan perdarahan vagina yang abnormal, apakah itu menoragia, metroragia, atau
sejumlah perdarahan pascamenopause. Sekitar 10% dari perdarahan
pascamenopause akan mengarah pada diagnosis kanker uterus. Kasus lanjut,
terutama pasien dengan histologis sel serosa atau clear cell papiler uterus dapat
muncul dengan nyeri perut dan kembung atau gejala lain dari penyakit metastasis.
Gejala lain yang muncul mungkin termasuk keluarnya cairan dari alat kelamin
yang bernanah, nyeri, penurunan berat badan, dan perubahan kebiasaan buang air
kecil atau besar. Pasien juga perlu digali adanya tanda-tanda keganasan seperti
penurunan berat badan secara drastis tanpa disertai peningkatan aktivitas fisik,
anoreksia, kaheksia, rambut mudah rontok, nyeri kepala, konjungtiva anemis,
sesak, nyeri tulang, bengkak, hingga adanya benjolan di tubuh. Untungnya,
sebagian besar kasus kanker uterus didiagnosis sebelum presentasi klinis ini
karena pengenalan perdarahan pascamenopause sebagai kemungkinan gejala awal
kanker. Sekitar 5% wanita mungkin tidak menunjukkan gejala dan terdiagnosis
setelah pemeriksaan hasil tes Papanicolaou/Pap Test yang abnormal. Selain itu,

10
Mini Referat

dokter umum dapat menggali adanya faktor risiko pada tabel 1 yang telah
dipaparkan (Felix dan Brinton, 2018).
Sarkoma uterus dapat muncul dengan cara yang mirip dengan karsinoma
endometrium dengan perdarahan vagina, dan seringkali tekanan panggul.
Pencitraan akan mengungkapkan massa dan pembesaran uterus. Leiomyosarcoma
dapat muncul pada wanita di awal dekade keenam kehidupan dengan menstruasi
tidak teratur atau perdarahan pascamenopause. Gejala lain termasuk nyeri,
tekanan panggul, dan massa panggul yang membesar dengan cepat. Sayangnya,
diagnosis jarang dibuat sebelum operasi definitif. Sarkoma stroma endometrium
(ESS) biasanya muncul dengan perdarahan pascamenopause, nyeri panggul, dan
massa yang membesar. Seperti tumor mullerian campuran (MMT), ESS biasanya
muncul pada dekade ketujuh kehidupan. Penurunan berat badan, anoreksia, dan
perubahan kebiasaan buang air besar atau kandung kemih adalah tanda-tanda
penyakit lanjut pada semua kasus kanker uterus (Felix dan Brinton, 2018).

4.1.2. Pemeriksaan Fisis


Dokter umum dapat mengembangkan hasil wawancara/anamnesis dengan
melakukan pemeriksaan fisis untuk menggali tanda-tanda penyakit, termasuk
benjolan atau hal lain yang abnormal, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
pengobatan sebelumnya. Gejala yang mungkin menunjukan karsinoma korpus
uteri dapat dimulai dari inspeksi dari adanya gejala perdarahan pervaginam yang
abnormal, spotting pada pakaian dalam, atau discharge, nyeri atau susah ketika
menggosongkan kandung kemih, nyeri pada bagian pelvis, nyeri ketika
melakukan hubungan seks, teraba massa pada panggul, namun gejala-gejala ini
sering terihat pada beberapa keadaan selain karsinoma korpus uteri, seperti
infeksi, non-kanker atau perubahan pra-kanker dalam uterus atau endometrium,
atau karsinoma endometrium. Seorang wanita dengan gejala-gejala tersebut harus
dilakukan pemeriksaan ginekologi termasuk biopsi jaringan (National Cancer
Institute, 2013).

4.1.3. Pemeriksaan Inspekulo dan Pelvis


Inspekulo dapat digunakan pada pasien dengan keluhan adanya discharge
yang keluar. Inspekulo menyediakan informasi terkait sumber perdarahan, fluksus

11
Mini Referat

aktif/tidak, apakah terdapat benjolan, keadaan intravagina, tampilan luar mukosa,


hingga dapat menyingkirkan diagnosis banding lainnya yang terkait dengan
discharge ataupun benjolan (National Cancer Institute, 2013).
Pemeriksaan pada vagina, cervix, uterus, tuba fallopi, ovum, dan rectum.
Dokter memasukkan satu atau dua yang telah dilumasi, jari yang menggunakan
sarung tangan dimasukkan kedalam vagina dan sisi lain ditempatakn diatas perut
bagian bawah untuk merasakan ukuran, bentuk, dan posisi uterus dan ovarium.
Spekulum juga dimasukkan kedalam vagina untuk melihat keadaan vagina dan
serviks untuk menemukan adanya tanda-tanda penyakit. Pap smear serviks
biasanya dilakukan. Kemudian jari juga dapat dimasukkan kedalam rectum untuk
merasakan adanya benjolan atau daerah yang abnormal. Selain itu, rasa nyeri pada
pemeriksaan goyang panggul juga dapat mengindikasikan kepada keganasan
uterus (Cote et al., 2015).

Gambar 6 Pemeriksaan
Pelvis (Cote et al., 2015)

4.1.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang diperlukan baik untuk menegakkan diagnosis
ataupun menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tes Pap
Sebuah prosedur untuk mengambil sel dari permukaan leher uterus dan
vagina. Sepotong kapas, kuas, atau tongkat kayu kecil digunakan untuk

12
Mini Referat

mengambil sel-sel dari leher uterus dan vagina. Sel-sel tersebut dlihat dibawah
mikroskop untuk melihat jika terdapat sel-sel yang abnormal. Prosedur ini disebut
juga papsmear (Cote et al., 2015).

Gambar 7 Pap Smear (Cote et al.,


2015)
2. Biomarker
Meskipun tidak ada tes laboratorium yang membantu dalam diagnosis
kanker uterus, CA-125 telah digunakan dalam surveilans kanker endometrium
stadium lanjut atau tingkat tinggi. Pada pasien yang memiliki peningkatan nilai
CA-125 sebelum treatment, tes ini terbukti berguna dalam pemantauan pasca
perawatan. Peningkatan kadar CA-125 praoperasi mungkin juga berguna dalam
memprediksi apakah pasien memerlukan staging bedah atau sitoreduksi yang
komprehensif (Cote et al., 2015).
3. Biopsi
pengangkatan jaringan uterus dengan memasukkan tabung tipis dan
fleksibel melalui leher uterus (serviks) dan ke dalam uterus. Tabung digunakan
untuk mengikis sejumlah kecil jaringan dari situs yang dicurigai dengan lembut
dan kemudian mengeluarkan sampel jaringan. Seorang dokter Patologi Anatoi
melihat jaringan di bawah mikroskop untuk mencari sel kanker (Cote et al.,
2015).
Biopsi juga dapat dilakukan dengan cara Dilatation and Curretation.
Serviks dilebarkan dan kuret (alat berbentuk sendok) dimasukkan ke dalam uterus

13
Mini Referat

untuk mengangkat jaringan. Sampel jaringan diperiksa di bawah mikroskop untuk


mencari tanda-tanda penyakit. Biopsi dapat juga dilakukan menggunakan alat
histeroskop yang dimasukkan melalui vagina dan serviks ke dalam uterus.
Histeroskop adalah instrumen tipis seperti tabung dengan cahaya dan lensa untuk
menginspeksi dan memungkinkan untuk mengambil sampel jaringan yang akan
diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari tanda-tanda kanker (Cote et al.,
2015).

4.1.5. Pemeriksaan Radiologi


Ultrasonografi, bagaimanapun, membantu menyingkirkan patologi
panggul lainnya yang mungkin berkontribusi pada perdarahan pascamenopause
(PMP). Ketebalan garis endometrium juga membantu dalm menentukan wanita
mana dengan temuan negatif pada sampel biopsi jaringan utersu yang harus
menjalani kuretase. Ultrasonografi, khususnya USG Transvaginal dipilih karena
pertimbangan keamanan, kefektifan, dan biaya daripada modalitas pencitraan
lainnya (Siegel et al., 2018).
Jika kanker didiagnosis, studi laboratorium dan radiologis yang tepat dapat
diperoleh berdasarkan faktor risiko individu. Chest X-Ray harus diperoleh pada
semua pasien untuk menyingkirkan metastasis paru-paru sebelum pengobatan.
Radiografi dada sudah adekuat apabila digunakan pada kanker yang secara klinis
berada pada early-stage. Computerized Tomography Scan (CT-Scan) thoraks,
abdomen, dan pelvis berguna bagi kanker dengan klinis tingkat tinggi atau ketika
temuan pemeriksaan atau gejala menunjukkan penyakit stadium lanjut. CT scan
dan/atau MRI biasanya tidak diperlukan dalam pemeriksaan kanker uterus
stadium awal karena terapi lini pertama untuk sebagian besar pasien ini meliputi
operasi eksplorasi (Kasuya et al., 2013). Perluasan lokal dan penyakit metastasis,
yang memerlukan stadium yang komprehensif, dapat diprediksi dengan
menggunakan bukti klinis, termasuk penyakit serviks yang jelas dan tingkat tumor
yang tinggi pada spesimen biopsi jaringan uterus. Chiang dkk (2016)
merekomendasikan pencitraan CT dada, perut, dan panggul untuk semua sarkoma
karena risiko tinggi metastasis jauh (Siegel et al., 2018).
1. Transvaginal USG

14
Mini Referat

Sebuah prosedur yang digunakan untuk pemeriksaan pada vagina, uterus,


tuba fallopi, dan kandung kemih. Sebuah transduser USG (Probe) dimasukkan
kedalam vagina dan digunakan untuk membangkitkan gelombang suara dengan
energi tinggi (ultrasound) dari jaringan internal maupun organ dan membuat
gema. Gema berupa gambar jaringan-jaringan tubuh disebut sonogram. Kita dapat
mengidentifikasi tumor dengan melihat sonogram (National Cancer Institute,
2013; Siegel et al., 2018).

Gambar 7 Ultrasonografi transvaginal mengungkapkan tumor pada uterus ~ 3 cm


yang muncul dari daerah bawah korpus uterus sampai ke daerah atas serviks
(segitiga kuning) (Matoba et al., 2016)

Rongga rahim dan endometrium serta adneksa dapat diperiksa dengan


sangat rinci menggunakan USG transvaginal. Ultrasonografi transrektal juga
dapat memberikan informasi serupa dan berguna pada pasien lanjut usia dengan
stenosis vagina. Ultrasonografi transabdominal harus digunakan bersamaan
dengan ultrasonografi transvaginal jika uterus besar, dan untuk menghindari
hilangnya patologi ovarium atau tuba yang besar (Matoba et al., 2016; Siegel et
al., 2018).
Pemeriksaan ultrasonografi uterus harus dilakukan secara sistematis secara
bertahap. Dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal, serviks

15
Mini Referat

harus diperiksa dalam bidang sagital untuk invasi tumor ke dalam stroma serviks.
Parametria medial juga harus diperiksa, diikuti oleh seluruh corpus uteri dari
kornu sampai kornu pada bidang sagital, dan dari serviks ke fundus dalam bidang
aksial. Ukuran tumor kemudian harus diukur dan, jika mungkin, rasio Gordon
diukur pada area invasi miometrium terdalam (Matoba et al., 2016; Siegel et al.,
2018).

Endometrium normal pada wanita pascamenopause halus, biasanya


tebalnya kurang dari 1 mm, dan memiliki lapisan hipoekoik tipis di antara lapisan
tersebut dan miometrium (Gbr.8A,B). Meskipun USG dapat mendeteksi
perubahan endometrium, namun tidak spesifik dan konfirmasi histologis selalu
diperlukan. Ada kemungkinan kanker endometrium yang lebih tinggi dengan
meningkatnya ketebalan endometrium dan status pascamenopause. Secara umum,
nilai cut-off 4-5 mm merupakan indikasi karsinoma, dengan sensitivitas 96% dan
akurasi 61% berdasarkan meta-analisis oleh Smith-Bindman dkk (2010)
Selanjutnya, ekogenisitas heterogen yang disebabkan oleh area perdarahan dan
nekrosis (Gbr.1C,D) dan interfase miometrium endometrium yang tidak teratur
yang menunjukkan invasi miometrium oleh kanker mendukung diagnosis kanker
endometrium. Ultrasonografi transvaginal juga dapat mendeteksi invasi stroma
serviks (Abdaal et al., 2018).

16
Mini Referat

Gambar 8 Pemindaian ultrasound dari rahim normal (Matoba et al., 2016)


Pemindaian ultrasound transvaginal pada (A) bidang sagital (panjang) dan (B) bidang aksial
(trans) dengan endometrium ekogenik yang normal, tipis, seragam (panah) dan halo hipoekoik
subendometrium (panah padat). Pemindaian ultrasound transabdominal dari karsinoma
endometrium pada bidang sagital (C) dan bidang aksial (D). Perhatikan ekogenisitas heterogen
karena perdarahan dan nekrosis (panah putus-putus).

2. CT-Scan
CT scan adalah prosedur x-ray yang menghasilkan gambar penampang
bagian dalam tubuh secara mendetail. Pemindai CT mengambil banyak gambar
saat kamera berputar di sekitar pasien. Komputer kemudian menggabungkan
gambar-gambar ini menjadi gambar potongan tubuh Anda. Mesin akan
mengambil gambar dari banyak irisan bagian tubuh pasienyang sedang dipelajari
(Matoba et al., 2016; Siegel et al., 2018).
CT scan tidak digunakan untuk mendiagnosis kanker uterus. Tetapi
mereka dapat membantu melihat apakah kanker telah menyebar/metastasis ke
organ lain dan untuk melihat apakah kanker itu kembali lagi setelah diberikan
treatment (Matoba et al., 2016; Siegel et al., 2018).

17
Mini Referat

Gambar 9 Perbandingan CT-Scan (A: bidang sagital, B: bidang aksial) dan


MRI (C: sagital T2, D: difusi aksial-weighted) (Matoba et al., 2016)
Perbandingan pada pasien yang sama dengan karsinoma endometrium yang menyebabkan
pelebaran rongga endometrium (panah putus-putus) dan invasi miometrium yang dalam (panah
padat ). E: CT dada aksial dengan beberapa metastasis paru "cannonball" (panah putus-putus). F:
CT abdomen koronal menunjukkan beberapa metastasis kelenjar getah bening para-aorta (panah).

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Jika di sebuah negara tersedia, MRI adalah modalitas pencitraan pilihan
untuk studi anatomi panggul dan perut. MRI paling cocok untuk mendeteksi dan
mengevaluasi kanker uterus ataupun endoetrium di dalam rongga pelvis hingga
dapat melihat infiltrasi tumor ke miometrium, endoserviks, dan perluasan besar ke
parametria. Pada gambar dengan T2-weight, MRI dapat mengevaluasi salah satu
kanker uterus yang sering terjadi, yaitu kanker endometrium. Kanker
endometrium biasanya muncul dengan intensitas sinyal sedang. Tidak seperti
endometrium normal, endometrium tidak memiliki sinyal tinggi yang seragam
karena adanya selularitas yang lebih tinggi, nekrosis, dan perdarahan di dalam
tumor. Miometrium di sekitarnya terdiri dari dua lapisan yang berbeda. Lapisan
miometrium bagian dalam atau "zona junctional" berbatasan dengan endometrium
dan tampak sebagai pita sinyal rendah, sedangkan miometrium luar lebih

18
Mini Referat

bervariasi penampilannya tetapi biasanya berupa sinyal menengah (Gbr. 10).


Setelah kontras intravena, lapisan miometrium terdalam meningkat secara
seragam selama fase dinamis awal sebagai garis kontinu atau “garis
subendometrial.” Gangguan dari garis subendometrium atau pelanggaran nyata
dari zona junctional merupakan indikasi invasi miometrium. Zona junctional yang
utuh dan pita kontinu dari peningkatan subendometrial dini mengecualikan invasi
miometrium yang dalam (Kinkel et al., 2009; Rauch et al., 2014).

Gambar 10. Anatomi zona normal pada T2-weighted MRI


(A) sagital, (B) aksial, dan (C) bidang koronal menunjukkan sinyal tinggi (terang) endometrium
(panah), zona sambungan sinyal rendah (lebih gelap) atau miometrium bagian dalam (panah putih
solid ), dan sinyal tengah (abu-abu) miometrium luar (panah putus-putus).

Sensitivitas MRI untuk membedakan superfisial dari invasi miometrium


dalam bervariasi dari hampir 60%-88% dan terbatas dalam beberapa situasi
seperti invasi yang sangat superfisial pada wanita premenopause atau tumor
polipoid besar yang menonjol ke dalam kanal serviks. Kombinasi gambar
resonansi magnetik berbobot T2 dan dinamis dengan kontras yang ditingkatkan
menawarkan akurasi tinggi untuk menentukan stadium kanker endometrium
dalam kisaran 83%–91%. Kanker endometrium paling baik diperiksa pada bidang
sagital, memberikan pandangan longitudinal dari rahim dan leher rahim serta
struktur sekitarnya seperti kandung kemih, rektum, dan loop usus (Kinkel et al.,
2009)
T2-weighted MRI adalah urutan kunci untuk mengevaluasi invasi
miometrium karena menggambarkan anatomi zona uterus, dengan tumor
intensitas sinyal menengah digambarkan dengan baik terhadap zona junctional

19
Mini Referat

intensitas sinyal rendah. Minimal setidaknya dua urutan pembobotan T2 dalam


orientasi sagital, oblik aksial, atau oblik koronal (sumbu pendek dan panjang
korpus uteri) panggul dan satu urutan pembobotan T1 yang ditingkatkan yang
diperoleh pada 2 menit ±30 detik setelah pemberian intravena injeksi kontras
(Kinkel et al., 2009)
Jika invasi serviks dicurigai, direkomendasikan orientasi irisan tambahan
tegak lurus terhadap sumbu kanal endoserviks. Adanya peningkatan mukosa
serviks yang utuh tidak termasuk invasi stroma serviks. Seringkali gambar pra
operasi ini membantu tidak hanya dalam perencanaan operasi primer, tetapi juga
selama pertimbangan radioterapi ajuvan pasca operasi untuk keberadaan
divertikula atau variasi lain dalam anatomi normal (Kinkel et al., 2009)
Deteksi nodus metastatik dengan MRI mirip dengan CT scan berkualitas
tinggi dengan sensitivitas variabel mulai dari 38% hingga 89% dan spesifisitas
mulai dari 78% hingga 99%.26 Namun, DWI-MRI semakin rutin di banyak pusat,
dan kekuatan medan yang lebih tinggi 3T MRI dapat secara signifikan
meningkatkan sensitivitas mendeteksi kelenjar getah bening metastatik dengan
menggabungkan ukuran node dan nilai koefisien difusi yang tampak relatif.
heterogenitas internal, margin nodal spiculated, nekrosis, dan intensitas sinyal
yang sebanding dengan tumor primer, meningkatkan akurasi evaluasi pada pasien
dengan kanker rektum dan mungkin berlaku untuk mereka yang memiliki
karsinoma endometrium.26 DWI-MRI juga sensitif dalam mendeteksi dini
penyakit ekstrauterin dan omentum invasif (Gbr. 11) (Rauch et al., 2014).

20
Mini Referat

Gambar 11 Deposit nodular metastatik peritoneum (panah padat) ditunjukkan


pada T2 aksial (A) dan sekuens diffusion-weighted imaging (B) pada pasien yang
sama. Omental cake (panah) pada aksial T2: (C) intermediate signal: abu-abu dan
difusi terbatas yang menonjol pada pencitraan berbobot difusi; (D): high signal:
cerah (Rauch et al., 2014).

5. Stadium dan Penyebaran Karsinoma Uteri

Berdasarkan sistem FIGO penanganan karsinoma corpus uteri adalah


pembedahan (tidak seperti karsinoma serviks). Pada 1971 sistem stadium hanya
dilakukan pada pasien yang belum menjalani operasi.
STADIUM I : Tumor terbatas pada corpus (75% dari semua pasien)
IA : Invasi <1/2 dari ketebalan miometrium
IB : Invasi > 1/2 dari ketebalan miometrium
STADIUM II : Tumor menginvasi korpus dan serviks
STADIUM III : Tumor diluar uterus (bukan kandung kemih atau mukosa
usus)
IIIA : Tumor menginvasi serosa / adneksa dan/ atau sitologi
peritoneal positif
IIIB : Meluas ke vagina
IIIC : Meluas ke pelvis atau kelenjar getah bening para-aorta

21
Mini Referat

STADIUM IV : Tumor menginvasi kandung kemih atau mukosa usus /


metastasis jauh
IVA : Menginvasi mukosa kandung kemih dan / atau mukosa
usus
IVB : Metastasis jauh termasuk intra-abdomen dan/ atau
kelenjar getah bening inguinal

Gambar 12 Stadium carcinoma corpus uteri FIGO (FIGO, 2009)

Semua stadium dikelompokkan menurut diferensiasi histologis:

22
Mini Referat

G1 Adenocarcinoma yang berdiferensiasi baik


G2 Adenocarcinoma yang berdiferensiasi moderate dengan setengah bagian
solid
G3 Adenocarcinoma yang berdiferensiasi buruk (dominan solid) atau
undifferentiated.
Tabel 2 Staging FIGO Karsinoma Uteri (FIGO, 2018)

6. Penatalaksanaan
6.1. Pembedahan
Operasi harus dilakukan pada semua jenis kanker uterus terlepas dari
jenisnya jika terdapat kemungkinan reseksi tumor primer. Pembedah primer
mempunyai tingkat kesembuhan yang lebih tinggi dari radioterapi radikal khusus
untuk pengobatan utama kanker uterus (Sorbe et al., 2013; FIGO, 2018).
Stadium I dan II
Pembedahan merupakan pilihan yang disarankan, histerektomi totalis,
salpingo-ooforektomi bilateral, bilasan peritonium dan/atau pengangkatan
kelenjar getah bening pelvis dan para aorta dalam kasus-kasus tertentu.
Limfadenektomi dulu belum merupakan bagian pembedahan standar. Mungkin
ada situasi dimana histerektomi Wertheim dan limfadenektomi pelvis dapat
dipertimbangkan. Histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan dimana

23
Mini Referat

kontraindikasi utamanya adalah pembedahan pada abdomen (Sorbe et al., 2013;


FIGO, 2018).

6.2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan energi dan partikel-partikel x-ray yang tinggi
untuk membunuh sel-sel yang abnormal. Pemberian radioterapi mempunyai
waktu-waktu tertentu. Indikasi untuk kombinasi radioterapi pasca-operasi (FIGO,
2018):
• Tumor grade 3
• invasi miometrium> 1/2
• Stadium II atau lebih
• Keterlibatan kelenjar getah bening
• Teknik Radioterapi
a) terapi sinar eksternal untuk seluruh pelvis: 3 atau 4 bidang 'brick'
menggunakan 9 atau 16 MeV foton (seperti untuk karsinoma serviks)
Dosis: 4500cGy dalam 20 fraksi selama 4 minggu
b) Cesium vagina menggunakan 'line source’ dengan Dosis: 3000cGy pada
mukosa vagina dalam waktu sekitar 8 jam.

6.1.1. Radioterapi Primer


Stadium I dan II
Pasien yang tidak dapat dilakukan operasi dapat diobati dengan radioterapi
primer, biasanya menggunakan cesium intracavitary dengan radikal, diberikan
dua kali dalam seminggu secara terpisah (FIGO, 2018).
Stadium III dan IV
Radioterapi adalah pilihan pengobatan pada stadium ini. Kemoterapi juga
dapat dipertimbangkan. Pengobatan bersifat individual dan biasanya diberikan
untuk paliatif terbaik. Ketika ekstensi ditemukan di luar uterus pada saat operasi,
mungkin dapat dilanjutkan dengan TAH dan BSO dan diberikan radioterapi pasca
operasi seperti pada stadium I dan II (FIGO, 2018).
6.1.2. Radioterapi Paliatif
Cesium Intracavitary pada pemberian tunggal akan mengontrol
perdarahan. Pasien yang berulang atau metastasis dan terdapat gejala lokal juga

24
Mini Referat

dapat diberikan radioterapi paliatif (FIGO, 2018).

6.3. Terapi Hormon


Sel-sel normal di endometrium responsif terhadap hormon wanita estrogen
dan progesteron. Dalam beberapa kasus kanker endometrium, menggunakan
progesteron memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker. Pengobatan ini
digunakan jika kanker telah menyebar dari uterus ke bagian tubuh yang lain.
Saat ini terdapat sedikit peran terapi hormon dalam pengobatan primer atau
adjuvan pada kanker endometrium. Pada pasien yang tidak dapat dilakukan
pembedahan atau radioterapi pada saat dilakukan diagnosis atau yang mengalami
metastasis, pengobatan dengan progesteron harus dipertimbangkan, dapat
diberikan Megestrol 160 mg setiap hari atau medroxyprogesterone acetate (MPA)
200 mg atau 400 mg setiap hari. Terapi hormon dapat menyebabkan remisi jangka
panjang pada kanker endometrium. Analog GnRH atau inhibitor aromatase dapat
menjadi terapi hormonal lini kedua yang efektif setelah apabila terapi dengan
progestogen gagal (FIGO, 2018).

6.4. Kemoterapi Adjuvan


Kemoterapi adjuvant bukan merupakan penanganan radikal untuk kanker
endometrial endometriod. Beberapa percobaan lebih lanjut menggunakan
kombinasi antara kemoterapi dengan radioterapi. Dosis tunggal atau kombinasi
dari carboplatin/ cisplatin, doxorubin dan paclitaxel memberikan respon yang
lambat pada kanker endometrial digunakan pada stadium lanjut dari tumor ini
(stadium IIIA, clear cell, karsinoma uterus yang serius, dan karsinosarkoma)
setelah operasi dapat menggunakan carboplatin dan taxol. Apabila terjadi
metastasis ke pelvis dan kelenjar para aorta juga harus diberikan radioterapi
adjuvant (Anwar et al., 2011; FIGO, 2018).
Pasien yang sudah berulang dan mengalami metastasi dan tidak paliatif
dengan radioterapi atau pengobatan dengan hormon dapat dipertimbangkan untuk
diberikan dosis tunggal atau kemoterapi dengan kombinasi sitotoksik Taxol /
Carboplatin 4 siklus grade tinggi (FIGO, 2018).

25
Mini Referat

7. Follow-up
7.1. Setelah Pembedahan
Pemeriksaan pasca-operasi setelah enam minggu. Pemeriksaan selanjutnya
3 bulan pada 1 tahun pertama, 6 bulan pada 2 tahun berikutnya dan setiap tahun
sampai 5 tahun. Jika setelah 5 tahun hasilnya baik, hasil pap smear tidak
mempunyai indikasi untuk penanganan kanker uterus (Sorbe et al., 2013).

7.2. Setelah Radioterapi


Setelah radioterapi selesai, semua pasien harus menggunakan dilator
vagina sampai epitel vagina sembuh (biasanya satu bulan setelah kemoterapi)
untuk mencegah stenosis vagina. Follow up setelah pengobatan dalam klinik
onkologi, setiap 3 bulan selama 2 tahun, kemudian setiap 6 bulan selama 5 tahun.
Jika setlah 5 tahun hasilnya baik dan tidak terdapat morbiditas dengan
penanganan bisa dilakukan kuisioner GP (FIGO, 2018).

8. Penanganan Apabila Terjadi Rekurensi


Rekurensi adalah ketika kanker muncul kembali setelah mendapatkan
penanganan. Kanker bisa mengalami rekurensi karena bagian kecil dari sel kanker
tidak terdeteksi dalam tubuh setelah pengobatan. Lama kelamaan, sel-sel tersebut
dapat berkembang biak dan bertambah besar, diperlukan tes untuk
mengidentifikasinya. Tergantung dari jenis kankernya, bisa mengalami rekurensi
setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan setelah beberapa tahun setelah
kanker primernya diobati (Anwar et al., 2011).
Rekurensi dapat terjadi secara lokal (mengenai bagian yang sama pada
tubuh pada lokasi kanker primer), regional (muncul kembali dekat dengan daerah
kanker primer), atau jauh (mengenai bagian lain dari tubuh). Pada kanker
karsinoma korpus uteri rekurensi bisa terjadi pada vagina, pelvis atau intra
abdomen yang paling sering terkena yaitu peritoneum, paru-paru dan hepar
(Anwar et al., 2011).
Biasanya tidak ada gejala, hasilnya bisa dilihat pada pap smear yang
abnormal. Tapi biasanya juga pasien datang dengan perdarahan pada vagina atau

26
Mini Referat

spotting diantara menstruasi, atau kapan saja pada wanita yang sudah mengalami
menopause, kadang-kadang pasien juga merasa nyeri pada pelvis (Anwar et al.,
2011).
Penanganan pada karsinoma korpus uteri yang mengalami rekurensi dapat
dilakukan sendiri: Pembedahan, radioterapi, hormon dan/ atau kemoterapi dapat
digunakan. Rekurensi yang bersifat lokal dapat diintervensi dengan pembedahan,
Pasien yang belum mendapatkan radioterapi dapat dipertimbangkan untuk
radioterapi. Dosis yang dianjurkan 5000cGy ke mukosa vagina dalama sekali
insersi (Anwar et al., 2011).

27
Mini Referat

DAFTAR PUSTAKA

Creasman, F Odicino, et al. 2011. Carcinoma of the corpus uteri : Figo annual
Report.

C.Jing Wang et al., (2013). Uterine cancer juni. from


http://emedicine.medscape.com/article/258148-overview , 2014

National Cancer Institute (2013). Uterine Sarcoma Treatment. From


http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/uterinesarcoma/, June
2014

Wang, K.M. Hartzfeld and M. Hughes. 2008. Atlas of Staging in Gynecological


Cancer. Endometrial cancer. 18-19.

Anwar, Mochmad, et al. 2011. Ilmu kandungan, edisi 3. Kanker Korpus uteri.
Jakarta : PT. Bina pustaka Sarwono Prwihardjo.

Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2018. CA Cancer J


Clin. 2018; 68: 7– 30.

Kinkel K, Forstner R, Danza FM, et al. Staging of endometrial cancer with MRI:


Guidelines of the European Society of Urogenital Imaging. Eur
Radiol. 2009; 19: 1565– 1574.

Rauch GM, Kaur H, Choi H, et al. Optimization of MR imaging for pretreatment


evaluation of patients with endometrial and cervical
cancer. Radiographics. 2014; 34: 1082– 1098

Sohaib SA, Houghton SL, Meroni R, Rockall AG, Blake P, Reznek


RH. Recurrent endometrial cancer: Patterns of recurrent disease and
assessment of prognosis. Clin Radiol. 2007; 62: 28– 34; discussion 35–36

Creasman WT, Odicino F, Maisonneuve P, Quinn MA, Beller U, Benedet JL, et


al. Carcinoma of the corpus uteri. FIGO 26th Annual Report on the

28
Mini Referat

Results of Treatment in Gynecological Cancer. International journal of


gynaecology and obstetrics: the official organ of the International
Federation of Gynaecology and Obstetrics. 2006;95 Suppl 1:S105–43

Creasman WT, Ali S, Mutch DG, Zaino RJ, Powell MA, Mannel RS, et
al. Surgical-pathological findings in type 1 and 2 endometrial cancer: An
NRG Oncology/Gynecologic Oncology Group study on GOG-210
protocol. Gynecol Oncol. 2017;145(3):519–25

Cote ML, Alhajj T, Ruterbusch JJ, Bernstein L, Brinton LA, Blot WJ, et al. Risk
factors for endometrial cancer in black and white women: a pooled
analysis from the Epidemiology of Endometrial Cancer Consortium
(E2C2). Cancer causes & control : CCC. 2015;26(2):287–96

Matoba, Y., Kisu, I., Saotome, K., Katayama, M., Taniguchi, M., Miura, Y., Goto,
T. and Hirao, N., 2016. Clear cell carcinoma of the lower uterine segment:
A case report. Molecular and Clinical Oncology, 5(6), pp.701-704.

FIGO - Amant, F., Mirza, M., Koskas, M. and Creutzberg, C., 2018. Cancer of the
corpus uteri. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 143,
pp.37-50.

FIGO - Abu-Rustum, N., Zhou, Q., Iasonos, A., Alektiar, K., Leitao, M., Chi, D.,
Sonoda, Y., Soslow, R., Hensley, M. and Barakat, R., 2011. The Revised
2009 FIGO Staging System for Endometrial Cancer: Should the 1988
FIGO Stages IA and IB Be Altered?. International Journal of
Gynecologic Cancer, 21(3), pp.511-516.

29

Anda mungkin juga menyukai