Anda di halaman 1dari 71

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA

PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RUMAH


SAKIT UMUM ANWAR MEDIKA SIDOARJO
BULAN JANUARI –DESEMBER 2020

Oleh
Alfan Caisar Ridho Prasetya
17010100002

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


STIKES RUMAH SAKIT UMUM ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2021
LEMBAR PENGESAHAN
GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT UMUM ANWAR MEDIKA
BULAN JANUARI – DESEMBER 2020

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Oleh :

Alfan Caisar Ridho Prasetya


17010100002

Sidoarjo, Juni 2021


Telah dipertahankan di depan tim penguji
dan dinyatakan memenuhi syarat.

Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Achvrida Mega Charisma, S.Si.,M.Si Dr. Hj. Farida Anwari, M.PH., M.M
NIDN. 0713069102 NIDN. 0712019101

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Khoirun Nisyak, SSi., M.Si Elis Anita Farida, S.Kep.,Ns., M.M


NIDN. 0712019101 NIDN. 0729098603

Ditetapkan : Sidoarjo
Tanggal : Juni 2021

Mengetahui,
Ketua Program Studi
DIII Teknologi Laboratorium Medis

Eviomita Rizki Amanda, S.Si., M.Sc


NIDN. 0713049102
LEMBAR PENGESAHAN
GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT UMUM ANWAR MEDIKA
BULAN JANUARI – DESEMBER 2020

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Oleh :

Alfan Caisar Ridho Prasetya


17010100002

Sidoarjo, Juni 2021


Telah dipertahankan di depan tim penguji
dan dinyatakan memenuhi syarat.

Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Achvrida Mega Charisma, S.Si.,M.Si Dr. Hj. Farida Anwari, M.PH., M.M
NIDN. 0713069102 NIDN. 0712019101

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Khoirun Nisyak, SSi., M.Si Elis Anita Farida, S.Kep.,Ns., M.M


NIDN. 0712019101 NIDN. 0729098603
Ditetapkan : Sidoarjo
Tanggal : Juni 2021

Mengetahui,
Ketua Program Studi
DIII Teknologi Laboratorium Medis

Eviomita Rizki Amanda, S.Si., M.Sc


NIDN. 0713049102
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Alfan Caisar Ridho Prasetya

Nomor Induk Mahasiswa : 17010100002

Program Studi : D-III Analis Kesehatan

Judul Tugas Akhir : Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Penderita


Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Anwar
Medika Sidoarjo Bulan Januari – Desember 2020

Dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data rekam
Rumah Sakit umum Anwar Medika Sidoarjo yang diolah untuk menjadi karya
tulis ilmiah, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
Ahli Teknologi Laboratorium Medis di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat
karena kutipan yang ditulis, disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena dalam tugas akhir
ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma III Analis Kesehatan
STIKES RSU Anwar Medika Sidoarjo dan bukan menjadi tanggung jawab
pembimbing.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Sidoarjo, Juni 2021


Yang membuat pernyataan

Alfan Caisar Ridho Prasetya


17010100002
GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT UMUM ANWAR MEDIKA
BULAN JANUARI – DESEMBER 2020

ABSTRAK
Prasetya, Alfan, C.R; 2021; GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA
PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT UMUM
ANWAR MEDIKA BULAN JANUARI – DESEMBER
2020. Skripsi. Program Studi Diploma Analisis Kesehatan, STIKES
Anwar Medika.

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit tidak menular yang dapat


menimbulkan resiko bagi kesehatan. Diabetes mellitus dapat menimbulkan tanda
dan gejala khas berupa poliuria, polidipsia, dan polifagia. Indonesia merupakan
negara di Asia Tenggara yang merupakan ras berisiko untuk terkena Diabetes
Mellitus. Komplikasi Diabetes Mellitus dapat mengurangi kualitas hidup pasien.
Diagnosis Diabetes Mellitus ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
juga pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ataupun 2-jam pembebanan
menggunakan enzimatik. Pemantauan kadar glukosa darah penting dilakukan
untuk meminimalisasi komplikasi. Kadar gula darah dapat dipantau menggunakan
alat point of care testing atau Gula Darah Sewaktu dengan sampel darah kapiler.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar glukosa darah
penderita Diabetes Mellitus pada bulan Januari sampai Desember 2020 di RS.
Anwar Medika. Hasil uji univariat menggunakan 55 sampel rekam medis pasien
Diabetes Mellitus didapatkan bahwa jenis kelamin didominasi perempuan 65%
dan laki – laki 35%, sedangkan dari segi usia didominasi usia lansia awal 58%
dan dewasa akhir 42% dengan rentang kadar gula darah didominasi 200 –
300mg/dL 64%, 300 – 400mg/dL 33%, dan >400mg/dL sebanyak 3%.

Kata kunci: GDS, GDP, Diabetes Mellitus (DM).


IMAGE OF BLOOD GLUCOSE LEVELS IN MELLITUS DIABETES IN
ANWAR MEDIKA GENERAL HOSPITAL LABORATORY
JANUARY - DECEMBER 2020

ABSTRACT
Prasetya, Alfan, C.R; 2021; IMAGE OF BLOOD GLUCOSE LEVELS IN
MELLITUS DIABETES IN ANWAR MEDIKA GENERAL HOSPITAL
LABORATORY JANUARY - DECEMBER 2020. Final
Project. Diploma of Medical Analysist Study Program, STIKES
Anwar Medika.

Diabetes mellitus is a non-communicable disease that can pose a risk to health.


Diabetes mellitus can manifest as a typical signs and symptoms: polyuria,
polydipsia, and polyphagia. Indonesia is a country in Southeast Asia which is a
race at risk for developing Diabetes Mellitus. Complications of Diabetes Mellitus
can reduce the patient's quality of life. The diagnosis of Diabetes Mellitus is
established through anamnesis, physical examination, and also fasting blood
glucose levels or 2-hour-glucose-loading using enzymatic lab. Monitoring blood
glucose levels is important to minimize complications. Blood sugar levels can be
monitored using a point of care testing device with a capillary blood sample. This
study aims to determine the description of blood glucose levels of people with
Diabetes Mellitus from January to December 2020 at the Anwar Medika General
Hospital. The results of the univariate test using 55 samples of medical records of
patients with Diabetes Mellitus found that gender was dominated by 65% female
and 35% male, while in terms of age, it was dominated by early elderly age 58%
and late adulthood 42% with blood sugar levels dominated by 200-300mg/dL
64%, 300 – 400mg/dL 33%, and >400mg/dL as much as 3%.

Keywords: GDS, GDP, Diabetes mellitus (DM)


MOTTO

Bahagia bukan milik Anda yang hebat dalam


segalanya, namun Anda yang mampu temukan hal
sederhana dalam hidup Anda dan tetap bersyukur.
PERSEMBAHAN

Karya tulis ilmiah saya persembahkan:

1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya.

2. Ibuku tercinta dan tersayang atas ketulusan dan kesabaran dalam

memberikan semangat dan doanya hingga almarhumah yang sangat terukir

dalam jiwa dan ragaku tak pernah aku lupa hingga akhir hayatku.

3. Ayahku tercinta dan tersayang selalu memberi, membantu moril maupun

spiritual dalam menyelesaikan tugas tanpa jenuh.

4. Ibu Nining yang memberi semangat dan dorongan dalam di setiap langkah

– langkahku.

5. Adikku tersayang yang memberi semangat dan energi di kala aku merasa

lelah, letih dan jenuh.


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL.................................................................................................i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
ABSTRACT............................................................................................................vi
MOTTO .............................................................................................................vii
PERSEMBAHAN.................................................................................................viii
KATA PENGANTAR.............................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................5
2.1 Kadar Glukosa Darah.....................................................................................5
2.1.1 Glukosa ............................................................................................... 6
2.1.1.1 Ambilan Glukosa pada Sistem Pencernaan Manusia .............. 8
2.1.1.2 Biosintesis Glukosa ............................................................... 10
2.1.1.3 Degradasi Glukosa ................................................................ 11
2.1.2 Relevansi Klinis Glukosa Darah ....................................................... 13
2.2 Definisi Diabetes Melitus.............................................................................15
2.3 Tipe Diabetes Melitus...................................................................................18
2.3.1 Tipe 1 - Insulin Dependent Dibetes (IDDM).......................................18
2.3.2 Tipe 2 - NonInsulin Dependent Dibetes (IDDM)................................18
2.3.3 Diabetes Mellitus Tipe Lainnya ..........................................................19
2.5 Manifestasi Klinis dan Komplikasi Diabetes Mellitus.................................24
2.6 Epidemiologi Diabetes Mellitus...................................................................29
2.7 Patofisiologi Diabetes Mellitus....................................................................24
2.8 Diagnosis Diabetes Mellitus.........................................................................29
2.9 Jenis Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah.....................................................35
2.9.1 Glukosa Darah Sewaktu......................................................................35
2.9.2 Glukosa Darah Puasa..........................................................................35
2.9.3 Glukosa Darah 2-jam Setelah Makan (OGTT)...................................35
2.10 Upaya Pencegahan Diabetes.........................................................................35
2.10.1 Pencegahan Primer.........................................................................35
2.10.2 Pencegahan Sekunder.....................................................................35
2.10.3 Pencegahan Tersier.........................................................................35
2.11 Glukosa Darah..............................................................................................35
2.11.1 Definisi...........................................................................................35
2.11.2 POCT dan Spektofotometri............................................................35
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................38
3.1. Kerangka Konsep Penelitian........................................................................38
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................39
3.3 Alat dan Bahan.............................................................................................39
3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi..........................................................39
3.5 Tahapan Penelitian........................................................................................39
3.6 Diagram Alur Prosedur Kerja.......................................................................41
3.7 Alur Prosedur Kerja......................................................................................41
3.8 Prosedur Kerja..............................................................................................41
3.9 Analisis Data ................................................................................................41
BAB IV HASIL PENELITIAN ..........................................................................43
4.1 Data pasien yang teridentifikasi diabetes mellitus di RSU Anwar Medika..43
4.2 Pembahasan ..................................................................................................45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................50
5.1 Kesimpulan...................................................................................................50
5.2 Saran ............................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52
LAMPIRAN GAMBAR ALAT – ALAT PEMERIKSAAN.............................57
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktu Kimiawi Glukosa ......................................................... 07


Gambar 2.2 Rantai Proses Glukoneogenesis ................................................ 11
Gambar 2.3 Proses Glikolisis Aerob dan Anaerob ....................................... 12
Gambar 2.4 Egrogious Eleven ...................................................................... 25
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................38
Gambar 3.2 Diagram Alur Prosedur Kerja ................................................... 41
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Jenis Kelamin Reponden .............................. 43
Gambar 4.2 Grafik Distribusi Usia Reponden ............................................. 44
Gambar 4.3 Grafik Rentang Gula Darah ...................................................... 44
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggolongan Diabetes dan Intoleransi Glukosa WHO ............... 30


Tabel 4.1 Distribusi Jenis Kelamin Reponden .............................................. 43
Tabel 4.2 Distribusi Usia Reponden ............................................................. 43
Tabel 4.3 Distribusi Rentang Gula Darah .................................................... 44
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa diatas

normal. Dimana kadar glukosa darah diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang

diproduksi oleh pankreas. Penyakit diabetes dapat menyerang siapa saja. Tua muda,

kaya-miskin atau kurus-gemuk. Jumlah kasus dan prevalensinya di dunia terus

meningkat 30 - 80% dari tahun 2016 sampai dengan 2019 terakhir (WHO,2016),

(WHO, 2019). Menurut (Inlodatin,2020), prevalensi Diabetes Mellitus nasional

adalah sebesar 10,7% atau sekitar 10,7 juta orang Indonesia terkena diabetes mellitus.

Obesitas merupakan salah satu penyakit tidak menular yang dapat menimbulkan

resiko bagi kesehatan. Berdasarkan profil data kesehatan provinsi Jawa Timur

(Dinkes Jatim,2018), prevalensi obesitas yang diperiksa sebesar 16% atau sekitar

1.163.118 juta penduduk. Sedangkan yang terkena obesitas di Kabupaten Sidoarjo,

berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Sidoarjo (Dinkes Sidoarjo,2018), sebesar

37,80% atau sebanyak 98.442 penduduk. Obesitas merupakan salah satu faktor resiko

terkena diabetes mellitus. Diabetes mellitus dapat menimbulkan tanda dan gejala jika

tidak terdeteksi secara dini, tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah meningkatnya

frekuensi buang air kecil, rasa haus berlebihan, penurunan berat badan, kelaparan,

kulit jadi bermasalah, penyembuhan lambat, infeksi jamur, iritasi genital, keletihan

dan mudah tersinggung, pandangan yang kabur, dan kesemutan atau mati rasa. Tanda

dan gejala yang tidak terdiagnosis maka akan menimbulkan komplikasi dikarenakan
Ketika terlalu banyak gula menetap dalam aliran darah untuk waktu yang lama, hat

itu dapat mempengaruhi pembuluh darah, saraf, mata, ginjal dan sistem

kardiovaskular. Komplikasi termasuk serangan jantung dan stroke, infeksi kaki yang

berat (menyebabkan gangren, dapat mengakibatkan amputasi), gagal ginjal stadium

akhir dan disfungsi seksual. Setelah 10-15 tahun dari waktu terdiagnosis, prevalensi

semua komplikasi Diabetes meningkat tajam (P2PTM Kementrian Kesehatan,2018).

Diagnosa diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium

dengan cara melakukan tes kadar gula darah sewaktu, kadar gula puasa, dan tes

lanjutan lainnya. Kadar gula adalah terjadinya suatu peningkatan setelah makan dan

mengalami penurunan di waktu pagi hari bangun tidur. Bi1a seseorang dikatakan

mengalami hyperglycemia apabila keadaan kadar gula dalam darah jauh diatas nilai

normal, sedangkan hypoglycemia suatu keadaan kondisi dimana seseorang

mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal (Richard & Rudy,

2015). Menurut American Diabetes Association ((ADA),2019), Diabetes mellitus

memiliki Klasifikasi yang berdasarkan pada etiologi penyakit dan terdapat empat

kategori diabetes yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan

diabetes akibat penyakit lainnya.

Hasil data observasi penelitian July dkk. (2013), faktor risiko hipertensi pada

pasien DM tipe 2 sebanyak 60.1% dari sampel atau sebanyak 153 kasus mengalami

kadar gula darah sewaktu tinggi sebanyak 77,1% sisanya dalam batas normal (July et

al., 2013). Kemudian Penelitian kadar ureum dan kreatinin, pada pasien DM tipe 2

terjadi peningkatan pada wanita , hasil kadar ureum yang tinggi pada wanita

berjumlah 70% dari total keseluruhan sampel (Valentina et al., 2019). Hasil
penelitian lainnya oleh Putra dan Fuad (2018) menunjukkan 10 pasien DM dengan

komplikasi gagal ginjal memiliki hemoglobin di rentang 10.1 – 11.0gr/dL (Putra dan

Fuad, 2018).

RSU Anwar Medika merupakan rumah sakit umum yang berlokasikan di Jl.

Raya By Pass Krian KM 33 Balong Bendo Krian Sidoarjo (Mukhamad, 2016). RSU

Anwar Medika pada bulan Januari – Desember 2020 telah melayani lebih dari 1000

pasien DM. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait gambaran klinis pasien

DM di RSU Anwar Medika. Penulis mengambil data di RSU Anwar Medika

mempergunakan rekam medik dimana data tersebut dipergunakan untuk penelitian

sebagai “Gambaran Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di

Rumah Sakit Umum Anwar Medika Sidoarjo Bulan Januari – Desember 2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini memiliki rumusan masalah:

1. Bagaimana gambaran pemeriksaan kadar glukosa darah penderita diabetes

melitus di Rumah Sakit Umum Anwar Medika Kabupaten Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Mengetahui data pemeriksaan kadar glukosa darah pada pasien di Laboratorium

Rumah Sakit Umum Anwar Medika Kabupaten Sidoarjo.


1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat praktis dan keilmuan diantaranya:

1. Sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program Diploma III Analis

Kesehatan STIKES Rumah Sakit Umum Anwar Medika Sidoarjo Jawa Timur.

2. Penambah wawasan serta pemahaman tentang pemeriksaan kadar glukosa darah

dan variasi hasilnya pada pasien Diabetes Mellitus

3. Informasi kepada sejawat tenaga laboratorium kesehatan mengenai gambaran

kadar glukosa darah pada penyakit diabetes mellitus beserta karakteristiknya

khususnya di RSU Anwar Medika/


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kadar Glukosa Darah

Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah. Kadar

gula darah digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk penentuan diagnosis,

pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik dengan bahan

darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat

menggunakan pemeriksaan gula darah kapiler dengan glukometer (PERKENI, 2011).

Kadar glukosa darah merupakan faktor yang sangat penting untuk kelancaran

kerja tubuh. Pengaruh berbagai faktor dan hormon insulin yang dihasilkan kelenjar

pankreas disesuaikan oleh kerja liver dalam mengatur kadar glukosa dalam darah.

Bila kadar glukosa dalam darah meningkat sebagai akibat naiknya proses pencernaan

dan penyerapan karbohidrat, maka oleh enzim-enzim tertentu glukosa diubah menjadi

glikogen. Proses ini hanya terjadi di dalam hati dan dikenal sebagai glikogenesis.

Sebaliknya, bila kadar glukosa menurun, glikogen diuraikan menjadi glikosa. Proses

ini dikenal sebagai glikogenolisis, yang selanjutnya mengalami proses katabolisme

menghasilkan energi (dalam bentuk energi kimia, ATP). Kadar normal glukosa puasa

dalam darah adalah 70-110 mg/dl (Koestadi, 1989).

Kadar glukosa yang tinggi merangsang pembentukan glikogen dari glukosa,

sintesis asam lemak dan kolesterol dari glukosa. Kadar glukosa darah yang tinggi

dapat mempercepat pembentukan trigliserida dalam hati. Trigliserida merupakan

salah satu bagian komposisi lemak yang ada dalam tubuh, dimana jika kadar
trigliserida dalam batas normal mempunyai fungsi yang normal dalam tubuh, semisal

sebagai sumber energi (Ekawati, 2012).

2.1.1 Glukosa

Glukosa ialah bentuk monosakarida dengan rumus C6H12O6. Glukosa merupakan

monosakarida yang paling melimpah di Alam. Glukosa juga merupakan aldoheksosa

yang paling banyak digunakan pada sebagian besar organisme hidup, tak terkecuali

manusia. Glukosa memiliki kecenderungan yang lebih rendah daripada aldoheksosa

lain untuk bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amina protein. Hal tersebut

secara alamiah terjadi sehingga banyak organisme menggunakan glukosa sebagai

bahan baku metabolismenya (John et al., 2012).

Glukosa diproduksi oleh tanaman melalui fotosintesis menggunakan sinar

matahari, air dan karbon dioksida sehingga dapat digunakan oleh semua organisme

hidup sebagai sumber energi dan karbon. Namun sebagian besar glukosa tidak

terdapat dalam bentuk bebasnya, melainkan dalam bentuk polimernya, yaitu laktosa,

sukrosa, starch dan lain-lain yang merupakan zat cadangan energi. Glukosa juga

terdapat pada selulosa dan kitin yang merupakan komponen dinding sel pada

tumbuhan atau jamur. Polimer tersebut terdegradasi menjadi glukosa menggunakan

berbagai enzim selama proses pencernaan makanan secara kimiawi di dalam saluran

pencernaan (Thorens et al., 2015). Pada manusia dewasa, terdapat sekitar 18 g

glukosa, di antaranya sekitar 4 g terdapat dalam darah. Manusia akan tetap

memertahankan kadar glukosa stabil mengingat beberapa organ, salah satunya otak,

yang hanya dapat memroses glukosa sebagai bahan baku metabolisme sel neuron agar

sel neuron dapat memertahankan integritas dan tidak mengalami lisis. Setidaknya,
sekitar 180 hingga 220 g glukosa diproduksi di hati orang dewasa dalam 24 jam. Hal

tersebut (John et al., 2012).

Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel manusia. Glukosa terbentuk

dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui makanan. dan disimpan sebagai glikogen di

hati dan otot. Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen.

Faktor endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon dan kortisol

sebagai sistem reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan

jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas yang dilakukan (Lestari dkk., 2013).

Jika tubuh tidak mempunyai insulin, tak ada cara untuk mengendalikan glukosa

di dalam darah, maka seseorang berada pada suatu kesusahan besar. Semua glukosa

dari makanan akan tinggal di dalam darah, dan kadar gula darah akan sangat tinggi

sehabis makan, dan seseorang itu akan merasa sangat sakit. Bahkan seseorang itu bisa

menjadi tidak sadarkan diri. Tubuh tak mampu mengatasi gula yang berlebihan di

dalam darah seperti itu dalam suatu ketika terjadilah yang disebut dengan

hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) (Purnamasari, 2009).

Gambar 2.1 Struktur kimiawi Glukosa (Thorens et al., 2015)


2.1.1.1 Ambilan Glukosa pada Sistem Pencernaan Manusia

Glukosa yang tertelan awalnya berikatan dengan reseptor rasa manis di lidah

manusia. Kompleks protein Taste receptor type 1 member-2 (T1R2) dan T1R3

kemudian memungkinkan papila lidah mengidentifikasi sumber makanan yang

mengandung glukosa. Sumber glukosa pada manusia utamanya, sekitar 300 g per hari

pasokan glukosa tubuh diproduksi dari hasil pemecahan makanan, walaupun seperti

yang sebelumnya telah dijelaskan beberapa organ tubuh seperti liver mampu

menyintesis glukosa. Pada manusia, pemecahan polisakarida terjadi selama proses

pencernaan kimiawi melalui perantara enzim amilase yang terkandung dalam air liur,

serta oleh maltase, laktase, dan sukrase pada brush border usus kecil.

Glukosa adalah bahan penyusun banyak karbohidrat dan enzim dapat

mengekstrak glukosa dari bentukan kompleksnya. Glukosidase, subkelompok

glikosidase, pertama mengkatalisis hidrolisis polisakarida yang mengandung glukosa

rantai panjang, menghilangkan glukosa terminal. Pada gilirannya, disakarida sebagian

besar didegradasi oleh glikosidase spesifik menjadi glukosa. Nama-nama enzim

pendegradasi sering kali diturunkan dari poli- dan disakarida tertentu. Misal, untuk

degradasi rantai polisakarida terdapat enzim amilase (dinamai amilosa, komponen

pati), selulase (dinamai selulosa), kitinase (dinamai kitin) dan banyak lagi.

Selanjutnya untuk pembelahan disakarida terdapat enzim maltase, laktase, sukrase,

trehalase dan lain-lain. Berbeda dengan ruminansia, manusia tidak menghasilkan

selulase, kitinase, dan trehalase, tetapi bakteri dalam flora usus melakukannya.
Dalam kaitannya dengan Diabetes Melitus, proses penyerapan glukosa pada

tubuh manusia menjadi kunci yang harus dipahami. Proses keluar masuknya glukosa

dari membran sel dan membran kompartemen sel dibutuhkan sebuah protein transpor

khusus. Di usus halus (lebih tepatnya di jejunum), glukosa diambil ke dalam sel epitel

usus dengan bantuan transporter glukosa (GLUT) melalui mekanisme transpor aktif

sekunder yang disebut symport ion natrium-glukosa melalui natrium/kotransporter

glukosa 1. Transfer lebih lanjut terjadi pada sisi basolateral sel epitel usus melalui

transporter glukosa GLUT2. Selain itu, GLUT2 juga berperan dalam penyerapan

glukosa ke dalam sel hati, sel ginjal, sel pulau Langerhans, sel saraf, astrosit, dan

tanycytes. Glukosa memasuki hati melalui vena portae dan disimpan di sana sebagai

glikogen seluler. Di dalam sel hati, glukosa difosforilasi oleh glukokinase pada posisi

6 menjadi glukosa-6-fosfat, yang tidak dapat meninggalkan sel. Dengan bantuan

glukosa-6-fosfatase, glukosa-6-fosfat diubah kembali menjadi glukosa secara

eksklusif di hati, dan akan terus tersedia untuk mempertahankan konsentrasi glukosa

darah yang cukup. Di sel lain, penyerapan terjadi dengan transpor pasif melalui salah

satu dari 14 protein GLUT.

Pengangkut glukosa GLUT1 diproduksi oleh sebagian besar jenis sel dan

sangat penting bagi sel saraf dan sel pankreas. Kemudian, GLUT3 diekspresikan

dalam sel saraf. Glukosa dari aliran darah diambil oleh GLUT4 dari sel-sel otot (dari

otot rangka dan otot jantung) dan sel-sel lemak. GLUT14 dibentuk secara eksklusif di

testis. Kelebihan glukosa dipecah dan diubah menjadi asam lemak, yang disimpan

sebagai triasilgliserida. Di ginjal, glukosa dalam urin diserap melalui SGLT1 dan
SGLT2 di membran sel apikal dan ditransmisikan melalui GLUT2 di membran sel

basolateral. Sekitar 90% reabsorpsi glukosa ginjal melalui SGLT2 dan sekitar 3%

melalui SGLT1. Transpor glukosa dalam organ manusia bergantung pada transporter

glukosa, jika terjadi imbalansi pada keadaan Diabetes Mellitus, maka terdapat

disregulasi pada sistem transporter glukosa khususnya dalam proses pemasukan

glukosa ke dalam sel yang terinduksi insulin.

2.1.1.2 Biosintesis Glukosa

Pada tumbuhan dan beberapa prokariota, glukosa adalah produk fotosintesis.

Tidak seperti manusia yang tidak mampu berfotosintesis. Manusia, dan eukoariota

liannya, memiliki jalur metabolisme yang dimulai dengan molekul yang mengandung

dua sampai empat atom karbon (C) dan berakhir pada molekul glukosa yang

mengandung enam atom karbon disebut glukoneogenesis. Pada manusia,

glukoneogenesis terjadi di hati dan ginjal. Di hati sekitar 150 g glikogen disimpan,

sedangkan otot rangka sekitar 250 g. Namun, glukosa yang dilepaskan dalam sel otot

pada saat pemecahan glikogen tidak dapat langsung dikirim ke sirkulasi karena

glukosa harus terlebih dahulu difosforilasi oleh heksokinase. Setelah menjadi glukosa

dengan enam karbon C, barulah glukosa dapat dimanfaatkan tubuh. Adanya proses

glukoneogenesis pada manusia memungkinkan manusia untuk membangun glukosa

dari metabolit lain, termasuk laktat atau asam amino tertentu, sambil terus

mengonsumsi energi yang disimpan setelah proses pencernaan makanan. Mekanisme

ini juga mencegah terjadinya hipoglikemia pada manusia dan memertahankan kadar

glukosa tetap untuk kegiatan metabolisme.


Gambar 2.2 Rantai Proses Glukoneogenesis (Thorens et al., 2015)

2.1.1.2 Degradasi Glukosa

Di dalam tubuh manusia, glukosa dimetabolisme oleh proses yang disebut

glikolisis serta jalur pentosa fosfat. Glikolisis digunakan oleh semua organisme hidup

yang memiliki mitokondria. Ada beberapa tahap dalam glikolisis seperti

dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat (siklus Krebs sinonim), dan rantai

respirasi. Jika tidak ada cukup oksigen yang tersedia untuk ini, degradasi glukosa

pada manusia terjadi secara anaerobik menjadi laktat melalui fermentasi asam laktat

dan melepaskan lebih sedikit energi. Laktat otot memasuki hati melalui aliran darah

pada mamalia, di mana glukoneogenesis terjadi (siklus Cori). Dengan suplai glukosa

yang tinggi, metabolit asetil-KoA dari siklus Krebs juga dapat digunakan untuk

sintesis asam lemak. Glukosa juga digunakan untuk mengisi kembali simpanan

glikogen tubuh, yang terutama ditemukan di hati dan otot rangka. Proses ini diatur
secara hormonal.

Penggunaan glukosa sebagai sumber energi dalam sel adalah dengan respirasi

aerobik, respirasi anaerobik, atau fermentasi. Langkah pertama glikolisis adalah

fosforilasi glukosa oleh heksokinase untuk membentuk glukosa 6-fosfat. Alasan

utama untuk fosforilasi glukosa adalah untuk mencegah glukosa berdifusi keluar dari

sel karena gugus fosfat bermuatan mencegah glukosa 6-fosfat dengan mudah

melintasi membran sel. Selanjutnya, penambahan gugus fosfat berenergi tinggi

mengaktifkan glukosa untuk pemecahan selanjutnya pada langkah glikolisis

selanjutnya. Pada kondisi fisiologis, reaksi awal ini bersifat ireversibel.

Dalam respirasi anaerob, satu molekul glukosa menghasilkan keuntungan

bersih dari dua molekul ATP (empat molekul ATP diproduksi selama glikolisis

melalui fosforilasi tingkat substrat, tetapi dua diperlukan oleh enzim yang digunakan

selama proses). Dalam respirasi aerobik, molekul glukosa jauh lebih menguntungkan

karena produksi bersih maksimum 30 atau 32 molekul ATP (tergantung pada

organisme) melalui fosforilasi oksidatif.

Gambar 2.3 Proses Glikolisis Aerob (Kiri) dan Anaerob (Kanan) (Campbell et al.,
2012)

2.1.2 Relevansi Klinis Glukosa Darah

Glukosa dalam darah disebut gula darah. Kadar gula darah diatur oleh glucose-

binding nerve cells di hipotalamus. Pengikatan glukosa ke reseptor manis di papila

lidah menginduksi pelepasan berbagai hormon metabolisme, baik melalui glukosa

atau melalui bentukan gula lain yang menyebabkan peningkatan penyerapan seluler

dan menurunkan kadar gula darah (Koekkoek et al., 2017).

Kandungan gula darah orang sehat dalam keadaan puasa, mis. setelah puasa

semalaman, adalah sekitar 70 hingga 100 mg/dL darah (4 hingga 5,5 mM). Dalam

plasma darah, nilai yang terukur sekitar 10-15% lebih tinggi. Selain itu, nilai dalam

darah arteri lebih tinggi daripada konsentrasi dalam darah vena karena glukosa

diserap ke dalam jaringan selama perjalanan dari kapiler. Juga dalam darah kapiler,

yang sering digunakan untuk penentuan gula darah, nilainya terkadang lebih tinggi

daripada di darah vena (Koekkoek et al., 2017). Kandungan glukosa darah diatur oleh

hormon insulin, incretin dan glukagon. Insulin menurunkan kadar glukosa, glukagon

meningkatkannya. Selanjutnya, hormon adrenalin, tiroksin, glukokortikoid,

somatotropin dan adrenokortikotropin menyebabkan peningkatan kadar glukosa. Ada

juga regulasi yang tidak bergantung pada hormon, yang disebut sebagai autoregulasi

glukosa. Setelah asupan makanan konsentrasi gula darah meningkat. Nilai lebih dari

200 mg/dL dalam darah utuh vena adalah patologis dan disebut hiperglikemia, nilai di

bawah 40 mg/dL disebut hipoglikemia. Bila diperlukan, glukosa dilepaskan ke dalam

aliran darah oleh glukosa-6-fosfatase dari glukosa-6-fosfat yang berasal dari glikogen

hati dan ginjal, sehingga mengatur homeostasis konsentrasi glukosa darah (La fleur et
al., 2014).

Beberapa glukosa diubah menjadi asam laktat oleh astrosit, yang kemudian

digunakan sebagai sumber energi oleh sel-sel otak. Sebagian glukosa digunakan oleh

sel usus dan sel darah merah, sedangkan sisanya mencapai hati, jaringan adiposa dan

sel otot, di mana ia diserap dan disimpan sebagai glikogen (di bawah pengaruh

insulin). Glikogen sel hati dapat diubah menjadi glukosa dan dikembalikan ke darah

ketika insulin rendah atau tidak ada. Glikogen sel otot tidak dikembalikan ke darah

karena kekurangan enzim. Dalam sel lemak, glukosa digunakan untuk menggerakkan

reaksi yang mensintesis beberapa jenis lemak dan memiliki tujuan lain. Glikogen

adalah mekanisme "penyimpanan energi glukosa" tubuh, karena jauh lebih "efisien

ruang" dan kurang reaktif daripada glukosa itu sendiri (La fleur et al., 2014).

Karena pentingnya bagi kesehatan manusia, glukosa merupakan analit dalam

tes glukosa yang digunakan dalam konteks medis. Makan atau puasa sebelum

mengambil sampel darah akan memengaruhi analisis glukosa dalam darah. Kadar

gula darah glukosa puasa yang tinggi mungkin merupakan tanda pradiabetes atau

diabetes mellitus (Koekkoek et al., 2017).

Indeks glikemik merupakan indikator kecepatan resorpsi dan konversi ke kadar

glukosa darah dari karbohidrat yang dicerna. Kepentingan klinis indeks glikemik

masih kontroversial, karena makanan dengan kandungan lemak tinggi memperlambat

resorpsi karbohidrat dan menurunkan indeks glikemik, mis. es krim. Indikator

alternatif adalah indeks insulin yang diukur sebagai dampak konsumsi karbohidrat

pada tingkat insulin darah. Beban glikemik merupakan indikator jumlah glukosa yang

ditambahkan ke kadar glukosa darah setelah dikonsumsi, berdasarkan indeks


glikemik dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Koekkoek et al., 2017).

2.2 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolit dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutarna

mata, ginjal, saraf jantung, dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO)

sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat

dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat

dikatakan sebagai sesuatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari

sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan

fungsi insulin (WHO, 1999).

Penyakit DM biasanya disebut silent killer karena hampir sepertiga orang

dengan DM tidak mengetahui mereka menderita DM, sampai penyakit tersebut

berkembang menjadi serius yang berhubungan dengan komplikasi. Elemen patogenik

penting yang harus di garis bawa faktor genetik. Seseorang yang kedua orang tuanya

menderita DM maka kemungkinan faktor genetik. Seseorang yang kedua orang

tuanya menderita DM maka kemungkinan 50% akan menderita DM. Selain itu, faktor

pemicu utama terjadinya DM ialah gaya hidup dan makan berlebih yang berakibat

timbulnya kelebihan berat badan (Lestari, dkk., 2013).

Salah satu kelompok umur yang beresiko terjadinya kelebihan berat badan

adalah kelompok usia remaja. Usia remaja beresiko karena adanya pergeseran pola

makan dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein lemak,
gula, garam dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti itu sangat

digemari terutama anak muda. Kebiasaan ini berkontribusi terhadap kejadian obesitas

(Lestari, dkk., 2013).

Sebagian besar faktor resiko diabetes melitus adalah gaya hidup yang tidak

sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang serta

obesitas. Maka dari itu hal terpenting dari pengendalian diabetes melitus adalah

mengendalikan faktor resiko. Tujuan penting dari pengelolaan diabetes melitus

adalah memulihkan kekacauan metabolik sehingga segala proses metabolik kembali

normal (Arisman. 2011).

Toleransi tubuh terhadap glukosa merupakan manifestasi dari tanggung jawab

beberapa komponen tubuh yang mengampu satu fungsi, yaitu fungsi ambilan glukosa.

Komponen yang dimaksud adalah sel-sel beta pankreas (β-pankreas) yang

menghasilkan hormon insulin. Walaupun demikian kompleksnya fungsi homeostasis

glukosa tersebut, tetapi tubuh selalu berusaha untuk mempertahankannya. Namun

demikian, seperti halnya mesin, akhirnya terjadi kecacatan yang dapat kita amati

dengan timbulnya apa yang disebut dengan gangguan toleransi glukosa ((GTG)

(Rochmah., 1994).

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.

Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil

dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan

adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan

di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali


mutu secara teratur).Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga

dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan

angka-angka kriteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk

pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Purnamasari,

2009).

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur diagnosis

DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada atau tidaknya gejala khas DM. Gejala

khas DM terdiri dari polyuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa

sebab yang jelas. Sedangkan gejala tidak khas DM antaranya lemas, kesemutan, luka

yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritis vulva

(wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal

satu kali saja sudah cukup menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan

gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal

(Purnamasari, 2009).

DM juga dikenal sebagai penyakit stress oksidatif. Stress oksidatif terjadi ketika

terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan radikal bebas dengan kemampuan

produksi antioksidan secara alami. Hal ini dapat menyebabkan kelainan pada

komponen sel seperti lemak, protein, bahkan asam nukleat yang secara langsung

berperan dalam perkembangan dan progresi komplikasi bagi penderita DM (St.

Rabiul and Sanusi, 2013). Menurut ADA (Americans Diabetes Association) tahun

2015, DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin

atau keduanya yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah.

2.3 Tipe Diabetes Melitus

2.3.1 Tipe 1 – Insulin Dependent Dibetes (IDDM)

DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena

kerusakan dari sel beta pankreas. Organ pankreas dalam tubuh penderita diabetes tipe

1 tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel

tubuh akan mengolah lemak dan otot menjadi energi sehingga menyebabkan turunnya

berat badan. Ini dapat mengakibatkan kondisi akut yang disebut ketoasidosis diabetik

pada penderita diabetes tipe I (Riyani, 2009).

Penderita diabetes tipe I sangat bergantung pada insulin. Tipe ini juga terkadang

dikenal dengan istilah diabetes "Remaja" karena umumnya menyerang pasien

dibawah usia 40 tahun terutama pada masa remaja. Organ pankreas dalam tubuh

penderita diabetes tipe 1 tidak memproduksi insulin sehingga penderita harus

menerima suntikan insulin tiap hari. Insulin sangat penting karena berfungsi untuk

mengendalikan kadar gula dalam darah. Kadar gula darah yang terlalu tinggi dapat

mengakibatkan kerusakan serius pada organ-organ tubuh (Riyani, 2009).

2.3.2 Tipe 2 - Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

DM in] disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk

metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi

sehingga terjadi hiperglikemia. 75% dari penderita DM type 11 dengan obesitas atau

ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun (Sabrina,
2011).

Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh`4 faktor yaitu

pertama adanya perubahan komposisi tubuh. Penurunan jumlah masa otot dari 19%

menjadi 12%, disamping peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14% menjadi 30%,

mengakibatkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang

kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah

reseptor insulin yang siap berikatan.

2.3.3 Diabetes Mellitus Tipe Lainnya

Selain dua tipe yang telah dibahas diatas, menurut American Diabetes Assoc.

(2019) terdapat beberapa bentuk DM lainnya seperti (ADA, 2019):

 Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) merupakan keadaan diabetes yang

terdeteksi pada saat kehamilan yang sebelumnya tidak diketahui riwayat

diabetesnya sebelum kehamilan.

 Diabetes tipe spesifik dikarenakan penyebab lain, biasanya disebabkan oleh

penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis, pankreatitis), diabetes terinduksi

obat atau agen kimia (glukokortikoid, pengobatan antiretroviral, dan setelah

transplantasi organ), serta sindrom diabetes monogenik (diabetes neonatal dan

maturity-onset diabetes of the young [MODY]).

2.4. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Penyakit DM memiliki banyak faktor risiko. Secara umum dibagi menjadi dua

kelompok: faktor risiko dapat dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko dapat

dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup kurang sehat, yaitu berat badan
berlebih, obesitas abdominal/sentral, kurang aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia,

diet tidak seimbang, riwayat toleransi glukosa terganggu, dan merokok. Sedangkan

faktor risiko tidak dapat dimodifikasi antara lain ras, etnik, umur, jenis kelamin,

riwayat keluarga, riwayat parturitas dengan berat badan bayi >4000 gram atau berat

badan bayi rendah <2500 (Pusdatin, 2017). Evidence-based recommendations oleh

Allende-Vigo (2015) menyatakan bahwasannya pencegahan primer merupakan cara

efektif baik dalam segi finansial dan keberhasilan. Penyakit diabetes biasanya diawali

pada keadaan asimtomatis. Penelitian tentang prevalensi keadaan prediabetes menjadi

diabetes sangat sedikit sebelumnya. Namun, dapat dipastikan jika suatu kelompok

telah mengalami keadaan prediabetes dan tidak melakukan perubahan gaya hidup,

peluang menjadi diabetes akan meningkat 7 – 15x dibandingkan kelompok yang

melakukan perubahan gaya hidup. Termasuk pada kasus hipoglikemia, pencegahan

dapat dilakukan dengan melakukan intensifitas konseling, informasi, serta edukasi

(KIE) dokter keluarga kepada pasien dengan menentukan strategi dan target ideal

kadar gula darah pasien

2.5. Manifestasi Klinis dan Komplikasi Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes mellitus dikenal juga dengan penyakit kencing manis atau

kencing gula. Lebih kurang dua ribu tahun yang lalu, dua ahli kesehatan Yunani.

yaitu Celcus dan Areteus, memberikan sebutan diabetes pada orang yang menderita

banyak minum dan banyak kencing. Oleh karena itu, sampai saat ini penderita

"banyak minum" dan "banyak kencing " tersebut, dalam dunia kedokteran, dikenal

dengan istilah Diabetes Mellitus (DM). DM tergolong penyakit tidak menular yang
penderitanya tidak dapat secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam

darahnya. Pada tubuh yang sehat, kelenjar pankreas melepas hormon insulin yang

bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot jaringan lain untuk memasok

energi. Gula di dalam darah terutama diperoleh dari fraksi karbohidrat yang terdapat

dalam makanan. Gugus/molekul gula dalam karbohidrat dapat dibagi menjadi dua

golongan:

1. Gugus gula tunggal (monosakarida), yaitu karbohidrat yang terdiri atas satu

gugusan gula, misalnya glukosa dan fruktosa.

2. Polisakarida, atau karbohidrat yang terdiri atas banyak gugusan gula, misalnya

tepung (amilum), selulosa, dan glikogen.

Dalam kondisi normal, kadar gula dalam darah saat berpuasa, berkisar antara 80

- 120 mg/dL, sedangkan satu jam setelah makan dapat mencapai 170 mg/dL,

dan dua jam setelah makan akan turun sampai 140 mg/dL (Irianto,2014).

Penderita diabetes mellitus umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini

meskipun tidak semua dialami oleh penderita:

a. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)

b. Sering atau cepat merasa haus; dahaga (Polydipsia)

c. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

d. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)

e. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf di telapak tangan dan kaki

f. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

g. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

h. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya


i. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang

tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma (Wahdah, 2011).

Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan

berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Beberapa konsekuensi

dari diabetes yang sering terjadi adalah:

 Meningkatnya risiko Penyakit Jantung dan Stroke

 Neuropati di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus kaki, infeksi, dan bahkan

amputasi

 Retinopati diabetikum, salah satu penyebab utama kebutaan, terjadi akibat

kerusakan pembuluh darah kecil di retina

 Diabetikum nefropati, gagal ginjal disebabkan kadar glukosa tinggi dalam darah

dan ditunjukkan dengan adanya protein dalam urin.

Disebutkan, bahwa resiko kematian penderita DM dua kali lipat lebih tinggi

dibandingkan bukan penderita DM. Data yang disajikan Infodatin Kemenkes (2013)

menunjukkan urutan komplikasi DM terbanyak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

(RSCM) Jakarta tahun 2011:

 Neuropati Diabetikum (54%)

 Retinopati Diabetikum (33,40%)

 Nefropati Diabetikum (26,50%)

 Peripheral Artery Disease (PAD) (10,90%)

 Ulkus Kaki (8,70%)

 Angina (7,40%)
 Dan penyakit lainnya seperti Miocard Infark, Stroke, Amputasi, dll hingga

10%

2.6. Epidemiologi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis yang membutuhkan

perawatan berlanjut dan manajemen diri sendiri oleh pasien untuk mencegah

komplikasi akut dan mengurangi risiko komplikasi jangka panjang (Shafiee et al.,

2012). Hiperglikemia merupakan tanda khas penyakit Diabetes Mellitus (DM)

dengan disertai tanda-tanda lainnya. Penelitian epidemiologi terkait prevalensi DM

menunjukkan kecenderungan peningkatan di seluruh dunia. Diabetes merupakan

penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat mencukupi kebutuhan insulin

atau tidak dapat menggunakan insulin sebagaimana mestinya, keadaan tersebut

menyebabkan tingginya kadar glukosa dalam darah dan berimbas pada kerusakan

serius organ-organ, terlebih pada jaringan saraf dan pembuluh darah. Badan

Kesehatan Dunia (WHO) mencatat penderita diabetes telah meningkat dari 108 juta

pada 1980 menjadi 422 juta pada 2014. Pada 2016, diperkirakan 1,6 juta kematian

secara langsung disebabkan oleh diabetes di seluruh dunia. Di Indonesia, WHO

memprediksi kenaikan jumah penyandang DM dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi

sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan

penyandang DM sebanyak 2 – 3 kali lipat pada tahun 2035 (PERKENI, 2015).

Prediksi lainnya juga diutarakan oleh International Diabetes Federation yang

menyatakan penyandang DM di Indonesia meningkat dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (Ogurtsova et al., 2017). Kerugian bagi negara

juga meningkat akibat tingginya prevalensi. Menurut Ogurtsova et al., (2017)

prevalensi penyintas diabetes di Indonesia mencapai angka 6,7% dengan total

10.276.100 kasus pada orang dewasa dan menghabiskan sekitar 168USD/jiwa untuk

biaya pengobatan. Studi pendahuluan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Malang pada tahun 2016 menunjukkan jumlah penderita DM dengan berbagai

klasifikasi di angka 1085 jiwa. Menurut Sarwar (2010), DM merupakan penyebab

utama kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan amputasi tungkai bawah

(Sarwar et al., 2010).

2.7. Patofisiologi

Diabetes mellitus adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan

hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau keduanya

(Oktafiani,2019). Sel-sel endokrin pada organ pankreas terletak di pulau langerhans,

terdiri atas dua macam sel yaitu sel α dan β. Sel α mensekresikan glukagon dan sel β

mensekresikan insulin. Glukagon disekresikan sebagai respon terhadap penurunan

kadar glukosa plasma, berperan penting dalam glukoneogenesis di hepar. Sedangkan

insulin disekresikan sebagai respon terhadap peningkatan kadar glukosa plasma,

berperan dalam stimulasi ambilan glukosa di jaringan perifer dan glikogenesis di

hepar. Bila setelah makan terjadi peningkatan kadar glukosa darah maka sel

βmensekresikan insulin ke sirkulasi untuk menurunkan kadar glukosa darah, tetapi

sebaliknya bila kadar glukosa darah menurun maka sel α akan mensekresikan

glukagon untuk meningkatkan glukosa darah (Nurahmi,2017).


Diabetes mellitus tipe I mempunyai ciri dengan penurunan produksi insulin

oleh sel beta pankreas karena faktor genetik maupun autoimun kronis. Timbulnya

penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke DM

tipe 1. Diabetes ini sering berkembang pada anak-anak, bermanifestasi pada pubertas

dan memburuk sejalan dengan bertambahnya usia. Untuk bertahan hidup diabetes tipe

ini memerlukan insulin eksogen seumur hidup (Homenta,2012).

Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada organ hati menggambarkan

ketidakmampuan hiperinsulinemia dalam menekan glukoneogenesis yang

menyebabkan hiperglikemia dalarn keadaan puasa dan penurunan cadangan glikogen

oleh hati dalam keadaan post prandial. Peningkatan glukosa hati muncul pada awal

diabetes, setelah permulaan abnormalitas sekresi insulin dan resistensi insulin pada

otot skelet (Nurahmi,2017).

Gambar 2.4 Egrogius eleven (PERKENI, 2019)

Menurut (PERKENI, 2019), secara garis besar patogenesis hiperglikernia

disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven) yaitu:


1. Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat

berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,

meglitinid, agonis glukagon-like peptide (GLP-1) dan penghambat

dipeptidilpeptidase-4 (DPP- 4).

2. Disfungsi sel alpha pankreas

Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia

dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang

dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan

ini menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose, production) dalam

keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu yang normal.

Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon

meliputiagonis GLP-1, penghambat DPP-4 danamilin.

3. Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan

peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid (FFA))

dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan

rnencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi

insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas.

Obat yang bekerja di jalur ini adalah tiazolidinedion.

4. Otot

Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel

diintramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin, sehingga


terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen,

dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah

metformin dan tiazolidinedion.

5. Hepar

Pada penyandang DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu

glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar

(hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur in]

adalah metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.

6. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese

baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan

mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan

makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di

otak. Obat yang bekerja di jalur ini adalah agonis GLP-l, amilin dan

bromokriptin.

7. Kolon/Mikrobiota

Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan

hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM

tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat

badan berlebih akan berkembang DM. Probiotik dan prebiotikdiperkirakan

sebagai mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia.

8. Usus halus

Glukosa yang ditelan mernicu respons insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini

diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-I (G LP-I) dan

glucose-dependent insulinotrophicpolypeptide atau disebut juga

gastricinhibitory polypeptide (GIP). Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan

defisiensi GLP-I dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon inkretin juga

segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam

beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah DPP-4

inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan

karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang akan memecah

polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus sehingga

berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk

menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah acarbosa.

9. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2.

Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari

glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran enzirn sodium

glucose co-transporter (SGLT 2) pada bagian convulated / tubulus proksimal,

dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden

dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada penyandang

DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan

reabsorbsi glukosa di dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan

kadar glukosa darah. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan

menghambat reabsorbsi kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa


akan dikeluarkan lewat urin.Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambat

SGLT-2. Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya.

10. Lambung

Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel

beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan

lam bung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halos, yang berhubungan

dengan peningkatan kadar glukosa postprandial.

11. Sistem Imun

Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut sebagal

inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi system imun

bawaan/innate) yang berhubungan kuat dengan patogenesis DM tipe 2 dan

berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi

sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat

peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin. DM 2 ditandai dengan

resistensi insulin perifer dan penurunan produksi insulin, disertai dengan

inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan perifer seperti adiposa hepar dan

otot.

2.8. Diagnosis

Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan hasil identifikasi adanya

hiperglikemia kronik. World Health Organisation (WHO) dan American Diabetes

Association (ADA) telah menetapkan bahwa diabetes diindikasikan bila nilai glukosa

plasma puasa (fasting plasma glucose, FPG) lebih atau sama dengan 7 mmol/L
(Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Penggolongan diabetes dan intoleransi glukosa 2 jam dari WHO dan

puasa dari ADA. Untuk mengonversikan konsentrasi glukosa dari mmol/L menjadi

mg/dL, kalikan dengan 18 (Sofianingrum,2019).

Glukosa darah puasa (mml/L) Sampel darah


Plasma Kapiler Total
Normal <61 <56 < 5,6
Gangguan glikemia puasa 6 1-69 5 6-60 56-6,0
Diabetes >70 >61 >61
Glukosa darah 2 jam
Normal < 7,8 < 7,8 <67
Gangguan toleransi glukosa 7,8- 11,0 7,8- 11,0 6,7-9.9
Diabetes > 11,1 > 11,1 > 10,0

Terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis diabetes

 HbA1c > 6,5% (48 mmol/mol).

 Kadar, glukosa plasma acak (sewaktu - waktu) > 11, 1 mmol/L (200 mg/dL )

pada individu yang memiliki gejala khas diabetes.

 Kadar glukosa plasma puasa > 7,0 mmol/L (126 mg/dL).

 Kadar glukosa plasma > 11. 1 mmol/L (200 mg/dL) 2 jam setelah glukosa

diberikan sebanyak 75 g per oral (oral glucose toleransi test, OGTT)

(Richard & Rudy,2015).


Menurut American Diabetes A.ssocition (ADA) dan World Health Organisation

(WHO), berdasarkan penyebabnya diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4

macam, yaitu:

a. Diabetes mellitus tipe I disebabkan oleh kerusakan set beta pankreas akibat

reaksi autoimun. Pada tipe ini hormon insulin tidak diproduksi. Kerusakan set

beta tersebut dapat terjadi sejak anak-anak maupun setelah dewasa. Penderita

hares mendapat suntikan insulin setiap hari selama hidupnya sehingga dikenal

dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).

b. Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh resistensi hormon insulin, karena

jumlah reseptor insulin pada permukaan set berkurang, meskipun jumlah insulin

tidak berkurang. Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam set

insulin, walaupun telah tersedia. Kondisi ini disebabkan oleh obesitas, diet

tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang olahraga, serta faktor keturunan.

c Diabetes mellitus spesifik disebabkan kelainan genetic spesifik, penyakit

pankreas, gangguan endokrin lain, efek obat-obatan, bahan kimia, infeksi virus

dan lain-lain.

d. Diabetes gestasional diabetes yang terjadi pertama kali saat kehamilan

(lrianto,2014).

2.9. Macam-macam Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

2.9.1 Glukosa sewaktu

Glukosa sewaktu adalah pengukuran kadar glukosa dalam darah yang diambil

kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir. Nilai normal glukosa sewaktu
yaitu < 200 mg/dL (Kemenkes, 2016).

2.9.2 Glukosa puasa

Glukosa adalah pemeriksaan ini memerlukan puasa 8 jam sebelum darah

diambil untuk diperiksa. Puasa adalah keadaan tanpa suplai makanan (kalori) selama

8 jam, tetapi diperbolehkan minum air putih. Jadi bukan puasa makan dan minum

yang biasa dilakukan. Jika kadar glukosa darah puasa sama atau lebih dari 126

mg/dL, maka dikategorikan Diabetes Mellitus.

2.9.3 Glukosa 2 jam setelah makan atau 2 jam pp

Glukosa 2 jam setelah makan (2 jam pastprandial) adalah pemeriksaan glukosa

yang dilakukan setelah 2 jam pembebasan glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa. Pemeriksaan in] dapat digunakan untuk evaluasi insulin dalam tubuh. Nilai

normal glukosa 2. jam pp adalah 140 mg/dL (Riyani, 2009).

2.10. Upaya Pencegahan Diabetes

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau

tahap, yaitu:

2.10.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran

adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka yang masih sehat. Cakupannya

menjadi sangat luas, yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh

masyarakat termasuk pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup

sehat dan menghindari pola hidup berisiko, menjelaskan kepada masyarakat bahwa

mencegah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan
pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah

alternatif terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak

taman kanak-kanak.

Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat

badan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur. Dengan menganjurkan olahraga

kepada kelompok risiko tinggi misalnya anak-anak pasien diabetes, merupakan salah

satu upaya pencegahan primer yang sangat efektif dan murah.

Motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat sangat

menunjang upaya pencegahan primer. Hal ini tentu saja akan menimbulkan

konsekuensi, yaitu penyediaan sarana olahraga yang merata sampai ke pelosok,

misalnya di tiap sekolahan harus ada sarana olahraga yang memadai (Suyono, 2009).

2.10.2 Pencegahan Sekunder

Mencegah timbulnya komplikasi, menurut, logika lebih mudah karena

populasinya lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah

berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak gampang memotivasi pasien

untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa

sembuh. Syarat mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu

terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun.

Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada

pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan

kesehatan primer dipusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit kelas A

sampai ke unit paling depan yaitu puskesmas. Disamping itu jug diperlukan

penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai


penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. Penyuluhan ini dilakukan oleh tenaga

yang terampil baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang sudah dapat

pelatihan untuk itu (diabetes educator).

Peran profesi sangat ditantang untuk menekan angka pasien yang tidak

terdiagnosis ini, supaya pasien jangan datang minta pertolongan kalau sudah sangat

terlambat dengan berbagai komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian yang

sangat tinggi. Dari sekarang harus sudah dilakukan upaya bagaimana caranya

menjaring pasien yang tidak terdiagnosis itu agar mereka dapat melakukan upaya

pencegahan baik primer maupun sekunder (Suyono, 2009).

2.10.3 Pencegahan Tersier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya termasuk ke

dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap:

a. Pencegahan komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai

pencegahan sekunder

b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada

penyakit organ

c. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau

jaringan

Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali baik antara pasien

dengan dokter maupun dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan

komplikasinya. Dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan

motivasi pasien untuk mengendalikam diabetesnya. Peran ini tentu saja akan

merepotkan dokter yang jumlahnya terbatas. Oleh karena itu dia harus dibantu oleh
orang _yang sudah dididik untuk keperluan itu yaitu penyuluh diabetes (diabetes

educator) (Suyono, 2009).

2.11. Glukosa Darah

2.11.1 Definisi

Glukosa darah merupakan gula yang terdapat dalam darah yang berasal dari

karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan di otot rangka.

Glukosa darah berfungsi sebagai penyedia energi tubuh dan jaringan-jaringan dalam

tubuh. Kadar glukosa juga dipengaruhi berbagai faktor dan hormon insulin yang

dihasilkan kelenjar pankreas, sehingga hati dapat mengatur kadar glukosa dalam

darah. Kadar glukosa darah dalam keadaan normal berkisar antara 70 - 110 mg/dl.

Nilai normal kadar glukosa dalam serum dan plasma adalah 75 – 115 mg/dl, kadar

gula 2 jam postprandial ≤ 140 mg/dl, dan kadar gula sewaktu ≤ 140 mg/dl

(Yuni,2018).

Glukosa darah dibagi menjadi dua yaitu hiperglikemia dan hipoglikemia.

Hiperglikemia bisa terjadi karena asupan karbohidrat dan glukosa yang berlebihan.

Beberapa tanda dan gejala dari hiperglikemia yaitu peningkatan rasa haus, nyeri

kepala, sulit konsentrasi, penglihatan kabur, peningkatan berkemih, letih, lemah, dan

penurunan berat badan. Sedangkan hipoglikemia juga bisa terjadi karena asupan

karbohidrat dan glukosa kurang. Beberapa tanda dan gejala dari hipoglikemia yaitu

gangguan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan daya ingat, berkeringat,

tremor, palpitasi, takikardia, gelisah, pucat, kedinginan, gugup, dan rasa lapar
(Rosman,2013).

Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes

tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-

tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologi

diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas,

distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua

faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan

terjadinya DM tipe 2 (Stadtes, 2005)

2.11.2 Pengecekan Point of Care Testing (POCT) dan Spektofotometri

Kemenkes (2016) menyebutkan bahwa pemeriksaan POCT dengan hasil

>200mg/dL dengan adanya beberapa manifestasi klinis DM harus dilanjutkan dengan

pemeriksaan menggunakan darah vena puasa dan 2-jam setelah makan karena

kemungkinan besar akan diduga mengalami DM (Kemenkes, 2016). Kelebihan dari

alat POCT, Yaitu mudah digunakan dapat dilakukan oleh perawat, pasien dan

keluarga untuk monitoring pasien, hasil yang relatif singkat, volume sampel yang

dipakai lebih sedikit, alat lebih kecil sehingga tidak perlu ruang khusus dan bisa

dibawa. Adapun kekurangan dari alat POCT kemampuan pengukuran terbatas, hasil

dipengaruhi oleh suhu, hematokrit, dan dapat terintervensi dengan zat tertentu, pra-

analitik sulit dikontrol bila yang melakukan bukan orang yang kompeten. (Kemenkes,

2016). Jenis-jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan POCT yaitu glukosa

darah, kolesterol, asam urat, dan pemeriksaan Hemoglobin.

Photometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan

cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca
atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan

sisanya akan dilewatkan. Kelebihan dari Photometer menggunakan serum atau

plasma sehingga tidak dipengaruhi sel-sel darah, sedangkan kekurangannya

memerlukan lebih banyak darah dan dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang

lama dan harga yang mahal. Pemeriksaan glukosa darah dengan photometer sering

digunakan dilaboratorium klinik karena dianggap sebagai alat yang paling tepat untuk

menggambarkan kadar glukosa darah. Tak heran photometer dijadikan sebagai

standar pemeriksaan kadar glukosa darah.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian disajikan dalam diagram berikut ini:

====== glukosa yang menyebabkan


Gangguan metabolisme
penumpukan kadar glukosa di aliran darah sehingga
menyebabkan gejala DM

Pasien di RSU Anwar Medika Bulan Januari –


Desember 2020

Pemeriksaan Laboratorium Klinik

Glukosa Darah
Keterangan:

= Diukur
GDS
GDP GD2PP

= Tidak Diukur

Tinggi

Usia Jenis Kelamin

36 – 45 46 – 56 Laki-laki Perempuan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini memerlukan waktu 12 bulan, dimulai dari bulan Januari –

Desember 2020 bertempat di Rumah Sakit Umum Anwar Medika Sidoarjo.

3.3 Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data rekam medik pasien

diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Anwar Medika Sidoarjo dari bulan Januari –

Desember 2020.

3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah Responden berjenis kelamin laki -

laki dan perempuan, penderita diabetes mellitus yang melakukan pemeriksaan

laboratorium klinik yaitu kadar glukosa darah puasa. Kriteria eksklusinya adalah data

yang tidak sesuai dengan rekam medik.

3.5 Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini populasi yang dipergunakan adalah seluruh pasien

penderita DM di Rumah Sakit Umum Anwar Medika Sidoarjo pada bulan Januari

sampai dengan Desember 2020 dan sampel yang diambil dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

N
n=
Sampel : 1 + N (d 2 )

200
n=
1 + 200 (5% 2 )
200
n=
1 + 200.0,052

200
n=
1 + 200.0,0025

200
n=
1 + 0,05

200
n=
1,5

n = 130

Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat kesalahan 5%

Populasi sampel diambil di rekam medik Rumah Sakit Umum Anwar Medika

Sidoarjo selama bulan Januari hingga Maret 2021.

3.6 Tahapan Penelitian

Tahap penelitian ini dilakukan dengan memilih jenis penelitian yang digunakan

ini adalah metode deskriptif untuk mengetahui nilai-nilai.

Mengetahui nilai masing-masing variabel dengan pengambilan random

sampling dan data yang dipergunakan berupa data rekam medik pasien penderita DM

kemudian hasil penelitian dalam bentuk tabel untuk melihat nilai rata-rata dari

masing-masing variabel.
3.7 Diagram Alur Prosedur Kerja

Prosedur kerja dilakukan sebagai berikut :

Surat Perizinan RSU Anwar Medika

Data rekam medis Survei rekam medik

Data Pasien DM Lengkap

Tidak lengkap Pengolahan Sampel

Gambar 3.2 Diagram alur prosedur kerja

3.8 Prosedur Kerja

Prosedur kerja ini adalah :

1. Melakukan perizinan penelitian terhadap instansi RSU Anwar Medika

terlebih dahulu.

2. Setelah mendapatkan izin dart RSU Anwar Medika.

3. Penulis mensurvei bagian rekam medik lalu mengambil data rekam medik

dan menjaga kerahasiaan identitas pasien.

4. Kemudian data rekam medis pasien DM dijadikan sebagai data sekunder.

5. Setelah mendapatkan data kemudian dipilah berdasarkan jenis kelamin,

umur, hasil pemeriksaan kadar gula darah puasa

6. Data disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan tujuan disertai penjelasan.
3.9 Analisis Data
Data Pasien DM Rawat Data Pasien DM Rawat
Jalan Analisa data yang digunakan yaitu analisa Jalan Analisa univariat
univariat.

merupakan analisa yang digunakan untuk menentukan presentase serta distribusi dari

setiap variabelnya dan mendeskripsikan suatu karakteristik pada setiap sampelnya.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Pasien yang Teridentifikasi Diabetes Mellitus di RSU Anwar

Medika

Tabel 4.1 Distribusi Jenis Kelamin


Jenis Kelamin F N Jumlah %
Laki - Laki 55 19 35%
Perempuan 55 36 65%

Distribusi Responden berdasarkan Jenis


Kelamin
65%

35%

LAKI LAKI PEREMPUAN

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Jenis Kelamin Responden

Tabel 4.1 menunjukkan jumlah distribusi responden yang merupakan pasien

DM laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian, responden berjenis kelamin laki-laki

yakni berjumlah 19 dari 55 orang (35%) dan responden dengan jenis kelamin

perempuan berjumlah 36 dari 55 orang (65%).

Tabel 4.2 Distribusi Usia


Rentang Usia F N Jumlah %
36 – 45 55 23 42%
46 – 56 55 32 58%
Distribusi Responden berdasarkan Jenis
Kelamin

58%

42%

LANSIA AWAL DEWASA AKHIR

Gambar 4.2 Grafik Distribusi Usia Responden

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden terbanyak berada pada rentang usia

lansia awal (46 hingga 56 tahun) sebanyak 32 dari 55 orang (58%) kemudian disusul

dewasa akhir (36 hingga 45 tahun) sebanyak 23 dari 55 orang (42%).

Tabel 4.3 Hasil Penderita Diabetes


Jumlah
Rentang Hasil Diabetes Mellitus F N
%
5 3
200 - 300 mg/dl 64%
5 5
5 1
300 - 400 mg/dl 33%
5 8
5
400 - keatas mg/dl 2 3%
5
Distribusi Responden berdasarkan Hasil
Pengukuran Glukosa Darah

70% 64%
60%
50%
40% 33%
30%
20%
10% 3%
0%
GULA DARAH

200 - 300mg/dL 300 - 400mg/dL > 400 mg/dL

Gambar 4.3 Grafik Distribusi Pengukuran Glukosa Darah Responden


Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden terbanyak berada pada rentang hasil

pengukuran gula darah 200 – 300mg/dL sebanyak 35 dari 55 responden (64%).

Kemudian, pada rentang gula darah 300 – 400mg/dL terdapat 18 dari 55 responden

atau sebesar 33%. Terakhir, rentang gula darah > 400mg/dL terdapat sebanyak 2 dari

55 responden atau sebesar 3%.

4.2 Pembahasan

Pemeriksan kadar gulukosa merupakan salah satu parameter penting dalam

mengdiagnosa suatu penyakit serta mengevaluasi tindakan medik atau memantau

perkembangan suatu penyakit termasuk diabetes mellitus (DM). Diagnosis DM

ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar gula darah. Diagnosis tidak dapat

ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan gula secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan gula darah kapiler

dengan glucometer atau Point of Care Testing (POCT) (Soegondo, 2002).


Pemilihan POCT dibandingkan menggunakan spektofotometri dilakukan

dengan menimbang kelebihan dan kekurangan masing-masing alat. Dalam kasus DM,

POCT tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik melainkan alat monitoring

dalam menjaga kadar gula darah pada pasien DM. Endiyasa dkk tahun 2018

membandingkan hasil pengecekan kadar gula darah menggunakan POCT dengan

spektofotometri menggunakan 52 pasien DM tipe 2 sample darah vena di Puskesmas

Jereweh Sumbawa Barat. Hasilnya, pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan

alat photometer/spektofotometri dari sampel sebanyak 52 orang memberikan nilai

rerata sebesar 121,17 mg/dL, dengan nilai terendah 70 mg/dL dan nilai tertinggi 261

mg/dL Pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan alat POCT) dari sampel

sebanyak 52 orang memberikan nilai rerata sebesar 130,38 mg/dL, dengan nilai

terendah 78 mg/dL dan nilai tertinggi 269 mg/dL. Berdasarkan hasil uji statistik

diperoleh nilai (p) sebesar = 0,084 (> dari α 0,05), yang berarti pada α = 5% tidak ada

perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah metode POCT dengan metode

photometer pada sampel serum/vena (Endiyasa et al., 2019). Hal tersebut

menunjukkan ketidakberbedaan penggunaan spektofotometri/photometer dengan

POCT dalam mengukur kadar gula darah pasien DM.

Hasil penelitian deskriptif tentang kadar gula darah penderita DM di RS Anwar

Medika Sidoarjo didominasi oleh jenis kelamin wanita dengan rentang usia 46 – 55

tahun (Lansia awal). Hasil pengukuran kadar gula darah didapatkan bahwa sebanyak

38 dari 55 responden (64%) memiliki kadar gula darah sebesar 200 – 300mg/dL, 18

dari 55 responden (33%) memiliki kadar gula darah sebesar 300 – 400mg/dL,

sedangkan 2 dari 55 responden (3%) memiliki kadar gula darah diatas 400mg/dL.
Diketahui, usia berhubungan signifikan dengan resiko peningkatan kadar glukosa

darah, dengan semakin bertambahnya umur kemampuan jaringan mengambil glukosa

darah juga akan semakin menurun. Chia dkk (2018) kemudian menambahkan bahwa

perubahan komposisi tubuh dan resistensi insulin dapat terjadi seiring bertambahnya

usai yang akan engakibatkan disregulasi jalur fisiologis yang mengarah pada obesitas

dan diabetes mellitus. (Suiraoka et al., 2012; Chia et al., 2018). Begitu pula dengan

jenis kelamin, walau Wannamethee dkk (2012) menyimpulkan tidak ada perbedaan

ambilan glukosa pada laki-laki dan wanita penyintas DM, namun Miller dkk (2018)

mengungkapkan adanya perbedaan signifikan hasil pengukuran kadar glukosa darah

pada laki-laki dan wanita penyintas DM usia >45 tahun (Lansia awal), hal tersebut

dikarenakan hilangnya faktor-faktor protektan berupa hormon estrogen yang

bermanfaat bagi wanita khususnya dalam memengaruhi metabolisme (Wannamathee

et al., 2012; Willer et al., 2018).

Hasil penelitian deksriptif didapatkan beberapa data pemeriksaan kadar glukosa

darah pada pasien berjenis kelamin laki – laki yang terkena diabete mellitus sebanyak

19 orang (35%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang

(65%) dari 55 penderita diabetes mellitus. Menurut Willer dkk (2018) beberapa

penelitian telah menunjukkan bahwa perbedaan tingkat faktor risiko antara individu

diabetes dan non-diabetes lebih besar pada wanita daripada pria terutama untuk

variabel antropometri tubuh. Dengan demikian, perbedaan antara wanita dan pria

dalam prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas, dimorfisme jenis kelamin dalam

komposisi tubuh, dan distribusi lemak berpartisipasi dalam persebaran prevalensi

gender (Wannamethee et al., 2012). Wanita dewasa juga cenderung akan


mendapatkan diabetes tipe 2 yang relatif lebih tinggi daripada pria. Dengan demikian,

wanita mungkin sudah mengalami keadaan resistensi insulin dan disfungsi metabolik

yang berkepanjangan sebelum terdiagnosis dengan diabetes tipe 2. Transisi dari

euglikemia ke gangguan glukosa puasa/gangguan toleransi glukosa menyebabkan

disfungsi endotel yang lebih parah pada wanita dibandingkan pria, termasuk

perubahan penanda fungsi endotel (E-selectin dan soluble intercellular adhesion

molecule [sICAM]). Selain itu, fibrinolisis (plasminogen activator inhibitor-1 [PAI-

1]) akan terlihat abnormal pada wanita premenopause dengan diabetes tipe 2 daripada

pada pria (Vanhoutte et al., 2009; Regensteiner et al., 2015). Wanita juga lebih

cenderung memiliki peningkatan kadar TC, TG, dan LDL-C daripada pria yang akan

meningkatkan peluang timbulnya Penyakit Tidak Menular (PTM) salah satunya DM.

Perbedaan jenis kelamin menggambarkan perbedaan terkait biologis antara

perempuan dan laki-laki yang disebabkan oleh perbedaan kromosom seks, ekspresi

gen spesifik jenis kelamin dari autosom, hormon seks, dan efeknya pada sistem

organ. Wanita menunjukkan perubahan yang lebih dramatis dalam hormon dan tubuh

karena faktor reproduksi selama hidup. Sejalan dengan penelitian kali ini. Di

Indonesia, tahun 2018 melalui Riset Kesehata Dasar, prevalensi penderita DM pada

wanita baik yang terdiagnosis oleh dokter atau pemeriksaan gula darah, wanita selalu

lebih banyak daripada laki-laki (Riskesdas, 2018).

Bila ditinjau dari rentang usia, umur 36 – 45 tahun sebanyak 23 orang (42%)

yang berumur 48 – 55 tahun berjumlah 32 orang (58%) dari 55 orang penderita

diabetes mellitus. Usia juga memengaruhi patofisologi DM tanpa memandang jenis

kelamin. Proses aging atau gangguan fungsi organ menjadi patofisiologi utama
terutama pada sistem organ pencernaan. Sedangkan, diabetes juga dapat

menyebabkan kerusakan organ. Jadi, sistem ini seperti lingkaran yang saling

memperburuk satu sama lainnya. Penuaan dan diabetes keduanya merupakan faktor

risiko gangguan fungsional. Usia akan membuat seseorang menjadi kurang aktif

secara fisik dan meningkatkan risiko timbulnya gangguan fungsional yang lebih

banyak dibandingkan mereka yang lebih muda. Kemudian, ketika seseorang dengan

usia yag tua menderita diabetes, terdapat interaksi antara kondisi medis yang

menyertai seperti neuropati perifer, kesulitan penglihatan dan pendengaran, dan

masalah gaya berjalan dan keseimbangan. Hal tersebut jelas akan menimbulkan

morbiditas. Diketahui, neuropati perifer, hadir pada 50-70% pasien diabetes yang

lebih tua, meningkatkan risiko ketidakstabilan postural, masalah keseimbangan, dan

atrofi otot (Tszoke et al., 2007; Brewer et al., 2016). Di Indonesia, menurut data

Riskesdas 2018, prevalensi DM pada rentang usia 55 – 64 tahun memang lebih

banyak dibanding rentang usia dibawahnya, salah satunya ialah 45 – 54 tahun

(Riskesdas, 2018)
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan terhadap kadar

gula darah pasien DM di RSU Anwar Medika Sidoarjo, maka peneliti dapat

menyimpulkan sebagai berikut:

1. Wanita merupakan jenis kelamin terbanyak pasien DM di RSU Anwar Medika

Sidoarjo pada bulan Januari – Desember 2020.

2. Rentang usia 46 – 56 atau Lansia Awal merupakan rentang usia terbanyak

pasien DM di RSU Anwar Medika Sidoarjo pada bulan Januari – Desember

2020.

3. Pasien DM di RSU Anwar Medika terbanyak memiliki kadar gula darah 200 –

300mg/dL.

5.2. Saran

Berdasarkan dari hasil pembahasan penelitian, peneliti menyarankan untuk:

1. Sebaiknya pada saat pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak hanya

memeriksa dengan satu metode, namun menggunakan metode lain seperti

urine reduksi ataupun HbA1c.

2. Sebaiknya pada saat melakukan uji klinis pemeriksaan kadar glukosa darah

tidak hanya melakukan satu kali pengukuran saja, dilakukan dua kali

pengukuran untuk memperoleh hasil yang akurat.


3. Melakukan penelitian lanjutan terhadap pengaruh keteraturan minum obat,

riwayat keluarga dengan DM, durasi menderita DM, Indeks Massa Tubuh,

nutrisi, hingga frekuensi berolahraga terhadap kadar glukosa darah penderita

DM.

4. Melakukan penelitian lanjutan terhadap pengaruh sosial seperti keadaan status

ekonomi, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, bentukan keluarga, hingga

status pernikahan terhadap kadar glukosa darah penderita DM.

5. Melakukan penelitian lanjutan terhadap pengaruh glukosa darah terhadap

kejadian komplikasi mikrovaskular di RSU Anwar Medika


DAFTAR PUSTAKA

(ADA). American Diabetes Association. 2019. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus. American Diabetes Association.
https://care.diabetesjournals.org/content/37/suplplement_1/s81.short.diaks
es 3 Januari 2021.
Anna. (2021). Komponen Sptektrofotometer. Bandung : Universitas Pendidikan
Indonesia.
Arisman. (2021). Diabetes Mellitus. Dalam : Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC. Hal.44-54.
Dinkes Jatim. 2018. Profil Kesehatan Jawa Timur 2018.
https://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/BUKU PROFIL
KESEHATAN JATIM 2018.pdf. diakses 3 Januari 2021.
Dinkes Sidoarjo. 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2017.
https://dinkes.sidoarjokab.go.id/wp-content/uploads/2019/09/buku-profil-
2018-web.pdf. Diakses 3 Januari 2021.
Homenta. 2012. Diabetes Mellitus Tipe I. Universitas Brawijaya. Malang.
Irianto. 2014. Epidemologi Penyakit Menular & Tidak Menular: Panduan Klinis.
CV.Alfabeta. Alfabeta. Bandung.
Koestadi. (1989). Kimia Klinik Teori dan Praktek Darah. AAK Bhakti Wiyata.
Kediri.
Lestari D.D., Purwanto D.S., Kaligis S. H. M. (2013). Gambaran Kadar Glukosa
Darah Puasa pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi dengan Indeks Massa Tubuh. Jurnal
e_Biomedik (Ebm).1(2).991-996.
Nurahmi. 2017. Disfungsi Endotel Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Terkontrol Dan Tidak Terkontrol; Kajian Terhadap Vascular Cell
Adhesion Molecule-1, Faktor Von Willebrand Dan Trombomodulin.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
P2PTM Kementrian Kesehatan, RI. 2018. Infomasi Seputar Penyakit Diabetes
Melitus. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/informasi-p2ptm/penyakit-
diabetes-melitus/page/3. Diakses 5 Januari 2021.
PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mlitus Tipe 2 di Indonesia.
Semarang: PB PERKENI.
PERKENI. 2019. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia. https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2020/07/Pedoman-
Pengelolaan-DM-Tipe-2-Dewasa-di-Indonesia-eBook-PDF-1.pdf.
Diakses 5 Januari 2021.
Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam:
Sudoyo, A., Setyohadi, B., Alwi, I., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
1880-1883.
Richard, & Rudy. 2015. Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Bumi Medika. Jakarta.
Riyani, A. (2009). Laporan Praktikum Kimia Klinik II. Bandung: Analis Kesehatan
Bandung.
Rochmah, W. (1994). Hubungan Antara Konsentrasi Insulin dan Kadar Glukosa
Plasma Darah pada Golongan Lanjut Usia. Laporan Penelitian DPP
UGM: Yogyakarta.
Sabrina, Q. (2011). Kajian Sifat Optis Glukosa Darah. Universitas Islam Negeri
Syarief Hidayatullah: Jakarta.
Sofianingrum. 2019. Efektivitas Antidiabetik Oral Baik Kombinasi Maupun Tunggal
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Kota Madiun. STIKES
Bhakti Husada Mulia. Madiun.
Suyono, S. (2009). Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo, A., Setyohadi,
B.,Alwi, I., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jild 3. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 1873-1879.
Suryaatmadja, M. (2003). Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta:
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
WHO. (1999). Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its
Complications. World Healt Organization Departement of Non-
communicable Disease Surveil: lance.
WHO. 2016. Diabetes. World Health Organization. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diabetes#:-:text=Diabetes prevalence has been
rising, were directly caused by diabetes. Diakses 3 Januari 2021.
WHO. 2019. Diabetes. World Health Organization. https://www.who.int/health-
topics/diabetes#tab_1. Diakses 3 Januari 2021.
Wahdah, Nurul. 2011. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta:
Multipress
Thorens, B. (2015). "GLUT2, glucose sensing and glucose
homeostasis". Diabetologia. 58 (2): 221–32. doi:10.1007/s00125-014-
3451-1
John F. 2012. Robyt: Essentials of Carbohydrate Chemistry. Springer Science &
Business Media.
Garrett, Reginald H. (2013). Biochemistry (5th ed.). Belmont, CA: Brooks/Cole,
Cengage Learning. ISBN 978-1-133-10629-6.
Donald Voet, Judith G. 2010. Voet: Biochemistry, 4th Edition. John Wiley & Sons,
ISBN 978-0470-57095-1. p. 363
Koekkoek, L. L.; Mul, J. D.; La Fleur, S. E. (2017). "Glucose-Sensing in the
Reward System". Frontiers in Neuroscience. 11:
716. doi:10.3389/fnins.2017.00716
La Fleur, S. E.; Fliers, E.; Kalsbeek, A. (2014). Neuroscience of glucose
homeostasis. Handbook of Clinical Neurology. 126. pp. 341–
351. doi:10.1016/B978-0-444-53480-4.00026-6
Wannamethee SG, Papacosta O, Lawlor DA, Whincup PH, Lowe GD, Ebrahim S.
2012. Do women exhibit greater differences in established and novel
risk factors between diabetes and non-diabetes than men? The British
Regional Heart Study and British Women’s Heart Health Study.
Diabetologia. 55(1):80–7
Vanhoutte PM (2009) Endothelial dysfunction: the first step toward coronary
arteriosclerosis. CircJ 73(4):595–601. https://doi.org/10.1253/circj.CJ-
08-1169
Regensteiner JG, Bauer TA, Huebschmann AG et al (2015) Sex differences in the
effects of type 2 diabetes on exercise performance. Med Sci Sports
Exerc 47(1):58–65.
Endiyasa, E., Ariami, P. and Urip, U., 2019. Perbedaan Kadar Glukosa Darah
Metode Poin Of Care Test (Poct) Dengan Photometer Pada Sampel
Serum Di Wilayah Kerja Puskesmas Jereweh. Jurnal Analis Medika
Biosains (JAMBS), 5(1), p.40.
Chia, C., Egan, J. and Ferrucci, L., 2018. Age-Related Changes in Glucose
Metabolism, Hyperglycemia, and Cardiovascular Risk. Circulation
Research, 123(7), pp.886-904.
Suiraoka, IP. 2012 Penyakit degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika. p. 45-51
Szoke, E., Shrayyef, M., Messing, S., Woerle, H., van Haeften, T., Meyer, C.,
Mitrakou, A., Pimenta, W. and Gerich, J., 2007. Effect of Aging on
Glucose Homeostasis: Accelerated deterioration of  -cell function in
individuals with impaired glucose tolerance. Diabetes Care, 31(3),
pp.539-543.
Brewer, R., Gibbs, V. and Smith, D., 2016. Targeting glucose metabolism for
healthy aging. Nutrition and Healthy Aging, 4(1), pp.31-46.
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2. 1st ed. Jakarta: PB Perkeni, p.1.
Allende-Vigo, M. (2015). Diabetes Mellitus Prevention. American Journal of
Therapeutics, 22(1), pp.68-72.
Brian A., B. (2001). Definitions of Risk. Journal of Dental Education, 10(65),
pp.1007-1008.
Budnitz DS, Pollock DA, Weidenbach KN, Mendelsohn AB, Schroeder TJ, Annest
JL (October 2006). "National surveillance of emergency department
visits for outpatient adverse drug events". JAMA. 296 (15): 1858–
66. doi:10.1001/jama.296.15.1858. PMID 17047216
American Diabetes Association. 16. Diabetes advocacy: Standards of Medical Care
in Diabetes - 2019. Diabetes Care 2019;42(Suppl. 1):S182–S183
American Diabetes Association. 2. Classification and diagnosis of diabetes:
Standards of Medical Care in Diabetes - 2019. Diabetes Care
2019;42(Suppl.1):S13–S28
Allende-Vigo, M. (2015). Diabetes Mellitus Prevention. American Journal of
Therapeutics, 22(1), pp.68-72.
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang (2016). Data Penyakit FKTL Kab. Malang.
Malang: Dinkes Kab. Malang, pp.1-6.
Ogurtsova, K., da Rocha Fernandes, J., Huang, Y., Linnenkamp, U., Guariguata,
L., Cho, N., Cavan, D., Shaw, J. and Makaroff, L. (2017). IDF Diabetes
Atlas: Global estimates for the prevalence of diabetes for 2015 and
2040. Diabetes Research and Clinical Practice, 128, pp.40-50.
Adi Soelistijo, S., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Swastika, K. and
Manaf, A. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2. 1st ed. Jakarta: PB Perkeni, p.1.
Lampiran 1 Data Hasil Penelitian

Kelami Angka Kategori


No Umur Kategori
n Diabetes usia
1 L 48 th 258 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
2 L 47 th 303 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
3 L 47 th 202 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
4 L 48 th 346 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
5 L 46 th 348 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
6 L 48 th 308 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
7 L 40 th 302 Diabetes Mellitus
AKHIR
8 L 53 th 224 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
9 L 45 th 242 Diabetes Mellitus
AKHIR
10 L 47 th 301 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
11 L 46 th 265 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
12 L 47 th 204 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
13 L 40 th 308 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
14 L 43 th 242 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
15 L 45 th 301 Diabetes Mellitus
AKHIR
16 L 46 th 214 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
17 L 50 th 265 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
18 L 48 th 228 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
19 L 39 th 230 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
20 P 44 th 353 Diabetes Mellitus
AKHIR
21 P 49 th 286 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
22 P 49 th 355 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
23 P 45 th 251 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
24 P 44 th 336 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
25 P 43 th 201 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
26 P 45 th 375 Diabetes Mellitus
AKHIR
27 P 48 th 258 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
28 P 48 th 403 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
29 P 48 th 204 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
30 P 49 th 298 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
31 P 40 th 282 Diabetes Mellitus
AKHIR
32 P 49 th 235 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
33 P 46 th 231 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
34 P 39 th 309 Diabetes Mellitus
AKHIR
35 P 53 th 205 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
36 P 43 th 224 Diabetes Mellitus
AKHIR
37 P 46 th 776 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
38 P 50 th 304 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
39 P 43 th 313 Diabetes Mellitus
AKHIR
40 P 48 th 348 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
41 P 38 th 335 Diabetes Mellitus
AKHIR
42 P 50 th 287 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
43 P 50 th 223 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
44 P 39 th 262 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
45 P 40 th 204 Diabetes Mellitus
AKHIR
46 P 52 th 240 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
DEWASA
47 P 41 th 209 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
48 P 44 th 201 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
49 P 43 th 203 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
50 P 41 th 205 Diabetes Mellitus
AKHIR
DEWASA
51 P 42 th 201 Diabetes Mellitus
AKHIR
52 P 48 th 305 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
53 P 49 th 208 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
54 P 52 th 250 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL
55 P 49 th 215 Diabetes Mellitus LANSIA AWAL

Anda mungkin juga menyukai