Anda di halaman 1dari 40

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PASIEN LUKA DIABETIK DI RS.TENTARA


PEMATANGSIANTAR TAHUN 2021

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

HENDRO PARULIAN SIHALOHO


NIM : 2014201043B

PROGRAM STUDI NERS – S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
FLORA MEDAN
2021

iii

1
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT
KECEMASAN PASIEN LUKA DIABETIK DI RS.TENTARA
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2021

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

Oleh :

HENDRO PARULIAN SIHALOHO


NIM : 2014201043B

PROGRAM STUDI NERS – S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
FLORA MEDAN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien

Luka Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021

Nama Mahasiswa : Hendro Parulian Sihaloho

NIM : 2014201043B

Jurusan : S1 Keperawatan

Proposal skripsi ini telah diperiksa dan dapat diajukan untuk proses selanjutnya.

Medan, Desember 2021

Pembimbing,

Sri Dewi Br. Siregar S.Kep,Ns. M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,

rahmat, hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang

berjudul: “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Ulkus

Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021” sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Flora Medan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini peneliti mendapat banyak bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi -tingginya kepada yang

terhormat:

1. dr. Fithria Aldy, M.Ked (Oph), SpM. K, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Flora Medan.

2. Heni Triana SKM., M.Kes, selaku Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Flora Medan.

3. Suherni, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua Program Studi Ners Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Flora Medan.

4. Sri Dewi Br. Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

5. Jesmo Aldoran Purba, S.Kep., Ns., M.Kep, dan Dahlia, SKM., M.Kes selaku

tim penguji I dan penguji II.

6. Kepala RS. Tentara Pematangsiantar yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian.

7. Seluruh dosen Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Flora Medan.

iii
Kritik dan saran yang bersifat membangun penelitian ini, peneliti

harapkan guna perbaikan dimasa mendatang. Mudah-mudahan penelitian ini

bermanfaat bagi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.amin.

Medan, Desember 2021

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
IDENTITAS PENULIS.........................................................................................iii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iv
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................x
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.....................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah................................................................................6
1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................6
1.4. Hipotesis Penelitian...............................................................................7
1.5. Manfaat Penelitian................................................................................7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Ulkus Diabetikum................................................................................8
2.2. Kecemasan..........................................................................................13
2.3. Dukungan Keluarga............................................................................20
2.4. Kerangka Konsep................................................................................22

BAB 3. METODE PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian...................................................................................23
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian................................................................23
3.3. Populasi dan Sampel..............................................................................24
3.4. Pengumpulan Data...............................................................................24
3.5. Definisi Operasional...........................................................................25
3.6. Analisa Data........................................................................................25
3.7. Pertimbangan Etik................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................xi
LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konsep...................................................................................22

vi
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian...................................................................25

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM).

Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang.

Penyakit tidak menular mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang

lambat (Riskesdas, 2013).

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena

keturunan atau defisiensi produksi insulin pada pankreas oleh ketidakefektifan insulin

yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah

(hiperglikemia) yang akan merusak banyak sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan

saraf ( World Health Organization , 2016).

Diabetes melitus sangat erat kaitannya deng an kadar gula darah. Diabetes melitus

adalah gangguan metabolik yang ditandai hiperglikemia kronik dan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat kerusakan insulin atau keduanya.

Resistensi insulin sangat beragam didalam tubuh setiap manus ia, apabila respon rendah

dari normal maka disebut dengan resistensi insulin, meliputi pengurangan glukosa

oleh otot dan atau hati, akibatnya kadar glukosa darah tetap tinggi dan pankreas

menyekresi lebih banyak insulin (Gandy, dkk 2014).

Penderita diabetes mellitus di dunia menurut data World Health

Organization (WHO) diperkirakan 347 juta orang didunia menderita diabetes mellitus

dan jika ini terus dibiarkan tanpa adanya pencegahan yang dilakukan dapat dipastikan

jumlah diabetes mellitus bisa meningkat ( WHO, 2015). Peningkatan pravelensi

akan lebih menonjol perkembangannya dinegara berkembang dibandingkan dengan

negara maju. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penderita

diabetes mellitus yang berumur 20 -70 tahun terbanyak yaitu menempati urutan ke-7

dunia dengan jumlah penderita 8,3 juta jiwa (IDF, 2015).

Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 penyakit

1
diabetes melitus jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai

komplikasi, salah satu komplikasi diabe tes melitus yang sering dijumpai adalah ulkus

diabetikum. Ulkus diabetikum terjadi akibat kerusakan pada saraf dan pembuluh

darah. Penderita diabetes dengan kerusakan persarafan akan menunjukkan kerusakan

pada sistem saraf sensorik, motorik, dan otonomik. Pada kerusakan sistem saraf sensorik

secara umum akan kehilangan sensitivitas yang dapat memberi peluang terjadi cedera atau

trauma tanpa diketahui.

Penyakit diabetes mellitus tipe II dapat mempengaruhi kecemasan

seseorang. Kecemasan tersebut terjadi dikar enakan diabetes mellitus dianggap sebagai

penyakit yang menakutkan.Kecemasan terjadi karena seseorang merasa terancam baik

secara fisik maupun psikologis (Issacs A, 2005). Tingkat kecemasan yang

diakibatkan oleh diabetes mellitus tipe II sering sekali dial ami oleh penduduk

perkotaan walaupun penduduk yang tinggal diluar perkotaan pun tidak menutup

kemungkinan (Roupa, 2009). Dampak diabetes mellitus tipe 2 dapat juga menyebabkan

komplikasi psikologis yang muncul berupa kecemasan. Gangguan kecemasan yang

muncul pada penderita suatu penyakit dapat disebabkan oleh long life diseases

ataupun karena komplikasi yang ditimbulkannya. Kecemasan ini jika tidak diatasi

akan semakin menyulitkan dalam pengelolaan DM (Tamara, Bayhakki & Nauli, 2014)

Prevalensi ulkus diabetikum berkisar antara 1,0% sampai 4,1% di Amerika

Serikat, 4,6% di Kenya, dan 20,4% di Belanda. Studi menunjukkan bahwa

prevalensi ulkus diabetikum adalah antara 11,7% sampai 19,1% di antara penderita

diabetes di Nigeria. Prevalensi ulkus diabetikum pasien rawat inap dengan diabetes

di Iran adalah 20%. Sementara prevalensi penderita ulkus diabetikum di Indonesia

sebesar 15% dari penderita diabetes melitus (Desalu et al., 2011).

Di Indonesia angka kejadian penderita luka diabetik tahun 2016 adalah

sebesar 15% dari penderita diabetus mellitus. Bahkan angka kematian dan

amputasi masih tinggi yaitu sebesar 32,5% dari 23,5%. Prevelensi penderita luka diabetik

atau ganggren di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30% dan mortalitas 30%,
2
luka diabetik merupakan penyebab perawatan luka di rumah sakit yang terbanyak sekitar

80% (ADA, 2016).

Ulkus diabetik adalah komplikasi yang paling ditakuti oleh pasien prnderita

diabetes militus karena berkurangnya suplai darah ke jaringan tersebut menyebabkan

kematian jaringan dan diperparah dengan infeksi bakteri yang dapat menyebabkan

amputasi bahkan berdampak luas karena dapat mengakibatkan kematian, mordibitas,

peningkatan biaya perawatan, dan penurunan kualitas hidup. Insiden ulkus kaki pada

pasien Diabetes militus adalah 1 -4 % dan 10-30 kali lipat ulkus menyebabkan

amputasi (Bilous & Donelly, 2015).

Ulkus Diabetik yang lama tidak kunjung sembuh akan menyebabkan

gangguan peran, yang dapat mengganggu harga diri seseorang seperti dapat

menurunkan nilai diri. Semakin lama suat u penyakit yang dapat mengganggu

kempuan untuk melakukan aktivitas yang menunjang perasaan berharga,semakin besar

pula pengaruhnya pada harga diri. Penderita seringkali mengalami kesulitan untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan sehingga seseorang tersebut berada pada tahap krisis yang

ditandai dengan ketidakseimbangan fisik, sosial, dan psikologi. Tekanan tersebut akan

dapat mengganggu kemampuan adaptasi sehingga akan menimbulkan kegagalan yang

akan menyebabkan terjadi konsep diri. Penyakit tersebut lama kelamaan akan

menimbulkan reaksi psikologis yang negatif yaitu mudah marah,cemas, merasa sudah

tidak berguna lagi (Lestari, 2016).

Kecemasan pada penderita diabetes melitus belum diketahui angka

prevalensinya, sehingga diperlukan pemeriksaan secara psikologis untuk

mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh penderita diabetes melitus serta

melakukan analisis faktor –faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan.Kecemasan

pada penderita diabetes merupakan permasalahan kompleks yang dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan

pada penderita diabetes melitus adalah jenis kelamin, usia, etnisitas, statusperkawinan,

tingkat pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, lama menderita diabetes, lamanya


3
hospitalisasi, alasan hospitalisasi, riwayat stres, aktivitas fisik, dukungan keluarga,

status komplikasi, komorbid diabetes, merokok, penerimaan diri, dan tingkat

spiritualitas (Mahmuda, Thohirun, & Prasetyowati, 2016).

Kecemasan dapat timbul karena lamanya seseorang menderita diabetes, dimana

semakin lama seseorang menderita diabetes maka semakin tinggi tingkat kecemasan yang

dialami. Hal ini disebabkan karena penderita memikirkan kekhawatiran komplikasi yang

akan dialami, lamanya proses pengobatan, merasa tidak berdaya, dan putus asa terhadap

penyakit yang dideritanya. Seseorang yang menderita diabetes >10 tahun berisiko 2,74

kali lebih besar untuk mengalami kecemasan (Khan, et al., 2019). Penderita yang

mengalami diabetes sangat berisiko mengalami komplikasi berupa ulkus atau gangren

serta berisiko untuk dilakukan amputasi. Adanya komplikasi pada penderita diabetes

melitus tipe 2 berisiko 2,3 kali lebih besar untuk mengalami kecem asan (Sun, et al.,

2016).

Adanya komplikasi dan tidak adanya dukungan keluarga membuat

penderita diabetes memiliki keterbatasan untuk melakukan kegiatan apapun termasuk

melakukan aktivitas fisik. Padahal aktivitas fisik yang teratur berperan dalam mengontrol

kadar gula darah dan dapat mengurangi kecemasan karena menimbulkan perasaan

nyaman. Seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik berisiko 1,92 kali lebih besar

untuk mengalami kecemasan (Mahmuda, Thohirun, & Prasetyowati, 2016).

Selain peran keluarga, faktor penerimaan diri terhadap penyakit yang diderita

juga berpengaruh terhadap tingkat kecemasan. Seseorang akan lebih tenang dalam

menghadapi masalah dan berisiko lebih kecil untuk mengalami kecemasan apabila

memiliki penerimaan diri yang baik (Ispri antari & Priasmoro, 2017). Penerimaan diri

yang baik timbul karena adanya hubungan spiritualitas yang baik terhadap tuhan,

dimana seseorang yang memiliki tingkat spiritualitas tinggi lebih bisa bersikap tabah

dan menerima setiap kekurangan yang dimiliki (Chaves, et al., 2015).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RS. Tentara

Pematangsiantar didapatkan bahwa data penderita diabetes mellitus tipe II pada tahun
4
2021 adalah sebanyak 120 orang. Wawancara yang dilakukan kepada 10 orang pasien DM

tipe II, maka didapatkan data bahwa pasien mayoritas pasien yaitu sebesar 70%

mengeluh karena mengalami gejala telinga berdengung, penurunan penglihatan, dada terasa

berdebar – debar, mudah tersinggung, istirahat terganggu, lemah, lesu, susah untuk

berkonsentrasi, sesak nafas, susah buang air besar, sakit kepala dan buang air kecil yang

berlebihan. Gejala – gejala tersebut merupakan tanda - tanda seseorang yang mengalami

kecemasan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kecemasan Pasien Ulkus Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah

apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Ulkus

Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021 ?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien

Ulkus Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Distribusi Karakteristik Pasien Ulkus Diabetik di RS. Tentara

Pematangsiantar tahun 2021.

b. Mengetahui Dukungan Keluarga Pasien Ulkus Diabetik di RS. Tentara

Pematangsiantar tahun 2021.

c. Mengetahui Tingkat Kecemasan Pasien Ulkus Diabetik di RS. Tentara

Pematangsiantar tahun 2021.

d. Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien

Ulkus Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021.


5
1.4. Hipotesis Penelitian

Ha: Ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Ulkus

Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021 .

H0: Tidak ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien

Ulkus Diabetik di RS. Tentara Pematangsiantar tahun 2021 .

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan keperawatan tentang

Dukungan Keluarga dan Tingkat Kecemasan Pasien Ulkus Diabetik.

1.5.2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan referensi dan masukan untuk memperluas khasanah keilmuan

dan wawasan tentang Dukungan Keluarga dan Tingkat Kecemasan Pasien

Ulkus Diabetik .

1.5.3. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan informasi yang bermanfaat bagi dunia kesehatan dalam hal

Dukungan Keluarga dan Tingkat Kecemasan Pasien Ulkus Diabetik .

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulkus Diabetikum

2.1.1 Pengertian

Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus

berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan

setempat. Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena

adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati,

yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat

berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan,

2006).

2.1.2 Klasifikasi Ulkus Diabetikum

Menurut Wagner (1998) klasifikasi ulkus diabetikum terdiri dari:

a. Derajat 0

Ditandai kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik

yang merupakan komponen primer penyebab ulkus, peripheral vascular disease, kondisi

kulit yaitu kulit kering dan terdapat callous (daerah yang kulitnya menjadi hipertropik

dan anastesi ), terjadi deformitas berupa claw toes (suatu kelainan bentuk jari kaki)

yang melibatkan metatarsal phalangeal joint, proximal interphalangeal joint dan

distal interphalangeal joint .

b. Derajat I

Ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pad a kulit, dasar kulit dapat

bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).

c. Derajat II

Dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda -tanda pada grade I dan ditambah

dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus, y aitu dasar ulkus meluas ke tendon,

tulang atau sendi tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.

7
d. Derajat III

Ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses yang dalam dengan

atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat osteomyelitis.

e. Derajat IV

Ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi

pada sebagian ujung kaki.

f. Derajat V

Ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren -gangren diseluruh kaki atau sebagian

tungkai bawah.

2.1.3 Patofisiologi

a. Neuropati Perifer

Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan

merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel,

defisiensi mioinositol -perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K

ATPase, hiperosmolaritas kronis. Hal ini menyebabkan edema pada saraf tubuh serta

pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose.

Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga

menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningk atan kadar sorbitol

intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan

kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar peptida neurotropik perubahan metabolisme

lemak, stres oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi

fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar

advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang

mengeraskan ruangan -ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inf erior

(carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan

berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen

menyebabkan double crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf

motorik, sensorik dan autonomik.


8
Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat

langsung dari kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik.

Hilangnya fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan

hiperkeratosis.

Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan

menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela

jari sering menghambat deteksi dari luka -luka kecil pada kaki.

Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan

pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering

mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf plantaris

medialis dan lateralis pada masing -masing lubangnya (tunnel).

b. Penyakit Arterial

Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan akan menderita

penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada aortailiaca , dan

femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah

hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein

(LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von

Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma,

dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara keseluruhan, penderita diabetes mempunyai

kemungkinan besar menderita atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis

kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel.

Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal

pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan agregasi eritrosit.

Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada

membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada

endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah

bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah terjadi. Akibat

yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme
9
glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus

dengan kadar glukosa darah.

Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu

meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi

melalui kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer

yang terjad i lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi

terhadap molekul oksigen.

c. Deformitas kaki

Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot

menyebabkankerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait

biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada

metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya dimana akan menambah

panjang lengkung pada kaki. Perubahan degeneratif ini nantinya akan merubah cara

berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan

kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil

yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.

d. Tekanan
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem

organtermasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana

advanced glycosylated end prodruct (AGEs) berhubungan dengan molekul

kolagen pada tendon sehingga menyebabkan hilangn ya elastisitas dan bahkan

pemendekan tendon.

Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain

arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya

gangguan berjalan (gait).

Hilangnya sensasi pada kaki akan me nyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan

fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau

kaki Charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan

10
lunak. Tidak terasanya panas dan dingi n, tekanan sepatu yang salah, kerusakan akibat

benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini

ditambah aliran darah yang buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada

penderita diabetes.

2.2. Kecemasan

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.

Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin

memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi

yang mengancam tersebut terjadi (Murwani, 2008). Sedangkan menurut Stuart (2009),

ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan

perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai

stimulus cemas.

Cemas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek

membahayakan, yang bergantung dengan tingkat cemas, lama cemas yang dialami,

dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap cemas. Cemas dapat dilihat

dalam rentang ringan, sedang, da n berat. Setiap tingkat menyebabkan perubahan

emosional dan fisiologis pada individu (Videbeck, 2010).

Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidakdapat

dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb,200 9). Stuart (2009)

mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik

dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut.

Takut merupakan penilaian intelektual terhadap suatu bahaya. Cemas adalah

respon emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981 dikutip oleh

Purba (2009), takut mempunyai sumber penyebab yang spesifik atau objektif yang dapat

diidentifikasi secara nyata, sedangkan cemas sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk

secara nyata dan jelas.

Kecemasan adalah kondisi membingungkan yang muncul tanpa alasan dari

11
kejadian yang akan datang. Kecemasan akan muncul pada keluarga yang salah satu

anggota keluarganya sedang sakit. Bila salah satu anggota keluarga sakit maka hal

tersebut akan menyebabkan terjadinya krisis keluarga. Kecemasan merupakan respon

yang tepat terhadap suatu ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal bila

tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman (Nevid, et al 2009).

2.2.2. Penyebab Kecemasan

Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu (Stuart, 2009) :

1. Teori Psikoanalitik

Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena adanya konflik yang

terjadi antara emosional elemen kepribadian, yaitu id dan super ego. Id mewakili

insting, su per ego mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan menengahi konflik

yang tejadi antara dua elemen yang bertentangan. Timbulnya kecemasan merupakan upaya

meningkatkan ego ada bahaya.

2. Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap

adanya penolakan dan tidak adanya penerimaan interpersonal. Ansietas juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan

yang menimbulkan kelemahan fisik.

3. Teori Perilaku (Behavior)

Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.

4. Teori Prespektif Keluarga

Kajian ini menunjukkan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.

Kecemasan menunjukkan adanya pola interaksi yang mal adaptif dalam sistem

keluarga.

5. Teori Perspektif Biologis

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khususnya yang

mengatur ansietas, antara lain : benzodiazepines, penghambatasam amino butirik-gamma

neroregulator serta endofirin. Kesehatan umum seseorang sebagai predisposisi terhadap


12
ansietas.

2.2.3. Tanda dan Gejala Kecemasan

Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh

seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh individu

tersebut (Hawari, 2012). Keluhan yang sering, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Gejala psikologis : pernyataan cemas/khawatir, firasat buruk, takut akan

pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah

terkejut

2. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

3. Gangguan konsentrasi daya ingat.

4. Gejala somatik: rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar -debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dingin

dan lembab, dan lain sebagainya.

2.2.4. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (2009), ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh

individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1. Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari -hari, individu masih

waspada sertalapang presepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu

untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan

pertumbuhan.

2. Kecemasan Sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang presepsi

individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif

namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk

melakukannya.

3. Kecemasan Berat

Lapangan presepsi individu sangat sempit. Individu cenderung berfokus pada


13
sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan

untuk berfokus pada area lain.

Menurut Hawari (2012), tingkat kecemasan dapat diukur dengan

menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale

for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala, antara lain adalah

sebagai berikut :

a. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah

tersinggung.

b. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah

terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.

c. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada binatang besar,

pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang banyak.

d. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi, mimpi buruk dan mimpi yang

menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun dan daya ingat

buruk.

f. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hobi,sedih, terbangun pada saat dini hari dan perasaan berubah -ubah

sepanjang hari.

g. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi

gemerutuk dan suara tidak stabil.

h. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga berdenging), penglihatan kabur,

muka merah atau pucat, merasa lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi (denyut

jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/ lemas

seperti mau pingsan dan detak jantung menghilang/ berhenti sekejap.

14
j. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa

tercekik, sering menarik nafas pendek/ sesak.

k. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut melilit, gangguan

pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh

atau kembung,mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi)

dan kehilangan berat badan.

l. Gejala urogenital (perekmihan dan kelamin) : sering buang air kecil, tidak dapat

menahan BAK, tidak datang bulan (tidak dapat haid), darah haid berlebihan,

darah haid sangat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid sangat pendek, haid

beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin,ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi

hilang dan impotensi.

m. Gejala autoimun : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,

kepalapusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit danbulu -bulu berdiri.

n. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening/ dahi berkerut,

wajah tegang/ mengeras, nafas pendek dan cepat serta wajah merah.

Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 -4, dengan

penilaian sebagai berikut :

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

Nilai 1 = gejala ringan

Nilai 2 = gejala sedang

Nilai 3 = gejala berat

Nilai 4 = gejala berat sekali/ panik.

Masing masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala tersebut

dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan seseorang, yaitu : total nilai (score) : kurang dari 14 = tidak ada

kecemasan, 14-20 kecemasan ringan, 21-27 = kecemasan sedang, 28-41 =

kecemasan berat, 42-56 = kecemasan berat sekali (Hawari, 2009)

2.2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan

a. Faktor Predisposisi

15
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan (Stuart, 2009).

Faktor-faktor tersebut antara lain :

1) Teori Psikoanalitik

Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena konflik antara

elemen kepribadian yaitu id (insting) dan super ego (nurani). Id mewakili

dorongan insting dan imlus primitive seseorang dan dikendalikan norma

budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan

fungsi kecemasan adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Teori Interpersonal

Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan

perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.

3) Teori Behaviour

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

4) Teori Perspektif Keluarga

Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif dalam

keluarga.

5) Teori Perspektif Biologi

Fungsi biologis me nunjukan bahwa otak mengandung reseptor

khususBenzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.

b. Faktor Prespitasi

Faktor prespitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus

kecemasan (Stuart, 2009). Faktor pencetus tersebut adalah :

1. Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan

fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-

hari.

2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga diri dan
16
fungsi sosial yang teri ntegrasi dari seseorang.

2.3. Dukungan Keluarga

2.3.1 Pengertian

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang

diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada

orang lain yang memperhatikan menghargai dan mencintainya (Setiadi, 2008).

Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga

dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan

keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan

meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan (Setiadi, 2008).

2.3.2. Jenis dukungan keluarga

Setiadi, 2008 mengemukakan bahwa ada 4 jenis dukungan keluarga :

a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolong an praktis dan

kongkrit.

b. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

disseminator (penyebar informasi) .

c. Dukungan penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator

identitas keluarga.

d. Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

2.3.3. Ciri – ciri bentuk dukungan keluarga

Menurut Setiadi, 2008 setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri –

ciri antara lain :

1.Informative, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh

seseorang dalam menanggulangi persoalan – persoalan yang dihadapi, meliputi

pemberian nasihat, pengarahan, ide – ide atau informasi lainnya yang

dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin
17
mengahadapi persoalan yang sama atau hampir sama.

2.Perhatian Emosional, setiap orang pasti mempbutuhkan bantuan afeksi dari orang

lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, dan

penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya

tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan,

mau mendengar segala keluhan, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang

dihadapinya bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

3.Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah

seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan – persoalan yang

dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya

dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat

– obat yang dibutuhkan dan lain – lain.

4.Bantuan Penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada

pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan

negative yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan

dukungan sosial keluarga maka penilaian sangat membantu adalah penilaian positif.Efek

dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara

lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan

menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan

kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah

pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi,

2008).

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan Keluarga Tingkat Kecemasan


- Baik - Ringan
- Buruk - Berat

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian


18
Variabel independen merupakan suatu variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen dan bebas dalam mempengaruhi

variabel lain (Hidayat, 2008). Variabel independen pada penelitian ini adalah dukungan

keluarga. Variabel dependen merupakan variabel yang dapat dipengaruhi atau menjadi

akibat k arena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas

terhadap perubahan (Hidayat, 2008). Variabel dependen pada penelitian ini adalah

tingkat kecemasan.

19
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini

menggunakan desain cross sectional (potong lintang), yaitu desain penelitian yang

dilakukan dengan tujuan untuk mempelajarai adanya suatu dinamika korelasi

(hubungan) antara faktor risiko dengan efek. Dalam penelitian cross sectional, peneliti

melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu dimana tiap

subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat

pemeriksaan tersebut (Notoatmodjo, 2005).

Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu

dan satu kali, tidak ada follow up, untuk mencari hubungan antara variable independen

(faktor resiko) dengan variabel dependen (efek) (Dhini, 2009).

Penelitian cross sectional peneliti hanya melakukan observasi dan

pengukuran terhadap variabel independen (dukungan keluarga) dan variabel dependen

(tingkat kecemasan) pada subjek penelitian sebanyak satu kali pengukuran dan

waktu yang sama.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1.Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Januari - Februari tahun 2022.

3.2.2.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di RS. Tentara Pematangsiantar. Adapun

alasan pemilihan lokasi ini karena berdasarkan wawancara mayoritas pasien ulkus

diabet ikum mengalami tanda dan gejala kecemasan.

3.3.Populasi Dan Sampel

3.3.1.Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti (Notoadmodjo, 20 10).


20
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien DM dengan ulkus diabetikum di pada Januari

dan Februari tahun 2022.

3.3.2.Sampel

Sampel adalah sekumpulan pengamatan secara individu yang dipilih dengan

sebuah prosedur khusus. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

tehnik accidental sampling yaitu sampel yang ditemukan pada saat kegiatan penelitian

sedang berlangsung.

3.4. Pengumpulan Data

a. Data Primer

Adalah data yang diperoleh dengan mengunjungi Rumah Sakit dan meminta

responden untuk mengisi kuesioner yang telah disusun oleh peneliti. Kuesioner

penelitian terdiri dari kuesioner dukungan keluarga dan tingkat kecemasan.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait di lokasi

penelitian yaitu RS. Tentara Pematangsiantar . Prosedur yang harus dilaksanakan

adalah m emperoleh surat ijin untuk melakukan kegiatan penelitian sebelum mengambil

data di lokasi penelitian.

3.5. Definisi Operasional

Tabel.3.1.Definisi Operasional Penelitian


Variabel Defenisi
Alat Skala Hasil Ukur
Operasional
Ukur Ukur
Dukungan Merupakan perhatian, Kuesioner ordinal - Baik
Keluarga perhargaan dan rasa - Buruk
cinta dari anggota
keluarga
T c diderita.
i e Perasaan
n m cemas atau
g a was-was
k s terhadap
a a penyakit
t n dan atau
kesembuha
K n ulkus
e diabetikum
yang
21
Kuesioner
ordinal - Ringan
kecemasan (HRS-
- Berat
A)

22
3.6. Analisa Data

3.6.1. Analisa Univariat

Untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti dalam penelitian yaitu

melihat distribusi frekuensi variabel independen dan dependen yang disajikan secara

deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2010).

3.6.2. Analisa Bivariat

Untuk melihat keterkaitan antara variabel independen dan variabel

dependen dengan menggunakan uji statistik Chi square dengan tingkat signifikan

(α<0.05). Pedoman yang digunakan dalam menerima hipotesis jika nilai p<0.05

maka H0 diterima, artinya terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Apabila nilai p>0.05 maka H0 ditolak, artinya tidak terdapat hubungan

antara variabel independen dan dependen.

3.7. Pertimbangan Etik

Penelitian ini menggunakan objek manusia sebagai objek penelitian, untuk itu

hakikatnya sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip – prinsip

dan pertimbangan etik yaitu responden mempunyai hak untuk memutuskan

apakah ia bersedia menjadi subjek atau tidak, tanpa ada sanksi, dan tidak menimbulkan

penderitaan bagi responden. Peneliti juga memberi penjelasan dan informasi secara lengkap

dan rinci serta tanggung jaw ab jika ada sesuatu yang terjadi pada responden. Responden

juga harus diperlakukan secara baik sebelum, selama, dan sesudah penelitian.

Responden tidak boleh didiskriminasi jika menolak untuk menjadi responden.

Nursalam (2009) menyatakan bahwa, ada beberapa pertimbangan etik yang

diperhatikan dalam penelitian ini yaitu:

a. Self Determination , peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk


23
menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian.

b. Informed consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah

peneliti mengenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika

responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta

menandatangani lembar persetujuan.

c. Anonimity, Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing -masing lembar

persetujuan tersebut.

d. Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan

kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

24
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2018). Classification and Diagnosis of Diabetes: Standard


of Medical Care in Diabetes 2018. 14-26: Diabetes Care.

Bilous, R & Donelly.2015. Buku Pegangan Diabetes, Edisi 4 . Jakarta : Bumi Medika

Hawari, D. (2016). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas.Kedokteran


Universitas Indonesia.

International Diabetes Federation. (2015). IDF Diabetes Atlas Seventh Edition 2015.America:
International Diabetes Federation.

Ispriantari, A., & Priasmo ro, D. (2017). Penerimaan Diri pada Remaja dengan
Diabetes Tipe 1 di Kota Malang. Jurnal Dunia Keperawatan, 115-120.

Khan, P., Qayyum, N., Malik, F., Khan, T., Khan, M., & Tahir, A. (2019).
Incidence of Anxiety and Depression among Patients with Type 2
Diabetes and the Predicting Factors. Journal of Cureus, 1-8.

Kodakandla, K., Maddela, G., Pasha, M., & Vallepalli, R. (2016). a Cross
Sectional Study on Prevalence and Factors Influencing Anxiety and
Depression among Patients with Type II Diabetes Mellitu s. International Journal
of Research in Medical Sciences , 2542-2547

Lestari, Sri,dkk.2016. Gambaran Konsep Diri Pada Pasien Luka Gangren Diabetik Di
Poliklinik Kaki Diabetik Tahun 2014 .Sekolah Tinggi Ilmu
KesehatanSuaka Insan Banjarmasin (Vol.01 edisi 1 juni 2016).

Mahmuda, N., Thohirun, & Prasetyowati, I. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan
Tingkat Kecemasan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit
Nusantara Medika Utama. e-journal Universitas Jember , 1-7.

Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene Beverly.( 2005). Pengantar
Psikologi. Abnormal.Bandung

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehata n, Jakarta : PT. Rineka


Cipta.

Nursalam, 2009. Konsep & penerapan metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Smeltzer, Suzanne C. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth.Ed.8. Vol.2. Jakarta: EGC

Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2009). Principles And Practice Of Psychiatric.


Nursing
(10th ed). Jakarta: EGC.
25
Utami, T. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Melitus dengan Ulkus Diabetikum. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau.

World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. Switzerland: World


Health Organization.

26
KUESIONER

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT


KECEMASAN PASIEN ULKUS DIABETIK DI RS.
TENTARA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2021

No. Responden :
Hari /Tanggal :
A. Data Demografi
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :

B. Kuesioner Dukungan Keluarga


Petunjuk pengisian: berilah tanda contreng ( √) pada kotak yang sudah disediakan
S : Sering
K : Kadang-kadang
TP : Tidak pernah

No INDIKATOR S K TP

DUKUNGAN EMOSIONAL DAN


PENGHARAPAN
1 Keluarga mendampingi saya dalam perawatan

2 Keluarga memberi pujian dan perhatian kepada saya

3 Keluarga tetap mencintai dan memperhatikan


keadaan saya selama saya sakit
4 Keluarga dan tetangga memaklumi bahwa sakit yang
saya alami sebagai suatu musibah
DUKUNGAN NYATA

Keluarga menyediakan waktu dan fasilitas jika saya


5 memerlukan untuk keperluan
Pengobatan
6 Keluarga berperan aktif dalam setiap pengobatan
dan perawatan sakit saya

27
7 Keluarga bersedia membiayai biaya perawatan dan
pengobatan

Keluarga berusaha untuk mencarikan kekurangan


8 sarana dan peralatan perawatan yang saya perlukan

DUKUNGAN INFORMASI / PENGETAHUAN

Keluarga memberitahu tentang hasil pemeriksaan


9 dan pengobatan dari dokter yang merawat kepada
saya
10 Keluarga mengingatkan saya untuk kontrol, minum,
obat, latihan, dan makan
11 Keluarga mengingatkan saya tentang perilaku -
perilaku yang memperburuk penyakit saya
Keluarga menjelaskan kepada saya setiap saya
12 bertanya hal-hal yang tidak jelas tentang
penyakit saya
TOTAL

C. Kuesioner Kecemasan
HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HRS -A)
Skor : 0 = tidak ada Total Skor : < 14 = tidak ada kecemasan
1 = ringan 14-27 = kecemasan ringan
2 = sedang 28-56 = kecemasan berat
3 = berat
4 = berat sekali
Berikan tanda check list (√) pada pernyataan di bawah ini:
NO. PERNYATAAN 0 1 2 3 4
1. Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2. Ketegangan
- Merasa Tegang
- Lesu
- Tak Bisa Istirahat Tenang
- Mudah Terkejut
- Mudah Menangis
- Gemetar
- Gelisah

28
3. Ketakutan
- Pada Gelap
- Pada Orang Asing
- Ditinggal Sendiri
- Pada Binatang Besar
- Pada Keramaian Lalu Lintas
- Pada Kerumunan Orang Banyak
4. Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur
- Terbangun Malam Hari
- Tidak Nyenyak
- Bangun dengan Lesu
- Banyak Mimpi-Mimpi
- Mimpi Buruk
- Mimpi Menakutkan
5. Gangguan Kecerdasan
- Sukar Konsentrasi
- Daya Ingat Buruk
6. Perasaan Depresi
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
- Sedih
- Bangun Dini Hari
- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari

7. Gejala Somatik (Otot)


- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
- Kaku
- Kedutan Otot
- Gigi Gemerutuk
- Suara Tidak Stabil
8. Gejala Somatik (Sensorik)
- Tinitus
- Penglihatan Kabur
- Muka Merah atau Pucat
- Merasa Lemah
- Perasaan ditusuk-Tusuk
9. Gejala Kardiovaskuler
- Takhikardia
- Berdebar
- Nyeri di Dada
- Denyut Nadi Mengeras
- Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau Pingsan
- Detak Jantung Menghilang (Berhenti
Sekejap)
10. Gejala Respiratori
- Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada
- Perasaan Tercekik
- Sering Menarik Napas
- Napas Pendek/Sesak

29
11. Gejala Gastrointestinal
- Sulit Menelan
- Perut Melilit
- Gangguan Pencernaan
- Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
- Perasaan Terbakar di Perut
- Rasa Penuh atau Kembung
- Mual
- Muntah
- Buang Air Besar Lembek
- Kehilangan Berat Badan
- Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12. Gejala Urogenital
- Sering Buang Air Kecil
- Tidak Dapat Menahan Air Seni
- Amenorrhoe
- Menorrhagia
- Menjadi Dingin (Frigid)
- Ejakulasi Praecocks
- Ereksi Hilang
- Impotensi

13. Gejala Otonom


- Mulut Kering
- Muka Merah
- Mudah Berkeringat
- Pusing, Sakit Kepala
- Bulu-Bulu Berdiri
14. Tingkah Laku Pada Wawancara
- Gelisah
- Tidak Tenang
- Jari Gemetar
- Kerut Kening
- Muka Tegang
- Tonus Otot Meningkat
- Napas Pendek dan Cepat
- Muka Merah
Skor Total =

30
LEMBAR BIMBINGAN PROPOSAL

No Hari / Topik Masukan Pembimbing Tanda tangan


Tanggal Pembimbing

31

Anda mungkin juga menyukai