Anda di halaman 1dari 49

D

EVIDANCE BASED PRACTICE


PEMBERIAN PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR) PADA PASIEN
DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RUANG ANGGREK RSUD
KOTA BANDUNG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pembimbing : Sumbara, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 2

211FK04022 Alfrian Wirasatya. B


211FK04073 Deliana Rahmi Putri
211FK04081 Della Adelia Alfiona
211FK04005 Dini Indriyani
211FK04065 Latifah Rahmawati
211FK04043 Muhamad Yusuf Arifin
211FK04024 Shanti Ariani

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKUTLAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2021
D

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya panjatkan atas kehadilan Allah SWT karena atas rahmat
dan kehendak-Nya penulis masih diberi kesempatan, kekuatan, serta pikiran sehingga
dapat menyelsaikan makalah EBP ini dengan judul “Pemberian Progressive Muscle
Relaxation (PMR) pada Pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Ruang Anggrek
RSUD Kota Bandung ”.

Dalam makalah ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan, dukungan, masukan serta bimbingan kepada penulis. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. H. Mulyana, S.Pd., S.H., M.Pd., MH.Kes selaku ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana Bandung
2. Dr. Entris Sutrisno, MH. Kes., Apt. selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana
Bandung
3. Rd. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep selaku Dekan Universitas Bhakti Kencana
Bandung
4. Lia Nurlianawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku ketua Program Studi Fakultas
Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung
5. Sumbara, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing 1 yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan serta motivasi yang
berharga kepada penulis
6. Ns. Suhastuti, S.Kep Kep selaku pembimbing 1 yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan serta motivasi yang
berharga kepada penulis.
7. Seluruh dosen, Staff pengajar dan karyawan program studi Profesi Ners
Universitas Bhakti Kencana Bandung

Peneliti menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan, dengan demikian peneliti mengharapkan kritik dan saran yang

i
D

membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini dan
semoga bermanfaat bagi semua yang berkepentingan.

Bandung, 28 November 2021

Kelompok 2

ii
D

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................................4
1.4 Manfaat...................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................5
2.1 Konsep Ulkus Diabetikum....................................................................................5
2.1.1 Definisi...................................................................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................................6
2.2.1 Etiologi............................................................................................................8
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus.......................................................................10
2.2.3 Patofisiologi & Pathway..............................................................................11
2.2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................11
2.2.5 Pemeriksaan penunjang..............................................................................13
2.2.6 Komplikasi...................................................................................................13
2.2.7 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus & Ulkus Diabetikum........................15
2.2 Konsep Progressive Muscle Relaxation (PMR).................................................17
2.2.1 Definisi PMR................................................................................................17
2.2.2 Manfaat........................................................................................................18
2.2.3 Mekanisme PMR terhadap Gula Darah....................................................19
2.2.4 Prosedur PMR.............................................................................................19
BAB III ANALISIS JURNAL.............................................................................................23
3.1 Langkah-langkah Evidance Based Practice (EBP)...........................................23
3.2 Pembahasan Analisis Jurnal...............................................................................39
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN....................................................................................43
4.1 Simpulan...............................................................................................................43
4.2 Saran.....................................................................................................................43

iii
D

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut American Diabetes Association (ADA) 2016, diabetes melit

us merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya. Soegondo, dkk (2013) mengatakan hiperglikemia kronik pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan

pembuluh darah. Pada diabetes melitus tipe II penurunan sekresi insulin

disebabkan oleh berkurangnya fungsi sel beta yang progresif akibat

glukotoksisitas, lipotoksisitas, tumpukan amilod dan faktor-faktor lain yang

disebabkan oleh resistensi insulin di samping faktor usia dan genetik.

International Diabetes Federation (IDF, 2015) menyatakan bahwa ada 415

juta jiwa berusia dewasa yang menyandang penyakit DM di dunia pada tahun

2015 dan diperkirakan akan meningkat sampai 642 juta pada tahun 2040.

Sebanyak 5 juta kasus kematian akibat DM terjadi pada tahun 2015. Sekitar 87-

91% dari semua kasus diabetes yang ada di dunia adalah diabetes tipe II, 7-12%

diabetes tipe I, dan 1-3% diabetes lain. IDF membagi wilayah studi populasi DM

menjadi tujuh bagian dimana Indonesia termasuk dalam wilayah Pasifik Barat.

Diperkirakan pada tahun 2015 sebanyak 9,3% atau setara dengan 153 juta

penduduk usia 20-79 tahun di wilayah Pasifik Barat merupakan penyandang

1
D

DM dan sebesar 1,9 juta jiwa mengalami kematian akibat DM. Indonesia

menjadi negara dengan kasus DM terbanyak ketujuh setelah China, India,

Unite of States America, Brazil, Russian Federation dan Mexico dengan total

10 juta kasus serta diperkirakan Indonesia akan naik keperingkat enam pada

tahun 2040 (IDF, 2015).

Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan

bahwa di Indonesia penyakit DM menempati urutan keempat sebagai penyakit

tidak menular penyebab kematian pada semua usia setelah asma, penyakit paru

obstruksi kronik (PPOK), dan kanker dengan persentase 2,1%. Riskesdas 2018

menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular berdasarkan pemeriksaan

gula darah, diabetes melitus di Indonesia naik dari 6,9% menjadi 8,5%

(Riskesdas 2018). Prevalensi Diabetes Melitus di Jawa Barat naik dari 1,3%

menjadi 1,7% (Kemenkes RI 2018).

Rudy dan Richard (2014) berkata diabetes merupakan penyebab

kebutaan paling sering pada kelompok usia produktif, dan satu-satunya

penyebab utama paling lazim untuk terjadinya gagal ginjal tahap akhir. Selain itu,

konsekuensi neuropati yang ditimbulkan oleh hiperglikemia jangka panjang

membawa dampak paling sering untuk dilakukannya amputasi pada ekstremitas

bawah nontraumatik. Kondisi seperti ini sering kali membuat pasien stres dan

mengalami kecemasan yang hebat.

Stres yang menetap menimbulkan respon stres berupa aktivasi sistem saraf

simpatis dan peningkatan kortisol. Kortisol ini akan meningkatkan konversi asam

2
D

amino, laktat, dan piruvat di hati menjadi glukosa melalui proses glukoneogenes

is, dengan demikian stres akan meningkatkan kadar glukosa darah. Di lain pihak

peristiwa kehidupan yang penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang

buruk pada penderita diabetes seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-

obatan (Smeltzer and Bare, 2008).

Menurut Mashudi (2012) selama ini asuhan keperawatan pasien Diabetes

Melitus Tipe II hanya banyak dilakukan dalam konteks kolaborasi farmakologi,

padahal perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu

memberikan asuhan keperawatan secara mandiri dalam konteks nonfarmakolo

gi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakolo gis

diantaranya latihan relaksasi merupakan intervensi gula darah melalui mekanis

me pengelolaan stres yang dapat dilakukan pada pasien Diabetes Melitus Tipe II.

Relaksasi merupakan pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat

dilakukan bersamaan dengan terapi medis.

Terapi relaksasi ini ada bermacam-macam, salah satunya adalah relaksasi

otot progresif (progressive muscle relaxation) telah terbukti efektif mengurangi

ketegangan dan kecemasan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka dapat dirumuskan masalah yaitu,

apakah ada pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa

darah pada penderita diabetes melitus tipe II ?

3
D

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe II

sebelum dilakukan progressive muscle relaxation.

2. Untuk menganalisis pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar

glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II

1.4 Manfaat

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dukungan teoritis penggunaan

progressive muscle relaxation dalam menurunkan kadar glukosa darah pada

penderita diabetes melitus.

4
D

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ulkus Diabetikum


2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus
klinis adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak
semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo Rendy dan Margareth
Th, 2019).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit diabetes mellitus
dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2012).
Ulkus diabetic merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Kadar
LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus diabetic
melalui pembentukan plak atherosclerosis pada dinding pembuluh darah

5
D

(zaidah,2012)

2.1.2 Anatomi Fisiologi


3 (Wanennoor, 2014)

a. Kelenjar pankreas
Pankreas adalah suatu alat tubuh yang agak panjang terletak
retroperitonial dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I dan
II. Kepala pankreas terletak dekat kepala duodenum, sedangkan ekornya
sampai ke lien (limpa). Pankreas mendapat darah dari arteri lienalis dan arteri
masenterika superior. Duktus pankreatikus bersatu dengan duktus koledukus
dan masuk ke duodenum, pankreas menghasilkan dua kelenjar yaitu kelenjar
endokrin dan kelenjar eksokrin.Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin
bagian dari kelompok sel yangmembentuk pulau-pulau langerhans. Pulau-
pulau langerhans berbentuk oval tersebar di seluruh pankreas. Dalam tubuh
manusiaterdapat 1-2 juta pulau-pulau langerhans yang dibedakan atas

6
D

granulasi dan pewarnaan, setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin.
Dalam tubuh manusia normal pulau langerhans menghasilkan empat jenis sel:
1) Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi factor
hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif
2) Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya membuat insulin
3) Sel-sel D 5-15% membuat somatostasin
4) Sel-sel F 1% mengandung dan menyekresi pankreatik polipeptida

Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino, satu
sama lain di hubungkan oleh ikatan disulfide. Sebelum dapat berfungsi ia
harus berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam membrane sel.
Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah
yang berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan bila kadar glukosa
normal atau rendah maka sekresi insulin akan berkurang.

b. Mekanisme kerja insulin:


1) Insulin meningkatkan transpor glukosa kedalam sel/jaringan tubuh
kecuali otak, tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah.
Masuknya glukosa adalah suatu proses difusi, karena perbedaan
konsentrasi glukosa bebas luar sel dan dalam sel.
2) Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel.
3) Meningkatkan sentesis protein di otak dan hati.
4) Menghambat kerja hormone yang sensitivte rhadap lipase,
meningkatkan sekresi lipida.
5) Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekres

c. Efek insulin:
1) Efek insulin pada metabolisme karbohidrat, glukosa yang diabsorbsi
dalam darah menyebabkan sekresi insulin lebih cepat, meningkatkan
penyimpanan dan penggunaan glukosa dalam hati, dan meningkatkan

7
D

metabolisme glukosa dalam otot. Penyimpanan glukosa dalam otot


meningkatkan transpor glukosa melalui membran sel otot.
2) Efeki nsulinpada metabolisme lemak dalam jangka panjang.
Kekurangan insulin menyebabkan arteriosklerosis, serangan jantung,
stroke, dan penyakit vascular lainnya. Kelebihan insulin menyebabkan
sintesis dan penyimpanan lemak, meningkatkan transpor glukosa ke
dalam sel hati, kelebihan ion sitrat, dan isositrat. Penyimpanan lemak
dalam sel adiposa menghambat kerja lipase yang sensitif hormon dan
meningkat transpor ke dalam sel lemak.
3) Efek insulin pada metabolisme protein: Transpor aktif banyak asam
amino ke dalam sel, membentuk protein baru meningkatkan translasi
messenger RNA, meningkatkan kecepatan transkipsi DNA.

Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang dikenal dengan


diabetes melitus, yang mengakibatkan glukosa tertahan di luar sel (cairan
ekstraseluler), mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan
glukosa/energi dan akan merangsang glikogenolisi di sel hati dan sel jaringan.
Glukosa akan dilepaskan ke dalam cairan ekstrasel sehingga terjadi
hiperglikemia. Apabila mencapai nilai tertentu sebagian tidak diabsorbsi
ginjal, dikeluarkan melalui urine sehingga terjadi glikosuria dan poliuria.
Konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang berlawanan dengan sekresi
glukagon. Penurunan glukosa darah meningkatkan sekresi glukosa yang
rendah. Pankreas menyekresi glukagon dalam jumah yang besar. Asam amino
dari protein meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan glukosa darah.
Pada orang normal, konsentrasi glukosa darah diatur sangat sempit 90 mL/100
ml. Orang yang berpuasa setiap pagi sebelum makan 120-140mg/100 ml,
setelah makan akan meningkat, setelah 2 jam kembali ke tingkat normal.
Sebagian besar jaringan dapat menggeser ke penggunaan lemak dan protein
untuk energi bila tidak terdapat glukosa. Glukosa merupakan satu-satunya zat

8
D

gizi yang dapat digunakan oleh otak, retina, dan epitel germinativum.
(Syarifuddin, 2013)

2.2.1 Etiologi
1. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak
beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada
kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk
mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka,
dan jaringan adiposa. DM tipe II yang baru didiagnosis sudah mengalami
komplikasi.

Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko DM tipe II


yaitu:

1. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak ada
kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang DM tipe II
memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali menyandang DM
tipe II dan 30% resiko mengalami, intoleransi aktivitas
(ketidakmampuan memetabolisme karbihodrat secara normal).
2. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20% lebih
dari berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks massa tubuh
(IMT) minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya viseral (lemak
abdomen ) dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin.
3. Tidak ada aktivitas fisik.
4. Ras/etnis.
5. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
6. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl dan
atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

9
D

2. Diabetes dengan Ulkus


Faktor endogen :
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus


1. Diabetes Melitus tipe tipe 2 (Diabetes Melitus tidak tergantung pada insulin)
Diabetes Melitus tipe 2 ini disebabkan insulin yang berada didalam tubuh
tidak bekerja dengan baik, bisa meningkat bahkan menurun , Diabetes tipe
ini umum terjadi dikarenakan oleh faktor resikonya yaitu malas olahraga dan
obesitas, faktor yang mempengaruhi Diabetes yaitu riwayat keluarga
obesitas, gaya hidup dan usia yang lebih 65 tahun memiliki resiko tinggi
(Muhlisin, 2015).
Klasifikasi ulkus diabetik menurut (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri,
2013) adalah sebagai berikut :
Grade ulkus diabetikum yaitu :

10
D

1) Derajat 0: Tidak ada lesi yang terbuka, luka masih dalam keadaan utuh
dengan adanya kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
Claw, Callus
2) Derajat I : Ulkus Superfisial yang terbatas pada kulit
3) Derajat II : Ulkus dalam yang menembus tendon dan tulang
4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa adanya osteomielitis
5) Derajat IV : Gangren yang terdapat pada jari kaki atau bagian distal
kaki dengan atau tanpa adanya selulitis
6) Derajat V : Gangren yang terjadi pada seluruh kaki atau sebagian pada
tungkai.

2.2.3 Patofisiologi & Pathway.


1. DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih
terdapat insulin yang mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton

11
D

yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada


diabetes tipe II.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis utama DM berupa:
1) Kadar gula darah meningkat
Dikarenakan kerusakan sel betha pankreas yang mengakibatkan insulin
tidak dapat diproduksi dengan demikian gula darah tidak dapat masuk dalam
sel sehingga terjadi penumpukan gula darah atau disebut juga dengan
Hiperglikemia (Semiardji, 2012)
2) Poliuria
Disebut juga dengan kencing yang berlebihan disebabkan karena kadar gula
darah tidat dapat masuk dalam sel dan terjadi penumpukan gula dalam darah
(Hiperglikemia) maka ginjal akan bekerja untuk menskresi glukosa kedalam
urin yang mengakibatkan dieresis osmotik yang memicu gangguan sering
berkemih (Laniwati, 2012).
3) Polifagia (Makan yang berlebihan)
Pada Saat berkemih kalori yang berada dipembuluh darah akan ikut hilang
terbawa air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan, untuk
mengkompensasi hal ini penderita sering merasa lapar yang luar biasa
(Perkeni, 2015).
4) Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Disebabkan jumlah urin yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi extrasel. intrasel mengikuti dehidrasi extrasel
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient
konsentrasi keplasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormon) dan menimbulkan rasa
haus (Hotma, 2014)

12
D

Menurut Hasdianah (2012) Manifestasi lain yang berlangsung


berlahan dari beberapa hari hingga beberapa minggu yaitu:
1) Rasa tebal dikulit
2) Kesemutan
3) Gatal
4) Mata kabur
5) Mudah mengantuk
6) Kulit terasa panas atau seperti di tusuk-tusuk jarum
Bila terjadi sumbatan kronik akan timbul gambaran klinis :
1) Stadium I : Asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
2) Stadium II : Terjadi klaudikasio intermiten
3) Stadium III : Timbul nyeri saat istirahatl
4) Stadium IV : Terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia ( Ulkus )

2.2.5 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan didapatkan adanya glukosa urine/pemeriksaan dilakukan
dengan cara benedict(reduksi). Kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan darah meliputi :
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) nilai normal 100-126 mg/dl, gula
darah puasa 70-<100 mg/dl. Dan gula darah 2 jam post pradial <180 mg/dl
(Subekti, 2012).
3. Pemeriksaan fungsi tiroid
Pemeriksaan aktifitas hormon tiroid meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan insulin (Srihartini, 2014)

2.2.6 Komplikasi
Menurut (Russel, 2011),komplikasi jangka panjang pada diabetes melitus yaitu :
1. Serangan jantung (kardiopati diabetik)

13
D

Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa darah


yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang akan menaikan kadar
kolestrol dan trigliserida. Lama kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau
penyempitan pembuluh darah.
2. Penyakit ginjal (nefropatik diabetik)
Nefropatik diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput
penyaring darah yang mengakibatkan penghalang protein rusak dan terjadi
kebocoran protein ke urine (albuminuria).
3. Kebutaan akibat glukoma (retinopati diabetik)
Keadaan ini disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makan
pada retina.
4. Stroke
Tubuh penderita diabetes mengalami gangguan metabolisme karbohidrat
dan lemak sehingga rentan mengalami tekanan darah tinggi aterosklerosis.
5. Luka yang tidak dapat sembuh
Penderita diabetes sulit menyembuhkan luka terbuka yang dialaminya
karena kadar glukosa yang tinggi dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah (vasokontriksi). Akibatnya sirkusasi darah menjadi
terganggu dan mengakibatkan transportasi nutrisi serta oksigen pada luka
menjadi terhambat sehingga penyembuhan luka berjalan sangat lambat.

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan Ulkus adalah ke-matian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit.Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau. Ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer.

Ulkus terjadi karena arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula
berlebih pada jaringan yangmerupakan media yang baik sekali bagi kuman,
ulkus timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma
pada daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari

14
D

1 cm berisimassa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta di atas. Tiga


proses yang berbeda berperan pada masalah kaki diabetik :
1. Iskemia yang disebabkan oleh makroangiopati dan mikroangiopati
2. Neuropati : sensorik, motorik, dan otonom
3. Sepsis : jaringan yang mengandung glukosa tersaturasi menunjang
pertumbuhan bakteri.
6. Kematian
Jika kondisi diabetes pada penderita sudah parah dan menyebabkan
komplikasi berbagai penyakit berat,maka akibat paling fatal dari diabetes
mellitus adalah kematian.

2.2.7 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus & Ulkus Diabetikum


Terapi Diabetes Melitus merupakan terapi yang bertujuan untuk
menormalkan aktivitas insulin dan kadar gula darah dalam upaya mengurangi
komplikasi vaskuler dan neuropatik, Dengan tujuan kadar gula dalam darah
menjadi normal tanpa adanya gangguan yang serius pada pola aktivitas klien
(Perkeni, 2015).
Terdapat lima komponen penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu:
1) Penyuluhan atau edukasi
Edukasi kepada penderita Diabetes Melitus dengan tujuan untuk
memberikan penjelasan tentang cara memperbaiki gaya hidup yang lebih
sehat kususnya dalam pola makan dan olahraga. Penyuluhan bisa
mengguanakan media lain seperti leaflet, poster, video dan diskusi
kelompok agar lebih jelas dan mudah difahami (Suyono, 2012).
2) Latihan Fisik
Manfaat latihan fisik bagi penderita Diabetes Melitus
a) Dapat meningkatkan kepekaan insulin, apabila dilakukan 1 jam setelah
makan.

15
D

b) Memperbaiki pembuluh darah perifer dan memperlancar suplai


oksigen.
c) Dapat merangsang glikogen baru, karena kadar glukosa otot dan hati
berkurang.
d) Pembakaran asam lemak lebih baik karena kolestrol dan trigliserida
menurun (Suyono, 2012).
3) Terapi gizi
Menurut Brunner& Suddarth tahun 2012, Prinsip pengaturan gizi pada
Diabetes Melitus adalah pada gizi seimbang serta pengaturan jumlah kalori,
jenis makanan yang dianjurkan seperti :
a) Karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks
(khususnya yang berserat tinggi) seperti roti, gandum utuh, nasi beras
tumbuk, sereal dan pasta/mie yang berasal dari gandum yang masih
mengandung bekatul. Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi
dalam jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik jika dicampur ke
dalam sayuran atau makanan lain daripada dikonsumsi secara terpisah.
b) Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan
Kalori. Lemak jenuh<7% dari kebutuhan Kalori.
c) Protein

Makanan sumber protein nabati misal : kacang-kacangan dan biji-


bijian yang utuh dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta
lemak jenuh.

d) Serat
Dianjurkan makan makanan dengan serat yang tinggi dalam
1000kkl/hari serat mencapai 25g
4) Farmakoterapi

16
D

Digunakan jika dalam upaya-upaya lain tidak dapat menyeimbangkan kadar


gula darah penderita dapat mengguanakan obat-obatan golongan
hipoglikemik dalam mengatur keseimbangan glukosa.
5) Mengontrol gula darah
Dilakukan secara rutin untuk memantau kondisi kesehatan saat menjalankan
diit dan tidak menjalanjan diit. (Tjokroprawiro, 2012).

Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum :

1. Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik


sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin,
hemoglobin dan sebagainya.
2. Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan
operasi atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
3. Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi
harus diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi
pertumbuhan organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis,
bukan merupakan infeksi).
4. Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis
secara teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan
konsep TIME:
1) Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
2) Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi)
Moisture Balance (menjaga kelembaban)
3) Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
5. Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena
tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari.
Mengurangi tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang
sesuai diperlukan untuk mengurangi tekanan.

17
D

6. Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik.


Seluruh pasien dengan diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan
kaki secara mandiri. (PERKENI,2015)

2.2 Konsep Progressive Muscle Relaxation (PMR)


2.2.1 Definisi PMR

PMR adalah suatu teknik dengan mengendurkan otot-otot oleh ketegangan


otot untuk mengatur seluruh tubuh ( Ghezeljeh et al., 2017). Lalu PMR menurut
Carver & O’Malley (2015) adalah suatu pilihan atau altenatif dengan melibatkan
ketegangan dan relaksasi pada kelompok otot tubuh dan mudah untuk mengajari,
murah, aman dan efektif.

PMR merupakan salah satu intervensi yang bisa berikan untuk pasien DM
karena memiliki efek relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan PMR
ini mampu mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas
sehingga kualitas hidup pasien DM meningkat (Smeltzer & Bare, 2008).

Progressive Muscle Relaxation adalah terapi relaksasi dengan gerakan


mengencangkan dan melemaskan otot – otot pada satu bagian tubuh pada satu
waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan
mengencangkan dan melemaskan secara progresif kelompok otot ini dilakukan
secara berturut-turut. Pada saat melakukan PMR perhatian pasien diarahkan
untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan
dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. (Molassiotis et al. 2002;
Smeltzer et al. 2013 dalam Nuwa, Kusnanto & Utami, 2018). Menurut Greenberg
(2002) dalam Mashudi (2011) mengatakan bahwa relaksasi akan memberikan
hasil setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan dengan waktu selama 25-30 menit
pada pagi dan sore hari.

2.2.2 Manfaat

18
D

Stuart & Laraia (2005) dalam Nuwa, Kusnanto & Utami (2018) menjelaskan
bahwa seseorang yang mengalami ansietas akan mengalami ketidakseimbangan
secara fisik seperti perubahan pada tanda-tanda vital, gangguan pola makan, pola
tidur dan adanya ketegangan otot. Kecemasan mencetuskan beberapa sensasi dan
perubahan fisik, meliputi peningkatan aliran darah menuju otot, ketegangan otot,
mempercepat atau memperlambat pernapasan, meningkatkan denyut jantung dan
menurunkan fungsi digestif. Ketegangan otot merupakan salah satu tanda yang
sering terjadi pada kondisi stress dan ansietas yang merupakan persiapan tubuh
terhadap potensial kejadian berbahaya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pada
kondisi ansietas, individu akan memerlukan banyak energi untuk mengembalikan
ketidakseimbangan yang terjadi akibat respon ansietas yang dialami (Program
Magister dan Ners Spesialis Keperawatan Jiwa, 2016). Jacobson (1938) dalam
Nuwa, Kusnanto & Utami (2018) mengatakan manfaat PMR adalah untuk
mengurangi komsumsi oksigen tubuh, laju metabolisme tubuh, laju pernapasan,
ketegangan otot, kontraksi ventricular prematur dan tekanan darah sistolik serta
gelombang alpha otak serta dapat meningkatkan beta endorphin dan berfungsi
meningkatkan imun seluler. Relaksasi dapat digunakan sebagai keterampilan
koping yang aktif jika digunakan untuk mengatasi kecemasan.

2.2.3 Mekanisme PMR terhadap Gula Darah

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Hidayati (2018) PMR dapat
menurukan gula darah pada pasien DM. Dengan memunculkan kondisi rileks.
Pada kondisi ini terjadi perubahan impuls saraf pada jalur aferen ke otak dimana
aktivasi menjadi inhibisi. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan
tenang baik fisik maupun mental seperti berkurangnya denyut jantung,
menurunkan kecepatan metabolisme tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan
gula darah. Hipofisis anterior juga inhibisi sehingga ACTH yang menyebabkan
sekresi kortisol menurun sehingga proses gluconeogenesis, katabolisme protein
dan lemak yang berperan meningkatkan gula darah akan menurun. Hal ini selaras
menurut Dafianto (2016) dalam Simamora & Simanjuntak (2017) setelah

19
D

melakukan PMR, pasien akan rileks dan ada beberapa efek yang ditimbulkan
seperti kecepatan kontraksi jantung menurun dan merangsang sekresi hormon
insulin. Dominasi sistem saraf parasimpatis akan merangsang hipotalamus untuk
menurunkan sekresi corticotropin releasing hormone (CRH). Penurunan CRH
akan mempengaruhi adenohipofisis untuk mengurangi sekresi hormon
adenokortikotropik (ACTH). Keadaan ini dapat menghambat proses
glukoneogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel, sehingga kadar
gula darah yang tinggi akan menurun dan kembali dalam batas normal.

2.2.4 Prosedur PMR

Prosedur dalam penatalaksanaan PMR menurut Program magister dan Ners


Spesialis Keperawatan Jiwa (2015) yaitu :

Minta klien untuk melepaskan kacamata dan jam tangan serta melonggarkan ikat
pinggang (jika klien menggunakan ikat pinggang) Atur posisi klien pada tempat
duduk atau ditempat tidur yang nyaman. Anjurkan klien menarik nafas dalam
hembuskan secara perlahan (3‐5 kali) dan katakan rileks (saat menginstruksikan
pertahankan nada suara lembut) Terapis mendemonstrasikan gerakan 1 sampai
dengan 6 yaitu mulai proses kontraksi dan relaksasi otot diiringi tarik nafas dan
hembuskan secara perlahan meliputi :

1.Gerakan 1 : Gerakan pertama ditujukan untuk otot dahi dan mata yang dilakukan
dengan cara mengerutkan dahi dan alis sekeras‐kerasnya, memejamkan mata
sekuat‐kuatnya hingga kulit terasa mengerut dan dirasakan ketegangan disekitar
dahi, alis dan mata. Lemaskan dahi, alis dan mata secara perlahan hingga 10 detik
lakukan kembali sekali lagi.

2.Gerakan 2 : Gerakan kedua bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot‐otot pipi dengan cara mengembungkan pipi sehingga terasa
ketegangan di sekitar otot‐otot pipi. Lemaskan dengan cara meniup secara
perlahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.

20
D

3.Gerakan 3: Gerakan ketiga ini dilakukan untuk mengendurkan otot‐otot sekitar


mulut. Moncongkan bibir ke depan sekeras‐kerasnya hingga terasa tegang di
mulut. Lemaskan mulut dan bibir secara perlahan hingga 10 detik lakukan kembali
sekali lagi.

4.Gerakan 4: Gerakan keempat bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot‐otot rahang dan mulut dengan cara mengatupkan mulut sambil
menggigit gigi sekuat‐kuatnya sambil tarik lidah ke belakang sehingga terasa
ketegangan di sekitar otot‐otot rahang. Lemaskan mulut secara perlahan hingga 10
detik lakukan kembali sekali lagi.

5.Gerakan 5: Gerakan kelima ditujukan untuk otot‐otot leher belakang.

Klien dipandu untuk menekankan kepala kearah punggung sedemikian rupa


sehingga terasa tegang pada otot leher bagian belakang. Lemaskan leher secara
perlahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.

6.Gerakan 6: Gerakan keenam bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan.
Gerakan ini dilakukan dengan cara tekuk atau turunkan dagu hingga menyentuh
dada, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya sehingga
dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian depan. Lemaskan dan angkat
dagu secara perlahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi. e. Minta klien
meredemonstrasikan kembali gerakan 1 sampai dengan 6 f. Terapis memberikan
umpan balik dan pujian terhadap kemampuan yang telah dilakukan klien g. Minta
klien untuk mengingat gerakan 1 sampai dengan 6 dalam terapi PMR ini. Terapis
mendemonstrasikan gerakan 7 sampai dengan 13 yaitu mulai proses kontraksi dan
relaksasi otot diiringi tarik nafas dan hembuskan secara perlahan meliputi :

7.Gerakan 7 :Gerakan ketujuh ditujukan untuk melatih otot‐otot bahu.

Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot‐otot bahu dapat dilakukan dengan cara
mengangkat kedua bahu kearah telinga setinggi. Lemaskan atau turunkan kedua
bahu secara perlahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi. Fokus perhatian

21
D

gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas dan
leher

8.Gerakan 8: Gerakan ketujuh ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan
dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
Selanjutnya pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan
sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, pasien dipandu
untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri dilakukan dua
kali sehingga pasien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan

9.Gerakan 9: Gerakan kesembilan adalah gerakan untuk melatih otot tangan


bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua pergelangan
tangan ke belakang secara perlahan hingga otot‐otot tangan bagian belakang dan
lengan bawah menegang, jari‐jari menghadap ke langit‐langit. Lemaskan atau
turunkan kedua tangan secara perlahan hingga 10 detik. Lakukan kembali sekali

10.Gerakan 10: Gerakan kesepuluh adalah untuk melatih otot‐otot lengan atau
biseps. Otot biseps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan.
Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot‐otot lengan
bagian dalam menegang. Lemaskan atau turunkan kedua tangan secara perlahan
hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi

11.Gerakan 11: Gerakan sebelas bertujuan untuk melatih otot‐otot punggung.


Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,
lalu busungkan dada dan lengkungkan punggung ke belakang dan dipertahankan
selama 10 detik. Lemaskan punggung hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.
Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot‐otot
menjadi lemas.

12.Gerakan 12: Gerakan dua belas bertujuan untuk melatih otot‐otot perut.

22
D

Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik perut kearah dalam atau
mengempiskan sekuat‐kuatnya. Tahan selama 10 detik hingga perut terasa
kencang dan tegang. Lemaskan perut secara perlahan hingga 10 detik, lakukan
kembali sekali lagi

13.Gerakan 13: Gerakan tigabelas ditujukan untuk otot‐otot betis. Gerakan ini
dilakukan dengan cara menarik kedua telapak kaki kearah dalam sekuat‐kuatnya
dan kedua tangan berusaha menggapai ibu jari hingga terasa tegang di kedua betis
selama 10 detik. Lemaskan kedua kaki secara perlahan hingga 10 detik, lakukan
kembali sekali lagi.

Minta klien meredemonstrasikan kembali gerakan 7 sampai dengan 13 Terapis


memberikan umpan balik dan memberikan pujian terhadap kemampuan yang telah
dilakukan klien.

Minta klien untuk mengingat gerakan 1 sampai dengan 6 dalam terapi PMR ini.

23
D

BAB III

ANALISIS JURNAL

3.1 Langkah-langkah Evidance Based Practice (EBP)


1. Step 0 : Cultivate a Spririt of Inquiry
Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus
ditumbuhkan semangat dalam penelitian sehingga mahasiswa akan lebih
nyaman dan tertarik mengenai pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan
perawatan pasien.

International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2017 menunjukkan


bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia dengan jumlah diabetes
sebanyak 10,3 juta jiwa. Jika tidak ditangani dengan baik, World Health
Organization bahkan mengestimasikan angka kejadian diabetes di Indonesia
akan melonjak drastis menjadi 21,3 juta jiwa pada 2030 (Kemenkes, 2018).

90% dari total kasus diabetes merupakan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2
umumnya terjadi pada orang dewasa, namun beberapa tahun terakhir juga
ditemukan pada anak-anak dan remaja. Hal ini berkaitan erat dengan pola diet
tidak seimbang dan kurang aktivitas fisik yang membuat anak memiliki berat
badan berlebih atau obesitas. Orang yang hidup dengan diabetes tipe 2
memiliki gejala yang begitu ringan. Penderita tidak akan menyadari kondisi
kesehatannya tengah terganggu dalam jangka waktu yang lama, sehingga
penyakit ini pun cenderung terabaikan. Namun penyakit diabetes tipe 2 akan
diam-diam merusak fungsi berbagai organ tubuh dan menyebabkan berbagai
komplikasi serius seperti penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal, dan
amputasi anggota tubuh bagian bawah. Diabetes yang tidak ditanggulangi
segera dapat menyebabkan penurunan produktivitas, disabilitas dan kematian
dini (Kemenkes, 2018).

Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe 2 adalah faktor genetik,


resistensi insulin dan insufisiensi sel Beta pankreas, maka cara memperbaiki

24
D

kelainan dasar tersebut harus tercermin dari langkah pengelolaan. Langkah


pertama pengelolaan pasien DM tipe 2 adalah pengelolaan nonfarmakologis
berupa perencanaan makan dan latihan jasmani (Mashudi, 2011). Salah satu
pengelolaan latihan jasmani yaitu dengan relaksasi diantaranya dengan
progressive muscle relaxation (PMR) (Najafi Ghezeljeh et al., 2017).
Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan teknik
mengendurkan otot-otot dengan ketegangan otot seluruh tubuh. Pada
penatalaksanaan PMR mengarahkan pada perhatian pasien dalam
membedakan perasaan yang dialami kelompok otot pada saat
dilemaskan/relaksasi dengan kondisi saat tegang/kontraksi, dengan demikian
diharapkan klien mampu mengelola kondisi tubuh terhadap stresnya.
Kemampuan mengelola stress ini diharapkan klien dapat mengelola stresnya
yang akan berdampak pada kestabilan emosi klien (Najafi Ghezeljeh et al.,
2017).
Penelitian Hidayati (2018) didapatkan bahwa PMR dapat memunculkan
kondisi rileks. Pada kondisi ini terjadi perubahan impuls saraf pada jalur
aferen ke otak dimana aktivasi menjadi inhibisi. Perubahan impuls saraf ini
menyebabkan perasaan tenang baik fisik maupun mental seperti
berkurangnya denyut jantung, menurunkan kecepatan metabolisme tubuh
dalam hal ini mencegah peningkatan gula darah. Hipofisis anterior juga
inhibisi sehingga ACTH yang menyebabkan sekresi kortisol menurun
sehingga proses gluconeogenesis, katabolisme protein dan lemak yang
berperan meningkatkan gula darah akan menurun.
Berdasarkan yang telah dipaparkan diatas maka kami tertarik untuk
melakukan EBP berbasis jurnal mengenai pemberian latihan Progressive
Muscle Relaxation (PMR) pada pasien diabetes militus tipe 2, adapun
pertanyaan atau topik yang akan kami bahas yaitu :
1. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien diabetes militus tipe 2?
2. Bagaimana efektivitas pemberian latihan Progressive Muscle Relaxation
(PMR) pada pasien diabetes militus tipe 2?

25
D

2. Step 1 : Ask Clinical Quetion in PICO


P : Pasien Diabetes Millitus Tipe 2
I : Progressive Muscle Relaxation (PMR)
C :-
O : Kadar Glukosa Menurun

3. Step 2
1) Mencari kata kunci untuk mengumpulkan bukti-bukti
Keyword :
Diabetes Millitus tipe 2, Progressive Muscle Relaxation
Mencari Literature :
Mesin pencairan yang dapat digunakan yaitu Google Scholar sebanyak
25.900 kemudian dipilih 5 jurnal yang paling sesuai, 3 jurnal nasional
dan 2 jurnal internasional.
Bukti Literature
1. Akbar, M. A., Malini, H., & Afriyanti, E. (2018). Progressive
Muscle Relaxation in Reducing Blood Glucose Level among Patients
with Type 2 Diabetes. Jurnal Keperawatan Soedirman, 13(2), 77-83.
Diakses melalui google scholar pada 27 November 2021
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/view/w1112
2. Avianti, N., Desmaniarti, Z., & Rumahorbo, H. (2016). Progressive
muscle relaxation effectiveness of the blood sugar patients with type
2 diabetes. Open Journal of Nursing, 6(3), 248-254. Diakses melalui
google scholar pada 27 November 2021
https://www.scirp.org/journal/paperinformation.aspx?paperid=65196
3. Herlambang, U., Kusnanto, K., Hidayati, L., Arifin, H., & Pradipta,
R. O. (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap
Stres dan Penurunan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Critical Medical and Surgical Nursing Journal, 8(1),
45-55. Diakses melalui google scholar pada 27 November 2021

26
D

4. Kurniati, T., & Supriyatna, N. (2017). Perbandingan Pengaruh


Kombinasi Senam DM dan Slow Deep Breathing (SDB) dengan
Kombinasi Senam DM dan Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Terhadap Kadar Glukosa Darah (KGD) Pada Klien Dm Tipe 2 di
Puskesmas Welahan I Kabupaten Jepara Jawa Tengah, Tahun
2016. Indonesia Jurnal Perawat, 2(1), 14-19. Diakses melalui
google scholar pada 27 November 2021
https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/ijp/article/view/266
5. Wahyudi, D. A., & Arlita, I. (2019). Progressive Muscle Relaxation
Terhadap Kadar Glukosa Darah Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol
dan Tidak Terkontrol. Wellness And Healthy Magazine, 1(1), 93-
100. Diakses melalui google scholar pada 27 November 2021
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/view/w1112

27
D

4. Step 3 : Critical Appraise The Evidence


NO Penulis dan Penerbit Tujuan Metode Partisipan Hasil Kelebihan Kekurangan
judul Penelitian Penelitian
1 Heny Indonesia Untuk Quasi 80 responden Terdapat Pada penelitian Pada pelitian
Siswantia, Tri Jurnal mengetahui eksperime dengan pengaruh yang disampaikan ini tidak
Kurniatib, Perawat pengaruh ntal pemilihan signifikan Teori dan mencantukan
Nana Vol.2 No.I senam DM dengan sampel antara pembahasan kriteria
Supriyatna (2017) 14-19 dan Slow desain menggunakan Prograssive intervensi yang inklusi dan
Deep penelitian Purposive Muscle diberikan secara ekslusi secara
Perbandingan Breathing pre and sampling, Relaxation singkat dan jelas jelas. Sampel
pengaruh (SDB) post test dengan jumlah terhadap rata- pada
kombinasi dengan group sampel rata kadar penelitian
senam dm dan senam DM design sebanyak 33 glukosa darah tidak terlalu
slow deep dan sebelum banyak dan
breathing progressive 178,77 dan tidak
(sdb) dengan muscle sesudah menjelaskan
kombinasi relaxation dilakukan157, standar
senam dm dan (PMR) 59 dengan operasional
progressive terhadap selisih 21,18. prosedur
muscle kadar P-Value 0,000. (SOP).
relaxation glukosa maka dapat
(pmr) darah disimpulkan
terhadap (KGD) bahwa
kadar glukosa pada hipotesis (Ha)
darah (kgd) pasien DM yang
pada klien dm tipe 2 di digunakan
type 2 di Puskesmas dalam
puskesmas Welahan I penelitian ini
welahan Kabupaten diterima, yang
kabupaten Jepara. berarti bahwa
jepara jawa ada pengaruh
tengah tahun senam DM
2016 dan slow deep

28
D

breathing
(SDB) dengan
senam DM
dan
progressive
muscle
relaxation
(PMR)
terhadap kadar
glukosa darah
pada klien DM
Tipe 2 di
puskesmas
Welahan I
kabupaten
Jepara.

2 Ungkas CRITICAL Untuk q pasien DM di Berdasarkan Pada Pada


Herlambang, MEDICAL mengetahui u puskesmas hasil uji penelit penelitian ini
Kusnanto, AND pengaruh a Kedungdoro statistik ian ini tidak
Laily SURGICAL Progressive s sebanyak 135 Wicoxon dapat dijelaskan
NURSING
Hidayati, Muscle y penderita dan Signed Rank merefl berapa nilai
JOURNAL
Hidayat Relaxation di puskesmas Test (dengan esikan kadar gula
(Jurnal
Arifin, Rifky Keperawatan (PMR) e Medokan Ayu signifikansi PMR darah pada
Octavia Medikal pada stres x sebanyak 367 p=0,05) yang saat sebelum
Pradipta Bedah dan dan p pada periode ditemukan dilaku dilakukan
Kritis) Vol. 8, penurunan e bulan Januari- adanya kan 2 latihan dan
Pengaruh No. 1, April glukosa r Maret 2018. penurunan kali setelah
progressive 2019 darah pada i Jumlah sampel gula darah sehari dilakukannya
muscle pasien m penelitian dengan selama latihan
relaxation yang e adalah 103 signifikan baik 3 hari
terhadap stres memiliki n menggunakan pada berturu
dan penyakit t purposive kelompok t turut

29
D

penurunan DM tipe 2. a sampling perlakuan, hal dapat


gula darah l dengan kriteria ini ditunjukan menur
pada pasien inklusi dengan unkan
diabetes d 1. Pasien DM p=0,001 untuk stress
melitus tipe 2 e tipe 2 tanpa kelompok dan
n penyakit perlakuan, kadar
g penyerta sedangkan gula
a kronis/berat pada darah
n 2. Belum kelompok pada
pernah kontrol diuji pasien
p melakukan dengan uji DM
e relaksasi Paired T-test tipe 2
n PMR. didapatkan secara
d 3. Bersedia p=0,979, signifi
e mengikuti sehingga kan.
k program penurunan selanju
a pengobatan gula darah tnya
t yang tidak PMR
a dijalankan signifikan. tidak
n dibawah Dari data hanya
observasi tersebut, pada untuk
p peneliti kelompok mengu
r selama perlakuan ada kur
e penelitian penurunan tingkat
t Kriteria gula darah stres
e eksklusi sebelum dan dan
s 1. pasien sesudah gula
t mengalami diberikan darah
p gangguan intervensi puasa,
o kesadaran progressive namun
s 2. Peneliti muscle juga
t memilih relaxation dapat
t dan pada pasien mengu
e

30
D

s mengambil DM tipe 2. kur


t 2 HbA1
puskesmas C
c yang selama
o homogen minim
n dari al 3
t karakteristi bulan
r k usia dan untuk
o pelayanan menge
l yang tahui
diberikan di efektiv
g puskesmas. itasnya
r
o
u
p

d
e
s
i
g
n
.
3 Dian Arif Wellness Untuk P Penderita Diabetes Dijelas Dalam jurnal
Wahyudi, and Healthy mencegah e Diabetes Melitus Tipe 2 kan penelitia ini
Indah Arlita Magazine komplikasi n Melitus Tipe 2 terkontrol secara tidak
Volume 1, dan e yang sebelum rinci dicantumkan
progressive nomor 1, menjaga l tergabung dilakukan nilai abstrak dalam
Muscle February kondisi i dalam intervensi nilai pemeri bahasa
Relaxation 2019, p. 93- kesehatan t komunitas mean kadar ksaan indonesia,
terhadap 100 DM tipe 2 i Diabetes glukosa darah glukos tidak
kadar gula dengan a Melitus Tipe 2 sebesar 155,61 a darah dicantumkan
darah mengontrol n di RSUD mg/dl ± saat kriteria

31
D

Diabetes kadar Pringsewu 29,144, sebelu ekslusi dan


Melitus Tipe glukosa i Lampung. sedangkan m dan tidak
2 Terkontrol darah n Penelitian setelah sesuda menjelaskan
dan Tidak i dilakukan pada dilakukan h standar
Terkontrol bulan maret intervensi dilaku operasional
m 2018, dengan mengalami kan prosedur
e besar sampel perubahan latihan (SOP).
n 26 orang nilai mean progre
g dibagi menjadi 133,69 mg/dl ssive
g 2 kelompok ± 30,546 hasil Muscl
u Diabetes ini e
n Melitus Tipe 2 menunjukan Relaxa
a terkontrol 200 kadar glukosa tion
k mg/dl dengan darah
a kriteria mengalami
n 1. tanpa penurunan
adanya pada
m komplikasi responden
e dibedakan tersebut
t berdasarkan namun tetap
o kadar dengan rerata
d glukosa glukosa darah
e darah 2 jam normal. Hail
puasa dan uji paired t-
q keduanya test
u diberikan menunjukan
a intervensi nilai sign
s Progressive 0,001 secara
i Muscle statistik
Relaxation menunjukan
e selama 30 bahwa
x menit untuk Progressive
p membantu Muscle
e

32
D

r responden Relaxation
i dalam efektif untuk
m kondisi menurunkan
e nyaman dan kadar glukosa
n fokus darah pada
t dalam pasien
a pemberian Diabetes
l Progressive Melitus Tipe 2
Muscle terkontrol.
t Relaxation Hasil analisis
w 2. responden pada
o diajarkan kelompok
tehnik Diabetes
g relaksasi Melitus Tipe 2
r napas tidak
o dalam terkontrol
u sebelumnya sebelum
p . dilakukan
intervensi nilai
p mean kadar
r glukosa darah
e 311,69 mg/dl
- ± 64,477 dan
p setelah
o intervensi
s kadar glukosa
t darah
t mengalami
e perubahan
s 271,54 mg/dl
t ± 60,363. hasil
ini
d menunjukan
e

33
D

s kadar glukosa
i darah
g responden
n Diabetes
Melitus Tipe 2
tidak
terkontrol
cukup tinggi,
setalah
dilakukan
intervensi
Progressive
Muscle
Relaxation
mengalami
penurunan
namun masih
dalam ambang
rerata diatas
normal. Hasil
uji paired t-
test nilia sign
0,001 secara
statistik
menunjukan
bahwa
Progressive
Muscle
Relaxation
juga efektif
untuk
menurunkan
kadar glukosa

34
D

darah pada
pasien
Diabetes
Melitus Tipe 2
tidak
terkontrol
4 M. Agung Jurnal Untuk q 30 pasien yang menunjukkan menjel Tidak
Akbar, Hema Keperawata menentuka u dipilih bahwa mean askan dijelaskan
Malini, Esi n Soedirman n pengaruh a menggunakan kadar glukosa standar banyaknya
Afriyanti 13 (2) 2018 : PMR s simple random darah pada operasi populasi
77 – 83 terhadap i sampling saat pre-test onal dalam
Progressive penurunan dibagi menjadi dan posttes prosed penelitian
Muscle kadar gula e kelompok pada ur
Relaxation darah pada x intervensi dan kelompok (SOP)
(PMR) is pasien DM p kontrol (15 intervensi secara
Effective to tipe 2. e responden adalah 292,07 mende
Lower Blood r dalam setiap mg/dl dan tail
Glucose i kelompok) 211,60 mg/dl
Levels of m Kriteria masing-
Patient with e sampel adalah masing.
Type 2 n 1. pasien Sedangkan
Diabetes t T2DM pada
Millitus a tanpa kelompok
l diabetes kontrol, rata-
terkait rata kadar
t komplikasi glukosa darah
w 2. diterima pada pre-test
o terapi dan postuji
farmakolog adalah 294,13
g is dan diet mg/dl dan
r dari rumah 230,33 mg/dl
o Sakit masing-
u 3. memiliki masing. Uji-t
p

35
D

200 mg/dl berpasangan


p darah kadar dalam
r glukosa intervensi
e 4. kompos kelompok
- mentis. menunjukkan
p p-value 0,000
o (p<0,05) yang
s berarti ada
t pengaruh
t signifikan
e perbedaan
s kadar glukosa
t dalam darah
sebelumnya
d dan setelah
e intervensi
s PMR.
i
g
n
5 Nani Avianti, Jurnal untuk q Ukuran sampel kelompok Penelitian ini Tidak
Desmaniarti Keperawata mengukur u dari 48 perlakuan rata- sudah dijelaskan
Z., Hotma n Terbuka, efektivitas a ditentukan rata KGD memaparkan banyaknya
Rumahorbo 2016, 6, otot s pada tingkat sebelum otot teori dengan populasi
248-254 progresif y kepercayaan progresif jelas. Hasil dalam
Relaksasi relaksasi 0,05, 24 relaksasi penelitian pun penelitian
Otot Progresif kadar gula E sampel dibagi adalah 262,00 sudah
Efektivitas darah x menjadi mg/dl dan terpaparkan
Gula Darah pasien p kelompok rata-rata KGD sesuai dengan
Pasien dengan diabetes e eksperimen setelah tujuan penelitian
Diabetes Tipe tipe 2 r dan kontrol 24 relaksasi otot yang
2 i sampel. progresif dicantumkam
m Kriteria inklusi adalah 183,87 serta sudah
e

36
D

n 1. sampel mg/dl, menjelaskan


t pasien sedangkan standar
a DMT2 KGD rata-rata operasional
l adalah kelompok prosedur (SOP)
pasien yang kontrol secara mendetail
w pertama sebelum
i kali intervensi
t dirawat; adalah
h pasien 151,41mg/dl,
dengan dan rata-rata
p depresi KGD setelah
r dalam intervensi
e kisaran skor adalah
8 – 21 180mg/dl.
a 2. pasien Maka hasil
n dengan tersebut
d kadar Menunjukkan
glukosa bahwa pada
p darah >160 kelompok
o mg/dl; perlakuan
s pasien saat setelah
t ini tidak dilakukan uji
diobati wilcoxon
t dengan signed rank
e antidepresa test nilai p =
s n apa pun 0,000 ( p <
t 3. pasien 0,05), maka
tanpa terdapat
r
masalah perbedaan
a
pernapasan yang
n
dan signifikan
d
muskuloske antara rata-rata
o
letal KGD sebelum
m

37
D

i 4. pasien yang dan sesudah


z sudah bisa relaksasi otot
e membaca progresif.
d dan menulis Dalam
5. pasien yang kelompok
c tidak kontrol setelah
o memiliki dilakukan uji
n gangguan peringkat
t pendengara bertanda
r 6. pasien yang Wilcoxon p
o tidak value = 0,000
l pernah ( p < 0,05),
melakukan artinya
g relaksasi terdapat
r progresif pengaruh yang
o 7. bersedia signifikan
u mengikuti perbedaan
p pelatihan rata-rata KGD
atau sebelum dan
d latihan. sesudah
e intervensi.
s
i
g
n

38
D

5. Step 4 : Mengintegrasikan Bukti


Dari 5 jurnal didapatkan bahwa pemberian latihan Progressive Muscle

Relaxation (PMR) yang diberikan selama 15-30 menit secara signifikan dapat

menurunkan kadar gula darah pada pasien dengan DM tipe 2. Progressive

Muscle Relaxation (PMR) diindikasian untuk pasien DM tipe 2 dengan hasil

pemeriksaan gula darah puasa >200 mg/dl.

Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan terapi aktifitas fisik

yang mudah dilakukan namun efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah.

Otot-otot yang aktif akan memperbaiki sirkulasi insulin dengan cara

meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh darah yang dapat menghambat

sekresi leptin sehingga membantu masuknya gula ke dalam sel, karena pada

otot yang aktif sensitifitas reseptor insulin pun akan meningkat sehingga

pengambilan gula meningkat 7-20 kali lipat Hal ini disebabkan kepekaan

reseptor insulin yang aktif pada waktu melakukan latihan fisik aliran darah

meningkat yang menyebabkan pembuluh darah kapiler terbuka sehingga lebih

banyak reseptor insulin pada intrasel atau reseptor insulin pada otot yang

tersedia aktif. Selain itu, Progressive Muscle Relaxation (PMR) dapat

meningkatkan konsumsi oksigen kedalam tubuh, meningkatkan metabolism,

menyeimbangkan pergerakan system pernapasan, merelaksasikan otot yang

tegang, menyeimbangkan tekanan darah sistol dan diastol dan membuat

tenang dengan mengaktifkan gelombang alfa otak.

6. Step 5 : Mengevaluasi Outcome

Dari 5 jurnal didapatkan bahwa pemberian Progressive Muscle

Relaxation (PMR) secara signifikan dapat menurunkan kadar gula darah pada

39
D

pasien dengan DM tipe 2. Progressive Muscle Relaxation (PMR) minim

terhadap resiko hipoglikemia sehingga mudah untuk dipraktikan di rumah

pada kondisi kadar glukosa darah yang normal ataupun hiperglikemia.

7. Step 6 :Menyebarluaskan Evidance Based Practice (EBP)

Desiminasi dilakukan untuk membagikan hasil Evidence Based

Practice sehingga perawat dan tenaga kesehatan yang lain mau melakukan

perubahan bersama dan atau menerima perubahan tersebut untuk memberikan

pelayanan perawatan yang lebih baik.

Bentuk-bentuk desiminasi :
1. Melalui oral presentasi
2. Melalui panel presentasi
3. Melalui roundtable presentasi
4. Melalui poster presentasi
5. Melalui small-group presentasi
6. Melalui podcast/vodcast presentasi
7. Melalui community meetings
8. Melalui hospital/organization-based & professional committee meetings
9. Melalui journal clubs
10.Melalui publishing

3.2 Pembahasan Analisis Jurnal

Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan terapi pikiran dan otot-

otot tubuh (maind-body theraphy) kondisi stress yang dialami oleh penderita DM

tipe 2 baik secara fisik maupun psikologis dikarenakan pola hidup yang buruk

baik dari pola makan, dan penggunaan obat-obatan yang dikonsumsi selama

menderita DM tipe 2 dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah

(Akbar et al., 2018).

40
D

Wahyudi dan Arlita (2019) dalam penelitian yang dilakukan kepada 26

responden yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu DM tipe 2 terkontrol <200

mg/dl dan dan tidak terkontrol > 200 mg/dl dengan kriteria tanpa adanya

komplikasi dibedakan berdasarkan kadar glukosa darah 2 jam puasa dan keduanya

diberikan intervensi Progressive Muscle Relaxation (PMR) selama 30 menit

menunjukan bahwa pada DM tipe 2 terkontrol sebelum dilakukan intervensi nilai

mean kadar glukosa darah sebesar 155,61 mg/dl ± 29,144, sedangkan setelah

dilakukan intervensi mengalami perubahan nilai mean kadar gula darah 133,69

mg/dl ± 30,546 hasil ini menunjukan kadar glukosa darah mengalami penurunan

pada responden tersebut namun tetap dengan rerata glukosa darah normal. Hail uji

paired t-test menunjukan nilai sign 0,001 secara statistik menunjukan bahwa

Progressive Muscle sien DM tipe 2 terkontrol. Hasil analisis pada kelompok DM

tipe 2 tidak terkontrol sebelum dilakukan intervensi nilai mean kadar glukosa

darah 311,69 mg/dl ± 64,477 dan setelah intervensi kadar glukosa darah

mengalami perubahan 271,54 mg/dl ± 60,363. hasil ini menunjukan kadar glukosa

darah responden DM tipe 2 tidak terkontrol cukup tinggi, setalah dilakukan

intervensi Progressive Muscle Relaxation (PMR) mengalami penurunan namun

masih dalam ambang rerata diatas normal. Hasil uji paired t-test nilai sign 0,001

secara statistik menunjukan bahwa Progressive Muscle Relaxation (PMR) juga

efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 tidak

terkontrol.

Siswanti et al., (2017) dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa

rogressive Muscle Relaxation (PMR) efektif untuk menurunkan kadar gula darah

41
D

pada responden dengan DM tipe 2. Mekanisme PMR dalam menurunkan kadar

gula darah (KGD) pada pasien DM tipe 2 erat kaitannya dengan stres yang

dialami pasien baik fisik maupun psikologis. Selama stres, hormon- hormon yang

mengarah pada peningkatan KGD seperti epineprin, kortisol, glukagon, ACTH,

kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu peristiwa kehidupan yang

penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada penderita

diabetes seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-obatan.

Herlambang et al., (2019) dalam penelitian yang dilakukan kepada 70

responden. Hasil penelitian pengaruh progressive muscle relaxation terhadap gula

darah pasien DM tipe 2 memiliki pengaruh yang signifikan. Hasil pre-test tentang

kadar gula darah pasien DM tipe 2 pada kelompok perlakuan dalam penelitian

mayoritas buruk sebanyak 22 responden dan sedang sebanyak 13 responden.

PMR dapat menurukan gula darah pada pasien DM dengan memunculkan kondisi

rileks. Pada kondisi ini terjadi perubahan impuls saraf pada jalur aferen ke otak

dimana aktivasi menjadi inhibisi. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan

perasaan tenang baik fisik maupun mental seperti berkurangnya denyut jantung,

menurunkan kecepatan metabolisme tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan

gula darah. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan tenang baik fisik

maupun mental seperti berkurangnya denyut jantung, menurunkan kecepatan

metabolisme tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan gula darah. Dalam

Simamora & Simanjuntak (2017) setelah melakukan PMR, pasien akan rileks dan

ada beberapa efek yang ditimbulkan seperti kecepatan kontraksi jantung menurun

dan merangsang sekresi hormon insulin. Dominasi sistem saraf parasimpatis akan

42
D

merangsang hipotalamus untuk menurunkan sekresi corticotropin releasing

hormone (CRH). Penurunan CRH akan mempengaruhi adenohipofisis untuk

mengurangi sekresi hormon adenokortikotropik (ACTH). Keadaan ini dapat

menghambat proses glukoneogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh

sel, sehingga kadar gula darah yang tinggi akan menurun dan kembali dalam batas

normal.

Penelitian yang dilakukan oleh Avianti et al., (2016) yang dilakukan pada

48 responden dan membaginya dalam 2 kelompok yaitu kelompok intervensi

(n=24) dan kelompok control (n=24) diperoleh pada kelompok intervensi nilai

rata-rata KGD sebelum latIhan PMR adalah 262,00 mg/dl dan rata-rata KGD

setelah latihan PMR adalah 183,87 mg/dl. Latihan PMR pada peneitian ini

dilakukan selama 3 hari berturut-turut dan dilakukan 6x sehari pada pagi dan

malam hari. Hasil yang sama juga ditunjukan oleh penelitian yang dilakukan oleh

Akbar et al., 2018 yang dilakukan pada 30 responden dan membaginya dalam 2

kelompok yaitu kelompok intervensi (n=15) dan kelompok control (n=15) yang

dilakukan selama 3 hari berturut – turut dengan durasi 25-30 menit diperoleh hasil

terdapat perbedaan yang signifikan tingkat KGD antara kelompok intervensi dan

kelompok control (p<0,05). PMR dapat digunakan sebagai salah satu intervensi

keperawatan mandiri, dalam menjaga kestabilan kadar glukosa darah.

43
D

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Dari 5 jurnal didapatkan bahwa pemberian Progressive Muscle

Relaxation (PMR) secara signifikan dapat menurunkan kadar gula darah pada

pasien dengan DM tipe 2. Progressive Muscle Relaxation (PMR) minim

terhadap resiko hipoglikemia sehingga mudah untuk dipraktikan di rumah

pada kondisi kadar glukosa darah yang normal ataupun hiperglikemia.

4.2 Saran

Dari adanya EBP ini diharapkan membantu pembaca dalam

menambahkan pengetahuan tentang pengaruh relaksasi otot progresif pada

pasien diabetes militus tipe 2, khususnya bagi makasiswa keperawatan untuk

melakukan intervensi yang tepat, penulis juga menyadari masih terdapat

kekurangan dalam menyusun makalah ini.

44
D

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. A., Malini, H., & Afriyanti, E. (2018). Progressive Muscle Relaxation in
Reducing Blood Glucose Level among Patients with Type 2 Diabetes. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 13(2), 77-83.
Avianti, N., Desmaniarti, Z., & Rumahorbo, H. (2016). Progressive muscle relaxation
effectiveness of the blood sugar patients with type 2 diabetes. Open Journal of
Nursing, 6(3), 248-254.
Herlambang, U., Kusnanto, K., Hidayati, L., Arifin, H., & Pradipta, R. O. (2019). Pengaruh
Progressive Muscle Relaxation terhadap Stres dan Penurunan Kadar Gula Darah
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Critical Medical and Surgical Nursing
Journal, 8(1), 45-55.
Hidayati, R. (2018). Pengaruh progressive Muscle Relaxation Terhadap Gula Darah pada
Pasien Diabetes Militus Tipe 2 di Panti Sosial Tresna Werda Sabai Nan Aluih
Sicincin Tahun 2016. Jurnal Menara Ilmu, 12(4).
Kemenkes. (2018). Lindungi Keluarga Dari Diabetes.
http://p2ptm.kemkes.go.id/post/lindungi-keluarga-dari-diabetes. Diakses tanggal 28
November 2021
Kurniati, T., & Supriyatna, N. (2017). Perbandingan Pengaruh Kombinasi Senam DM dan
Slow Deep Breathing (SDB) dengan Kombinasi Senam DM dan Progressive Muscle
Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa Darah (KGD) Pada Klien Dm Tipe 2 di
Puskesmas Welahan I Kabupaten Jepara Jawa Tengah, Tahun 2016. Indonesia
Jurnal Perawat, 2(1), 14-19.
Mashudi. (2011). Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa darah
pasien diabetes miletus tipe 2. Ui, F I K, pp. 1–120.
Najafi Ghezeljeh, T., Kohandany, M., Oskouei, F., and Malek, M . (2017) ‘The Effect of
Progressive Muscle Relaxation on Glycated Hemoglobin and Health-related Quality
of Life in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus’, Applied Nursing Research, 33,
pp. 142–148.
Wahyudi, D. A., & Arlita, I. (2019). Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar
Glukosa Darah Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol. Wellness
And Healthy Magazine, 1(1), 93-100.

45

Anda mungkin juga menyukai