Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

DIABETES MILITUS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah : KMB
Dosen Pembimbing : Ns.Fauziah,M.Kep

Disusun oleh :
Tk : 2A
Kelompok : 3

Nurasyiah Al Jamaluddin 134042210


Ulfa Mahera 134042210
Munawarrah 134042210
Jaudal Hariri 134042210
Heni Anisya 134042210
Raudhatul Jannh 134042210
Naftiha 134042210
Mirna 134042210
Farhan Atillah 134042210

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKPER KESDAM ISKANDAR MUDA LHOKSEUMAWE
TAHUN AJARAN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata`ala, Yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MILITUS”

Pada kesempatan ini,kami berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang
terbaik. Seiring itu pula,kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yang
telah terlibat dalam proses pembuatan makalah ini, terima kasih kepada dosen pembimbing, juga
Kepada teman-teman yang yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami meminta maaf atas hasil pembuatan makalah praktik mandiri ini yang belum
sempurna dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan karya tulis ini.

Lhokseumawe, 9 Desember 2022

Kelompok 3
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 4
1.1 Latar Belakang................................................................................. 5
1.2 Masalah............................................................................................ 5
1.3 Tujuan.............................................................................................. 6
1.4 Manfaat............................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 7
2.1 Konsep Kasus.................................................................................... 7
A. Pengeritan.................................................................................... 7
B. Anatomi dan Fisiologi…………………………………………. 10
B. Etiologi........................................................................................ 12
C. Gejala........................................................................................... 13
D. Patofisiologi................................................................................ 15
E. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................ 15
F. Penatalaksanaan .......................................................................... 18
G. Komplikasi ................................................................................. 21
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis.............................................. 21
A. Pengkajian Keperawatan............................................................. 22
B. Diagnosa Keperawatan................................................................ 26
C. Intervensi Keperawatan............................................................... 39
D. Implementasi Keperawatan......................................................... 39
E. Evaluasi Keperawatan................................................................. 40

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................... 42
3.2 Saran………………………………………………………………. 42

DAFTAR PUSTAKA

BAB IV TINJAUAN STUDI KASUS


A. Pengkajian ……………………………………………….. 48
B. Diagnosa …………………………………………………. 56
C. Intervensi …………………………………………………. 56
D. Implementasi …………………………………………….. 56
E. Evaluasi …………………………………………………... 56
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu kelompok penyakit yang memberi
beban kesehatan masyarakat tersendiri karena keberadaannya cukup prevalen, tersebar di seluruh
dunia, menjadi penyebab utama kematian, dan cukup sulit untuk dikendalikan. Perhatian
terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat karena semakin meningkatnya
frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Kecenderungan peningkatan ini terjadi terutama pada
diabetes mellitus. Karena itu, PTM makin hari cenderung makin menjadi masalah utama
kesehatan masyarakat melewati penyakit menular, penyakit ibu dan anak, dan kekurangan gizi
yang justru cenderung menurun (Bustan, 2015).
Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa diabetes merupakan
penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan presentase sebesar 6,7%, setelah stroke
(21,1%) dan penyakit jantung koroner (12,9%) (Kemenkes RI, 2016). Menurut Purwati (2013)
sebanyak 1.785 penderita diabetes mellitus di Indonesia yang mengalami komplikasi neuropati
(63,5%), retinopati(42%), nefropati (7,3%), makrovaskuler (6%), mikrovaskuler (6%), dan kaki
diabetik (15%). iabetes mellitus tipe 2 akan menimbulkan dampak secara langsung pada
penderita yaitu antara lain pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, niat, referensi dan sosial
budaya. Jika penderita diabetes mellitus tidak mampu mengontrol kadar gula dalam darah,
akibatnya kadar gula dalam darah selalu tiggi (Putro, 2012).
Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
adalah defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme akibat defisiensi insulin,
intake yang tidak adekuat akibat adanya mual mutah, resiko defisit volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan diuresis osmotik dan poliuria, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan akibat penurunan produksi energi, gangguan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas atau mobilisasi, gangguan
citra tubuh berhubungan dengan ekstremitas gangrene,esiko cedera berhubungan dengan
penurunan fungsi penglihatan, resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, penurunan anabolisme protein, defisit pengetahuan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
(NANDA, 2015). Upaya untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan pemenuhan nutrisi
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 yaitu dengan tentukan program diet dan pola makan
pasien dengan menggunakan prinsip 3J yakni, jumlah makanan yang disesuaikan dengan tinggi
badan, berat badan, jenis aktivitas dan umur.
Kemudian jenis, yang mencakup karbohidrat, protein, lemak, buah-buahan serta sayuran.
Kebutuhan gizi harus dipenuhi dengan menu yang tepat sehingga tidak menaikkan kadar gula
darah. Terakhir adalah jadwal yang mencakup makan pagi, siang, malam dan makanan selingan.
Intolerasi aktivitas beri aktivitas alternatif, bantu pasien dalam memenuhi ADL dan dengan
mengatur periode istirahat yang cukup, gangguan integritas kulit dengan kaji kulit, area sirkulasi
dan perawatan luka, gangguan citra tubuh dengan dorong pengungkapan perasaan, resiko cedera
dengan menghindarkan hal-hal yang dapat menghalangi aktivitas, resiko infeksi dengan
observasi terhadap tanda-tanda infeksi dan defisit pengetahuan dengan menjelaskan kepada
pasien dan keluarga mengenai proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan (NANDA, 2015)
.Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan sebagai dasar dalam melakukan terapi non
farmakologi bagi penderita diabetes mellitus tipe 2 diikuti dengan tahu, mau dan mampu.
Masing-masing individu akan melakukan suatu tindakan.Berdasarkan fenomena individu
cenderung belum mau dan mampu mengaplikasikan kepatuhan diit ditandai dengan masih
adanya pasien yang mengkonsumsi makanan yang memicu kadar gula darah jauh dari normal
dan frekuensi makan yang tidak sesuai anjuran.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas,kami membuat rumusan masalah yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan Diabetes Militus?
2. Bagaiman Etiologi Diabetes Militus?
3. Apa saja tanda dan gejala Diabetes Militus?
4. Bagaimanakah patofisiologi Diabetes Militus?
5. Bagaiman pemeriksaan diagnostik pada pasien Diabetes Militus?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan Diabetes Militus?
7. Bagaimanakah diagnosis,intervesi,implementasi dan evaluasi pada pasien Diabetes
Militus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Diabetes Militus?
2. Untuk mengetahui Etiologi Diabetes Militus?
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala Diabetes Militus?
4. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Militus?
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien Diabetes Militus?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Diabetes Militus?
7. Untuk mengetahui diagnosis,intervesi,implementasi dan evaluasi pada pasien Diabetes
Militus?

1.4 Manfaat
Diharapkan hasil asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan sekaligus sebagai
pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawata yang dapat diaplikasikan dikalangan
institusi terutama dalam pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
diabetes militus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kasus
A. Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti ―mengalirkan atau mengalihkan‖
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin,
2009).Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi
makrovaskular dan neurologis (Riyadi & Sukarmin, 2008).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008).Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin
atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskuler, dan
neuropati (Yuliana elin, 2009).

B. Anatomi dan Fisiologi


Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2008).
1. Anatomi pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan
bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu
bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika
superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus
unsinatis pankreas.Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.Pankreas manusia
mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan
tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.Pankreas dibagi menurut bentuknya :
1) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga abdomen, masuk lekukan sebelah
kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
2) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan di depan vertebra
lumbalis pertama.
3) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai menyentuh pada limpa (lien)

2. Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kelenjar
eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim
yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan
hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme
karbohidrat.Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya
insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Pankreas menghasilkan :
1) Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
2) Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa.
3) Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
4) Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
5) Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
6) lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton → asam amino.
Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin yang menyekresikan insulin, yaitu sebuah
homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein
yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan karena itu tidak diberikan
melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan.Insulin mengendalikan kadar glukosa dan
bila digunakan sebagia pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki
kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak.Pada pankreas
paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal yang disekresikan oleh pulau-
pulau (islets) Langerhans. Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki
fungsi penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga,
somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida
pankreas berperan pada fungsi saluran cerna.
Hormon Insulin : Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino
yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino
dipisahkan, maka
aktivitas fungsional dari insulin akan hilang.Defisiensi insulin baik absolut maupun relatif,
menyebabkan diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat
mematikan. Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon
menyebabkan diabetes memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas
menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya.
1) Sintesis Insulin
Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom yang melekat pada retikulum
endoplasma (mirip sintesis protein) dan menghasilkan praprohormon insulin dengan berat
molekul sekitar 11.500. Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian "pemandu" yang
bersifat hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna retikulumendoplasma.
Struktur kovalen insulin manusia: Di retikulum endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi
proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma
2) Sekresi Insulin
Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem
mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans.
Sejumlah kondisi intermediet turut membantu pelepasan insulin : Glukosa apabila kadar glukosa
darah melewati ambang batas normal yaitu 80-100 mg/dL maka insulin akan dikeluarkan dan
akan mencapai kerja maksimal pada kadar glukosa 300-500 mg/dL. Dalam waktu 3 sampai 5
menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir
10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dahulu
oleh sel beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi, kecepatan sekresi awal yang tinggi ini tidak
dapat dipertahankan, sebaliknya, dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi
insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar normal.Kira-kira 15 menit
kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, sehingga dalam waktu 2 sampai 3 jam
akan mencapai gambaran seperti dataran yang baru, biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya
bahkan lebih besar daripada kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh
adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan oleh adanya aktivasi
system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel.
Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya kecepatan dan
sekresi secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi insulin hampir sama cepatnya, terjadi
dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar
puasa.Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin selanjutnya
meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain, sehingga mengurangi
konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas
oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-
90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan,
insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa
kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam
hati.

C. Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas yang
disebabkan oleh :
a) Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara pasti penyebab dari DM tipe
II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran erhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu :
a) < 140 mg/dL → normal
b) 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
c) > 200 mg/dL → diabetes

D. Gejala
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita
DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1) Poliuria (peningkatan volume urine)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi
ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali
merasa lapar yang luar biasa.
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
a) Gejala lain yang muncul
1) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan
penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit
seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
candida.
4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak
terutama bagian perifer.
5) Kelemahan tubuh
6) Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh sel melalui proses
glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
7) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama
dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
8) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena
kerusakan hormon testosteron.
9) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia.
.
E. Patofisiologis
Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain),
namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe
II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).Diabetes tipe II paling
sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka
88awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).

F. Pemeriksaan Diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah,menurut Sujono & Sukarmin
(2008) antara lain:
a) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl paling
sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT
115-140 mg/dl.
b) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau evaluasi
pengobatan bukan diagnostik
c) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2
jam < 140 mg/dl.
e) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi atau
terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f) Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison menyebabkan
peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang
yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap
sebagai hasil positif. g) Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3
bulan.
h) C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
i) Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan dalam
diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.
G. Penatalaksanaan
Menurut (Mansjoer, A dkk. 2008) penataaksanaan medis yaitu tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah b. Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight
(BBR = berat badan normal) dengan rumus :
1) Kurus (underweight) BBR < 90 %
2) Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight) BBR > 110%
4) Obesitas apabila BBR > 120%
5)Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
6)Obesitas sedang BBR 130% - 140%
7)Obesitas berat BBR 140% - 200%
8)Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2) Latihan/ Olah raga.


Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi otot akan
merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Penderita diabetes
dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan menunjukkan adanyaketon dalam urine tidak boleh
melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa
darah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan meningkatkan sekresi
glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih
banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.Untuk pasien yang menggunakan
insulin setelah latihan dianjurkan makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi
dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,
dan sebagainya.
4) Obat-Obatan
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1. Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2. Mekanisme kerja BiguanidaBiguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
1) Menghambat absorpsi karbohidrat
2) Menghambat glukoneogenesis di hati
3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler
b. Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c. DM kehamilan
d. DM dan gangguan faal hati yang berat
e. DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
i. DM patah tulang
j. DM dan underweight
k. DM dan penyakit Graves

2. Beberapa cara pemberian insulin


a. Suntikan insulin subkutan
b. Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain.
H. Komplikasi
Menurut Sujono & Sukarmin (2008), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi
vaskular jangka panjang :

1. Komplikasi Metabolik Akut


a) Hyperglikemia.
Hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa
sekitar 140-160 mg/100 ml darah.Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat
cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi
mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang
cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi.
Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.
Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan
metabolik sebagai berikut:
1) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
2) Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan
glukosa dalam darah.
3) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan
glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
4) Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat dan lebih banyak
lagi glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.Yang
tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia, yaitu :
a. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
b. Hiperglikemia, hyperosmolar
Koma nonketotik (HHNK)Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi
insulin absolut, namun relatif, dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia
menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang
jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal
yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula
darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian
insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang berat.
Tingkatan hypoglikemia adalah sebagai berikut:
1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin
kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan
dan rasa lapar.
2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar
untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa
didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional,
perilaku yang tidak rasional,
3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur
atau bahkan kehilangan kesadaran.Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi.
Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya
2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh
sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi,
preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang
diproduksi sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan
glukosa
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
a) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati
diabetik).
b) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari
gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis
penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


A. Pengkajian
Riwayat kesehatan sekarang: biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit, bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus,
pusing/sakit kepala.
Riwayat kesehatan dahulu: riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional,
riwayat ISK berulang, penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik ,dilantin dan penoborbital,
riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
Riwayat kesehatan keluarga: adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
Pemeriksaan Fisik: neuro sensori (disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang), kardiovaskuler takikardia/nadi
menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, gagal jantung,
pernafasan (takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika
kadar kalium menurun tajam), RR>24 x/menit, nafas berbau aseton, gastro intestinal: muntah,
penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus
lemah/menurun, eliminasi: urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare
(bising usus hiper aktif), reproduksi/sexualitas, rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan,
impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita, muskuloskeletal, tonus otot menurun,
penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada
tungkai integumen, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
Aspek psikososial (stress, anxientas, depresi, peka rangsangan, tergantung pada orang lain).
Pemeriksaan diagnostik: gula darah meningkat >200 mg/dl, aseton plasma (aseton): positif
secara mencolok, smolaritas serum: meningkat tapi< 330 mosm/lt, gas darah arteri pH rendah
dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik), alkalosis respiratorik, trombosit darah: mungkin
meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap
stress/infeeksi, ureum/kreatini: mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal,
amelase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut sulin darah: mungkin menurun sampai
tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensiinsulin.
Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin, urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat, kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada
luka.

B. Diagnosa keperawatan:

1. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)


Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan.
Defenisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Penyebab: ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolisme, factor ekonomi
(mis. Stress, keengganan untuk makan).

Gejala dan tanda mayor: subjektif: Tidak tersedia


Objektif:
1) Berat Badan Menurun Minimal 10% Dibawah Rentang Ideal.
Gejala dan tanda minor:
Subjektif:
1) Cepat Kenyang Setelah Makan
2) Kram/Nyeri Abdomen
3) Nafsu Makan Menurun.
Objektif:
1). Bising Usus Hiperaktif
2). Otot Pengunyah Lemah
3). Membrane Mukosa Pucat
4). Sariawan
5). Serum Albumin Turun
6). Rambut Rontok Berlebihan
7). Diare.

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)


Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan.
Defenisi: variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal.
Penyebab:
hiperglikemia:
1) Disfungsi Pancreas
2) Resistensi Insulin
3) Gangguan Toleransi Glukosa Darah
4) Gangguan Glukosa Darah Puasa

hipoglikemia:
1) Penggunaan Insulin/Obat Glikemia Oral
2) Hiperinsulinemia (Mis. Insulinoma,
3) Endokrinopati (Mis. Kerusakan Adrenal Atau Pituitari)
4) Disfungsi Hati
5) Disfungsi Ginjal Kronis
6) Efek Agen Farmakologi
7) Tindakan Pembedahan Neoplasma
8) Gangguan Metabolikbawaan (Mis. Gangguan Penyimpanan Lisosomal, Galaktosemia,
Gangguan Penyimpan Glikogen).
Gejala dan tanda mayor:
subjektif
Hipoglikemia:
1) Mengantuk,
2) Pusing.
Hiperglikemia:
1) Lelah Atau Lesu
Objektif:
Hipoglikemia:
1) Gangguan Koodinasi
2) Kadar Glukosa Dalam/Urin Tinggi Atau Rendah.
Hiperglikemia:
1) Kadar Glukosa Dalam Darah/Urin Tinggi.
Tanda Dan Gejala Minor
Subjektif
Hipoglikemia:
1) Palpitasi
2) Mengeluh Lapar.
Hiperglikemia:
1) Mulut Kering,
2) Haus Meningkat
Objektif
Hipoglikemia
1) Gemetar Kesadaran Menurun,
2) Perilaku Aneh
3) Sulit Bicara
4) Berkeringat Banyak.
Hiperglikemia:
1) Jumlah Urin Meningkat.

3. Nyeri akut (SDKI: D. 0077)


Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nyeri dan kenyamanan
Defenisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab: agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera
kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera fisik (abses. amputasi, trauma,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan;
Gejala dan tanda mayor.
Subjektif:
1) Mengeluh Nyeri,
Objektif:
1)Tampak Meringis,
2)Bersikap Protektif (Mis. Waspada, Posisi Menghindari Nyeri),
3)Gelisa,
4)frekuensi nadi meningkat,
5)sulit tidur.
Gejala dan tanda minor.
Subjekti:-,
Objektif:
1)Tekanan Darah Meningkat
2)Pola Napas Berubah,
3)Nafsu Makan Berubah
4)Proses Berubah
5)Proses Berpikir Terganggu,
6)Menarik Diri
7)Berfokus Pada Diri
8)Diaphoresis.

4. Gangguan intergritas kulit (SDKI: D.0129)


Kategori: Lingkungan, Subkategori: Keamanan dan proteksi.
Defenisi: kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membram mukosa, kornea,
fasia otot, tendon, tulang kartilago, kapsul sendi dan atau ligament).
Penyebab: perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan),
kekurangan/ kelebihan volume cairan, penurunan mobilitas, bahan kimia iritatif, suhu
lingkungan yang eksrem, factor mekanis ( mis. Penekanan pada tonjolantulang, gesekan) atau
factor eletris ( eletrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi), efek samping terapi radiasi,
kelembaban, proses penuaan, neuropati perifer, perubahan pigmentasi, perubahan hormonal,
kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi integritas jaringan.
Gejala dan tanda mayor.
Subjektif:-;
Objektif:
1) Kerusakan Jaringan Dan Atau Lapisan Kulit.
Gejala dan tanda minor.
Subjectif:-,
Objectif:
1) Nyeri
2) Pendarahan
3) Kemerahan
4) Hematoma.

Intervensi Keperawatan
1. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
Luaran utama: Status nutrisi (SLKI: L. 03030)
Defenisi: Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Ekspetasi: membaik
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Porsi makan 1 2 3 4 5
yang
dihabiskan
Kekuatan 1 2 3 4 5
otot
pengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan
Serum 1 2 3 4 5
albumin
Verbalisasi 1 2 3 4 5
keinginan
untuk
meningkatkan
nutrisi
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang
pilihan
makanan
yang sehat
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang
pilihan
minuman
yang sehat
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang
standar
asupan nutrisi
yang tepat
Penyiapan 1 2 3 4 5
dari
penyimpanan
Maknana
yang aman
Penyiapan 1 2 3 4 5
dari
penyimpanan
Minuman
yang aman
Sikap 1 2 3 4 5
terhadap
makanan
/minuman
sesuai dengan
tujuan
kesehatan

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Perasaan cepat 12 3 4 5
kenyang
Nyeri 1 2 3 4 5
abdomen
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik
Berat badan 1 2 3 4 5
Indeks masa 1 2 3 4 5
tubuh (IMT)
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal lipatan kulit 1 2 3 4 5
trisep
Membrane 1 2 3 4 5
mukosa

Luaran utama: Manajemen nutrisi (SIKI. 03119)


Definisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan Janis nutrient
4. Identifikasi perluhnya penggunaan selang nasogastric
5. Monitoring asupan makanan
6. Monitoring berat badan
7. Monitoring hasil pemeliharaan laboratorium
Terapeutik:
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet.
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu.
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiametik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuhkan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

Luaran utama Promosi berat badan( SIKI: I. 03136)


Defenisi: memfasilitasi peningkatan berat badan
Tidakan
Observasi:
1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan muntah
3. Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
Terapeutik:
1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perluh
2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender, makanan cair yang di berikan melalui NGT atau gastrotomi, total
parental nutrition sesuai indikasi)
3. Hidangkan makanan secara menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang di capai
Edukasi:
1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan.

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)


Luaran utama: kestabilan kadar glukosa darah (SLKI:L,03022)
Defenisi:kadar glukosa darah erada dalam rentang normal
Ekspetasi : Meningkat
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Koordinasi 1 2 3 4 5
Kesadaran 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Mengantuk 1 3 4 5
Pusing 1 2 3 4 5
Lelah /lesu 1 2 3 4 5
Keluhan lapar 1 2 3 4 5
Gemeteran 1 2 3 4 5
Berkeringat 1 3 4 5
Mulut kering 1 2 3 4 5
Rasa haus 1 2 3 4 5
Perilaku aneh 1 2 3 4 5
Kesulitan 1 2 3 4 5
bicara

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik
Kadar glukosa 1 2 3 4 5
dalam darah
Kadar glukosa 1 2 3 4 5
dalam urine
Palpitasi 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Jumlah urine 1 2 3 4 5

Luaran utama: Manajemen Hiperglikemia (SIKI: I. 03115)


Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar glukosa darah di atas normal.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis. Penyakit
kambuhan).
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Polyuria, polydipsia, kelemahan malaise,
pandangan kabur, sakit kepala)
5. Monitor in take dan output
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, eletrolit, tekanan darah ostostatik dan frekuensi
nadi
Terapeutik:
1. Berikan asupan cairan
2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi:
1. Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Anjarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

Luaran utama: Manajemen hipoglikemia(SIKI: I. 03115)


Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar glukosa darah rendah.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik:
1. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
2. Berikan glucagon, jika perluh
3. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Pertahankan akses IV, jika perlu
Edukasi:
1) Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
2) Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
3) Anjurkan monitor kadar glukosa darah
4) Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes penyusuaian program pengobatan.
5) Ajelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral dan olahraga
6) Ajarkan pengelolaan hipglikemia (mis. Tanda dan gejala, factor resiko, dan pengobatan
hipoglikemia)
7) Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia(mis. Mengurangi insulin/agen oral
dan/atau meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga).
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu

3. Nyeri akut (SDKI: D. 0077)


Tingkat nyeri (SLKI: L. 08066)
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konsten
Ekspektasi: menurun
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
menuntaskan
aktivitas
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Keluhan nyeri 1 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 3 4 5
Berfokus pada 1 2 3 4 5
diri sendiri
Disforensis 1 2 3 4 5
Perasaan 1 2 3 4 5
depresi
(tertekan)
Perasaan takut 1 2 3 4 5
Mengalami 1 2 3 4 5
cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Pirenium 1 2 3 4 5
terasa tertekan
Uterus terasa 1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan 1 2 3 4 5
otot
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik
Ferkuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berfikir 1 2 3 4 5
Focus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5

Luaran utama: Manajemen Nyeri (SIKI: I.14518)


Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, insensitas, nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaru nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
9. Monitor efek samping penggunaan obat analgesic
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesic
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1.Kolaborasi pemberian analgesic
Luaran utama: pemberian analgesic (SIKI: I.08243)
Defenisi: menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesic
5. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik:
1. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai analgesia optimal,jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau bolus obloid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan efek yang tidak di inginkan
Edukasi:
1.Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi:
1.Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai indikasi

4. Gangguan integritas kulit (SDKI: D.0129)


Luaran utama: Integritas Kulit dan jaringan (SLKI: L. 14125)
Defenisi: keluhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membram mukosa, kornea,
fasia, otot, tenton, tulang, kartilego, kapsul sendi, dan /atau ligament).
Ekspetasi : meningkat
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Elastisitas 1 2 3 4 5
Hidrasi 1 2 3 4 5
Perfusi 1 2 3 4 5
jaringan

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Kerusakan 1 3 4 5
jaringan
Kerusakan 1 2 3 4 5
lapisan kulit
Nyeri 1 2 3 4 5
Pendarahan 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 3 4 5
Pigmentasi 1 2 3 4 5
abnormal
Jaringan parut 1 2 3 4 5
Nekrosis 1 2 3 4 5
Abrasi kornea 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
Pertumbuhan 1 2 3 4 5
rambut
Perawatan kulit (SIKI: I. 11353)
Defenisi: mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan, kelembaban dan
mencegah perkembangan mikroorganisme.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)
Terapeutik:
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang. Jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air hangat ,terutama selama periode diare
4. Gunakan produk berbagan petroleum atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalengik pada kulit sensitive
6. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
Edukasi:
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lation, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan buah dan sayuran
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstriem
5. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
Luaran utama: Perawatan luka (SIKI: I. 14564)
Defenisi: mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta mencegah, terjadinya
komplikasi luka.
Tindakan
Observasi:
1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran, warna,ukuran, bau).
2. Monitor tanda-tanda infeksi.
Terapeutik:
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Cukur rambut disekitar area luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nopn toksik, sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perluh
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/harridan protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit A, vit B, vit C, zinc, asam amino). sesuai
indikasi
12. Berikan terapi TENS ( stimulus saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2. Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik, biologis, mekanis, outolitik), jika perlu
2. Kolaborasipemberian antibiotic

Implementasi Keperawatan
Melakukan tindakan keperawatan devisit nutrisi sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan untuk memenuhi nutrisi, melakukan tindakan keperawatan ketidakstabilan glukosa
dalam darah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk menstabilkan kadar gula dalam
darah, melakukan tindakan keperawatan nyeri sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk
mengurangi nyeri,melakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan untuk mengurangi kerusakan integritas kulit.
Setelah melaksanakan tahapan dalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
menetapkan diagnosa keperawatan, menentukan rencana/intervensi dan implementasi, tahapan
terakhir adalah melakukan evaluasi atas rencana yang sudah dilaksanakan. Evaluasi dalam
bentuk catatan perkembangan yang terdiri dari: subyektif yaitu keluhan yang dirasakan oleh
pasien, obyektif yaitu data yang diperoleh melalui observasi langsung, assessment dan plenning
adalah merupakan tindak lanjut yang akan dilakukan bila masalah belum teratasi.
Evaluasi Keperawatan
Setelah melaksanakan tahapan dalam proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
menetapkan diagnosa keperawatan, menentukan rencana/intervensi dan implementasi, tahapan
terakhir adalah melakukan evaluasi atas rencana yang sudah dilaksanakan. Evaluasi dalam
bentuk catatan perkembangan yang terdiri dari: subjektif yaitu keluhan yang dirasakan oleh
pasien, objektif yaitu data yang diperoleh melalui observasi langsung, assessment dan plenning
adalah merupakan tindak lanjut yang akan dilakukan bila masalah belum teratasi.
Pada diagnose keperawatan 1). Ketidakstabilan glukosa dalam darah berhubunga dengan
hiperglikemia. Kriteria hasil yang di tetapkan untuk melakukan tindakan evaluasi adalah keluhan
pusing menurun, lelah/lesumenurun, berkeringat menurun, kadar glukosa dalam darah
membaik.Pada kasus Ny. N.evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang di lakukan di dapati
Data Subjektif: sudah tidak terlalu pusing, lemah/lesu berkurang dan tidak berkeringat. Data
Objektif: kadar glukosa dalam darah puasa 120 mg/dl dan glukosa darah 2 jam PP 170 mg/dl,
TD: 120/60 MmHg, suhu: 37,1 ºC, nadi: 90x/menit. Pada teori dan kasus terdapat kesenjangan
karena pada salah satu kriteria hasil , yaitu : glukosa darah 2 jam PP masih tinggi.Pada diagnose
keperawatan
2). Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologis dalam teori yang perluh di
evaluasi adalah keluhan nyeri menurun, tidak meringis, kesulitan tidur menurun, tekanan darah
membaik, dan fungsi berkemih membaik. Pada kasus Ny. N. evaluasi terhadap tindahkan
keperawatan yang di lakukan di dapati Data Subjektif: tidak nyeri dengan skala nyeri 0, pola
tidur sudah teratur. Data Ojektif: wajah tidak meringis. TD: 120/60 MmHg. Dari teori dan kasus
nyata pada kriteria hasil diagnose keperawatan 2 tidak ada kesenjangan. Pada diagnose
keperawatan
3). Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis dalam teori yang
perluh di evaluasi adalah elastisitas meningkat, kerusakan lapisan kulit menurun, kemerahan
menurun, tekstur kulit membaik, suhu kulit membaik, keluhan gatal menurun. Pada teori dan
kasus nyata masih terdapat kesenjangan dimana pasien masih merasakan gatal-gatal pada area
perut

BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Pengkajian. Pada saat dilakukan pengkajian. pasien mengatakan kaki sering kesemutan,
merasa lemah dan pusing, susah tidur di malam hari karena sering kencing, berkeringat, gatal-
gatal di seluruh tubuh, pasien juga mengeluh nyeri pada area kelamin luar saat berkemih dan peri
di area luka pada perut sebelah kanan, terdapat luka pada abdomen kanan karena di garuk, skala
nyeri 6, pasien tampak meringis kesakitan, kulit pasien tampak kering dan kemerahan, pasien
juga mengatakan waktu belum sakit mempunyai kebiasaan suka makanan manis, dan tidak
pernah berolahraga. Saat observasi: pasien tampak meringis, tidak bersemangat/ lemas, terdapat
luka dermis pada abdomen kanan luas luka 2,5 cm akibat di garuk. Kulit pasien tampak kering
dan area perut tampak memerah.
Diagnosa Keperawatan: berdasarkan hasil pengumpulan data maka dapat ditegakkan 3
diagnosa keperawatan yaitu: ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
hiperglikemia, gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis( menggaruk), dan
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis data pendukung meliputi data subjektif
dan objektif.
Intervensi Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan
intervensi pada: diagnosa keperawatan 1: ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan hiperglikemia. SLKI: manajemen hiperglikemia (SIKI: I. 03115), kriteria hasil: keluhan
pusing menurun, lelah/lesu menurun, berkeringat menurun, kadar glukosa dalam darah membaik.
SIKI: manajemen hiperglikemia. diagnosa keperawatan 2: nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis, tingkat nyeri (SLKI: L. 08066) kriteria hasil: keluhan nyeri menurun, tidak
meringis, kesulitan tidur menurun, tekanan darah membaik, SIKI: manajemen nyeri. Diagnosa
keperawatan 3: gangguan integritas kulit berhubunga dengan factor mekanis( menggaruk). SLKI:
kriteria hasil: elastisitas meningkat, kerusakan lapisan kulit menurun, kemerahan menurun SIKI:
perawatan integritas kulit.
Implementasi di lakukan berdasarkan intervensi yang telah di tetapkan.Evaluasi
keperawatan pada diagnose 1) ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
hiperglikemia; data subjectif: tidak pusing, lemas berkurng; data objektif: tidak berketingat,
kadar glukosa darah puasa 120 mg/dl, kadar glukosa darah 2 jam PP 170 mg/dl, analisa masalah
teratasi, sebagian intervensi dihentikan. Pada diagnose keperawatan 2). Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisiologis; data subjektif: pasien mengatahkan tidak nyeri lagi; data
objektif: skala nyeri 0, analisa masalah teratasi, intervensi di hentikan. Diagnose keperawatan 3).
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis (menggaruk); data objektif: badan
masih gatal, tapi sudah berkurang; data objektif: kulit kering dan kemerahan berkurang; masalah
teratasi,intervensi dihentikan.
Implementasi di lakukan berdasarkan intervensi yang telah di tetapkan.
Evaluasi keperawatan pada diagnose 1) ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
berhubungan dengan hiperglikemia; data subjectif: tidak pusing, lemas berkurng; data objektif:
tidak berketingat, kadar glukosa darah puasa 120 mg/dl, kadar glukosa darah 2 jam PP 170
mg/dl, analisa masalah teratasi,intervensi dihentikan. Pada diagnose keperawatan 2). Nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis; data subjektif: pasien mengatahkan tidak nyeri
lagi; data objektif: skala nyeri 0, analisa masalah teratasi, intervensi di hentikan. Diagnose
keperawatan 3). Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis (menggaruk);
data objektif: badan tidak gatal,data objektif: kulit tidak kering dan kemerahan; masalah
teratasi,intervensi dihentikan

3.2 Saran
1)Bagi pasien dan keluarga.Dapat mengetahui tentang penyakit Diabetes Melitus dan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Diabetes Melitus
2) Bagi RS. Dapat di jadikan bahan masukan bagi perawat di RS dalam melakukan tindakan
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan yang baik khusus pada pasien dengan diabetes
melitus.
3) Bagi InstitusiHasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pengembangan
keilmuan khususnya di program studi ilmu keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kupang dalam bidang Keperawatan Medikal Bedah.
4) Bagi Mahasiswa.Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman serta menambah
keterampilan atau kemampuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasein dengan
diabetes melitus.

DAFTAR PUSTAKA

Margharet, R. D. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit dalam. Nusa
medikaYogyakarta
Mughfuri, (2016). Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Mellitus. Salemba Medika: JAKARTA
Najibmo, b. M. (2016).Keperawatan Medikal Bedah 1. pusdik SDM Kesehatan: Jakarta selatan.
Padila. (2012). Buku ajar medikal bedah.cetakan 1. Nuha medika: Yogyakarta
Perkeni. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus tipe 2 di Indonesia.EKG: Jakarta.
Soelistidjo, D. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Tahun
2015. PB. Perkeni: Jakarta
Suddert, & B. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. vol 2. EKG: Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. edisi 1. cetakan III
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. edisi 1. cetakan III.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. edisi 1. cetakan III
Irianto K. (2015). Epidiomologi Penyakit Dan Tidak Menular panduan Klinis Bandung: Alfabeta
RISKESDAS. 2019. Laporan provinsi Nusa Tenggara Timur.
https://www.litbang.kemkes.go.id.
Mangliguna. (2021). I-hydrxymethyl harmine-TGFBST inhibitor Inovasi terapi DM: terbaru
melalui proses Regenerasi sel B pangreas pada penderita DM tipe 1 dan 2.
https://doi.org/10.32734/scripe.v2i2.3926.go.id.
World Health Organization (2016). Global report on diabetes.
https://puspadatin.kemenkes.go.id.
BAB IV
TINJAUAN STUDI KASUS
Hasil Studi Kasus
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama: Ny. N.
Umur: 55 tahun
Tanggal Lahir: 30-10-1951
Agama: Islam
Jenis kelamin: Perempuan
Diagnosa medis: Diabetes Melitus,
No RM : 74340
Pendidikan terakhir:SMA
Alamat :Lhokseumawe
Tgl masuk rumah sakit : 1 Agustus 2022
Pekerjaan : IRT
Status: Menikah.
2. Identitas Penanggungjawab
Nama: Tn R
Jenis kelamin: Pria
Alamat: Lhokseumawe
Pekerjaan: PNS,
Hubungan dengan klien : Suami.

Riwayat Kesehatana:
Keluhan utama: Saat Masuk RS (pada tanggal 1 Aguatus 2022).Pasien mengatakan sering
merasa haus, pusing dan lemas sudah 1 minggu yang lalu.
Riwayat kesehatan dahulu: Awalnya sering merasa lapar dan haus, muda lelah, kaki sering
kesemutan dan badan gatal-gatal. Pasien juga mengatahkan sebelum sakit mempunyai kebiasaan
suka mengkomsumsi makanan manis, dan malas berolahraga.
Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan saat dikaji : pasien mengatakan kaki sering kesemutan, merasa lemah dan pusing, susah
tidur di malam hari karena pengen kencing terus, berkeringat, gatal-gatal di seluruh tubuh pasien
juga mengeluh nyeri pada area kelamin luar saat berkemih dan pasien juga mengatahkan terasa
peri di area luka pada perut sebelah kanan, terdapat luka pada abdomen kanan karena di garuk,
luas luka 2,5 cm. Skala nyeri 6 (nyeri sedang), pasien tampak meringis kesakitan, kulit pasien
tampak kering dan kemerahan, pasien juga mengatakan waktu belum sakit mempunyai kebiasaan
suka makanan manis, dan tidak pernah berolahraga.
Riwayat kesehatan keluarga : Ada anggota keluarga yang terkena DM.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Pasien tampak lemah, pucat, terpasang IVFD di tangan sebelah kiri. tingkat kesadaran compos
metis, GCS: 15 (E: 4, M: 5, V: 6),
Tanda –Tanda Vital:
Tekanan darah: 130/80 MmHg
Nadi: 100 x/mnt
Pernapasan: 20x/mnt
Suhu badan: 36,7ºC.
Kepala:
Inspeksi (bentuk kepala simetris, tidak ada lesi. warna rambut putih, kepala bersih)
Palpasi (tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan ).Pasien mengeluh pusing.
Mata:
Inspeksi (bentuk mata simetris, kongjungtiva pucat, skela berwarna putih)
Palpasi (tidak terdapat masa, tidak ada nyeri tekan). Pasien mengatahkan Penglihatan kabur.
Hidung:
Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada polip,
Palpasi: tidak ada massa, tidak ada nyeri.
Mulut:
Inspeksi: mukosa bibir lembab, keadaan gigi: tidak lengkap; terdapat caries, memakai gigi palsu;
Palpasi: tidak ada massa dan nyeri tekan.
Telinga:
Inspeksi: bentuk simetris antara telinga kiri dan kanan, tidak ada lesi, telingah bersih
Palpasi: tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
Leher:
Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada edema, vena jugularis teraba.
Palpasi: tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar typoid;
Gangguan bicara: tidak ada gangguan bicara maupun menelan.
Sistem kardiovaskuler:
Inspeksi: Bentuk dada normal, tidak ada lesi, tidak edema; saat diperkusi, tidak ada cairan, masa
atau udara. Saat di auskultasi, inspirasi dan ekspirasi normal, tidak ada ronchi, tidak ada
wheezing, krepitasi ataupun rales.bunyi jantung normal.
Sistem respirasi: pasien mengatakan tidak ada keluhan sesak napas. irama napas teratur, tidak
ada retrasi otot pernapasan, tidak ada penggunaan alat bantu pernapasan
Keadaan abdomen: warna kulit kering, ada luka bekas menggaruk, tidak ada pembesaran pada
abdomen, keadaan rektan nampak normal, tidak ada luka pendarahan atau hemoroit. Saat
diauskultasi bising usus 30 x/menit, perkusi tidak ada cairan, udara atau masa saat dipalpasi
tonus otot normal, tidak ada nyeri dan masa.
Sistem persyarafan, tidak ada keluhan, tidak ada kejang, atau lumpuh, Cranial Nerves normal,
kesadaran Composmentris GCS 15 (E:4; M:5; V:6 ) Tidak ada keluhan
Musculoskeletal: kaki sering kesemutan dan nyeri, serta kaki edema kekuatan otot: ekstermitas
atas 5/5, ekstermitas bawah 4/4.
Sistem integumen: turgor kulit kurang elastis, warna pucat, tampak kering
Sistem eliminasi: pasien buang air kecil (BAK) pasien menggunakan kateter menetap (hari ke-4),
warna urine kuning, perubahan selama sakit: nyeri saat berkemih, gata-gatal seluruh tubuh, nyeri
pada saat berkemih dan area luka. abdomen kanan atas bekas garuk skala nyeri 6, kualitas nyeri:
nyeri tekan, tidak menjalar, hilang timbul. buang air besar (BAB) 1 kali/hari warna kuning
konsistensi lembek, perubahan selama sakit tidak ada masalah dalam BAB.
Kegiatan sehari-hari (ADL): pola makan 3x/hari (pagi, siang dan malam) frekuensi makan
sedang, napsu makan cukup, makanan pantang tidak ada makanan yang di sukai tidak ada,
banyak nya minum dalam sehari; oral: 500 cc, parental: 1500 cc, BB 80 kg, TB 156 cm.
penurunan berat BB- kg dalam -minggu.
Sistem Olahraga dan Aktivitas: pasien mengatakan tidak pernah berolahraga.
Pada pola tidur dan istirahat:
Pasien mengatakan tidur malam jam 09.00/ 10.30bangun pagi jam 05.00, tidur siang jarang.
Pola interaksi social: pasien mengatakan orang terdekatnya anak-anak dan cucu, tidak mengikuti
kegiatan social, keadaan rumah bersih slalu di bersihkan setiap pagi dan sore hari, tidak ada
bising dan tidak banjir, jika mempunyai masalah dibicarakan dengan anak-anak, jika ada
masalah selalu mencari solusi bersama anak-anak, interaksi dalam keluarga juga baik.
Keagamaan pasien mengatakan sebelum sakit sering mengikuti perayaan ekaristi setiap minggu.
Psikologis selama sakit, presepsi pasien terhadap penyakit yang di derita: pasien mengatakan
merasa cemas dengan keadaan yang di deritanya.
B. Diagnosis Data
Data fokus
Analisis Data :

DATA MASALAH ETIOLOGI


KEPERAWATAN
DS: Ketidakstabilan kadar glukosa Hiperglikemi
1.Pasien mengatakan badan
Lelah/Lesu
2.Pasien mengatakan
mulutnya kering,
3.Pasien mengatakan sering
merasa Haus
DO:
1.Kadar Glukosa Dalam
Darah/Urin Tinggi
2.Jumlah Urin Meningkat.

DS: Nyeri akut Agen pencedera fisiologis


1.Pasien mengeluh nyeri
pada area kelamin luar dan
nyeri pada area luka
abdomen kanan atas bekas
garuk. Skala nyeri 6 (nyeri
sedang)
DO:
1.Wajah pasien tampak
meringis, TD: 130/80
MmHg, N: 100 x/menit.
etiologi: agen cedera
fisiologis
DS: Gangguan integrits kulit. Factor mekanis (gesekan/
1.Pasien mengatahkan gatal menggaruk)
seluruh badan.
DO:
1.Kulit pasien tampak
kering, pasien tampak terus
menggaruk badanya dan
pada area abdomen kanan
terdapat luka akibat di
garuk ( luas luka 2,5 cm),
dan kaki bengkak

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI IMPLEMENTASI


Ketidakstabilan Setelah dilakukan Observasi: Observasi:
kadar glukosa tindakan 1. Identifikasi 1.
b.d hiperglikemi keperawatan kemungkinan penyebab MemngIdentifikasi
selama 1x24 jam hiperglikemia kemungkinan
maka 2. Identifikasi situasi yang penyebab
ketidakstabilan menyebabkan kebutuhan hiperglikemia
kadar glukosa insulin meningkat (mis. 2. MengiIdentifikasi
membaik : Penyakit kambuhan). situasi yang
KH : 3. Monitor kadar glukosa menyebabkan
1.Ketidakstabilan darah, jika perlu kebutuhan insulin
kadar glukosa 4. Monitor tanda dan meningkat (mis.
darah membaik (5) gejala hiperglikemia (mis. Penyakit kambuhan).
2.Keluhan pusing Polyuria, polydipsia, 3. Memonitor kadar
menurun,lelah/lesu kelemahan malaise, glukosa darah, jika
menurun (5) pandangan kabur, sakit perlu
3.Tidak berkeringat kepala) 4. Memonitor tanda
berkeringat (5) 5. Monitor in take dan dan gejala
output hiperglikemia (mis.
6. Monitor keton urin, Polyuria, polydipsia,
kadar analisa gas darah, kelemahan malaise,
eletrolit, tekanan darah pandangan kabur,
ostostatik dan frekuensi sakit kepala)
nadi 5. Memonitor in take
Terapeutik: dan output
1. Berikan asupan cairan 6. Memonitor keton
2. Konsultasi dengan urin, kadar analisa
medis jika tanda dan gas darah, eletrolit,
gejala hiperglikemia tetap tekanan darah
ada atau memburuk ostostatik dan
3. Fasilitasi ambulasi jika frekuensi nadi
ada hipotensi ortostatik Terapeutik:
Edukasi: 1. Memberikan
1. Anjurkan menghindari asupan cairan
olahraga saat glukosa 2. Mengkonsultasi
darah lebih dari 250 mg/dl dengan medis jika
2. Anjurkan monitor kadar tanda dan gejala
glukosa darah secara hiperglikemia tetap
mandiri ada atau memburuk
3. Anjurkan kepatuhan 3. Memfasilitasi
terhadap diet dan olahraga ambulasi jika ada
4. Anjarkan indikasi dan hipotensi ortostatik
pentingnya pengujian Edukasi:
keton urine, jika perlu 1. Menganjurkan
5. Ajarkan pengelolaan menghindari
diabetes (mis. Penggunaan olahraga saat
insulin, obat oral, monitor glukosa darah lebih
asupan cairan, penggantian dari 250 mg/dl
karbohidrat, dan bantuan 2. Menganjurkan
profesional kesehatan) monitor kadar
Kolaborasi: glukosa darah secara
1. Kolaborasi pemberian mandiri
insulin novarapid 14 3. Menganjurkan
unit/sc kepatuhan terhadap
2. Kolaborasi pemberian diet dan olahraga
cairan IV,NaCl 0,9% 20 4. Mengajarkan pada
tpm. pasien indikasi dan
3. Kolaborasi pemberian pentingnya
kalium, jika perlu pengujian keton
urine, jika perlu
5. Mengajarkan
pengelolaan diabetes
(mis. Penggunaan
insulin, obat oral,
monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan
bantuan profesional
kesehatan)
Kolaborasi:
1. Mengkolaborasi
pemberian insulin
novarapid 14 unit/sc
2. Mengkolaborasi
pemberian cairan
IV,NaCl 0,9% 20
tpm.
3. Mengkolaborasi
pemberian kalium,
jika perlu

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi: Observasi:


Agen pencedera tindakan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengidentifikasi
fisiologis keperawatan karakteristik,durasi, lokasi,
selama 1x24 jam frekuensi, kualitas, karakteristik,durasi,
maka nyeri akut insensitas, nyeri frekuensi, kualitas,
menurun 2. Identifikasi skala nyeri insensitas, nyeri
KH : dan memperingan nyeri 2. Mengodentifikasi
1.Kemampuan 3. Identifikasi pengaruh skala nyeri
menuntaskan budaya terhadap respon dan memperingan
aktivitas meningkat nyeri nyeri
(5) 4. Identifikasi pengaru 3. Mengidentifikasi
2.Keluhan nyeri nyeri pada kualitas hidup pengaruh budaya
menurun (5) 9. Monitor efek samping terhadap respon
3.Keluhan penggunaan obat analgesic nyeri
meringis,gelisah,su Terapeutik 4. Mengidentifikasi
lit tidur menurun(5) 1. Berikan teknik pengaru nyeri pada
4.Frekuensi nadi nonfarmakologis untuk kualitas hidup
membaik(5) mengurangi rasa nyeri 9. Memonitor efek
5.Tekanan darah (relaksasi nafs dalam) samping penggunaan
membaik(5) 2. Control lingkungan obat analgesic
6.Fungsi berkemih yang memperberat rasa Terapeutik
membaik(5) nyeri(suhu ,ruangan 1. Memberikan
pencahayaan dan teknik
kebisingan) nonfarmakologis
3. Fasilitasi istirahat dan untuk mengurangi
tidur rasa nyeri (relaksasi
Edukasi: nafs dalam)
1. Jelaskan penyebab, 2. Mengontrol
periode, dan pemicu nyeri lingkungan yang
2. Jelaskan strategi memperberat rasa
meredakan nyeri nyeri(suhu ,ruangan
3. Anjurkan memonitor pencahayaan dan
nyeri secara mandiri kebisingan)
4. Anjurkan menggunakan 3. Memfasilitasi
analgesic istirahat dan tidur
Kolaborasi: Edukasi:
1.Kolaborasi pemberian 1. Menjelaskan
analgesic penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Menjelaskan
strategi meredakan
nyeri
3. Menganjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Menganjurkan
menggunakan
analgesic
Kolaborasi:
1.Mengolaborasi
pemberian analgesic
Gangguan Setelah dilakukan Observasi: Observasi:
integrits kulit tindakan 1. Identifikasi 1. Mengidentifi
b.d Factor keperawatan penyebab kasi
mekanis selama 1x24 jam gangguan integritas penyebab
(gesekan/ maka gangguan kulit (mis. gangguan
menggaruk) integritas kulit Perubahan integritas
meningkat : sirkulasi, kulit (mis.
KH : perubahan status Perubahan
1.Elastisitas nutrisi, penurunan sirkulasi,
meningkat(5) kelembaban, suhu perubahan
2.Kerusakan lingkungan status nutrisi,
lapisan kulit ekstrim, penurunan penurunan
menurun(5) mobilitas) kelembaban,
3.Kemerahan Terapeutik: suhu
menurun(5) 1. Ubah posisi tiap 2 jam lingkungan
4.Nekrosis jika tirah baring ekstrim,
menurun(5) 2. Lakukan pemijatan pada penurunan
area penonjolan tulang. mobilitas)
Jika perlu Terapeutik:
3. Bersihkan perineal 1. Mengubah posisi
dengan air tiap 2 jam jika tirah
hangat ,terutama selama baring
periode diare 2. Melakukan
4. Gunakan produk pemijatan pada area
berbagan petroleum atau penonjolan tulang.
minyak pada kulit kering Jika perlu
5. Gunakan produk 3. Membersihkan
berbahan ringan/alami dan perineal dengan air
hipoalengik pada kulit hangat ,terutama
sensitive selama periode diare
6. Hindari produk 4. Menggunakan
berbahan dasar alcohol produk berbagan
pada kulit kering petroleum atau
Edukasi: minyak pada kulit
1. Anjurkan menggunakan kering
pelembab (mis. Lation, 5. Menggunakan
serum) produk berbahan
2. Anjurkan minum air ringan/alami dan
yang cukup hipoalengik pada
3. Anjurkan meningkatkan kulit sensitive
buah dan sayuran 6. Menghindari
4. Anjurkan menghindari produk berbahan
terpapar suhu ekstriem dasar alcohol pada
5. Anjurkan menggunakan kulit kering
tabir surya SPF minimal Edukasi:
30 saat berada di luar 1. Menganjurkan
rumah menggunakan
6. Anjurkan mandi dan pelembab (mis.
menggunakan sabun Lation, serum)
secukupnya. 2. Menganjurkan
minum air yang
cukup
3. Menganjurkan
meningkatkan buah
dan sayuran
4. Menganjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstriem
5. Menganjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada di luar
rumah
6. Menganjurkan
mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya.

Intervensi
Ketidakstabilan kadar glukosa b.d hiperglikemi
S: Pasien mengatahkan sudah tidak pusing, badan tidakterlalu lemas lagi dan tidak
berkeringat
O: Pasien tidak berkeringat lagi, wajah sudah tampak cerah tapi belum terlalu bersemangat,
kadar glukosa darah puasa 141 mg/dl dan glukosa darah 2 jam pp: 170 mg/dl
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis
S: Pasien mengatakan sudah tidak nyeri pada area kelamin luar dan nyeri pada area luka
abdomen kanan atas bekas garuk. Skala nyeri 0
O: Wajah pasien tidak meringis, TD:normal , N: normal.
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
Gangguan integrits kulit b.d Factor mekanis (gesekan/ menggaruk)
S: Pasien tidak lagi gatal seluruh badan.
O: Kulit pasien terlihat sudah tidak tampak kering, pasien sudah tidak menggaruk lagi
badanya dan pada area abdomen kanan sudah tidak ada luka akibat di garuk, dan kaki tidak
bengkak
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai