Anda di halaman 1dari 51

SINDROMA GENIATRIK: MALNUTRISI, POLIFARMASI,

DAN KATARAK
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing:
Nandang Jamiat, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp. Kep. Kom

Disusun oleh :
Shelly Latifah Sutisna (302018058)
Shofiatinn Nur Azizah (302018078)
Muhammad Rizal (302018102)
Hasna Nurul Hikmah (302018104)
Salsabila (302018109)
Aini Novitasari (302018111)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERISTAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT yang melimpahkan kasih dan sayangnya kepada
kita semua khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat membuat makalah
ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Gerontik. Dalam penyusunannya pun kami mendapatkan bantuan
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan, dari teman-teman dan referensi buku
serta artikel di media massa.

Penyusunan makalah ini belum mencapai kata sempurna, sehingga penulis


dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun sehingga di kemudian hari penulis dapat membuat makalah jauh
lebih baik dari makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca serta menjadi inspirasi bagi pembaca.

Bandung, Oktober 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................. 3

Bab II Landasan Teoritis ......................................................................................... 4

A. Konsep Dasar Malnutrisi ................................................................................ 4

B. Konsep Polifarmasi ......................................................................................... 8

C. Konsep Katarak............................................................................................. 11

Bab III Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................... 18

A. Pengkajian fokus malnutrisi ......................................................................... 18

B. Diagnosa keperawatan malnutrisi ................................................................. 19

C. Implementasi keperawatan malnutrisi .......................................................... 23

D. Evaluasi dan telaah jurnal malnutrisi ........................................................... 23

E. Pengkajian fokus katarak .............................................................................. 24

F. Diagnosa Keperawatan katarak ..................................................................... 26

G. Intervensi Keperawatan katarak ................................................................... 26

H. Implementasi katarak .................................................................................... 35

I. Evaluasi katarak ............................................................................................. 35

J. Analisa jurnal katarak .................................................................................... 35

K. Pengkajian focus polifarmasi ....................................................................... 38

iv
iii

L. Diagnosa keperawatan polifarmasi ............................................................... 39

M. Intervensi keperawatan polifarmasi ............................................................. 40

N. Implementasi keperawatan polifarmasi ........................................................ 42

O. Evaluasi polifarmasi ..................................................................................... 42

P. Analisa Jurnal polifarmasi ............................................................................. 42

BAB IV Penutup ................................................................................................... 45

A. Kesimpulan ................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan usia dengan mata adalah kornea, lensa, iris, akan mengalami
perubahan seiring bertambahnya usia, karena bagian utama yang mengalami
perubahan/penurunan sensitifitas yang bisa menyebabkan lensa pada mata,
produksi aquous humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu
terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum.
Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang
berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil
orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan
kemampuan melihat dari jarak jauh. 25 masalah yang muncul pada penyakit
pengindraan pada lansia yaitu penurunan kemampuan penglihatan, ARMD,
galucoma, katarak, entropion dan ekstropion (Nugroho, 2008) Banyak orang
lanjut usia atau lansia yang mempunyai masalah pada penglihatan seperti penyakit
katarak. katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilan
bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa
mata dapat bervariasi.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia dengan berbagai masalah gizi


dan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan memberikan banyak
konsekuensi bagi kehidupan terhadap masalah kesehatan, ekonomi, serta sosial
budaya yang cukup dari pola penyakit sehubungan dengan proses penuaan, seperti
penyakit degeneratif, penyakit metabolik dan gangguan psikososial. Berbagai
penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut antara lain diabetes mellitus,
hipertensi, jantung koroner, reumatik dan asma. Jadi langkah yang tepat
mengurangi risiko terhadap penyakit pada lansia adalah dengan pemenuhan gizi
yang memenuhi kebutuhan tubuh. Pemberian nutrisi pada lansia perlu mendapat
perhatian karena berpengaruh karena meningkatkan gizi lansia agar tetap berada
dalam kondisi yang sehat dan terhindar dari risiko terjadinya kurang gizi.

iv
2

Khususnya pada lanjut usia dengan masalah multi patologinya yang secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi asupan zat gizi dan
menimbulkan berbagai macam masalah gizi. Selain itu, kurangnya pengetahuan
asupan makanan yang baik merupakan faktor risiko terjadinya kurang gizi.
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
dalam pemilihan makanan dan selanjutnya akan berpengaruh pada keadaan gizi
individu yang bersangkutan. Peningkatan pengetahuan lansia tentang kesehatan
dan gizi juga diperlukan sehingga lansia dapat menjaga dirinya sendiri agar tetap
sehat.

Seiring berjalannya waktu manusia akan mengalami penuaan, yakni proses


fisiologis yang akan terjadi pada semua orang dengan mekanisme yang berbeda
pada setiap individu. Pada proses fisiologis ini organ tubuh akan mengalami
penurunan fungsi, diantaranya ginjal dan hati sehingga menimbulkan berbagai
masalah pada lansia. Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka risiko
terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif adalah
penyakit yang mengiringi proses penuaan pada seseorang seiring bertambahnya
usia. Penyakit degeneratif merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan
adanya suatu proses kemunduran fungsi sel tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari
keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit
sering tidak diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi
oleh faktor genetik atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga.
Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara lain hipertensi, jantung,
kanker, dan diabetes melitus. Penyakit tersebut sangat memungkinkan pasien
lansia mengonsumsi beberapa obat secara bersamaan atau sering disebut
polifarmasi.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan rumusan pertanyaan yang akan diajukan dalam
makalah. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:

1. Apa definisi dari malnutrisi, katarak dan polifarmasi?


3

2. Bagaimana etiologi malnutrisi, katarak dan polifarmasi?

3. Bagaimana patofisiologi malnutrisi, katarak dan polifarmasi?

4. Bagaimana tanda gejala malnutrisi, katarak dan polifarmasi?

5. Bagaimana penatalaksanaan malnutrisi, katarak dan polifarmasi?

6. Bagaimana pengkajian fokus malnutrisi, katarak dan polifarmasi?

7. Bagaimana diagnosa keperawatan malnutrisi, katarak dan polifarmasi?

8. Bagaimana intervensi malnutrisi, katarak dan polifarmasi?

C. Tujuan
Tujuan penulisan adalah kalimat yang menjawab rumusan masalah yang akan dibahas.
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui definisi dari malnutrisi, katarak dan polifarmasi.

2. Untuk mengetahui etiologi malnutrisi, katarak dan polifarmasi.

3. Untuk mengetahui patofisiologi malnutrisi, katarak dan polifarmasi.

4. Untuk mengetahui tanda gejala malnutrisi, katarak dan polifarmasi.

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan malnutrisi, katarak dan polifarmasi.

6. Untuk mengetahui pengkajian fokus malnutrisi, katarak dan polifarmasi.

7. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan malnutrisi, katarak dan polifarmasi.

8. Untuk mengetahui intervensi malnutrisi, katarak dan polifarmasi.


Bab II
Landasan Teoritis

A. Konsep Dasar Malnutrisi


1. Definisi
Malnutrisi merupakan ketidakseimbangan antara asupan gizi dengan kebutuhan
energi tubuh untuk mendukung pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi kerja
spesifik tubuh yang sehat. Malnutrisi merupakan kondisi yang umum dialami
lansia, perubahan fisik yang terjadi akibat penuaan, membuat lansia lebih sulit
menyerap nutrisi dari makanan (Nurdhahri 2020).
Malnutrisi ialah keadaan patologis yang dihasilkan akibat defisiensi nutrisi.
Cadangan gizi manusia yang habis sebagai akibat dari kecukupan asupan gizi
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Ketidakcukupan nutrisi diakibatkan dari
gangguan dalam proses pencernaan makanan, pencernaan, atau penyerapan. Hal
ini dapat terjadi akibat ketidakmampuan untuk mengkonsumsi nutrisi yang
memadai, ketidakmampuan untuk mencerna nutrisi, ketidakmampuan untuk
menyerap nutrisi atau peningkatan kebutuhan nutrisi oleh tubuh (Fredy Akbar
2020).
Malnutrisi adalah suatu kondisi ketidakcukupan atau ketidakseimbangan gizi
pada tubuh. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi
asupan nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrient. Malnutrisi
adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi
dapat juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara
pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan.
Hal ini terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan
yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat
terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalanmetabolic (Burton 2007).

2. Etiologi malnutrisi
a. Penyebab langsung:

iv
5

Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat


disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas
yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
Adanya jumlah penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah
asupan makanan dan penggunaan nutrisi oleh tubuh. Infeksi apapun dapat
keadaan gizi, malnutrisi walaupun masih memiliki pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi.
b. Penyebab tidak langsung:
Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk
menghasilkan atau mendapatkan makanan. Penyakit malnutrisi merupakan
masalah bagi golongan bawah masyarakat tersebut.
1) Buruknya pelayanan kesehatan.
2) Sanitasi lingkungan yang kurang.
3) Faktor Keadaan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma mengemukakan bahwa kepadatan
penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan tambahnya persediaan bahan
makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Ms.
Lorent memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika
suatu daerah terlalu padat daerahnya dengan hygiene yang buruk.
Faktor yang mempengaruhi malnutrisi ialah penurunan nafsu makan,
penurunan rasa dan bau, status kondisi kesehatan gigi dan mulut, disfagia, depresi,
dan kondisi psikologis. Penurunan nafsu makan pada lanjut usia sangat
berhubungan dengan jumlah intake makanan lanjut usia. Hal ini disebabkan oleh
penurunan reseptor opioid dan opioid endogen pada otak, sehingga hal ini
menurunkan kapasitas kerja dari sel tersebut dimana sel-sel itu berperan pada
hasrat atau keinginan seseorang tersebut terhadap makanan.
Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya tingkat konsumsi
(dinilai dari jumlah dan kualiti makanan). Asupan makanan dipengaruhi oleh
faktor ekonomi, ketersediaan makanan dan perilaku masyarakat (Soekirman
2006).
6

Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan dan kurang gizi merupakan suatu
fenomena yang saling terkait, oleh karena itu meningkatkan status gizi suatu
masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan ekonomi. Tingkat social ekonomi
mempengaruhi kemampuan berpengaruh tidak saja pada macam makanan
tambahan dan waktu pemberian, tetapi juga pada kebiasaan hidup sehat dan
kualitas sanitasi lingkungan (Azwar 2004).

3. Patofisiologis
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
faktor. Faktor- faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu: tubuh
sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang
faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut
menentukan.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hati dan di ginjal.
Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan badan
keton. Otot dapat meningkatkan asam lemak dan tubuh keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. Pada Malnutrisi di dalam tubuh sudah tidak ada
lagi cadangan makanan untuk digunakan sebagai sumber energi. Sehingga tubuh
akan mengalami defisiensi nutrisi yang sangat berlebihan dan akan
mengakibatkan kematian
7

4. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
a. Kelelahan dan kekurangan energi
b. Pusing
c. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi)
d. Kulit yang kering dan bersisik
e. Gusi bengkak dan berdarah
f. Gigi yang membusuk
g. Berat badan kurang
h. Pertumbuhan yang lambat
i. Kelemahan pada otot
j. Perut kembung
k. Tulang yang mudah patah
l. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Prinsip pengobatan adalah makanan yang mengandung banyak protein
bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-masing
dalam bentuk yang sudah dicerna dan diserap. Karena toleransi makanan
masih rendah pada permulaan, maka makanan jangan diberikan sekaligus
banyak, tetap dinaiki bertahap setiap hari. Diperlukan makanan yang
mengandung protein 3-4 gram/ kg BB/ hari 150-175 kalori. Antibiotik
efektif harus diberikan diberikan secara parenteral selama 5-10 hari.
Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, cairan diberikan secara oral
atau dengan pipa nasogastrik. Bayi ASI harus disusui sesering ia
menghendaki. Untuk dehidrasi berat, cairan intravena diperlukan. Jika
cairan intravena tidak dapat diberikan, infus intraosseus (sumsum tulang)
atau intaperitoneal 70 ml/ kg larutan Ringer Laktat setengah kuat dapat
menyelamatkan jiwa.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
8

Pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di rumah


sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat, kwashiorkor/marasmik
kwashiorkor atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan ialah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya
yang terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman/psikososial.

B. Konsep Polifarmasi
1. Definisi
Istilah polifarmasi berasal dari kata Yunani ‘poly’ dan ‘pharmacon’. Kata
‘poly’ bermakna lebih dari satu dan ‘pharmacon’ berarti obat. Definisi
alternatif dari polifarmasi penggunaan obat yang melebihi kebutuhan, yang
mencakup obat yang tidak di indikasikan, obat yang tidak efektif, dan obat
yang merupakan duplikasi efek terapi obat lain (Maheret et al, 2014).
Penggunaan beberapa obat dapat disebut sebagai polifarmasi, namun
terdapat definisi yang berbeda dalam literatur. Beberapa definisi ini yaitu:
penggunaan obat yang tidak sesuai dengan diagnosis, pengunaan beberapa
obat secara bersamaan untuk pengobatan satu atau lebih penyakit yang
munvul beriringan, penggunaan 5-9 obat secara bersamaan, dan penggunaan
obat-obatan ssecara tidak tepat yang dapat meningkatkan risiko kejadian
buruk obat.
Salah satu definisi polifarmasi yang paling umum adalah penggunaan
bersamaan enam obat atau lebih olah seorang pasien. Penggunaan 0-4 obat
dinamakan non-polifarmasi, penggunaan 5-9 obat didefinisikan sebagai
polifarmasi, dan penggunaan 10 atau lebih obat disebut polifarmasi eksesif.
Obat-obatan topikal, herbal, vitamin, dan mineral tidak termasuk dalam
polifarmasi.
2. Etiologi
Polifarmasi banyak terjadi pada usia lanjutnamun beberapa kelompok usia
lainnya juga telah menunjukkan adanya peningkatan prevalensi. Peningkatan
prevalensi polifarmasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya
dalah perubahan rekomendasi atau guideline peresepan obat dan pengenalan
obat yang lebih spesifik untuk mengatasi suatau kondisi atau penyakit. Selain
9

itu semakin banyak kelompok paruuh baya yang mendapatkan informasi


mengenai obat-obatan sehingga memiliki keinginan berlebih untuk meminta
obat. Penyebab yang terakhir semakin banyaknya obat yang digunakan untuk
tujuann preventif.
Menurut Hoffman et al (2011), penyebab terjadinya polifarmasi adalah
semakin banyak nya penemuan-oenemuan obat baru yang disertai semakin
banyaknya ketersediaan obat dan adanya kepercayaan yang berlebih terhadap
hasil penelitian klinis. Anthierens et al (2010) menyebutkan bahwa
polifarmasi terjadi karena beberapa obat memiliki efek samping sehingga
dibutuhkan obat lain untuk mengurangi gejala morbiditas, dan mortalitas,
walaupun perilaku ini juga sebenarnya memiliki efek yang kurang baik.
Selain itu menurut Bushardt et (2008) fenomena polifarmasi menjadi lebih
sulit dikendalikan khususnya pada kelompok usia lanjut. Pada usia lanjut
akan terjadi perubahan fisiologis seperti penurunan fungsi ginjal dan hepar,
berkurangnya cairan tubuh, berkurangnya lean body mass, dan penurunan
penglihatan dan pendengaran. Perubahan fisiologis ini dapat mempengaruhi
distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat sehingga mengubah
farmakokinetik obat yang dikonsumsi pasien. Pasien juga mengalami
perubahan-perubahan komorbidnnya, sehingga ada obat-obat tambahan yang
digunakan untuk meningkatkan potensi obat yang lain dimana seharusnya hal
itu dapat diatasi dengan mengganti cara pemberian obat misalnya melalui
jalur intramuskular atau intravena.
3. Risiko polifarmasi
Dalam proses pengobatan, polifarmasi memiliki beberapa tujuan, namun
dibalik itu juga terdapat risikko atau bahkan kerugian dari berbagai aspek. Di
satu sisi, polifarmasi tidak terelakkan karena untuk penyakit-penyakit tertentu
seperti keganasan atau penyakit kronis selain obat-obatan kausatif dibutuhkan
pula obat-obatan simptomatik dan obat-obatan yang membantu mengurangi
toksisitas dari obat lainnya (Prithviraj et al, 2012). Namun polifarmasi juga
dapat mengakibatkan beberapa kerugian. Beberapa kerugian yang dapat
disebabkan oleh polifarmasi antara lain adalah (Maher et al, 2014):
10

1. Peningkatan Biaya Pelayanan Kesehatan


Peningkatan biaya kesehatan dapat terjadi kepada pasien maupun
kepada fasilitas pelayanan kesehatan. Polifarmasi yang tidak sesuai justru
dapat meningkatkan frekuensi kunjungan ke rumah dan frekuensi
kunjungan ke rumah sakit dan frekuensi rawat inap sehingga pada
akhirnya akan menambah biaya pengobatan
2. Efek Samping Obat
Sebanyak 10% dari seluruh kasus kunjungan ke unit gawat darurat
merupakan kasus efek samping obat. Sebuah penelitian menyebutkan
bahwa orang yang mengkonsumsi lima atau lebih obat yang bersamaan
memiliki risiko empat kali lebih besar untuk di rawat efek samping obat.
Obat-obat yang sering berhubungan dengan kejadian efek samping obat
adalah OAINs, antikoagulan, diyretik, antibiotik, obat-obatan
kardiovaskular, antivonkulsan, dan obat hipoglikemik.
3. Interaksi Obat
Risiko interaksi obat meningkat dengan jumlah yang dikonsumsi,
khususnya jika mengkonsumsi lima obat atau lebih. Adanya interaksi obat
dapat berakibat inhibisi kepada obat lain atau sebaliknya berefek
potensiasi pada obat lain.
4. Ketidakpatuhan Obat
Semakin banyak obat yang diresepkan maka akan semakin rendah
tingkat kepatuhan pasien. Semakin banyak obat yang diberikan akan
semakin sulit bagi pasien untuk menghafal jadwal masing-masing obat
sehingga besar kemungkinannya ada obat yang lupa diminum tepat pada
waktunya.
5. Menunnya Status Fungsional
Polifarmasi dapat meningkatkan disabiltas pasien dan menunrunkan
kemampuannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari, khususnya pada
pasien yang meminum sepuluh obat atau lebih.
6. Penurunan Kemampuan Kognitif
11

Polifarmasi berhubungan erat dengan terjadinya penurunan


kemampuan kognitif, termasuk di dalamnya adalah delirium dan demensia.
Semakin banyak jumlah obat yang dikonsumsi maka semakin besar pula
penurunan kognitif yang terjadi.
7. Jatuh
Jatuh, khusunya pada lansia, juga dipengaruhi oleh polifarmasi dan
berhubungan era dengan mortalitas dan morbiditas pasien. Maka dari itu
sebaiknya harus berhati-hati dalam memberikan obat pada pasien yang
memiliki faktor risiko jatuh.
8. Inkontinensia Urin
Beberapa obat memiliki efek samping terhadap sistem urinaria
khususnya yang mempengaruhi inkontinensia urin, sehingga perlu
diperhatikan juga [emberian obat khususnya pada pasien lansia yang
memiliki risiko inkontinensia urin lebih besar.
9. Masalah Nutrisi
Pasien yang mengkonsumsi sepuluh obat menunjukkan derajat
malnutrisi yang lebih berat daripada pasien yang lebih sedikit
mengkonsumsi obat. Pasien dengan polifarmasi cenderung lebih jarang
mengkonsumsi makanan kaya serat dan vitamin dan lebih sering
mengkonsumsi makanan kayak natrium, glukosa, dan kolesterol.

C. Konsep Katarak
1. Definisi
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Lensa terletak dibelakang manik mata bersifat
membiaskan dan memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala pada
bintik kuning. Bila lensa menjadi keruh atau cahaya tidak dapat difokuskan
pada bintik kuning dengan baik, penglihatan akan menjadi kabur. Katarak
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti
tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan
lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang. Katarak adalah kekeruhan
12

lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan
(Puspita 2017).
2. Etiologi
Katarak bisa disebabkan karena kecelakaan atau trauma.Sebuah benda
asing yang merusak lensa mata bisa menyebabkan katarak. Namun, katarak
paling lazim mengenai orang orang yang sudah berusia lanjut. Biasanya
kedua mata akan terkena dan sebelah mata dulu baru mata yang satunya lagi.
Katarak juga bisa terjadi pada bayi-bayi yang lahir Katarak juga bisa
terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur atau baru mendapatkannya
prematur atau baru mendapatkannya kemudian karena warisan dari orang
tuanya. Namun kembali lagi, katarak hanya lazim terjadi pada orang-orang
yang berusia lanjut. Coba perhatikan hewan yang berumur tua,terkadang bisa
kita melihat pengaburan lensa di matanya. Semua ini karena faktor
degenerasi. kita melihat pengaburan lensa di matanya.Semua ini karena faktor
degenerasi.
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,2014)
a. Usia lanjut dan proses penuaan
b. Congenital atau bisa diturunkan.
c. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti
merokok atau bahan beracun lainnya.
d. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik
(misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroi).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
a. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada
mata.
b. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:ain,
seperti: penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata,
atau diabetes melitus.
c. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
13

d. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,


seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
e. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik
Katarak akan berkembang secara perlahan-lahan. Orang-orang tua yang
hidup sendiri (sedikit orang-orang disekitarnya/kurang dirawat) lebih sering
terkena katarak. Karena kebanyakan dari mereka kurang minum air atau
cairan lainnya guna menjaga peredaran darahnya tetap mengalir sebagaimana
mestinya.

3. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yangpaling bermakna, nampak
seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam amui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
14

enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak ( Puspita 2017)
4. Manefestasi klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain
a. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan
penglihatan tadi.
b. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina
tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup.Pupil yang normalnya hitam cakan tampak abu-
abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambahan putih.
b. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak

benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:

a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.


b. Gangguan penglihatan bisa berupa:
1) Peka terhadap sinar atau cahaya.
2) Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
3) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
4) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
5) Kesulitan melihat pada malam hari
6) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya
7) Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
5. Pemeriksaan Penunjang
15

Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,


keratometri, lampu slit dan oftalmoskopi, maka
a. scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat
diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan. Dengan
hitung sel endotel 2000 sel/mm', pasien ini merupakan kandidat yang baik
untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001)
b. Kartu mata snellen chart (tes penglihatan dan sentral penglihatan)
c. Lapang penglihatan, penurunan mungkin di disebabkan oleh glukoma
d. engukira tonografi (mengkaji TIO,N 12-25 mmHg)
e. Pengukuran gonoskopi, membantu membedakan sudut terbuka dari
sudut tertutup glukoma
f. Pemeriksaan oftalmologis
Mengkaji struktur internal okuler,pupil edema, perdarahan
retina,dilatasi & pemeriksaan belahan lampu memastikan Dx Katarak
6. Penatalaksanaan Katarak
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang,
atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak
diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki
lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi.
Operasi katarak perlu dilakukan jika tajam kekeruhan lensa menyebabkan
penurunan pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan
sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika
katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis
yakni peradangan pada uvea. Uvea (di juga saluran uvea) terdiri dari 3
struktur:
a. Iris: Cincin berwarna yang berwarnai pupil yang berwarna hitam.
b. Badan silier: Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
16

c. Koroid: Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot
silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang
terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan
retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh
lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin
terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu
kehidupan sosial atau atas indikasi medis lainnya. Indikasi operasi katarak:
1) Indikasi sosial: Jika pasien tidak mengalami gangguan penglihatan
dalam melakukan rutinitas pekerjaan.
2) Indikasi medis: Bila ada komplikasi seperti glaukoma.
3) Indikasi optic: Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari
dari jarak 3m didapatkan hasil visus 3/60.

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1) ICCE (intra Capsular Cataract Extraction)


Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai
akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2) ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam
yakni:
a) Standar ECCE atau planned ECCE yang direncanakan dilakukan
dengan mengeluarkan lensa secara manual. setelah membuka kapsul
lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan
lebih lama.
b) Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification).
Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic
untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek
dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan
dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri
17

pada kornea (selaput cukup bening mata) dan bahkan tanpamenjalani


rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm
Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot
(fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan
lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan
sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit pemulihan waktu
yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu,
ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan
kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien
akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
membutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi
sedang dalam tahap pengembangan.
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea,retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup
tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus-kasus komplikasi saat maupun
pasca juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra
okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak
dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul
yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
Bab III
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian fokus malnutrisi


Keperawatan Pengkajian keperawatan terhadap masalah kebutuhan nutrisi
dapat meliputi pengkajian khusus masalah nutrisi dan pengkajian fisik secara
umum yang berhubungan dengan kebutuhan nutrisi (Silalahi, 2016). Aspek
pengkajian khusus , antara lain meliputi :
a. Identitas klien
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien malnutrisi biasanya sakit perut karena tidak ada
makanan yang masuk, berat badan menurun dan badan terasa lemah
c. Riwayat kesehatan sekarang
pasien mengeluh sakit perut karna tidak makan ada makanan yang masuk,
sulit untuk bicara dan badan terasa lemah.
d. Pemeriksaaan fisik
1) Umur : Pengkajian ini terkait dengan tumbuh kembang kilen. Pada
masapertumbuhan, kebutuhan nutrisi sangat besar dibandingkan dengan
masa lansia.
2) Jenis kelamin hal yang perlu di kaji antara lain : tingkat BMR
antara laki-lakidan wanita berbeda, begitu pula persentase lemak dalam
tubuh , dan lainlain.
3) Tinggi badan dan berat badan pengkajian ini dilakukan salah
satunya adalah untuk mengetahui perbandingan antara tinggi dan berat
badan. apakah ideal atau tidak.
4) Pengukuran antropometri : berguna untuk mengidentifikasi
masalah nutrisi klien.
5) Sirkulasi : hipertensi, kelemahan/nadi perifer melemah.
6) Aktivitas dan istirahat : Adanya gangguan pola tidur.
7) Eliminasi : BAB dan BAK kurang lancar.

iv
19

B. Diagnosa keperawatan malnutrisi


a. Gangguan mobilita fisik berhubungan dengan malnutrisi dibuktikan
dengan rentang gerak menurun
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan dibuktikan dengan otot pengunyah lemah
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan tidak mampu mandi/mengenakan pakain/makan
/ketoilet,berhias secara mandiri
20

1. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Defisit nutrisi berhubungan Defisit nutrisi meningkat, dengan Manajemen nutrisi
dengan ketidakmampuan menelan kriteria hasil : Observasi :
makanan a. Porsi makanan yang  Identifikasi status nutrisi
dihabiskan  Monitor asupan makanan
b. Kekuatan otot mengunyah  Monitor berat badan
c. Kekuatan otot menelan Terapeutik :
d. Berat badan  Lakukan oral hygien sebelum makan
 Berikan suplemen makanan
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli gisi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
2 Defisit perawatan diri Defisit perawatan diri meningkat, Dukungan perawatan diri
21

berhubungan dengan kelemahan dengan kriteria hasil : Observasi :


a. Kemampuan mandi  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
b. Kemampuan mengenakan diri sesuai usia
pakaian  Monitor tingkat kemandirian
c. Kemampuan ketoilet  Identifikasi kebutuhan alat bantu
d. Melakukan perawatan diri kebutuhan dii
meningkat Terapeutik :
 Sediakan lingkungan yang teraupetik
 Siapkan keperluan pribadi
 Dampingi dalam melakukan perawatan
diri sampai mandiri
Edukasi :
 Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
3 Gangguan mobilita fisik Gangguan mobilita fisik meningkat, Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan malnutrisi dengan kriteria hasil : Observasi :
1. Pergerakan ekstremitas  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
2. Kekuatan otot fisik lainnya
22

3. Rentang gerak (ROM)  Identifikasi toleransi fisik melakukan


pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dantekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik :
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan pergerakan
 Libatkan kelurga untuk membantu
kliendalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat tidur)
23

C. Implementasi keperawatan malnutrisi


Melakukan tindakan apa yang harus dilakukan saat itu pada klien dan catat apa
tindakan yang telah dilakukan pada klien, tindakan ini merupakan aplikasi kongrit
dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan klien
yang telah dilakukan oleh perawat.
Salsatu upaya yaitu dengan memberikan edukasi kepada keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga terkait kebutuhan nutrisi pada lansia. Peran
keluarga dalam pemenuhan gizi yang seimbang pada lansia sangat diperlukan agar
tercapainya status kesehatan lansia yang optimal sehingga kualitas hidup lansia dapat
meningkat.

D. Evaluasi dan telaah jurnal malnutrisi


Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan, dilakukan secara
terus-menerus yang melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
untuk menilai intervensi yang dilakukan dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

No Judul Jurnal Hasil Jurnal

1 Peran Keluarga dalam Hasil penelitian menunjukkan mayoritas


Meningkatkan Status Gizi lansia memiliki status gizi yang normal. Hasil
pada Lansia. penelitian ini sejalan dengan penelitian dari
Alao eta al yang menyatakan BMI normal
Cahya Tribagus Hidayat pada lansia mengindikasikan konsumsi
dan Ali Usman. 2020. The makanan lansia telah memenuhi kebutuhan
Indonesian Journal of tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh
Health Science. Pradnyani et al (2016) menyebutkan lansia,
Keluarga merupakan pemberi dukungan
utama dalam kehidupan lansia, utamanya
24

lansia di negara berkembang. Merawat


anggota kleuarga yang memasuki usia lansia
adalah suatu kewajiban bagi keluarga.
Adapun bentuk dukungan yang diberikan
keluarga dapat berupa dukungan ekonomi
(penyediaan dana), penyediaan makanan
hingga penjaminan biaya kesehatan. Peran
keluarga bagi lansia di Indonesia sangat vital.
Keluarga merupakan support system
terpenting bagi lansia. Mayoritas lansia di
Indonesia tinggal bersama anak dan anggota
keluarga lainnya.

E. Pengkajian fokus katarak


Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting di lakukan baik saat pasien dating pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama di rawat di rumah sakit, adapun anamnesa pada katarak meliputi
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pemeriksaan fisik.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis

2. Keluhan utama

Keluhan utama pasien katarak yang biasa dikeluhkan ialah :

a. penurunan ketajaman penglihatan secara progresif

b. pandangan samar & berkabut


25

c. berasap

d. perubahan daya lihat warna

e. mata sensitive melihat cahaya

3. Riwayat kesehatan sekarang


Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien, apakah ia mengenakan
kacamata atau kontak lens, apakah pasien mengalami kesulitan meihat (focus)
pada jarak yang dekat atau jauh, adakah masalah saat membedakan warna
4. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu bertujuan untuk menemukan masalah primer
pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda dan
perawat harus menemukan apa masalahnya hanya mengenai pada satu mata
atau keduanya dan berapa lama pasien menderita kelain ini selain itu riwayat
mata penting untuk menentukan apakah pernah mengalami cedera mata atau
infeksi mata .
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat kelainan mata pada keluarga atau apakah ada di keluarga
ada yang menderita DM .
6. Pemeriksaan fisik
Pada saat inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada bagian pupil sehingga retina tak tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer,
2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap reflex fundus ketika mata
dieriksa dengan oftalmoskop direk. Katarak terkait karena usia biasanya
terletak di daerah nucleus, korteks atau subkapsular.
Adapun pengkajian fokus pada mata :
- dengan pelebaran pupil, akan ditemukan gambaran kekeruhan lensa (bercak
putih)
- keluhan tedapat diplopia, pandangan berkabut
26

- penurunan tajam penglihatan (myopia)


- bilik mata depan menyempit
- adanya tanda glukoma, akibat komplikasi

F. Diagnosa Keperawatan katarak


Pre-Operasi
1. Gangguan Persepsi Sensori-Perseptual Penglihatan b.d Gangguan Penerimaan
Sensori/Status Organ Indra dd Menurunnya Ketajaman Penglihatan, Perubahan
Respon Terhadap Rangsangan
2. Ansietas b.d Kurang Pengetahuan Tentang Kejadian Operasi
3. Defisit perawatan diri b.d Gangguan Penglihatan
Post- Operasi
1. Nyeri b.d Luka Pasca Operasi
2. Harga Diri Rendah b.d Hambatan Fungsi Penglihatan

G. Intervensi Keperawatan katarak


27

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN

PRE-OPERASI

1. Gangguan Persepsi Persepsi sensori penglihatan Observasi :


Sensori-Perseptual membaik, dengan kriteria Hasil: 1. Periksa status mental, status sensori dan tingkat kenyamanan
Penglihatan b.d Gangguan 1. Verbalisasi melihat (kelelahan)
bayangan meningkat 2. Monitor tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, warna kulit,
Penerimaan
2. Reaksi pupil meningkat suhu, secara berkala
Sensori/Status Organ
3. Ketajaman penglihatan
Indra dd Menurunnya Terapeutik:
meningkat
Ketajaman Penglihatan, 1. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis.
(SLKI, 2019) Terlalu terang)
Perubahan Respon
2. Batasi stimulus lingkungan (mis.cahaya)
Terhadap Rangsangan
3. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istrirahat yang cukup
(SDKI, 2017) Edukasi :
1. Ajarkan cara meminimalisir stimulus ( mengatur pencahayaan
ruangan)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi
stimulus
(SIKI, 2018)
28

2 Ansietas b.d Kurang Kecemasan menurun , dengan Observasi :


terpaparnya informasi kriteria Hasil: 1. Identifikasi penurunan energy, ketidak mampuan konsentrasi
atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
(SDKI, 2017) 1. Verbalisasi kebingungan
menurun 2. Periksa ketegangan otot frekuensi nadi, tekanan darah, dan
2. Verbalisasi khawatir suhu
akibat kondisi yang dihadapi 3. Monitor respons terapi relaksasi
menurun
Terapeutik:
3. Perilaku tegang menurun
1. Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa gangguan dan suhu
4. Kemampuan menjelaskan yang nyaman
pengetahuan tentang suatu
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur
operasi meningkat
teknik reaksasi
(SLKI, 2019)
3. Gunakan nada dan suara yang lembut dan irama lambat dan
berirama
4. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik

Edukasi:
1. Jelaskan tujuan, manfaat
dan tujuan dilakukan
operasi
2. Jelaskan secara rinci
intervensi yang dipilih
29

(meditasi nafas dalam)


3. Anjurkan rileks dan merasa
sensai releksasi

3. Defisit perawatan diri b.d Kemampuan untuk merasakan Observasi :


Gangguan Penglihatan stimulasi gambar visual 1. Monitor adanya kemerahan, eksudat atau ulserasi
membaik , dengan kriteria Hasil: 2. Monitor refleks kornea

1. Ketajaman penglihatan Terapeutik :


30

membaik 1. Tutup mata untuk


2. Reaksi pupil meningkat mencegah diplopia
3. Ukuran pupil membaik 2. Teteskan obat tetes mat
4. Gerakan mata membaik ajika perlu
(SLKI, 2019) 3. Oleskan salep mata,jika
perlu
Edukasi:
1. Anjurkan tidah
menyentuh bola mata
2. Anjurkan agar tidak
terpapar debu
3. Anjurkan tidak terpapae
cahaya terang terlalu lama
(layar hp,laptop/tv)
4. Anjurkan mengkonsumsi
makaan kaya vit A
5. Anjurkan menggunakan
kacamata protek UV/
pakai topi lebar saat
berada di bawah panas
31

matahari.
(SIKI, 2018)

POST-OPERASI

1. Nyeri b.d Luka Nyeri menurun, dengan kriteria hasil:


Pasca Operasi Observasi
1. Keluhan nyeri menurun
2. Peradangan luka menurun 1. Identifikasi karakteristik nyeri dan
skala nyeri
(slki, 2019)
2. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
3. Monitot ttv sebelum dan sesudah
diberikan analgesic
4. Monitor efek samping pengunaan
analgesik
Terapeutik:
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
32

2. Fasilitasi tenpat istirahat dan tidur


3. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
4. Dapatkan persetujuan untuk tindakan
analgesik
edukasi:
1. Jelaskan penyebab pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk meredakan nyeri

2. Harga Diri Rendah Perasaan positif terhadap diri sendiri


b.d Hambatan Fungsi meningkat dengan kriteria hasil : Observasi

Penglihatan 1. Penilaian diri positif 1. Monitor verbalisasi yang


merendahkan diri sendiri
meningkat
2. Monitor tingkat harga diri setiap
2. Perasaan malu menurun
waktu sesuai kebutuhan
3. Penerimaan penilaian positif
Terapeutik:
terhadap diri sendiri
33

meningkat 1. Motivasi terlibat dalam verbalisasi


4. Meremehkan kemampuan positif untuk diri sendiri
mengatasi masalah menurun 2. Diskusikan pernyataan ttg harga diri
3. Diskusikn percayaan terhadap
penilaian diri
4. Berikan umpan balik positif atas
peningkatan mencapai tujuan
5. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas
yang meningkatkan harga diri
Edukasi:
1. Jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan dalam
perkembangan konsep positif
pasien
2. Ajarkan mengidentifikasi
kekuatan yang dimiliki
3. Latih pernyataan/kemampuan
positif diri
4. Latih cari berpikir dan
berprilaku positif
34
35

H. Implementasi katarak
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan
pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan
kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya
tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh,
pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis
serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

I. Evaluasi katarak
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. (Nusatirin,
2018)

J. Analisa jurnal katarak


No Judul Jurnal & Peneliti Hasil Jurnal Penelitian
1. Antoro, B., & Amatiria, G. Berdasarkan hasil penelitian
(2018). Pengaruh Tehnik diperoleh hasil penelitian tingkat
Relaksasi Guide Imagery kecemasan pada pasien pre-operasi
terhadap Tingkat Kecemasan katarak sebelum dilakukan teknik
Pasien Preoperasi Katarak. relaksasi guide imagery memiliki
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai skor rata-rata 13,48, dengan nilai
Betik, 13(2), 239-243. minimum 9 dan nilai maksimum 17.
Sedangkan tingkat kecemasan pada
pasien mengalami penurunan setelah
diberi intervensi teknik guide
imagery menjadi 8,57, dengan nilai
36

minimum 3 dan nilai maksimum 13.


Hasil analisa bivariat dapat
disimpulkan Ada Pengaruh teknik
guide imagery terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada pasien pre-
operasi di RS. Permana Sari Bandar
Lampung Tahun 2017 (p-value
=0,000).
Menurut peneliti, pengaruh teknik
guided imagery dalam penurunan
tingkat kecemasan pada pasien pre-
operasi katarak disebabkan karena
teknik relaksasi dengan guided
imagery akan memberikan relaksasi
terhadap perasaan cemas dan takut
yang dirasakan responden pada saat
pre-operasi. Guided imagery akan
meningkatkan perasaan tenang dan
damai serta memberikan
kenyamanan bagi fikiran. Hal
tersebut akan menciptakan kesan-
kesan yang dapat membawa
ketenangan fikiran serta membuang
fikiran negatif atau pikiran
menyimpang yang ditimbulkan
akibat rencana operasi. Dengan
menerapkan teknik relaksasi dengan
guided imagery secara benar maka
perasaan seseorang akan merasa
tenang sehingga dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada pasien pre-
37

operasi.
2. uniarti, Darwin, & Huda, N. (2016). Pemberian intervensi yaitu tindakan
Efektifitas Teknik Relaksasi relaksasi nafas dalam dan terapi
Napas Dalam dan Dzikir Terapi dzikir dapat mempengaruhi skala
Terhadap Nyeri Post Op Katarak.
nyeri. Berdasarkan hasil uji
Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Wilcoxxon diperoleh kelompok
Bidang Ilmu Keperawatan.
eksperiment p value 0,000 < α (0,05)
Universitas Riau.
dan kelompok kontrol p value 0,034
< α (0,05), menunjukkan bahwa
penurunan skala nyeri kelompok
eksperimen yang diberikan
intervensi (relaksasi nafas dalam dan
terapi dzikir) lebih besar daripada
kelompok kontrol yang tidak
diberikan intervensi (relaksasi nafas
dalam dan terapi dzikir). Kelompok
eksperimen memiliki penurunan
skala nyeri yang lebih signifikan
dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Berdasarkan hasil uji Mann-
Whitney didapat nilai p value 0,000
< α (0,05%). Dapat disimpulkan
bahwa terapi relaksasi nafas dalam
dan terapi dzikir efektif terhadap
penurunan skala nyeri pada pasien
post operasi katarak. Perbandingan
yang didapat antara perubahan skala
nyeri pada kelompok eksperim.

Kombinasi kedua teknik relaksasi


nafas dalam dan dzikir menyebabkan
38

terjadinya impuls listrik sehingga


merangsang sistim limbic yang
merangsang sistim saraf pusat dan
kelenjar hipofise yang menyebabkan
terjadinya peningkatan hormone
endoprine dan penurunan hormone
adrenaline sehingga meningkatkan
konsentrasi dan mempermudah
mengatur nafas, oksigen didalam
darah meningkat dan menimbulkan
perasaan nyaman, tenang dan
bahagia. Perasaan nyaman, tenang
dan bahagia menyebabkan
vasodilator pembuluh darah
sehingga oksida nitrit meningkat dan
elastisitas pembuluh darah
meningkat yang menyebabkan
volume darah menurun sehingga
terjadi penurunan tekanan darah
yang menyebabkan punurunan rasa
nyeri (Budiyanto, dkk (2015).,
Asmadi (2008)).

K. Pengkajian focus polifarmasi


Pengkajian keperawatan terhadap masalah polifarmasi dapat meliputi
pengkajian khusus, antara lain meliputi :
a. Identifikasi pasien apakah sedang melakukan perawatan.
b. Meninjau terapi obat apa saja yang sedang dikonsumsi pasien.
c. Identifikasi kepatuhan pasien terhadap jadwal pengobatan.
d. Efek samping yang terjadi setelah pasien meminum obat.
e. Pengkajian fisik pada pasien pada beberapa sistem :
39

1) Sirkulasi : hipertensi, kelemahan/nadi perifer melemah.


2) Gastrointestinal : konstipasi, diare.
3) Respirasi : sulit bernafas

L. Diagnosa keperawatan polifarmasi


a. Ketidakpatuhan berhubungan dengan efek samping program
perawatan/pengobatan ditandai dengan tampak komplikasi penyakit
meningkat
40

M. Intervensi keperawatan polifarmasi


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1 Ketidakpatuhan berhubungan Ketidakpatuhan menurun dan Dukungan kepatuhan program pengobatan


dengan efek samping membaik, dengan kriteria Observasi :
program hasil:  Identifikasi kepatuhan menjalani program
perawatan/pengobatan a. Perilaku mematuhi pengobatan
program Terapeutik :
perawatan/pengobatan  Buat komitmen menjalani pengobatan dengan
membaik baik
b. Perilaku mengikuti  Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
anjuran membaik menghambat berjalannya program pengobatan
c. Resiko komplikasi  Libatkan keluarga untuk mendukung program
penyakit menurun pengobatan yang dijalani
Edukasi
 Informasikan program pengobatan yang harus
dijalani
 Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika
teratur menjalani program pengobatan
41

 Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan


merawat pasien selama menjalani program
pengobatan
42

N. Implementasi keperawatan polifarmasi


Melakukan tindakan apa yang harus dilakukan saat itu pada klien dan catat
apa tindakan yang telah dilakukan pada klien, tindakan ini merupakan
aplikasi kongrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi
masalah kesehatan klien yang telah dilakukan oleh perawat.
Menjelaskan kepada klien dan keluarga terkait macam-macam obat yang
dikonsumsi pasien, karena pada lansia obat yang dikonsumsi biasanya
lumayan banyak. Menjelaskan manfaat obat dan ketepatan waktu saat minum
obat sangat penting agar tercapainya status kesehatan lansia yang optimal
sehingga kualitas hidup lansia dapat meningkat.

O. Evaluasi polifarmasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan, dilakukan secara
terus-menerus yang melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya untuk menilai intervensi yang dilakukan dan mengukur hasil dari
proses keperawatan.

P. Analisa jurnal polifarmasi


No Judul Jurnal Hasil Jurnal

1 Polifarmasi dan Interaksi Hasil analisis terhadap 328 kartu rekam


Obat Pasien Usia Lanjut medis pasien usia lanjut dengan penyakit
Rawat Jalan dengan metabolik yang dirawat jalan di RSUP Haji
Penyakit Metabolik. Adam Malik Medan dari Januari sampai
dengan Desember 2015. Kejadian interaksi
Eva S. Dasopang , Urip obat-obat pada pasien usia lanjut
Harahap dan Dharma berdasarkan jenis kelamin, yaitu pria lebih
Lindarto. 2015. Jurnal tinggi (81,13%) dibandingkan wanita
Farmasi Klinik (76,92%). Berdasarkan jumlah obat,
Indonesia, Desember semakin banyak obat yang digunakan maka
2015. Vol. 4 No. 4, hlm semakin tinggi kejadian interaksi yang
235–241. terjadi. Begitu juga dengan jumlah
diagnosis bahwa semakin banyak diagnosis
43

semakin meningkat pula kejadian interaksi


obat. Interaksi obat-obat pada pasien usia
lanjut dengan penyakit metabolik cukup
tinggi. Berdasarkan pola mekanismenya,
interaksi farmakokinetik merupakan yang
tertinggi (63,6%), tingkat keparahan level
moderat yang tertinggi (69,8%) serta
terdapat hubungan yang signifikan antara
jumlah interaksi dengan jumlah obat dan
jumlah diagnosis

2 Polifarmasi Pada Pasien Polifarmasi banyak ditemukan pada pasien


Geriatri. geriatri dan berkaitan dengan kondisi
penyakit dan pertambahan usia. Polifarmasi
Husna Fauziah, Roza pada geriatri meningkatkan risiko negatif
Mulyana dan Rose Dinda seperti peningkatan biaya, efek samping,
Martini. 2020. Jurnal interaksi obat, ketidakpatuhan pengobatan,
Human Care Volume penurunan status fungsional, dan sindrom
5;No.3(Juny, 2020): 804- geriatri. Strategi mengurangi polifarmasi
812. pada usia lanjut membutuhkan kerjasama
multidisiplin. Penerapan kriteria STOPP /
START meningkatkan kesesuaian obat
pada pasien usia lanjut dan mengurangi
polifarmasi. Kriteria Eropa Screening Tool
of Older Person's Potentially Inappropriate
Prescriptions (STOPP) Eropa dan
Screening Tool to Alert doctors to the Right
Treatment (START). Kriteria STOPP
terdiri atas obat-obatan yang dihindari pada
pasien usia ≥ 65 tahun yang terdiri dari 7
sistem organ, obat dengan efek samping
44

mengakibatkan jatuh, obat analgetik, dan


kelas obat duplikasi. Pasien riwayat jatuh
dalam waktu 3 bulan terakhir, penggunaan
benzodiazepin, antihistamin generasi
pertama, opiat jangka lama dihindari karena
dapat mencetuskan jatuh.
BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua. Masa lansia merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugas sehari-hari lagi. Tahap ini terjadi proses menurunnya
kemampuan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normal.
Penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, otot, tulang,
jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Kemampuan
regenerasi yang terbatas dan pertahanan terhadap infeksiyang menurun membuat
lansia menjadi lebih rentan terhadap berbagai masalah kesehatan dibandingkan
dengan orang dewasa lain. Penyakit yang dialami oleh kelompok lansia bersifat
patologis atau mengenai semua organ, degeneratif, saling berkaitan, kronis dan
cenderung menyebabkan kecacatan yang lama disertai gangguan psikologis dan
sosial. Diantara penyakit yang sering dijumpai pada kelompok lansia yaitu
katarak, malnutrisi, dan polifarmasi. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu
penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi.

iv
DAFTAR PUSTAKA

Nurdhahri, Aripin Ahmad, Aulina Adamy. (2020). Faktor Risiko Malnutrisi


Pada Lansia Di Kota Banda Aceh Malnutrition Risk Factors In Elderly In Banda
Aceh City. Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 6 No. 2 Oktober
2020 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X
Fredy Akbar K , Idawati Ambo Hamsah, Ayuni Muspiati . (2020).
Gambaran Nutrisi Lansia Di Desa Banua Baru . Elderly Nutrition in Banua Baru
Village. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada hhttps://akper-sandikarsa.e-
journal.id/JIKSH Vol 9, No, 1, Juni 2020, pp;1-7 p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN:
2654-4563 DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.193
Burton, J.L, et al. Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. New York:
Oxford University; 2007 Press:524.6. Nasar SS, Susanto JC, Lestari ED
Azwar A. Kecenderungan Masalah Gizi dan tantangan di Masa Datang.
Dalam: Advokasi perbaikan gizi menuju keluarga sadar gizi. Jakarta: 2004; Page
1-6.
Wiryana, M. Nutrisi pada penderita sakit kritis. Jurnal Penyakit Dalam 8:
2007. 176-186.
Soekirman. Hidup Sehat. Dalam: Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan
Manusia. Jakarta: Primamedia Pustaka; 2006.
Fauziah, H., Mulyana, R., & Martini, R. D. (2020). Polifarmasi Pada Pasien
Geriatri. Hum Care J, 5(3), 804-12.
Rahayu, R. (2019). TELAAH RESEP KASUS PENYAKIT DALAM
PADA PASIEN X DI APOTEK KIMIA FARMA 164 GRESIK (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Gresik).
Maher, R. L., hanlon, J. T., Hjjar, E. R., (2014). Clinical Consequences of
Polypharmacy in Elderly, Expert Opin Drug Saf. 13(1)
Puspita, Ashan, Sjaaf (2017).Profil Pasien Katarak Senilis Pada Usia 40
Tahun Keatas di RSI. Padang, Indonesia.

iv
v

Silalahi N. (2016). Asuhan Keperawatan pada Ny. B dengan Prioritas


Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Nutrisi Di Sarirejo Kec. Medan Polonia.
Sumatera
Hidayat C T, Usman A. (2020). Peran Keluarga dalam Meningkatkan Status
Gizi pada Lansia. The Indonesian Journal of Health Science Volume 12, No.1,
Juni 2020
Dasopang E S, Urip H dan Dharma L. (2015). Polifarmasi dan Interaksi
Obat Pasien Usia Lanjut Rawat Jalan dengan Penyakit Metabolik. Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia, Desember 2015. Vol. 4 No. 4, hlm 235–241.
Fauziah H, Roza M dan Rose D. (2020). Polifarmasi Pada Pasien Geriatri.
Jurnal Human Care Volume 5;No.3(Juny, 2020): 804-812.
Antoro, B., & Amatiria, G. (2018). Pengaruh Tehnik Relaksasi Guide
Imagery terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Katarak. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 13(2), 239-243.
Uniarti, Darwin, & Huda, N. (2016). Efektifitas Teknik Relaksasi Napas
Dalam dan Dzikir Terapi Terhadap Nyeri Post Op Katarak.
Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Keperawatan. Universitas
Riau.

Anda mungkin juga menyukai