Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

PENCERNAAN PADA LANSIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik


Dosen Pengampu:
Aidah Fitriani, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh:
KELOMPOK 3

Triyasni Listia Harun 70300118003


Wania 70300118011
Rahmad Rasyid Siagian 70300118021
Yusni Pratiwi 70300118026
Ghina Syafira Yulianti Syam 70300118029

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik. Penyusun mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan lancar.
Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
membentuk sumber daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk watak
dan jiwa sosial, berbudaya, berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan
pengetahuan yang luas dan menguasai masalah pencernaan pada lansia. Makalah ini
dibuat oleh penyusun untuk membantu memahami materi tersebut. Mudah-mudahan
makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga
dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian yang telah direncanakan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, segala kritikan dan saran yang membangun akan kami terima dengan
lapang dada sebagai wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masih belajar. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Tim Penyusun

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2
BAB I ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. LATAR BELAKANG ...................................................................................... 4
B. TUJUAN ........................................................................................................... 6
BAB II .......................................................................................................................... 7
KONSEP MEDIS ........................................................................................................ 7
A. DEFINISI .......................................................................................................... 7
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM
PENCERNAAN PADA LANSIA ........................................................................... 8
C. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SISTEM PENCERNAAN
LANSIA .................................................................................................................. 10
D. GANGGUAN PATOLOGIS YANG SERING TERJADI PADA SISTEM
PENCERNAAN LANSIA ..................................................................................... 16
BAB III ....................................................................................................................... 17
KONSEP KEPERAWATAN ................................................................................... 17
A. PENGKAJIAN SISTEM PENCERNAAN LANSIA .................................. 17
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ................................................................... 19
C. INTERVENSI KEPERAWATAN ................................................................ 20
INTEGRITAS KEISLAMAN .................................................................................. 29
BAB IV ....................................................................................................................... 30
PENUTUP .................................................................................................................. 30
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 31

2
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 PROSES MENUA ................................................................................ 7

GAMBAR 2 SISTEM PENCERNAAN ................................................................. 12

DAFTAR TABEL
TABEL 1 INTERVENSI KEPERAWATAN ......................................................... 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (2018) laju penuaan populasi lebih cepat daripada
tahun-tahun sebelumnya, antara tahun 2015 hingga 2050 proporsi lansia >60
tahun didunia hamper 2 kali lipat dari 12% ke 22%, ditahun 2020 lansia
dengan rata-rata umur 60 tahun dan lebih melebihi populasi anak dibawah
umur 5 tahun dan diperkirakan pada tahun 2050 80% orang tua akan tinggal
di Negara berpenghasilan rendah dan menengah, berdasarkan data proyeksi
penduduk RI (2017) diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%) diprediksi pada tahun 2020 jumlah
lansia akan bertambah yatu 27,08 juta, tahun 2025 diprkirakan lansia
berjumlah 33,69 juta, pada 2030 diprkirakan lansia berjumlah 40,95 juta dan
tahun 2035 menjadi 48,19 juta jiwa lansia, Sumatra selatan sendiri merupakan
nomor 14 populasi lansia terbanyak di indonesia dengan jumlah lansia yang
diperkirakan pada tahun 2017 sebanyak 7,47% jiwa. Permasalahan khusus
yang sering terjadi pada lansia adalah proses penuaan yang terjadi secara
alami, perawat memainkan peran penting dalam memberi asuhan keperawatan
pada lansia. (Tamara 2019)

Fokus asuhan keperawatan gerontik tidak hanya pada kondisi sakit atau
kecacatan, tetapi pada kondisi sehat, yaitu meliputi peningkatan kesehatan
(health promotion), pencegahan penyakit (preventif), mengoptimalkan fungsi
mental, dan menganalisis gangguan umum. Lingkup asuhan keperawatan
gerontik meliputi pencegahan terhadap ketidak mampuan akibat proses

4
penuaan, perawatan yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan akibat proses
penuaan, dan pemulihan yang ditujukan untuk upaya mengatasi keterbatasan
akibat proses penuaan. Kondis tubuh lansia yang imunitasnya menurun dapat
memicu timbulnya masalah pada sistem tubuh seperti sistem pencernaan.
(Tamara 2019)

Meningkatnya angka harapan hidup, maka usaha dalam


mempertahankan dan menjaga kesehatan pada lansia juga meningkat. Asupan
makanan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan pada lansia, baik dari segi
kualitas maupun segi kuantitas. Selama pertambahan usia dan penuaan,
peningkatan masalah yang berkaitan dengan lansia yaitu masalah fisik,
biologi, psikologi, sosial dan penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif ini
diakibatkan oleh banyak faktor antara lain, pola makan, usia dan pola hidup
(frekuensi olahraga.dan.sebagainya). Lansia rentan mengidap berbagai
masalah kesehatan, antara lain penyakit jantung, stroke, hipertensi, diabetes,
obesitas,osteophorosis, kesehatan mulut, penyakit gastrointestinal, penyakit
inflamasi (osteoarthritis), gangguan kognitif, dan dehidrasi. (Riska 2021)

Jumlah orang usia lanjut setiap tahun bertambah, hal ini dipengaruhi
oleh pendidikan, lingkungan dan pola hidup yang sehat. Pola hidup sehat pada
lansia seperti membiasakan melakukan aktivitas fisik, mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol dapat meningkatkan kesehatan, status gizi dan penurunan fungsi
organ tidak berlangsung secara cepat. (Kritamuliana, Juliati Sahar 2020)

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh akibat dari konsumsi makanan
dan zat gizi yang digunakan. Status gizi pada lansia dipengaruhi oleh asupan
makan, penyakit degeneratif dan infeksi, usia, tingkat pendidikan, pendapatan
dan pengetahuan. Sebagian besar status gizi lansia dipengaruhi oleh

5
perubahan saluran pencernaan yang meliputi rongga mulut, esofagus,
lambung, dan usus. (Kritamuliana, Juliati Sahar 2020)

Penurunan fungsi alat pencernaan khususnya pada usus dapat


menyebabkan konstipasi. Konstipasi dapat diartikan sebagai kesulitan buang
air besar, yang disebabkan karena berkurangnya fungsi pergerakan usus dan
kesulitan pergerakan feses. Konstipasi pada lansia selain menurunnya fungsi
gastrointestinal juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Makanan yang dapat
mempengaruhi terjadinya proses konstipasi adalah makanan yang
mengandung kalsium, tinggi lemak dan makanan yang tinggi gula. Selain itu
juga dipengaruhi oleh tidak ada zat gizi tertentu yang mendukung penyerapan
kalsium sehingga dapat menyebabkan konstipasi. Kadar kalsium yang tinggi
dalam tubuh menurunkan kontraktilitas otot, dengan demikian mengurangi
reabsorpsi air. (Kritamuliana, Juliati Sahar 2020)

B. TUJUAN
Dari latar belakang diatas tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi lansia dalam sistem pencernaan
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistem
pencernaan pada lansia
3. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan
lansia
4. Untuk mengetahui gangguan patologis yang sering terjadi pada sistem
pencernaan lansia

6
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Lanjut Usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia mencapai 60 tahun
ke atas. Menua bukanlah sebuah penyakit, akan tetapi sebuah proses yang
berangsur mengakibatkan perubahan kumulatif yang merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam mengahdapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh seperti yang tertuang di dalam Undang-undang nomor 13 tahun
1998. Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi daripada
populasi lansia di dunia setelah tahun 2100. Lanjut usia memiliki hak yang
sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan beragama. (Sitanggang
et al. 2021)

Gambar 1 Proses Menua 1

Tubuh membutuhkan enam macam zat gizi yang meliputi:


karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan cairan. Seluruh zat gizi
dapat diperoleh melalui makanan. Oleh karena itu makanan perlu dicerna
terlebih dahulu. Dengan kata lain makanan dipecah secara mekanik dan
kimiawi. Proses pencernaan terjadi dalam saluran pencernaan untuk
mengahsilkan zat gizi yang siap untuk diserap dan digunakan oleh tubuh.
Fungsi utama dari system pencernaan adalah untuk menghidrolisis komponen

7
makanan seperti pati, protein, dan lemak menjadi molekul sederhana yang
dapat diserap (misalnya glukosa, asam amino, asam lemak). Zat makanan
yang relatif kecil seperti disakarida, laktosa dan sukrosa juga dihidrolisis
menjadi komponen gula sederhana. Selain itu pencernaan berfungsi untuk
melepaskan beberapa vitamin, seperti biotin dan vitamin B12, dari bentuk
yang terikat. (Wijayanti 2019)
Seiring dengan bertambahnya usia, manusia mengalami perubahan
tubuh seperti kebutuhan dan status gizi, bentuk, serta fungsi tubuh. Selain itu,
gangguan yang terjadi pada lansia adalah gangguan system digestif atau
pencernaan, gangguan pada system pencernaan lansia anatar lain penurunan
produksi saliva atau sering disebut xerostomia, penurunan kemampuan
mengunyah dan menelan, serta penurunan absorbs zat besi dan vitamin B12.
(Sudargo et al. 2021)

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM


PENCERNAAN PADA LANSIA
Kata ―fungsi‖ mengarah pada kemampuan lansia untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (ADL) dan aktivitas sehari-hari independen (IADL) yang
berpengaruh terhadap kualitas kehidupan lansia. Ketika lansia mengalami
perubahan akibat proses menua, fungsi independen lansia akan mengalami
gangguan. Pendekatan keperawatan diperlukan untuk mencegah kehilangan
fungsi lebih lanjut dan meningkatkan kualitas perawatan diri. (Sunarti et al.
2019)

Penurunan selera makan lansia


Menurut (Munith and Siyoto 2016) Pada lansia akan terjadi penurunan
selera makan. Penurunan selera makan pada lansia disebabkan oleh faktor-
faktor sebagai berikut :

1. Gigi tidak lengkap/gigi tanggal.

8
Akibat bertambahnya usia secara berangsur-angsur gigi berkurang
karena tanggal. Ketidaklengkapan gigi tentunya akan dapat
mengurangi kenyamanan makan dan membatasi jenis-jenis makanan
yang dikonsumsi.
2. Penurunan kemampuan indra perasa dan penciuman
3. Penurunan sekresi enzim-enzim pencernaan
4. Berkurangnya sekresi saliva. Produksi air liur dengan berbagai enzim
yang dikandungnya juga mengalami penurunan, sebagai akibatnya
menimbulkan mulut kering, kemampuan mengecap makanan
berkurang, dan kemungkinan mempercepat terjadinya penimbunan
karang gigi. Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi
kesehatan gigi pada lansia diantaranya produksi saliva serta kebiasaan
membersihkan gigi dan mulut.
5. Penurunan motilitas usus
Adanya penurunan selera makan pada lansia, akan berefek pula pada
masukan atau intake zat gizi. Biasanya akan terjadi penurunan asupan zat gizi.
Beberapa perubahan fisiologis yang berkaitan dengan gizi serta pengaruhnya
pada lansia adalah :

1. Penurunan fungsi indra penciuman dan perasa yang membuat lansia


kurang bisa menikmati makanan sehingga sering menyebabkan
penurunan asupan pada lansia. Selain itu, hal ini juga menyebabkan
meningkatnya jumlah bumbu yang digunakan seperti kecap dan garam
yang memiliki efek negatif bagi kesehatan lansia.
2. Banyak terjadi perubahan fisiologis pada gaster/lambung seperti atrofi
gastritis. Dari penelitian Rasinski et al. (1986) dilaporkan bahwa
sebanyak 24% lansia di Boston mengalami atrofi gastritis ini
meningkat seiring dengan bertambahnya usia yaitu 32% pada usia 70-
79 tahun, dan 40% pada usia >80 tahun.

9
3. Penurunan sekresi saliva yang menyebabkan gangguan mengunyah
dan menelan dan berakibat pula dalam mempercepat proses kerusakan
pada gigi.
4. Gigi tidak lengkap. Sebagian besar lansia akan mengalami gigi tanggal
yang dapat menurunkan kemampuan konsumsi makanan terutama
makanan dengan tekstur yang cukup keras. Lansia akan cenderung
banyak mengonsumsi makanan dengan tekstur yang lebih lunak yang
kandungan vitamin A, vitamin C dan seratnya cenderung lebih sedikit
sehingga dapat berakibat pada terjadinya konstipasi.
5. Penurunan produksi HCL di lambung yang dapat mengganggu proses
penyerapan vitamin B12 dan kalsium serta mengganggu ultilisasi
protein. Kekurangan HCL juga dapat berakibat pada peningkatan
resiko osteoporosis dan anemia akibat sehingga penggunaan oksigen
tidak terjadi dengan optimal.
6. Penurunan produksi pepsin dan enzim proteolitik yang dapat
mengganggu proses pencernaan protein.
7. Penurunan produksi garam empedu yang dapat mengganggu proses
penyerapan lemak dan vitamin A,D,E,K.
8. Terjadinya penurunan motilitas usus dapat memperpanjang waktu
singgah (transit time) makanan dalam saluran cerna. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya konstipasi.

C. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SISTEM PENCERNAAN


LANSIA
Sistem Gastrointestinal

Menurut (Dewi 2014) perubahan yang terjadi pada sistem


gastrointestinal, meskipun bukan kondisi yang mengancam nyawa, namun
tetap menjadi perhatian utama bagi para lansia.

10
Perubahan akibat proses menua :

1. Cavum oris
a. Reabsorbsi tulang bagian rahang dapat menyebabkan
tanggalnya gigi sehingga menurunkan kemampuan mengunyah
b. Lansia yang mengenakan gigi palsu harus mengecek ketepatan
posisinya
2. Esofagus
a. Reflek telan melemah sehingga meningkatkan resiko aspirasi
b. Melemahnya otot halus sehingga memperlambat waktu
pengosongan
3. Lambung
a. Penurunan sekresi asam lambung menyebabkan gangguan
absorbsi besi, vitamin , dan protein
4. Intesitunum
a. Peristaltik menurun
b. Melemahnya peristaltik usus menyebabkan inkompetensi
pengosongan bowel
Menurunya peristaltik usus disertai hilangnya tonus otot lambung
menyebabkan pengosongan lambung menurun sehingga lansia akan merasa
―penuh‖ setelah mengkonsumsi makanan meski dalam jumlah sedikit.
Pengosongan lambung yang melambat dan penurunan sekresi asam lambung
dapat menyebabkan indigesti, ketidaknyamanan dan penurunan nafsu makan.
Penurunan peristaltik usus juga memperlambat waktu transit di kolon,
sehingga absorbsi air meningkat dan feses mengeras. Sehingga perawat harus
merekomendasikan diet dengan serat dan cairan yang adekuat.

Bertambahnya umur pada lansia dapat menurunkan sekresi asam dan


ensim yang dibutuhkan bagi proses pencernaan. Selain itu juga terjadi
penurunan permeabilitas dinding usus sehingga proses pencernaan dan

11
absorbsi makanan tidak optimal. Beberapa perubahan fungsi pencernaan
seperti perubahan morfologis dapat berakibat terhadap perubahan fungsional
serta perubahan patologik, diantaranya kesulitan mengunyah dan/ menelan,
gangguan nafsu makan dan berbagai penyakit yang lain. (Sarbini, Dwi.
Zulaekah, Siti. Isnaeni 2019)

Gambar 2 Sistem Pencernaan 1

1. Rongga mulut
Pada lansia, mulai banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan
gusi karena proses degenerasi. Gizi merupakan unsur penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Pertambahan usia pada lansia dapat
meningkatkan resiko tanggalnya sebagian gigi-giginya. Hal ini dapat
mengganggu proses makan dan mengunyah baik pada lansia yang
tidak menggunakan gigi palsu maupun lansia dengan gigi palsu yang
merasa tidak nyaman dalam penggunaannya.

12
Selain itu, penambahan umur dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan kemampuan lansia dalam proses pengecapan, pencernaan,
penyerapan, dan metabolisme makanan. Penurunan fungsi pengecapan
terjadi akibat berkurangnya jumlah papilla pada ujung lidah. Hal ini
diperparah bila lansia mengalami defisiensi seng atau mengkonsumsi
obat-obatan yang dapat mempercepat serta memperparah penurunan
fungsi indra-indra tersebut. Kondisi ini dapat mengakibatkan lansia
mengkonsumsi sodium lebih banyak dari yang direkomendasikan,
kurang menikmati makanan serta mengalami penurunan nafsu dan
asupan makan. Ambang batas lansia untuk merasakan garam sodium
maupun garam glutamat 11,6 kali dan 5 kali lebih tinggi dibandingkan
pada usia muda. Selain itu, penurunan fungsi indra perasa dan
pencium tersebut juga dapat menghambat fase cephalic untuk
menyekresi cairan saliva, lambung maupun enzim-enzim pankreas
yang dipersiapkan untuk pencernaan sebelum makanan masuk ke
lambung. Hal ini dapat mempengaruhi pencernaan makanan dan
penyerapan nutrisi.

Efek dari penurunan sekresi saliva dapat menurunkan proses


pencernaan karbohidrat kompleks menjadi disakarida akibat
berkurangnya enzim ptyalin. Selain itu, berkurangnya produksi saliva
juga dapat mengurangi fungsi lidah sebagai pelicin.

2. Faring dan esopagus


Sebagian besar lansia akan mengalami kelemahan otot polos yang
mengakibatkan terganggunya proses menelan. Lemahnya otot
esopagus ini dapat menyebabkan terjadinya hiatal hernia, yaitu
penurunan sensitifitas reseptor esopagus terhadap makanan yang
berakibat pada penurunan fungsi peristaltik esopagus dalam proses

13
menelan makanan ke lambung sehingga terjadi perlambatan proses
pengosongan esofagus.

3. Lambung
Terjadinya atrofi mukosa lambung seiring bertambahnya umur
akan mengakibatkan gangguan pencernaan. Atrofi sel kelenjar, sel
parietal, dan sel chief akan menyebabkan berkurangnya Sekresi
lambung, pepsin, dan faktor intrinsik. Penurunan ukuran Lampung
pada lansia dapat mengakibatkan penurunan daya tampung lambung.

Lansia juga sering mengalami penurunan motilitas lambung


sehingga pengosongan lambung menjadi lebih lambat. Selain itu, 1
dari 4 lansia juga mengalami atropic gastritis. Pada usia 60an tahun,
sedangkan pada usia 80an tahun prevalensi kejadian atropic gastritis
meningkat sampai 40%. Menipisnya lapisan epitel lambung
mengakibatkan meningkatnya tingkat keasaman (pH) Lampung
menurun nya produksi faktor intrinsik yang menyebabkan terjadinya
malabsorpsi besi, kalsium, vitamin , dan folat. Selain itu, hal
tersebut juga memacu pertumbuhan bakteri pada usus halus.

4. Usus halus
Bertambahnya usia pada lansia dapat mengakibatkan terjadinya
atrofi pada mukosa usus halus sehingga dapat menurunkan luas
permukaan dan menurunkan jumlah vili-vili usus. Hal ini
mengakibatkan terjadinya malabsorpsi zat-zat gizi. Selain itu, lansia
juga cenderung mengalami penurunan sekresi enzim yang diproduksi
di pankreas dan empedu yang mengakibatkan maldigesti, malabsorbsi
Dan terganggunya metabolisme zat zat gizi. Apabila hal ini terjadi
secara kronis, maka akan menimbulkan masalah gizi seperti

14
kekurangan/defisiensi asam folat, vitamin , zat besi, kalsium, dan
vitamin D.

5. Pankreas
Terjadi penurunan produksi enzim amilasi, tripsin, dan lipase yang
menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi. Selain itu, sering
ditemukan kejadian pankrearitis yang dihubungkan dengan batu
empedu pada usia lanjut.

6. Hati
Peningkatan usia dapat menyebabkan terjadinya atrofi sel-sel hati
dan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan histologi maupun
anatomi pada hati (perubahan bentuk jaringan menjadi jaringan
fibrosa) yang berefek terhadap perubahan fungsi hati, terutama dalan
metabolisme zat gizi dan obat-obatan.

7. Usus besar dan rektum

Pada lansia sering ditemukan adanya penurunan kekuatan otot


polos pada dinding kolon yang digantikan dengan jaringan ikat. Hal
ini dapat meningkatkan risiko terjadinya divertikulosis dan konstipasi.
Konstipasi pada lansia dapat disebabkan karena melemahnya
peristaltik disertai dengan imobilitas, kurangnya konsumsi cairan
(kurang minum) Dan rendahnya konsumsi makanan rendah serat.
Imobilitas dapat menyebabkan Konstipasi karena dapat menurunkan
motilitas kolon. Banyaknya kelokan-kelokan pembuluh darah pada
kolon menyebabkan motilitas kolon menurun sehingga absorpsi air
dan elektrolit meningkat, konsistensi faces menjadi keras sehingga
menyebabkan kesulitan buang air besar dan konstipasi.

Absorpsi zat gizi pada lanjut usia dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti baik/tidaknya fungsi organ pencernaan, kondisi mukosa

15
intestinal, ada/tidaknya zat inhibitor maupun zat yang membantu
proses absorpsi zat gizi. Gangguan pada mukosa intestinal dapat
menghambat proses penyerapan zat gizi. Selain itu, proses penyerapan
juga dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah ke intestinum. Gangguan
penyerapan zat gizi pada lansia banyak terjadi karena adanya
gangguan pada fungsi pencernaan seperti kegagalan fungsi pankreas,
tingginya angka pertumbuhan bakteri, konsumsi obat serta adanya
penyakit kronis yang dapat mengganggu pencernaan. Kondisi ini
diperparah dengan perubahan struktur maupun fungsi saluran cerna.

D. GANGGUAN PATOLOGIS YANG SERING TERJADI PADA SISTEM


PENCERNAAN LANSIA
Secara normal penambahan usia akan menyebabkan penurunan fungsi
biologis atau fisik, termasuk system pencernaan. Perubahan system
pencernaan pada lansia diantaranya adalah perubahan dalam usus besar,
penurunan sekresi mucus pencernaan, penurunan kelastisitasan dinding
rectum, dan peristaltic kolon yang melemah, peningkatan kelokan-kelokan
pembuluh darah rectum. Sebagai akibat dari perubahan ini, rectum akan gagal
mengosongkan isinya, motolitas kolon akan menjadi berkurang, menyebabkan
absorpsi air dan elektrolit meningkat, sehingga keluhan konstipasi merupakan
keluhan yang sering di dapat pada lansia. Konstipasi adalah gangguan saluran
pencernaan dimana penderita mengalami kesulitan untuk mengeluarkan sisa-
sisa pencernaan (feses), akibatnya feses akan menjadi keras dan Ketika
mengeluarkannya membutuhkan tenaga yang kuat. Konstipasi lebih banyak
dialami oleh orang yang berusia lanjut karena disebabkan oleh melemahnya
peristaltik usus. (Sitorus and Malinti 2019)

16
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN SISTEM PENCERNAAN LANSIA


Menurut (Sayem 2018) Saat seseorang menjadi tua, kemampuan untuk
beradaptasi terhadap gangguan internal maupun eksternal menurun.
Perubahan pada system pencernaan pada lansia Saluran GI ini dinding usus
kehilangan kekuatan dan elastisitas.Masalah konstipasi menjadi empat kali
lebih besar dibanding saat usianya lebih muda.Atropic gastritis merupakan
kondisi yang umum terjadi pada lansia, dan mengakibatkan gangguan
pencernaan dan penyerapan zat gizi, terutama vitamin B12, biotin, Ca dan Fe.
Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun dan kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang
buruk.Indera pengecap menurunhilangnya sensitifitas dari saraf pengecap
terutama rasa manis dan asinEsofagus melebar. Lambung, rasa lapar menurun
(sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan
menurun.Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
Pengkajian pada lansia dapat diligat dari :
1. Identitas pasien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku.
2. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi
Meliputi pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, sumber
pendapatan, kecukupan pendapatan.
3. Lingkungan tempat tinggal
Meliputi Kebersihan dan kerapihan ruangan ?,Penerangan?, Sirkulasi
udara?, Keadaan kamar mandi & WC?, Pembuangan air kotor?,

17
Sumber air minum?, pembuangan sampah ?, sumber pencemaran?,
Privasi?, Risiko injuri?
4. Riwayat kesehatan
a. riwayat kesehatan saat ini meliputi keluhan utama dalam 1
tahun terakhir, gejala yang dirasakan, factor pencetus, timbul
keluhan, upaya mnegatasi, konsumsi obat-obatan
b. riwayat kesehatan masa lalu meliputi riwayat penyakit yang
diderita, riwayat alergi, riwayat kecelakaan, pernah di rawat
di RS, konsumsi obat-obatan
5. pola fungsional pada system pencernaan
a. nutrisi metabolic
Frekuensi makan ?, nafsu makan?, jenis makanan?, makanan
yang tdk disukai ?, alergi terhadap makanan?, pantangan
makanan?, keluhan yang berhubungan dengan makan?
b. Eliminasi
BAK : Frekuensi dan waktu?, kebiasaan BAK pada malam
hari?, keluhan yang berhubungan dengan BAK?
BAB : Frekuensi dan waktu?, konsistensi?,keluhan yang
berhubungan dengan BAB?, pengalaman memakai pencahar?
6. Pada pengkajian pencernaan pada lansia perlu diperhatikan
Anoreksia, makanan tidak dicerna, mual dan muntah Kemampuan
mengunyah dan menelan Kedaan gigi, rahang dan rongga mulut
Auskultasi bising usus perut kembung Apakah ada konstipasi, diare.
7. Pemeriksaan fisik dengan urutan inspeksi, perkusi, palpasi, dan
auskultasi
a. Inspeksi
Inspeksi kulit terhadap warna, karakteristik permukan, jaringa
parut, lesi Auskultasi Bising usus (frekuensi, karakter)
Normal : terdengar gemuruh 5 sampai 25 kali/menit

18
Penyimpangan : tidak ada bising setelah pendengaran lebih
dari 5 menit.
Desiran : dengan menempat bagian bel kedaerah epigastrik
dan empat kuadran Normal : dengan ada Penyimpangan :
keras/lembut, bunyi nada : tinggi
b. Perkusi
Normal : timpani terutama diatas lambung dan usus. Pekak di
areaperut bawahPenyimpangan : pekak nyata pada area lain

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berbagai permasalahan pada system pencernaan lansia. Menurut
(PPNI 2017) diagnose keperawatan yang dapat timbul pada gangguan system
pencernaan lansia meliputi:

1. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan lansia menelan,


mencerna dan mengabsorbsi makanan (D. 0019)
Deficit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolism.
2. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan intoleransi
makanan, malnutrisi, proses penuaan, kecemasan. (D. 0021)
Disfungsi motilitas gastrointestinal merupakan peningkatan,
penurunan, tidak efektif atau kurangnya aktivitas peristaltic
gastrointestinal.
3. Resiko deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan, mencerna, mengabsorbsi makanan (D. 0032)
Resiko deficit nutrisi merupakan beresiko mengalami asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism.
4. Resiko disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan degan proses
penuaan, penuruan sirkulasi gastrointestinal (D. 0033)

19
Merupakan resiko peningkatan, penurunan atau tidak efektifnya
aktivitas peristaltic pada system gastrointestinal
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal,
ketidakcukupan asupan serat, kelemahan otot abdomen. (D. 0149)
Merupakan penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran
feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas
gastrointestinal, ketidakcukupan asupan serat, kelemahan otot
abdomen. (D. 0052)
Merupakan beresiko mengalami penurunan frekuensi normal
defekasi disertai kesulitan dan pengeluaran feses tidak lengkap.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dalam (PPNI 2018) dan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2018) intervensi dan luaran
keperawatan yang dapat diambil pada diagnose diatas adalah sebagai berikut:

No Diagnosa Luaran Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Defisit Nutrisi b/d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan intervensi selama 1 x 24 Observasi
menelan, mencerna jam maka Status - Identifikasi status nutrisi
dan mengabsorpsi Nutrisi membaik - Identifikasi alergi dan
makanan dengan kriteria hasil: intoleransi makanan
- Porsi makanan yang - Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
- Berat badan Indeks - Identifikasi kebutuhan
Massa Tubuh (IMT) kalori dan jenis nutrient
membaik - Monitor asupan makanan
- Frekuensi makan - Monitor berat badan
membaik Terapeutik

20
- Nafsu makan - Fasilitasi menentukan
membaik pedoman diet
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Edukasi
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan.
2. Disfungsi motilitas Setelah dilakukan Konseling Nutrisi (I.03094)
gastrointestinal b/d intervensi selama 1 x 24 Observasi
intoleransi jam maka Motilitas - Identifikasi kebiasaan
makanan, Gastrointestinal makan dan perilaku makan
malnutrisi, proses membaik dengan yang akan diubah
penuaan, kecemasan kriteria hasil: - Identifikasi kemajuan
- Mual menurun modifikasi diet secara
- Muntah menurun reguler
- Distensi abdomen Terapeutik
menurun - Bina hubungan terapeutik
- Diare menurun - Sepakati lama waktu
- Suara peristaltik pemberian konseling
meningkat - Tetapkan tujuan jangka

21
- Pengosongan ambung pendek dan jangka panjang
meningkat yang realistis
- Gunakan standar nutrisi
sesuai program diet dalam
mengevaluasi kecukupan
makanan
- Pertimbangkan faktor-
faktor yang mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan gizi
(mis. usia, tahap
pertumbuhan dan
perkembangan, penyakit)
Edukasi
- Informasikan perlunya
modifikasi diet (mis.
penurunan atau
penambahan berat badan,
pembatasan natrium atau
cairan, pengurangan
kolesterol)
Kolaborasi
- Rujuk pada ahli gizi, jika
perlu.
3. Risiko defisit nutrisi Setelah dilakukan Pemantauan Nutrisi
b/d intervensi selama 1 x 24 (I.03123)
ketidakmampuan jam maka Status Observasi
menelan, mencerna Nutrisi membaik - Identifikasi faktor yang
dan mengabsorbi dengan kriteria hasil: mempengaruhi asupan gizi

22
makanan - Porsi makanan yang (mis. pengetahuan,
dihabiskan meningkat ketersediaan makanan,
- Berat badan Indeks agama/kepercayaan,
Massa Tubuh (IMT) mengunyah tidak adekuat,
membaik gangguan menelan,
- Frekuensi makan penggunaan obat-obatan
membaik atau pascaoperasi)
- Nafsu makan - Identifikasi perubahan berat
membaik badan
- Identifikasi pola makan
(mis.
kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi
makanan cepat saji, makan
terburu-buru)
- Monitor mual dan muntah
- Monitor asupan oral
Terapeutik
- Timbang berat badan
- Ukur antropometri tubuh
(mis. indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan
ukur lipatan kulit)
- Hitung perubahan berat
badan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

23
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
4. Risiko disfungsi Setelah dilakukan Edukasi Diet (I.12369)
motilitas intervensi selama 1 x 24 Observasi
gastrointestinal b/d jam maka Motilitas - Identifikasi kemampuan
proses penuaan, Gastrointestinal pasien dan keluarga
penurunan sirkulasi membaik dengan menerima informasi
gastrointestinal kriteria hasil: - Identifikasi tingkat
- Mual menurun pengetahuan saat ini
- Muntah menurun - Identifikasi pola makan saat
- Distensi abdomen ini dan masa lalu
menurun - Identifikasi keterbatasan
- Diare menurun finansial untuk
- Suara peristaltik menyediakan makanan
meningkat Terapeutik
- Pengosongan ambung - Persiapkan materi, media
meningkat dan alat peraga
- Jadwalkan waktu yang tepat
untuk memberikan
Pendidikan kesehatan
- Berikan kesempatan pasien
dan keluarga bertanya
- Sediakan rencana makan
tertulis, jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan kepatuhan
diet terhadap kesehatan
- Informasikan makanan yang

24
diperbolehkan dan dilarang
- Informasikan kemungkinan
interaksi obat dan makanan,
jika perlu
- Anjurkan pertahankan
posisi semi fowler 20 – 30
menit setelah makan
- Anjurkan mengganti bahan
makanan sesuai dengan diet
yang diprogramkan
- Rekomendasikan resep
makanan yang sesuai
dengan diet, jika perlu.
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli gizi dan
sertakan keluarga, jika perlu
5. Konstipasi b/d Setelah dilakukan Manajemen Konstipasi
penurunan motilitas intervensi selama 1 x 24 (I.04155)
gastrointestinal, jam maka Eliminasi Observasi
ketidakcukupan Fekal membaik dengan - Periksa tanda dan gejala
asupan serat, kriteria hasil: konstipasi
kelemahan otot - Keluhan defekasi - Periksa pergerakan usus,,
abdomen lama dan sulit karakteristik feses
menurun (konsistensi,, bentuk
- Mengejan saat volume dan warna)
defekasi menurun - Identifikasi faktor risiko
- Konsistensi feses konstipasi (mis. obat-
membaik obatan, tirah baring dan diet

25
- Frekuensi BAB rendah serat)
membaik Terapeutik
- Peristaltik usus - Anjurkan diet tinggi serat
membaik - Lakukan masase abdomen,
jika perlu
- Berikan enema atau irigasi,
jika perlu
Edukasi
- Jelaskan etiologi masalah
dan alasan tindakan
- Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
- Latih buang air besar secara
teratur
- Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
- Kolaborasi penggunaan
obat pencahar, jika perlu.
6. Risiko konstipasi Setelah dilakukan Pencegahan Konstipasi
b/d penurunan intervensi selama 1 x 24 (I.04160)
motilitas jam maka Eliminasi Observasi
gastrointestinal, Fekal membaik dengan - Identifikasi faktor risiko
ketidakcukupan kriteria hasil: konstipasi (mis. asupan
asupan serat, - Keluhan defekasi serta tidak adekuat, asupan
kelemahan otot lama dan sulit cairan tidak adekuat,
abdomen menurun kelemahan otot abdomen,

26
- Mengejan saat aktivitas fisik kurang)
defekasi menurun - Monitor tanda dan gejala
- Konsistensi feses konstipasi (mis. defekasi
membaik kurang 2 kali seminggu,
- Frekuensi BAB defekasi lama/sulit, feses
membaik keras, peristaltik menurun)
- Peristaltik usus - Identifikasi penggunaan
membaik obat-obatan yang
menyebabkan konstipasi
Terapeutik
- Batasi minuman yang
mengandung kafein dan
alkohol
- Lakukan masase abdomen
- Lakukan terapi akupresur
Edukasi
- Jelaskan penyebab dan
faktor risiko konstipasi
- Anjurkan minum air putih
sesuai dengan kebutuhan
(1500-2000 ml/hari)
- Anjurkan mengonsumsi
makanan berserat (25-30
gram/hari)
- Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
kebutuhan
- Anjurkan berjongkok untuk

27
memfasilitasi proses BAB
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi,
jika perlu.
Tabel 1Intervensi Keperawatan

28
INTEGRITAS KEISLAMAN
Surat An Nahl ayat 70 menyatakan:

ٌ ‫َّللاَ َع ِيي ٌم قَد‬


‫ِير‬ َ ‫َّللاُ َخيَقَ ُن ْم ث ُ هم َيت ََىفهب ُم ْم ۚ َو ِم ْن ُن ْم َم ْه ي َُردُّ ِإىَ ٰى أ َ ْرذ َ ِه ْاىعُ ُم ِر ِى َن ْي ََل َي ْعيَ َم َب ْعدَ ِع ْي ٍم‬
‫ش ْيئًب ۚ ِإ هن ه‬ ‫َو ه‬

Artinya: "Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu
ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa".

Masalah kesehatan lansia terdapat pada surat Al-Isra‟ ayat 23

ٍ ّ ُ ‫َِل اِيهبهُ َوبِ ْبى َىا ِىدَي ِْه اِحْ سٰ نً ۗب اِ همب يَ ْبيُغ هَه ِع ْندَكَ ْاى ِنبَ َر ا َ َحدُ ُه َمب ْٓ اَ ْو ِم ٰي ُه َمب فَ ََل تَقُ ْو ىه ُه َمب ْٓ ا‬
‫ف هو ََل‬ ْٓ ‫َوقَضٰ ى َربُّلَ ا َ هَل ت َ ْعبُد ُْْٓوا ا ه‬
‫ت َ ْن َه ْر ُه َمب َوقُ ْو ىه ُه َمب قَ ْى ًَل م َِر ْي ًمب‬

Artinya : "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ―ah‖ dan
janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan
yang baik"

Semakin kita tua, kemungkinan kita akan memiliki beberapa penyakit atau
dalam keadaan sakit meningkat. Misalnya sebagian besar orang dewasa yang masih
hidup pada usia 80 tahun tampak memiliki beberapa penurunan kondisi tubuh.48
Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir di atas bahwa lansia terkadang sudah tidak sadar
ketika mereka buang air kecil maupun buang air besar. Untuk masalah buang air kecil
disebut dengan inkontinensia urin dan inkotinensia fekal atau alvi untuk masalah
buang air besar.

29
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Lanjut Usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia mencapai 60 tahun
ke atas. Menua bukanlah sebuah penyakit, akan tetapi sebuah proses yang
berangsur mengakibatkan perubahan kumulatif yang merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam mengahdapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh.
Adanya penurunan selera makan pada lansia, akan berefek pula pada
masukan atau intake zat gizi. Biasanya akan terjadi penurunan asupan zat
gizi.penyebabnya diarenakan Penurunan fungsi indra penciuman dan perasa,
Banyak terjadi perubahan fisiologis pada gaster/lambung seperti atrofi
gastritis, Penurunan sekresi saliva, Gigi tidak lengkap, Penurunan produksi
HCL di lambung, Penurunan produksi pepsin dan enzim proteolitik,
Penurunan produksi garam empedu, Terjadinya penurunan motilitas usus.
Beberapa perubahan fungsi pencernaan seperti perubahan morfologis
dapat berakibat terhadap perubahan fungsional serta perubahan patologik,
diantaranya kesulitan mengunyah dan/ menelan, gangguan nafsu makan dan
berbagai penyakit yang lain. Perubahan system pencernaan pada lansia
diantaranya adalah perubahan dalam usus besar, penurunan sekresi mucus
pencernaan, penurunan kelastisitasan dinding rectum, dan peristaltic kolon
yang melemah, peningkatan kelokan-kelokan pembuluh darah rectum.

30
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Sofia Rhosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Deepublish.

Kritamuliana, Juliati Sahar, Etty Rekawati. 2020. ―Penanganan Konstipasi Pada


Lansia Dengan Urut Perut Dan Latihan Eliminasi (UPLANASI).‖ Ilmiah
Perawat Manado 8 (01).

Munith, Abdul, and Sandu Siyoto. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta: CV Andi Offset.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosai Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Tindakan Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

———. 2018. Standar Intervensi Keperwatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Riska, Vali Valida. 2021. ―Analisis Tingkat Kesukaan Dan Kandungan Air, Serat
Dan Vitamin C Jus Lidah Buaya Dan Nanas Prabumulih Untuk Pencegahan
Konstipasi Pada Lansia.‖ Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya.

Sarbini, Dwi. Zulaekah, Siti. Isnaeni, Farida Nur. 2019. Gizi Geriatri. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

Sayem. 2018. Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia Pada Keluarga Tn. M Dengan
Masalah Utama Obesitas Pada Ny. K Di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis Kota
Yogyakarta. Jurnal Karya Tulis Ilmiah.

Sitanggang, Yenni Ferawati, Sanny Frisca, Riama Marlyn Sihombing, Dheni


Koerniawan, and Peggy Sara Tahulending. 2021. Keperawatan Gerontik. Edited
by Ronal Watrianthos.

31
Sitorus, Mediany, and Evelin Malinti. 2019. ―Aktivitas Fisik Dan Konstipasi Pada
Lansia Advent Di Bandung.‖ Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis 14.

Sudargo, Toto, Tira Aristasari, Aulia ‘Afifah, Atika Anif Prameswari, Fitria Aninda
Ratri, and Sheila Rosmala Putri. 2021. Asuhan Gizi Pada Lanjut Usia. Edited by
Toto Sudargo, Tira Aristasari, Aulia ‘Afifah, and Atika Anif Prameswari.
Yogyakarta: Lanjut Usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia mencapai 60
tahun ke atas. Menua bukanlah sebuah penyakit, akan tetapi sebuah proses yang
berangsur mengakibatkan perubahan kumulatif yang merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam mengahdapi ran.

Sunarti, Sri, Retty Ratnawati, Dian Nugrahenny, Gadis Nurlaila M Mattalitti,


Rahmad Ramadhan, Rahmad Budianto, Irma Chandra Pratiwi, and Ardani Galih
Prakosa. 2019. Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia (Geriatri). Malang: UB
Press.

Tamara, Bela. 2019. ―Asuhan Keperawatan Lanjut Usia Gangguan Sistem


Pencernaan ‗Konstipasi‘ Dengan Intervensi Abdominal Massage Di Era
Pandemi Covid-19.‖ Program Studi Ilmu Keperawatan Dan Ners Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Katolik Musi Charitas.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Wijayanti, Novita. 2019. Fisiologis Manusia Dan Metabolisme Zat Gizi. Malang:
Universitas Brawijaya Press.

32

Anda mungkin juga menyukai