Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK

KELOMPOK II
M.RIZAN SYAFIQ 1914201057
MERIZAL AFRIANDI 1914201061
NANDA 1914201093
ALFADILA SARI 1914201094
JELSY ARYUNI 19142010
TESYA INDRIANI 19142010
NURUL LATIFA ANUM 19142010

DOSEN PENGAMPU : Ns. YENI SAFITRI,M Kep


MATA KULIAH : KEPERAWATAN GERONTIK

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI


ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
T.A 2022
KATA PENGANTAR

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT. Atas segala taufik,
hidayah serta inayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Mata Kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul “Masalah hipertensi pada Lansia
” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam tidak lupa juga kami
panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Kami berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menjadi
gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan Keperawatan Gerontik khususnya yang
berkaitan dengan Masalah Kesehatan Lansia. Dalam proses penyusunan makalah ini, banyak
kami temui hambatan dan juga kesulitan namun, berkat bimbingan, arahan, serta bantuan dari
banyak pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa melampaui
batas waktu yang telah di tentukan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karna itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
lebih sempurnanya makalah ini di waktu mendatang.
Akhir kata, kami hanya dapat berharap agar makalah ini dapat berguna bagi semua
pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha kami selama ini, Aamiin. Samarinda, 01
Maret 2019.   

Bangkinang,10 Oktober 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................I

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2

C. Tujuan............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

A. Pengertian Lanjut Usia.................................................................................................4

B. Batasan Lansia..............................................................................................................5

C. Teori Proses Menua......................................................................................................5

D. Masalah psikologik pada lansia.................................................................................11

E. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia...........................................................................13

F. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN HIPERTENSI...................................................................................................17

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................40

A. Kesimpulan..................................................................................................................40

B. Saran.............................................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................41

II
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan dari bayi sampai menjadi tua. Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada manusia seseorang mengalami
kemunduruan fisik, mental dan social sedikit demi sedikit sehingga tidak
dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Lansia banyak menghadapi
berbagai masalah kesehatan yang perlu penangan segera dan terintegrasi.
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah
mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu, lansia juga
masa dimana seseorang akan mengalami kemunduran dengan sejalannya
waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia seorang dianggap
memasuki masa lansia, yaitu ada yang menetapkan pada umur 60 tahun,
65 tahun, dan ada juga yang 70 tahun. Tetapi Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menetapkan bahwa umur 65 tahun, sebagai usia yang
menunjukkan seseorang telah mengalami proses menua yang berlangsung
secara nyata dan seseorang itu telah disebut lansia. Secara umum orang
lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua
macam sikap.
Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran
yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam
menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok
ini tidak mau menerima realitas yang ada (Hurlock, 1996 : 439).
Mereka yang nantinya akan menjadi lansia tersebut harus
diantisipasi mulai dari sekarang, sehingga tidak menjadi beban bagi
masyarakat. Antisipasi tersebut salah satunya dengan membuat para lanjut
usia tetap sehat, mandiri serta produktif bagi masyarakat. Untuk mencapai
menua yang sehat tersebut di perlukan upaya peningkatan (promotion)

1
kesehatan, pencegahan penyakit (prevention), pengobatan penyakit
(curative), dan pemulihan kesehatan (rehabilitation), sehingga keadaan
patologik pun dicoba untuk disembuhkan guna untuk mempertahankan
menua yang sehat, oleh karena proses patologik akan mempercepat
jalannya proses penuaan, upaya pencegahan harus diutamakan (Darmojo,
2003).
Masalah kesehatan lansia melalui proses kemunduran yang
panjang sehingga dapat dihambat dan dalam beberapa hal tertentu dapat
dicegah. Pertimbangan lain adalah tingginya biaya pelayanan kesehatan
sehingga 2 pencegahan akan jauh lebih murah dari pada biaya pengobatan
(Pudjiastuti, 2003).
Padahal meskipun aktivitasnya menurun sejalan dengan
bertambahnya usia, lansia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap,
seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Iapun masih
tetap membutuhkan energi untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuhnya.
Untuk itu upaya yang dapat dilakukan misalnya dengan memperhatikan
asupan gizi pada lanjut usia, pola istrahat lanjut usia, dan dengan
memberikan olahraga misalnya senam lansia untuk para lansia.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa yang dimaksud dengan lansia ?
2. Batasan dikatakan lansia ?
3. Apa saja ciri-ciri dari lansia ?
4. Apa saja kondisi fisik pada lansia ?
5. Apa saja masalah kesehatan pada lansia ?
6. Apa saja penyakit yang biasa diderita lansia ?
7. Apa upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia ?
8. Apa solusi permasalahan masa lanjut usia ?
9. Bagaimana kebutuhan gizi lansia ?
10. Bagaimana Kebutuhan menu seimbang bagi lansia ?
C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui pengertian dari lansia.

2
2. Untuk mengetahui batasan dikatakan lansia.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri lansia.
4. Untuk mengetahui kondisi fisik pada lansia.
5. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada lansia.
6. Untuk mengetahui penyakit yang biasa diderita lansia.
7. Untuk mengetahui upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia.
8. Untuk mengetahui solusi permasalahan masa lanjut usia.
9. Untuk mengetahui kebutuhan gizi lansia.
10. Untuk mengetahui kebutuhan menu seimbang lansia.

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Lanjut Usia

Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua  atau  menjadi  tua  adalah  suatu  keadaaan  yang  terjadi didalam 
kehidupan  manusia.  Proses  menua  merupakan  proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai  sejak 
permulaan  kehidupan.  Menjadi  tua  merupakan  proses alamiah,  yang 
berarti  seseorang  telah  melalui  tiga  tahap kehidupannya,  yaitu  anak, 
dewasa  dan  tua.  Tiga  tahap  ini  berbeda, baik  secara  biologis 
maupun  psikologis.  Memasuki  usia  tua  berarti mengalami 
kemunduran,  misalnya  kemunduran  fisik  yang  ditandai dengan  kulit 
yang  mengendur,  rambut  memutih,  gigi  mulai  ompong, pendengaran 
kurang  jelas,  pengelihatan  semakin  memburuk,  gerakan lambat dan
figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan 
lanjut  usia  pada  Bab  1  Pasal  1  Ayat  2  menyebutkan bahwa  usia  60 
tahun  adalah  usia  permulaan  tua.  Menua  bukanlah suatu  penyakit, 
tetapi  merupakan  proses  yang  berangsur-angsur mengakibatkan 
perubahan  kumulatif,  merupakan  proses  menurunya daya  tahan  tubuh 
dalam  menghadapi  rangsangan  dari  dalam  dan  luar tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara

4
alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

B. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.

b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia


dikelompokkan menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun
atau 65 tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b) lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang
baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari
70 tahun.
C. Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual:

a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.

5
b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses
menua.
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya
memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap
spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah
diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini
berhenti berputar, dia akan mati. Manusia mempunyai umur
harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara
teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun
hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan
pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.

b. Teori mutasi somatic


Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi
kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam
proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi
terus- menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan
fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau sel
menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin
sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 2000).

6
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan
penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
Proses metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus
yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi
kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory),
teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di
dalam tubuh, karena adanya proses metabolisme atau
proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas
merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil
karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain
yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan
dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,
misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang
terdapat dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok

7
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan
kalori ternyata bias menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur
(Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat,
dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan padamembran plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang
elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini
antara lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang
dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan

8
status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok-
pokok sosial exchange theory antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya
mencapai tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.

b. Teori aktivitas atau kegiatan


1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia
yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta
dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai
lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan
sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.
Pengalaman hidup seseorang suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal ini

9
dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory).
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.
Pokok-pokok disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa
pensiun. Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam
keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa
dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini
karena lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial
berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan
kerja yang lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu
diperhatikan:
- Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
- Proses tersebut tidak dapat dihindari
- Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.
Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia,
apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).


2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).

10
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social
mores
and values)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami
proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari
kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan
pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari
penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa
peluang yang memungkinkan dapat diintervensi agar proses
menua dapat diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah
mencegah:

1. Meningkatnya radikal bebas.


2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit
dipecahkan.
Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar
(eksogen) tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan
budaya gaya hidup yang salah. Banyak faktor yang
memengaruhi proses menua (menjadi tua), antara lain
herediter/genetik, nutrisi/makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena
orang meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias
meniggal dan bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos
mengenai lanjut usia yang sering merugikan atau bernada
negatif, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang
dialaminya (Nugroho, 2000).

D. Masalah psikologik pada lansia

11
Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama
kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka
hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement
theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua.
Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang
justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan
sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri
menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan
umpama dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada
usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya
(Broklehurst dan allen, 1987). Di negara-negara industri maju bahkan
didirikan apa yang disebut university of the thrird age. Pemisahan diri
(disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir
kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari
lupa sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul
peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal-
hal yang baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang
menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.
Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya
pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:
1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat
menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel
(luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda.
Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun
dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.

12
2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di
terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih
tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya
orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan
biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang
untuk berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai


pekerjaan/jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering
kali emosinya tak dapat di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya,
bersifat konfulsif aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi
tua dan tak menyenangi masa pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang


menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga.
Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua
dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang
yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif
untuk menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini


bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai
ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya
mempunyai perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby
merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta
pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa
sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap kematian
sebagai suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaan.
Statistik kasus bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi
persentasenya pada golongan lansia pada golongan lansia ini, apalagi
pada mereka yang hidup sendirian (Darmojo, 2009).

E. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia

13
a. Upaya Promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun
masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang
perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti
katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran
jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat
lanjut usia.

1) Perilaku Hidup Sehat


Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya
dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam
bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai
dengan visipromosi kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-
masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting
seperti tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari,
personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah
sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.

2) Gizi untuk Lanjut Usia


Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi
lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan
penyakit kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak
muda dengan tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima
dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah
makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat
pengatur.

14
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok
seperti beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung
karbohidrat.
b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk
pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani
seperti telur, ikan dan susu.

c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan


mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi
organ tubuh contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya
penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan
berupa deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat
dilakukan di kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas
dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila
dimungkinan dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu
lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia
yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas
Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit
yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas
lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif
maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut
usia.

15
1. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan
dengan penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut
Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari
tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan
dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
2. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process
(Membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang
sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang
lain melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat,
dukungan dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).

16
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur
perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of
each other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial
dan spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical
concern (Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai
dengan tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan
dukungan dan kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
3. Lingkup Keperawatan Gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan
ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk
pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan
lansia. Sifatnya adalah independen (mandiri), interdependen (kolaborasi),
humanistik dan holistik.
F. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN HIPERTENSI

17
1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu
peningkatan kronis (yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat
menetap) dalam tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola
yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg.
Istilah tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal
menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskular (Price, 2006).
2. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:

1) Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
pening-katan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter ter-diagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis

18
h. Kesadaran menurun

3. Klasifikasi Hipertensi
Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi, yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tingkat 4 (sangat berat) ≥210 ≥120
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhinya, yaitu : genetik, lingkungan,
hiperaktivitas saraf simpatis sistem renin, angiotensin, dan peningkatan
Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko adalah
obesitas, merokok, alkohol, dan polisitemia.
a. Hipertensi Sekunder
Penyebab, yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom
cushing, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.

19
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
4. Etiologi dari Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial)


Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin.
Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor
yang meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol dan
polisitemia.
b. Hipertensi sekunder
Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom
chusing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Menurut NANDA 2015, Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :

a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari


140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari
90 mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90
mmHg
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
a. Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambah-nya umur
seseorang. Ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding
pembuluh darah mengalami perubahan struktur. Setelah umur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah
sistolik meningkat karena kelenturan pem-buluh darah besar yang

20
berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan
tekanan darah diastolik meningkat sam-pai dekade kelima dan keenam
kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa peruba-han fisiologis. Pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut
sensitivitasnya sudah berkurang. Sedangkan peran ginjal juga sudah
berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh
faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak
sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status
pekerjaan. Sedangkan pria lebih berhubungan dengan kurang nyaman
dengan pekerjaan dan pengangguran.
c. Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu yang
memiliki orang tua dengan hipertensi berisiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi.
Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah.
Adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh
darah hingga ke otak. Otak akan bereaksi terhadap niko-tin dengan

21
memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin
(adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh
darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok
menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan
tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan
oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh (Astawan,
2002).
b. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung,
dan tekanan darah (Basha, 2004). Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormal-kannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya
volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengonsumsi garam lebih atau
makan makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan
tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan
yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam
sama sekali dalan makanan, sebaliknya dengan membatasi jumlah
garam yang dikonsumsi (Wijayakusuma, 2000).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari
beberapa penyakit degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya
lemak pada perut berhubungan erat dengan hipertensi. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab.
Semakin besar massa tubuh maka semakin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh.

22
Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada
dinding arteri.
Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner
dan merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat
dipengaruhi oleh faktor risiko lain.

d. Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga
dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan
olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah maka akan memu-dahkan terjadinya
hipertensi.
e. Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
Meskipun dapat dikatakan bahwa stres emosional benar-benar
meninggikan tekanan darah untuk jangka waktu yang sing-kat, reaksi
tersebut lenyap kembali seiring dengan menghilangnya penyebab stres.
Yang menjadi masalah adalah jika stres bersifat permanen, maka
seseorang akan mengalami hipertensi terus-menerus sehingga stres
menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat meningkatkan
tekanan darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh kelenjar
adrenal yang terus-menerus dirangsang.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun

23
4) 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya.
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
6) Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi.
7) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
5. Patofisiologi Hipertensi

Umur Jenis Kelamin Gaya hidup


Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi tdk tahu


masalahkesehatan

Nyeri akut
24
(kepala)
Defisiensi
Afterload pengetahun

Penurunan curah
jantung
Deprivasi Tidur

Intoleransi
aktifitas
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap

volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor

resiko seperti hipokoagulabilitas dan anemia

2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang

perfusi/fungsi ginjal

3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)

dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin

4) Uranalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi

ginjal dan ada DM

5) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

6) EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini

penyakit jantung hipertensi

7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu

ginjal, perbaikan ginjal

25
8) Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area

katup, pembesaran jantung

7. Komplikasi Hipertensi
a) Miokard infark
b) Stroke
c) Cerebral vaskular accident
d) Penyakit vascular perifer: aterosklerosis, aneurisma.
e) Gagal ginjal
f) Left ventricular failure
8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-
nyerta dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis


1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-
kau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus
dilakukan.
2) Perubahan cara hidup
3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alkohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan/peningkatan aktivitas fisik
7) Olah raga teratur
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam
risiko tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85
atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :

26
1) Golongan Diuretic
 Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon, hydroklorotiazid.
 Diuretik Loop, Misalnya furosemid.
2) Golongan Penghambat Simpatis
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-
motor otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf
perifer, seperti golongan reserpin dan goanetidin.
3) Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
curah jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-
lol, propanolol, timolol.
4) Golongan Vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil,
diazoksid dan sodium nitrofusid.
5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin
Misalnya : captropil.
6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-
hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-
miu.
9. Discharge Planning
a. Berhenti merokok.
b. Pertahankan gaya hidup sehat.
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres.
d. Batasi konsumsi alkohol.
e. Penjelasan mengenai hipertensi.
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya
secara rutin.
g. Batasan diet dan pengendalian berat badan.
h. Diet garam.
i. Periksa tekanan darah secara teratur.

27
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau
marah kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,
keju, telur) gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi
kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.

28
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-
truksi.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-
ngan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-
tensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-
ningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-
steron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.

29
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-
katkan hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-
striksi dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-
mer (penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-
jal dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-
kasikan adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam
dapat dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi
hilang timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko
terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area
katup ; deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-
lah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges,
2000).
2. Diagnosa Keperawatan

30
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan cairan
intra-vaskuler, edema.
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
suplai O2 ke otak menurun.

3. Rencana Keperawatan

1 Penurunan NOC: NIC :


Curah Jantung - Cardiac Pump Cardiac Care
b/d effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada
peningkatan - Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
afterload, - Vital sign status - Catat adanya distrimia jantung
vasokontriksi, Kriteria hasil : - Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi/rigidi - Tanda vital dalam penurunan cardiac output
tas ventrikuler, rentan normal - Monitor status kardiovaskuler
iskemia (tekanan darah, nadi, - Monitor status pernafasan
miokard. respirasi) yang menandakan gagal
- Dapat mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada - Monitor abdomen sebagai
kelelahan indikator penurunan fungsi
- Tidak ada edema - Monitor balance cairan
paru, perifer, dan - Monitor adanya perubahan
tidak ada ascites tekanan darah
- Tidak ada penurunan - Monitor respon pasien
kesadaran terhadap efek pengobatan anti

31
aritmia
- Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Monitor adanya dypsneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan
stres
Vital Sign Monitoring
- Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus
- Monitor adanya pulsus
alterans
- Monitor jumlah dan irama
jantung
- Monitor bunyi jantung

32
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
- Monitor syanosis perifer
- Monitor adanya cushyng triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2 Nyeri Akut NOC : NIC :
b/d a. Pain level a. Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan b. Pain control secara komprehensif termasuk
tekanan c. Comfort level lokasi, karakteristik, furasi,
vaskuler frekuensi, kualitas dan faktor
cerebral dan Setelah dilakukan tindakan presipitasi
iskemia keperawatan selama ... x 24 b. Observasi reaksi nonverbal dari
jam. Pasien tidak ketidaknyamanan
mengalami nyeri, dengan : c. Bantu pasien dan keluarga untuk
Kriteria Hasil mrncari dan menemukan
a. Mampu mengontrol dukungan
nyeri (tahu penyebab d. Kontrol lingkungan yang dapat
nyer, mampu mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan teknik suhu rungan, pencahayaan dan
nonfarmakologi untuk kebisingan
mengurangi nyeri, e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan) f. Kaji tipe dan sumber nyeri

33
b. Melaporkan bahwa untuk menentukan intervensi
nyeri berkurang dnegan g. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan farmakologi : napas dala,
manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
c. Mampu mengenali nyeri hangat/dingin
(skala, intensitas, h. Berikan informasi tentang nyeri
frekuensi dan tanda seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri) lama nyeri akan berkurang dan
d. Menyatakan rasa antisipasi ketidaknyamanan dari
nyaman setelah nyeri prosedur
berkurang i. Monitor vital sign sebelum dan
e. Tanda vital dalam sesudah pemberian analgesik
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

3 Kelebihan NOC NIC


volume cairan
1. Electrolit and acid base Fluid Management
b/d
balance
peningkatan a. Timbang popok/pembalut,
2. Fluid balance
cairan intra- jika diperlukan
3. Hydration
vaskuler, edema b. Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil
dan output yang akurat
a. Terbebas dari c. Pasang urine kateter, jika
edema, efusi, diperlukan
anaskara d. Monitor hasil Hb yang sesuai
b. Bunyi nafas bersih, dengan retensi cairan (BUN,
tidak ada Hmt, osmolalitas urine)
dyspneu/ortopneu e. Monitor status hemodinamik
c. Terbebas dari termasuk CVP, MAP, PAP,
distensi vena dan PCWP

34
jugularis, reflek f. Monitor vital sign
hepatojugular (+) g. Monitor indikasi
d. Memelihara tekanan retensi/kelebihan cairan
vena sentral, tekanan h. Kaji lokasi dan luas edema
kapiler paru, output i. Monitor masukan
jantung dan vital makanan/cairan dan hitung
sign dalam batas intake kalori
normal j. Monitor status nutrisi
e. Terbebas dari k. Kolaborasi pemberian
kelelahan, diuretik sesuai instruksi
kecemasan atau Fluid Monitoring
kebingungan
a. Tentukan riwayat jumlah dan
f. Menjelaskan
tipe intake cairan dan
indikator kelebihan
eliminasi
cairan
b. Tentukan kemungkinan
faktor risiko dari
ketidakseimbangnn cairan
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit
urine
e. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
f. Monitor adanya distensi
leher, eodem perifer,
penambahan BB
g. Monitor tanda dan gejala dari
odema
4 Intoleransi NOC NIC
aktivitas b/d
a. Energy conservation a. Activity therapy

35
kelemahan, b. Activity tolerance b. Kolaborasikan dengan tenaga
ketidakseimban c. Self care : ADLs rehabilitasi medic dalam
gan suplai dan merencanakan program therapy
kebutuhan yang tepat
Setelah 3x24 jam interaksi
oksigen c. Bantu klien untuk
diharapkan:
mengidentifikasi aktivitas yang
Kriteria Hasil mampu dilakukan

a. Berpartisipasi dalam d. Bantu untuk memilih aktivitas

aktvitas fisik tanpa konsisten yang sesuai dengan

disertai peningkatan kemampuan fisik, psikologi, dan

tekanan darah, nadi, social

dan RR e. Bantu untuk mengidentifikas dan

b. Mampu melakukan mendapatkan sumber daya yang

aktivitas seharihar diperlukan untuk aktofitas yang

ADLs secara mandiri diiginkan

c. Anda tanda vital f. Bantu untk mendapatkan alat

normal bantuan aktivitas seperti kursi

d. Energy psikomotor roda dan krek

e. Level kelemahan g. Bantu untuk mengidentifikasi


f. Mampu berpindah: aktifitas yang disukai

dengan atau tanpa h. Bantu klien untuk membuat

bantuan alat jadwal latihan dalam waktu

g. Status kardiopulmonari luang

adekuat i. Bantu klien/keluarag untuk

h. Sirkualasi status baik mengidentifikasi kekurangan

i. Tatus respirasi: dalam beraktifitas

pertukaran gas da j. Sediakan penguatan positif bagi

ventilasi adekuat yang aktif beraktifitas


k. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan

36
l. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

6 Risiko NOC : NIC :


ketidakefektifa - Circulation status Peripheral Sensation Management
n perfusi - Tissue perfusion : (Manajemen Sensasi Perifer)
jaringan otak cerebral - Monitor adanya daerah
Kriteria hasil : tertentu yang hanya peka
- Mendemonstrasikan terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan : - Monitor adanya paretese
 Tekanan sistole - Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam mengobservasi jika ada lesi
rentang yang atau laserasi
diharapkan - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada proteksi
ortostatik - Batasi gerakan pada kepala,
hipertensi leher, dan punggung
 Tidak ada tanda- - Monitor kemampuan BAB
tanda - Kolaborasi pemberian
peningkatan analgetik
tekanan - Monitor adanya
intracarnial tromboplebitis
(tidak lebih dari - Diskusikan mengenai
15 mmHg) penyebab perubahan sensasi
- Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan :
 Berkomunikasi
dengan jelas dan

37
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan yang
benar
 Menunjukkan
fungsi sensori
motorik kranial
yang utuh :
Tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan
involunteer.

4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping

38
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap
ini kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:
1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital
sign dalam batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatik hipertensi
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping

39
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan.
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu, lansia juga masa dimana seseorang
akan mengalami kemunduran dengan sejalannya waktu. Usia 65 tahun adalah usia
yang menunjukkan seseorang telah mengalami proses menua yang berlangsung
secara nyata dan seseorang itu telah disebut lansia. Ciri-ciri lansia adalah usia lanjut
terjadi periode kemunduran, lanjut usia memiliki status kelompok minoritas, menua
membutuhkan perubahan peran, penyesuaian yang buruk, memasuki masa lansia
umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda
(multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit mulai
keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Usia lanjut memiliki banyak masalah dengan kesehatan yang
terkait dengan menurunnya fungsi tubuh dan faktor-faktor sekitar seperti makanan
dan lingkungan sekitar. Kecukupan gizi usia lanjut berada dengan usia muda.
Kebutuhan gizi sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas/kegiatan,
postur tubuh, aktivitas fisik dan mental (termasuk pekerjaan) sehari-hari, iklim/suhu
udara, kondisi fisik tertentu (masa pertumbuhan, sedang sakit) dan unsure
lingkungan.

B. Saran.
Setelah membaca makalah ini diharapkan penulis dan pembaca menjadi tahu
tentang perkembangan yang terjadi pada lansia. Lansia adalah masa dimana
seseorang mengalami kemunduran, dimana fungsi tubuh kita sudah tidak optimal
lagi. Oleh karena itu sebaiknya sejak muda kita persiapkan dengan sebaik-sebaiknya

40
masa tua kita. Gunakan masa muda dengan kegiatan yang bermanfaat agar tidak
menyesal di masa tua.

DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3.
Jakarta: EGC
Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan  lanjut  usia
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas
Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia
Lanjut
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and
Procedures Massachussets: Eddison Wesley
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby
Eliopoulos, C. (2005). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Lippincorl Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : EGC
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7
Volume 2. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 &
2. Jakarta : MediAction
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio vaskular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_
Sistem_Kardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada Selasa, 06
Oktober 2015 pukul 20.00 WITA

41
Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut
Jantung.Available:https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-
Denyut-Jantung. Diakses pada Selasa, 06 Oktober 2015 pukul 19.15
WITA
Shann,Resti.2012.Laporan Praktikum Anfisman Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKT
IKUM_ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada Selasa, 06
Oktober 2015 pukul 19.00 WITA

42

Anda mungkin juga menyukai