Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS 2

“Askep Agregat dalam Komunitas Kesehatan Lansia: Rhematoid Arthritis”

Dosen Pembimbing : Indri Erwhani, M. Pd, M. Kep

Disusun Oleh : KELOMPOK 6


ERWIN DISHANTOSO
MARCEL

PRODI NERS REG.B


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Askep Agregat dalam Komunitas Kesehatan Lansia: Askep
Rhematoid Arthritis” , yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Komunitas
2
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih
terdapat beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan
dan wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan
dan belajar dari suatu kesalahan.

Pontianak, Oktober 2020

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................... 3
A. Konsep Lansia............................................................................. 3
B. Konsep Dasar Rhematoid Arthritis.............................................. 9
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Rhematoid Arthritis.......... 15
BAB IV PENUTUP.................................................................................... 20
A. Kesimpulan.................................................................................. 20
B. Saran ........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit adalah kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu


organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan
sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur. Penyakit dibedakan
menjadi dua jenis yaitu penyakit kronis dan penyakit akut. Pada tahun
2008, penyakit kronis menyebabkan kematian pada 36 juta orang di
seluruh dunia atau setara dengan 36 % jumlah kematian di dunia (WHO,
2013). Berdasarkan hasil temuan Riset kesehatan dasar pada tahun 2013,
penyakit kronis reumathoid arthritis merupakan sepuluh penyebab utama
kematian di Indonesia.

Rheumatoid arthritis menempati urutan pertama (44%) penyakit


kronis yang dialami oleh lansia. Diantara artritis yang paling banyak
adalah artritis reumatoid. Selanjutnya hipertensi 39%, berkurangnya
pendengaran atau tuli 28%, dan penyakit jantung 27%. Gangguan pada
persendian merupakan penyakit yang sering dijumpai pada lansia, dan
termasuk empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses
menua dan respon yang sering terjadi adalah nyeri. Di Indonesia sendiri
kejadian penyakit ini lebih rendah dibandingkan dengan negara maju
seperti Amerika. Prevalensi kasus rheumatoid arthritis di Indonesia
berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% sementara di Amerika mencapai 3%.
Angka kejadian rheumatoid arthritis di Indonesia pada penduduk dewasa
(di atas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%. Pada anak dan remaja
prevalensinya satu per 100.000 orang. Diperkirakan jumlah penderita
rheumatoid arthritis di Indonesia 360.000 orang lebih (National Institute of
Nursing Research, 2005). Prevalensi penyakit sendi rheumatoid arthritis
dijawa tengah berkisar 1,2%. (Kemenkes RI, 2013)

1
2

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit yang dapat menyebabkan


nyeri. Nyeri merupakan respon subyektif dimana seseorang
memperlihatkan tidak nyaman secara verbal maupun non verbal atau
keduanya, akut maupun kronis. Respon seseorang terhadap nyeri
dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya,
pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri
mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi dan
kegiatan yang biasa dilakukan. Karena respon perilaku terhadap nyeri
dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vocal, ekspresi wajah, gerakan
tubuh, kontak fisik dengan orang lain atau adanya perubahan respon
terhadap lingkungan. Pendekatan teoritis lainnya mendefinisikan stress
sebagai suatu stimulus atau penyebab adanya respon. (Brunner &
Suddarth, 2013)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah “Askep


Agregat dalam Komunitas Kesehatan Lansia: Askep Rhematoid Arthritis”?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui bagaimana Askep Agregat dalam Komunitas
Kesehatan Lansia : Askep Rhematoid Arthritis.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui Konsep Lansia
b. Untuk mengetahui Konsep Dasar Rhematoid Arthritis
c. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Rhematoid Arthritis

D. Metode Penulisan

Penyusun menggunakan metode kepustakaan dengan dengan mempelajari


buku-buku referensi yang terkait nilai-nilai keluarga serta melalui diskusi
anggota kelompok.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lansia

B. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang
isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang
bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi
sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya
peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan
pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. (Kholifah, 2016)
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa
dan tua.

C. Batasan Lansia

a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :


1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,

3
4

2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan


3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi
tiga katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun
ke atas dengan masalah kesehatan.

D. Ciri – ciri Lansia


Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah
dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik,
misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya
maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia
yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap
sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
5

sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan


lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Perlakuan yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

E. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir
kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi
sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap
penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan
perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-
paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif
yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma
dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk
menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori,
namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik.
6

F. Permasalahan Lansia di Indonesia


Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia
tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang
lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di pedesaan
didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28 orang
mengalami sakit.
Tabel. Sepuluh Penyakit Terbanyak Pada Lansia Tahun 2013

Jenis Penyakit Prevalensi Menurut Kelompok Umur


No
55-64 th 65-74 th 75 th +
1 Hipertensi 45,9 57 63,8
2 Artritis 45 51 54,8

3 Stroke 33 46 67
4 Peny. Paru Obstruksi Kronis 5,6 8,6 9,4

5 DM 5,5 4,8 3,5


6 Kanker 3,2 3,9 5

7 Peny. Jantung Koroner 2,8 3,6 3,2


8 Batu ginjal 1,3 1,2 1,1

9 Gagal jantung 0,7 0,9 1,1


10 Gagal ginjal 0,5 0,5 0,6

Sumber : Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam


kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan
tersebut diantaranya yaitu :
a. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering
terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat,
7

indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai


berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering sakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk
bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa
ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian
lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering
marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi
dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya
belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui
permasalahan hidup yang cukup serius.

G. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia


Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam
memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial,
kesehatan, perawatan dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia.
Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang
setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan
mental
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kemandirian yang optimal.
8

d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada


lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat
mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat.
Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial
lansia, pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat
pengembangan pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan
lansia.

H. Pendekatan Perawatan Lansia


a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang
dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ
tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan,
dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya.
Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2
bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan
atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia
ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan
untuk mempertahankan kesehatan.
b. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan
sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas.
9

Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik


dan service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan
bertahap.
c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia
berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial, baik antar lansia maupun lansia dengan
perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia
untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.

I. Konsep Dasar Rhematoid Arthritis

1. Definisi
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang belum
diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosive yang simetris dan pada
beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan
penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif.
Sebagian besar kasus perjalanannya kronik kematian dini (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2014)
Kata arthritis berasal dari kata Yunani, “arthon” yang berarti sendi,
dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri, seringkali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana, 2015)
10

Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan


banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi
dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis ini sering menghadapi
kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran
karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana
sering sudah terlambatuntuk memulai pengobatan yang adekuat (Febriana,
2015)

2. Etiologi
Penyebab penyakit ini belum diketahui dengan jelas tapi dianggap
kelainan autoimun memegang peranan penting. Penyakit ini sering
didapatkan pada usia 40-50 tahun tapi dapat pula dijumpai pada usia lain.
Wanita 3x lebih sering dibanding pria. Penyakit ini akan menonaktifkan
dan menimbulkan rasa nyeri pada sendi saat terjadi mobilitas.
Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara
pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari factor genetic, lingkungan,
hormonal, dan factor sistem reproduksi. Namun factor pencetus terbesar
adalah factor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan virus (Lemone &
Burke, 2001). Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab
penyakit Rhemaoid Arthritis, yaitu :
a. Infeksi Streptokokus hemolitikus dan Streptokokus non-hemolitikus.
b. Endokrin
c. Autoimun
d. Metabolik
e. Faktor genetic serta pemicu lingkungan.
Pada saat ini Rhematoid Arthritis diduga disebabkan oleh factor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II,
factor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme
mikroplasma atau group difterioid yang menghasilkan antigen tipe II
kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
11

3. Patofisiologi
Pada awalnya, proses inflamasi akan membuat sendi sinovial
menjadi edema, kongesti vaskular dengan pembentukan pembuluh darah
baru, eksudat fibrin, dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan
akan membuat sinovial menjadi tebal, terutama pada kartilago. Persendian
yang meradang akan membentuk jaringan granulasi yang disebut dengan
pannus. Pannus akan meluas hingga masuk ke tulang subkondrial. Jaringan
granulasi akan menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago. Kondisi ini akan membuat kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.
Jika kerusakan kartilago sangat luas, maka akan terjadi adhesi di antara
permukaan sendi, dimana jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).
Keruskan kartilago dan tulang dapat menyebabkan tendon dan ligamen
menjadi lemah, serta dapat menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang subkondrial dapat menyebabkan
osteoporosis setempat.

Lama proses artritis reumatoid berbeda setiap orang. Hal ini ditandai
dengan adanya serangan dan tidak ada serangan. Sejumlah orang akan
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi,
sedangkan orang yang memiliki faktor reumatoid (seroposotif), maka
kondisi yang dialaminya akan menjadi kronis yang progresif. (Asikin,
2013): 37

4. Tanda dan Gejala


Pada penderita saat mengalami serangan biasanya ditemukan gejala klinis
yaitu (Asikin, 2013)
a. Nyeri persendian disertai kaku terutama pada pagi hari. Kekakuan
berlangsung sekitar 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam
dalam sehari.
b. Muncul pembengkakan,warna kemerahan, lemah dan rasa panas yang
berangsur-angsur.
12

c. Peradangan sendi yang kronik dapat muncul erosi pada pinggir tulang
dan dapat dilihat dengan penyinaran X-ray.
d. Pembengkakan sendi yang meluas dan simetris.
e. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah bera dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya nyeri.
f. Sendi besar kemungkinan juga dapat terserang yang disertai
penurunan kemampuan fleksi atau ekstensi.
g. Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut
berkembang menjadi pincang. Gangguan bejalan merupakan ancaman
besar

5. Komplikasi
Menurut (Sya'diah, 2018) komplikasi yang mungkin muncul adalah
a. Neuropati perifer memengaruhi saraf yang paling sering terjadi di
tangan dan kaki.
b. Anemia
c. Pada otot terjadi myosis,yaitu proses granulasi jaringan otot.
d. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli. Trombemboli adalah
adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya
darah yang membeku

6. Diagnosis Arthritis
Diagnosis Rhematoid Arthritis dikatakan positif apabila sekurang-
kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Kriteria diagnostic
Rhematoid Arthritis adalah terdapat poli-arthritis yang simetris yang
mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap
sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebihbila ditemukan nodul subkutan
atau gambaran erosi peri artikuler pada foto rontgen. Kriteria Rhematoid
Arthritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah :
13

a. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness)


b. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada
c. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan)
pada salah satu sendi secara terus menerus sekurang-kurangnya selama
6 minggu.
d. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
e. Pembengkakan sendi yang bersifat simetris
f. Nodul subkutan pada daerah tonjuolan tulang didaerah ekstensor.
g. Gambaran foto rontgen yang khas pada Rhematoid Arthritis
h. Uji aglutinasi factor rheumatoid
i. Pengendapan cairan musin yang jelek
j. Perubahan karakteristik histologic lapisan synovia
k. Gambaran histologic yang khas pada nodul
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
a. Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya 6
minggu.
b. Defenitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama 6 minggu
c. Kemungkinan Rhematoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya 4 minggu.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien rheumatoid arthritis menurut (Asikin,
2013) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
1) Laju endap darah meningkat
2) Protein c-reaktif meningkat
3) Terjadi anemia dan leukositosis
4) Tes serologi faktor reumatoid positif (80% penderita )
b. Aspirasi cairan sinovial
14

Menunjukkan adanya proses inflamasi ( jumlah sel darah putih


>2000µL). Pemeriksaan cairan sendi meliputi pewarnaan garam,
pemeriksaan jumlah sel darah, kultur,gambaran makroskopis.
c. Pemeriksaan radiologi
Menunjukkan adanya pembengkakan jaringan lunak ,erosi sendi,
dan osteoporosis tulang yang berdekatan.

8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah :
a. Meringankan rasa nyeri dan peradangan.
b. Mempertahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita
c. Mencegah dan memperbaiki deformitas.
Ada beberapa penatalaksaan medis ,antara lain :
a. Pengobatan farmakologi
1) Obat anti-inflamasi nonstreroid (OAINS)
2) Disease-modifying antirheumatic drug (DMARD)
3) Kortikosteroid
4) Terapi Biologi
b. Pengobatan Nonfarmakologi
1) Istirahat
2) Latihan fisik
3) Nutrisi : menjaga pola makan seperti :diet rendah purin
4) Mandi dengan air hangat untuk mengurangi nyeri
5) Konsumsi makanan yang tinggi protein dan vitamin
6) Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cidera
7) Kompres air es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
Bila rheumatoid arthritis progresif dan menyebabkan kerusakan sendi,
pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki
fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut :
15

a. Sinovektomi, untuk mencegah arthritis pada sendi tertentu, untuk


mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali
inflamasi.
b. Arthrotomi,yaitu dengan membuka sendi
c. Arthroides, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan
tangan.

I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Peran perawat komunitas terkait pada lansia dengan arthritis


a. Praktik keperawatan kesehatan komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas (CHN) merupakan spesialis
pelayanan keperawatan yang berbasiskan pada masyarakat dimana
perawat mengambil tanggung jawab untuk berkontribusi meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Fokus utama CHN adalah pencegahan
penyakit, peningkatan dan mempertahankan kesehatan dengan
tanggung jawab utama perawat CHN pada keseluruhan populasi
dengan penekanan pada kesehatan kelompok populasi dari pada
individu dan keluarga.
b. Fungsi dan perawat CHN pada agregat lansia dengan arthritis
1) Kolaborator
2) Coordinator
3) Case finder
4) Case manager
5) Pendidik
6) Konselor
7) Caregiver
8) Membela

2. Pengkajian
a. Data inti
16

1) Demografi : jumlah lansia secara keseluruhan, jumlah lansia


menurut jenis kelamin, golongan umur.
2) Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.
3) Nilai kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang dianut
oleh lansia berkaitan dengan agama yang dianut, fasilitas ibadah
yang ada, adanya organisasi keagamaan, kegiatan-kegiatan
keagamaan yang dikerjakan oleh lansia.
4) Riwayat dan Tahapan Perkembangan Penduduk
 Tahapan perkembangan penduduk saat ini
 Riwayat penduduk sebelumnya
 Riwayat penduduk saat ini
b. Data subsistem
1) Lingkungan fisik :
 Inspeksi
Lingkungan lansia tinggal, kebersihan lingkungan, aktivitas
lansia di lingkungannya, data dikumpulkan dengan cara
observasi.
 Auskultasi
Mendengarkan aktivitas yang dilakukan oleh lansia, pekerjaan
atau aktivitas yang dilakukan oleh lansia, kader wilayah
setempat melalui wawancara.
 Angket
Adanya kebiasaan pada lingkungan lansia yang kurang baik bagi
perkembangan kesehatan lansia.
2) Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial
Ketersediaan pelayanan khusus lansia, bentuk pelayanan kesehatan
bila ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi lansia melalui
wawancara.
3) Ekonomi
Jumlah pendapatan lansia, jenis pekerjaan lansia, jumlah uang yang
diperoleh oleh lansia setiap lansia telah bekerja atau beraktivitas.
17

4) Keamanan dan transportasi


Jenis transportasi yang digunakan lansia ketempat pekerjaan atau
kesarana pelayanan kesehatan.
5) Politik dan pemerintahan
Kebijakan pemerintah tentang pelayanan kesehatan pada lansia.
6) Komunikasi
 Komunikasi formal : media komunikasi yang digunakan lansia
untuk memperoleh informasi.
 Komunikasi informal : komunikasi atau diskusi yang dilakukan
oleh lansia dan petugas pelayanan kesehatan untuk memecahkan
masalah pada lansia.
7) Pendidikan
Terdapat edukasi tentang kesehatan
8) Rekreasi
Tempat yang digunakan lansia, tempat sarana penyuluhan atau
sarana olahraga untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia.

3. Diagnosa
Masalah keperawatan komunitas pada lansia yang sering menjadi
diagnosis keperawatan :
a. Nyeri kronis berhubungan dengan terjadinya akumulasi cairan yang
menyebabkan inflamasi
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktifitas atau penurunan
kekuatan otot.
c. Kesulitan mengunjungi pelayanan kesehatan berhubungan dengan
sulitnya menyesuaikan jadwal pekerja warga dengan waktu
operasional tempat pelayanan kesehatan(polindes)
18

4. Perencanaan
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri kronis  Kaji keluhan nyeri, skala  Membantu dalam
berhubungan dengan nyeri serta catat lokasi menentukan kebutuhan
terjadinya akumulasi dan intensitas , faktor- manajemen nyeri dan
cairan yang faktor yang mempercepat efektifitas program
mengakibatkan dan respon rasa sakit
inflamasi. nonverbal
 Berikan matras/kasur  Matras yang lembut/
keras, bantal kecil. empuk, bantal yang besar

Tinggikan tempat tidur akan menjaga

sesuai kebutuhan pemeliharaan kesejajaran


tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada
sendi yang sakit.
Peninggian tempat tidur
menurunkan tekanan
pada sendi yang
terinflamasi/nyeri.
 Tempatkan/pantau  Mengistirahatkan sendi-
penggunaan bantal, sendi yang sakit dan
karung pasir, gulungan mempertahankan posisi
trokanter, bebat, brace netral. Penggunaan brace
dapat menurunkan nyeri
dan dapat mengurangi
kerusakan pada sendi.
Imobilisasi yang lama
dapat menakibatkan
hilang mobilitas/fungsi
sendi
 Anjurkan klien untuk
19

mandi air hangat.  Meningkatkan relaksasi


Sediakan waslap hangat otot dan mobilitas,
untuk mengompres sendi menurunkan rasa sakit
yang sakit. Pantau suhu dan menghilangkan
air kompres, air mandi kekakuan pada pagi hari.
dan sebagainya Sensitivitas pada panas
dapat dihilangkan dan
luka dermal dapat
 Berikan obat-obatan disembuhkan.
sesuai petunjuk :  Mengurangi rasa nyeri,
Asetilsalisilat (Aspirin), mengurangi kekakuan,
NSAID, D-Penisilamin, meminimalkan iritasi
Antasida dan Produk pada lambung,
kodein mengontrol nyeri yang
berat.
2. Kerusakan mobilitas  Pertahankan tirah  Istirahat sistemik
fisik berhubungan baring/duduk jika dianjurkan selama
dengan deformitas diperlukan. Buat jadwal eksaserbasi akut dan
skeletal, aktifitas yang sesuai seluruh fase penyakit
nyeri/ketidaknyamanan dengan toleransi untuk yang penting, untuk
, intoleransi terhadap memberikan periode mencegah kelelahan dan
aktifitas atau penurunan istirahat yang terus mempertahankan
kekuatan otot menerus dan tidur malam kekuatan.
hari yang tidak
terganggu.
 Bantu klien dengan  Mempertahankan
rentang gerak aktif/pasif, /meningkatkan fungsi

demikian juga latihan sendi, kekuatan otot dan

resistif dan isometric jika stamina umum. Latihan

memungkinkan. yang tidak adekuat


menimbulkan kekakuan
20

sendi, karena aktivitas


yang berlebihan dapat
merusak sendi.
 Ubah posisi klien setiap  Menghilangkan tekanan
dua jam dengan bantuan pada jaringan dan
personel yang cukup. meningkatkan sirkulasi.
Demonstrasikan/ bantu Mempermudah
teknik pemindahan dan perawatan diri dan
penggunaan bantuan kemandirian klien.
mobilitas. Teknik pemindahan yang
tepat dapat mencegah
robekan abrasi kulit.
 Posisikan sendi yang
 Meningkatkan stabilitas
sakit dengan bantal,
(mengurangi resiko
kantung pasir, gulungan
cedera) dan
trokanter, dan
mempertahankan posisi
bebat,brace
sendi yang diperlukan
dan kesejajaran tubuh
serta dapat mengurangi
kontraktur.
 Gunakan bantal
 Mencegah fleksi leher
kecil/tipis dibawah leher
 Dorong klien
 Memaksimalkan fungsi
mempertahankan postur
sendi dan
tegak dan duduk, berdiri,
mempertahankan
dan berjalan
mobilitas

 Berikan lingkungan yang


 Menghindari cidera
aman, misalnya
akibat kecelakaan/jatuh.
menaikkan kursi /kloset,
menggunakan pegangan
21

tangga pada
bak/pancuran dan toilet,
penggunaan alat bantu
mobilitas /kursi roda.
 Berguna dalam
 Konsultasi dengan ahli
memformulasikan
terapi fisik/okupasi dan
program latihan/aktivitas
spesialis vokasional.
yang berdasarkan pada
kebutuhan individual dan
dalam mengidentifikasi
alat/bantuan mobilitas.
3. Kesulitan mengunjungi  Kaji aktivitas keseharian  Untuk mengetahui
pelayanan kesehatan masyarakat aktivitas masyarakat
berhubungan dengan pada umumnya seperti
sulitnya menyesuaikan bekerja, bersosialisasi
jadwal pekerja dengan dan ketempat-tempat
waktu operasional rekreasi.
tempat pelayanan  Lakukan pelayanan
 Menyesuaikan waktu
kesehatan (polindes) kesehatan pada saat
operasional pelayanan
warga tidak sibuk
kesehatan dengan waktu
bekerja
warga pada saat tidak
bekerja.
 Lakukan home care atau
 Agar pelayanan kesehatn
pelayanan yang datang
dapat berjalan secara
kerumah-rumah warga.
fleksibel yang
menyesuaikan kebutuhan
warga sekitar.

 Kolaborasi dengan
 Dengan adanya fasilitas
pemerintah setempat
kesehatan 24 jam warga
guna membantu
sekitar akan dengan
menyediakan fasilitas
22

kesehatan yang memiliki mudah melakukan


standar operasional 24 pemeriksaan
jam kesehatannya.

5. Implementasi
Empat strategi dalam melaksanakan perencanaan yang telah disusun
sebelumya, yaitu melalui :
a. Pemberdayaan komunitas di wilayah : hal ini penting dilakukan agar
komunitas wilayah perduli terhadap masalah kesehatan lansia.
Pemberdayaan disesuaikan dengan kemampuan yang ada di
komunitas.

b. Proses kelompok perawat komunitas juga dapat menggunakan


pendekatan kelompok, agar implementasi dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Kelompok yang terdiri dari lansia yang mempunyai
masalah yang sama, kelompok ini akan sangat bermanfaat membantu
keluaraga menemukan solusi masalah kesehatan.

c. Pendidikan kesehatan seperti dijelaskan di awal akan sangat membantu


lansia dapat meningkatkan pengetahuan nya untuk merubah perilaku
hidup lebih sehat.

6. Evaluasi
Evaluasi perawat komunitas bersama komunitas dapat mengevaluasi
semua implementasi yang telah dilakukan dengan merujuk pada tujuan
yang telah ditetapkan yaitu mencapai kesehatan lansia yang optimal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Rheumatoid arthritis (RA) adalah gangguan autoimun kronik yang


menyebabkan proses inflamasi pada sendi yang terutama mengenai mengenai
membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan
nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi
beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan
faktor rematoid, gangguan Metabolisme, genetik, faktor lain : nutrisi dan
faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)

B. Saran

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis juga membuka kesempatan
bagi kritik dan saran yang membangun dan mengembangkan makalah ini.
Karena pada hakikatnya ilmu pengetahuan akan terus menerus berkembang
sesuai dengan perkembangan jaman.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, D., Chan, Y., & Basyar, M. (2012). Hubungan Derajat Sesak Nafas
PenderitaPenyakit Paru Obstruktif Kronik Menurut Kuesioner Modified
Medical Research Council Scale dengan Derajat Penyakit Paru Obstruktif
Kronik. J Respir Indo Vol.32 No.4, 200 - 207.
Asikin, M. N. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Erlangga.
Brunner, & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC.
Febriana. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis
Ankle Billateral Di RSUD Saras Husada Purworejo. Naskah Publikasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1-15.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Puslitbang Kemenkes RI.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan
Arthritis Reumatoid. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Sya'diah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi . Sidoarjo:
Indonesia Pustaka.

24

Anda mungkin juga menyukai