Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL PADA USIA LANJUT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seksualitas dan Psiko Patologi
Seks Dosen Pengampu : Brihastami Sawitri, dr., Sp. KJ

Disusun oleh :
Nurul Avifah Rahman (012024653004)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN


REPRODUKSI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA 2022

1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Perkembangan
Psikoseksual pada Usia Lanjut”. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Brihastami Sawitri, dr., Sp. KJ selaku dosen pembimbing.
2. Teman-teman Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Reproduksi
Terlepas dari itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah
ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi kepada pembaca.

Surabaya, 17 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................................1

Kata Pengantar..............................................................................................................2

Daftar Isi.......................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................5

B. Rumusan Masalah.................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Usia Lanjut............................................................................................................7

1. Definisi................................................................................................................7

2. Perubahan............................................................................................................7

B. Seksualitas.............................................................................................................8

1. Definisi................................................................................................................9

2. Aspek seksualitas................................................................................................9

3. Aktifitas seksual..................................................................................................10

C. Seksualitas Pada Usia Lanjut................................................................................11

1. Definisi................................................................................................................11

2. Ego integrity vs Despair.....................................................................................14

3. Hambatan aktivitas seksual.................................................................................15

4. Faktor yang berhubungan dengan seksualitas.....................................................16

5. Seks dan libido....................................................................................................17

6. Disfungsi ereksi...................................................................................................18

3
7. Depresi................................................................................................................19

8. Hal yang perlu diperhatikan seputar kehidupan seks..........................................19

BAB III PENUTUP

A. Simpulan................................................................................................................21

B. Saran......................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................22

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kemajuan pada bidang kesehatan menyebabkan peningkatan usia harapan


hidup. Hampir setiap negara di dunia mengalami penambahan penduduk lanjut usia
yang sangat drastis baik jumlah maupun proporsinya dalam populasi. Secara global,
ada 727 juta orang yang berusia 65 tahun atau lebih pada tahun 2020 (UN, 2020).
Jumlah tersebut diproyeksikan akan berlipat ganda menjadi 1,5 miliar pada tahun
2050. Selain itu, pada tahun 2050 diprediksi akan terdapat 33 negara yang jumlah
lansianya mencapai lebih dari 10 juta orang, dimana 22 negara diantaranya
merupakan negara-negara berkembang (UNFPA, 2012). Secara global, proporsi
penduduk berusia 65 tahun atau lebih meningkat dari 6 persen tahun 1990 menjadi
9,3 persen pada tahun 2020. Proporsi tersebut diproyeksikan akan terus meningkat
menjadi 16 persen pada tahun 2050. Artinya, satu dari enam orang di dunia akan
berusia 65 tahun atau lebih.
Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia. Sebagai dampak dari
pembangunan nasional, telah terjadi peningkatan kualitas hidup yang
mengakibatkan asupan nutrisi, kondisi sanitasi, kondisi ekonomi juga semakin baik.
Fasilitas kesehatan yang semakin memadai dan terjangkau. Hal-hal tersebut telah
menurunkan tingkat kematian serta menyebabkan semakin panjangnya hidup
manusia. Konsekuensi dari semakin membaiknya angka harapan hidup penduduk
Indonesia adalah akan semakin banyaknya jumlah penduduk lanjut usia. Menurut
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), ada 30,16 juta
jiwa penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia pada 2021. Penduduk lansia adalah
mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Kelompok ini porsinya mencapai 11,01%
dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 273,88 juta jiwa. Pada tahun 2045,
lansia Indonesia diperkirakan akan mencapai hampir seperlima dari seluruh
penduduk Indonesia.
Adanya peningkatan jumlah lansia, menyebabkan masalah kesehatan yang

5
dihadapi bangsa Indonesia menjadi semakin kompleks, terutama yang
berkaitan dengan gejala penuaan. Proses penuaan umumnya terlihat jelas pada saat
memasuki usia 40 tahun keatas, khususnya pada pria mulai menampakkan
kemunduran perilaku seksual dalam hal sifat dan kemampuan fisik (aktivitas
seksual dan frekuensi hubungan seksual mulai menurun). Kebutuhan seksual
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sepanjang rentang kehidupannya.
Begitupun pada lanjut usia (Lansia), walaupun sudah terjadi penurunan pada
berbagai sistem organ tubuh, namun kebutuhan seksual itu masih tetap ada, akan
tetapi tidak semua lansia tetap memiliki pasangan hidup sampai akhir hayatnya.
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga
kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang
sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki. dapat dinikmati bersama
pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun
psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia. Oleh karena itu, penting bagi kita
untuk menambah informasi tentang seksualitas usia lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud usia lanjut ?
2. Apa yang dimaksud seksualitas ?
3. Bagaimana perkembangan seksualitas pada usia lanjut ?

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Usia Lanjut
1. Definisi

Usia lanjut (Lansia) adalah seseorang yang karena usianya mengalami


perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan). Menurut World Health Organization (WHO) dan Undang Undang
Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mendefinisikan
penduduk lansia sebagai mereka yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas. Kementerian Kesehatan membagi usia lansia menjadi 3 yaitu : pra
lanjut usia (45 – 59 tahun), lanjut usia (60 – 69 tahun) dan lanjut usia risiko
tinggi (lanjut usia >70 tahun atau usia ≥ 60 tahun dengan masalah kesehatan).
2. Perubahan pada lansia
a. Perubahan Fisiologis
Secara umum menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang
terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit mulai mengendur, wajah
keriput dengan garis – garis menetap, rambut memutih / beruban,
penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang,
massa dan kekuaran tulang berkurang, elastisitas paru berkurang, nafas
menjadi pendek, adanya penurunan organ reproduksi (Martono, 1997 dalam
Darmojo 2010).
Seiring bertambahnya usia, otak akan mengalami atrofi, terutama pada
lobus prefrontal, temporal, dan parietal. Pada usia >35 tahun, terjadi
penurunan volume otak sekitar 0,2% tiap tahun. Angka ini akan terus
meningkat hingga mencapai 0,5% per tahun pada usia 60 tahun. Di atas usia
60 tahun, terjadi penurunan volume otak >0,5% per tahun yang stabil
(akselerasi minimal). Selain itu, atrofi otak juga berhubungan dengan
infark, amyloid angiopathy, neuritic plaques, dan neurofibrillary tangles.
Secara klinis, berbagai perubahan ini menyebabkan gangguan fungsi otak

7
(memori, kognitif) serta penurunan kemampuan motorik yang akan
menyebabkan penurunan kualitas hidup.
b. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara
fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia
terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berarti adanya
penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia
dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan
kecepatan bertindak dan berfikir menurun (Santrock, 2002).
c. Perubahan Sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,
walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Lansia yang memutuskan
hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan
tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada
lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia
(Santrock, 2002).
d. Perubahan kehidupan keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan
yang disebabkan kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua,
tempat tinggal antara anak dan orang tua memiliki jarak yang jauh. Lansia
yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri maka secara
emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan sebaliknya.
Ketergantungan lansia pada anak umumnya dalam hal keuangan. Karena
lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perubahan – perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada
kemunduran keseharan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh
pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada kehidupan sehari – hari. (Darmojo, 2010).

8
B. Seksualitas
1. Definisi
Definisi kerja dari WHO dalam Dermatoto (2011) tentang seksualitas adalah
suatu aspek inti manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas
dan peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan
reproduksi. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan,
gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan hubungan.
Definisi seksualitas yang dihasilkan dalam Konferensi APNET (Asia Pasific
Network for Sosial Health) di Cepu, Filipina 1996 mengatakan seksualitas
adalah ekspresi seksual seseorang yang secara sosial dianggap dapat diterima
serta mengandung aspek – aspek kepribadian yang luas dan mendalam.
Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku seseorang yang
tidak hanya didasarkan pada ciri seks secara biologis, tetapi juga merupakan
suatu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari aspek
kehidupan yang lain (Samaoen, 2000).
2. Aspek seksualitas
a. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin
adalah sebagai berikut :
1) Alat kelamin itu sendiri.
2) Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi
bekerjanya alat-alat kelamin.
3) Anggota-anggota tubuh dari ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan
laki-laki dan perempuan. (misalnya perbedaan suara, pertumbuhan
kumis, payudara, dan sebagainya).
4) Hubungan kelamin (senggama)
5) Proses pembuahan, kehamilan, dan kelahiran (termasuk KB)
b. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, antaralain:

9
1) Perbedaan tingkah laku seperti lembut, kasar, genit, dan lain – lain.
2) Perbedaan atribut seperti pakaian, nama, dan lain-lain.
3) Perbedaan peran
3. Aktifitas Seksual
Aktifitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi
dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau
seksual melalui beberapa perilaku. Misalnya berfantasi, masturbasi, meninton
atau membaca pornografi, cium pipi,cium bibir, petting dan berhubungan seks
(Ingrid,2001).
Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan
membayangkan atau mengimajinasikan aktifitas seksual yang bertujuan untuk
menimbulkan perasaan erotisme. Aktifitas seksual ini bisa berlanjut keaktifitas
seksual selanjutnya, seperti masturbasi, berciuman, dan aktifitas lainnya
(Inggrid,2001).
Perilaku selanjutnya adalah berpegangan tangan. Aktifitas seksual ini
memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan yang kuat, namun biasanya
muncul kegiatan mencoba aktifitas seksual lainnya. Perilaku selanjutnya adalah
berciuman kening, yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi, pipi dengan
bibir. Perilaku ini mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi
berkembang dan bisa menimbulkan kegiatan untuk melakukan bentuk aktivitas
seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati seperti meraba bagian tubuh yang
sensitif rangsang seksual seperti payudara, leher, paha dalam, penis dan pantat.
Perilaku seksual berikutnya adalah petting. Petting merupakan keseluruhan
aktivitas seksual non intercouse (menempelkan alat kelamin). Jenis aktivitas
seksual yang terakhir adalah intercouse yaitu aktivitas seks dengan memasukkan
alat kelamin laki – laki ke alat kelamin perempuan (Inggrid, 2001).

10
C. Seksualitas Pada Usia Lanjut
1. Respon seksual
Pertambahan usia menyebabkan perubahan – perubahan jasmani pada pria
atau wanita. Perubahan tersebut dapat berdampak pada kemampuan sesorang
untuk melakukan dan menikmati aktivitas seksual. Sejalan dengan bertambahnya
usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi
pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan berkurangnya atau
bahkan tidak befungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan akan
kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Perubagan fisiologis aktivitas seksual akibat proses penunaan bila ditinjau
dari pembagian tahapan respon seksual menurut Masters and Johnson’s Four-
Phase Model adalah sebagai berikut :
a. Tahapan respon seksual wanita lanjut usia
Secara umum, semua fase siklus respons terus terjadi pada wanita yang
lebih tua tetapi dengan intensitas yang agak menurun. Sebuah studi baru-baru
ini terhadap hampir 2.000 wanita berusia 45 hingga 80 tahun melaporkan
bahwa 60% aktif secara seksual (Harvard Women's Health Watch, 2012). Studi
lain dari 806 wanita tua yang aktif secara seksual menemukan bahwa kepuasan
seksual sebenarnya meningkat seiring bertambahnya usia bagi banyak wanita
dalam survei ini (Trompeter et al., 2012). Masih studi lain menemukan bahwa
hasrat seksual menurun di antara wanita yang lebih tua dalam hubungan jangka
panjang dengan pasangan disfungsional seksual (McCabe & Goldhammer,
2012).
1) Excitement Phase
Respon fisiologis pertama terhadap gairah seksual adalah lubrikasi
vagina, biasanya dimulai lebih lambat pada wanita yang lebih tua.
Umumnya terjadi 10 sampai 30 detik, mungkin diperlukan beberapa menit
atau lebih lama pada lansia. Dalam kebanyakan kasus, jumlah pelumasan
berkurang. Ketika lubrikasi dan ekspansi vagina selama respons seksual
sangat berkurang, hubungan seksual yang tidak nyaman atau
11
menyakitkan dapat

12
terjadi. Selain itu, beberapa wanita melaporkan penurunan hasrat seksual
dan sensitivitas klitoris, yang keduanya mengganggu gairah seksual. Terapi
hormon, krim estrogen yang dioleskan ke vagina, dan pelumas vagina sering
dapat membantu gejala ini.
2) Plateau Phase
Platform orgasmik vagina berkembang, dan uterus terangkat. Platform
orgasmik adalah jaringan sepertiga bagian luar vagina, yang diberi label
oleh Masters dan Johnson. Selama orgasme, wanita mengalami kontraksi
berirama dari platform orgasmik. Mereka membengkak, dan otot
pubococcygeus mengencang, mengurangi diameter pembukaan vagina.
Pada wanita pascamenopause, perubahan ini terjadi pada tingkat yang lebih
rendah daripada sebelum menopause.
3) Orgasm Phase
Kontraksi platform orgasmik dan rahim terus terjadi saat orgasme,
meskipun jumlah kontraksi ini biasanya berkurang pada wanita yang lebih
tua. Wanita yang lebih tua tetap mampu beberapa kali orgasme dan dapat
terus mengalaminya. Namun, banyak wanita yang lebih tua membutuhkan
periode stimulasi yang lebih lama untuk mencapai orgasme, dan beberapa
mengalami penurunan kapasitas untuk mengalami orgasme (Nusbaum et al.,
2005).
4) Resolution Phase
Fase resolusi biasanya terjadi lebih cepat pada wanita pascamenopause
(Nusbaum et al., 2005). Perubahan warna labia, ekspansi vagina,
pembentukan platform orgasmik, dan retraksi klitoris semuanya menghilang
segera setelah orgasme. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh
berkurangnya jumlah keseluruhan vasokongesti pelvic selama gairah.
Efek penuaan pada seksualitas wanita sangat bervariasi. Kebanyakan
wanita mengalami perubahan kecil, dan beberapa menemukan minat
seksual, kegembiraan, dan kapasitas orgasme mereka sangat terpengaruh.
Kehidupan
13
seks yang aktif membantu menjaga kesehatan vagina, dan pasangan yang
fungsional dan tertarik, serta komunikasi pasangan yang baik, berkontribusi
pada kepuasan hubungan seksual bagi wanita yang lebih tua. Terapi hormon
juga dapat mengatasi banyak masalah yang mengganggu respons seksual
yang menyenangkan.
b. Tahapan respon seksual pria lanjut usia
Sebagian besar perubahan dalam siklus respons seksual pria yang lebih tua
melibatkan perubahan dalam intensitas dan durasi respons.
1) Excitement Phase
Selama masa muda, banyak pria dapat mengalami ereksi dalam
beberapa detik. Kemampuan ini biasanya berubah dengan proses penuaan.
Alih-alih membutuhkan 8 hingga 10 detik, seorang pria mungkin
memerlukan beberapa menit stimulasi yang efektif untuk mengembangkan
penis yang ereksi. Lebih jauh lagi, ereksi pria yang lebih tua mungkin
kurang kencang daripada biasanya pada masa muda. Stimulasi fisik
langsung, seperti belaian tangan atau stimulasi oral, mungkin juga
diinginkan atau diperlukan.
2) Plateau Phase
Pria yang lebih tua biasanya tidak mengalami myotonia (ketegangan
otot) sebanyak selama fase plateau seperti ketika mereka masih muda.
Ereksi penis yang lengkap seringkali tidak diperoleh sampai akhir fase
plateau, tepat sebelum orgasme. Salah satu hasil dari perubahan ini adalah
bahwa pria yang lebih tua sering kali mampu mempertahankan fase plateau
lebih lama daripada saat dia masih muda, yang secara signifikan dapat
meningkatkan kesenangannya. Banyak pria dan pasangannya menghargai
kesempatan berkepanjangan ini untuk menikmati sensasi lain dari respons
seksual selain ejakulasi. Ketika seorang pria melakukan hubungan seksual,
pasangannya juga mungkin menghargai kontrol ejakulasinya yang lebih
besar.

14
3) Orgasm Phase
Kebanyakan pria yang menua terus mengalami kesenangan yang cukup
besar dari respons orgasmik mereka. Faktanya, 73% pria yang lebih tua
dalam satu penelitian melaporkan bahwa orgasme "sangat penting" dalam
pengalaman seksual mereka (Starr & Weiner, 1981). Jumlah kontraksi otot
yang terjadi selama fase ekspulsi biasanya berkurang dan begitu juga
kekuatan ejakulasi.
4) Resolution Phase
Resolusi biasanya terjadi lebih cepat pada pria yang lebih tua (Nusbaum
et al., 2005). Kehilangan ereksi biasanya cukup cepat, terutama
dibandingkan dengan pria yang lebih muda. Pria mungkin mulai
memperhatikan ini sejak usia 30-an atau 40-an.
2. Ego Integrity vs Despair
Tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap
manusia menurut Erikson menempatkan lansia atau disebut Senescence (+65
tahun) pada fase ke delapan yang ditandai adanya kecenderungan ego integrity –
despair.
Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua
yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang
telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir.
Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan
dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk
dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus
berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali
mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan
sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan
kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-
apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri
orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat
15
integritas yang memiliki arti

16
tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir
dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri
mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan
akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan
dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson
berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan
kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat
dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan
sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan
menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas
dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna
memperoleh suatu sikap kebijaksanaan (Erikson, 1950).
3. Hambatan aktivitas seksual pada lansia
Pada usia lanjut, tedapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas
seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan/masalah eksternal yang datang dari
lingkungan dan hambatan internal, yang terutama berasal dari subyek lansianya
sendiri (Darmojo, 2010).
a. Hambatan Eksternal
Biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas
seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para lansia. Masyarakat biasanya
masih bisa menerima seorang duda lansia kaya yang menikah lagi dengan
wanita yang lebih muda atau mempunyai anak setelah usianya agak lanjut,
tetapi hal sebaliknya seorang janda kaya yang menikah dengan pria yang
lebih muda sering kali mendapat cibiran masyarakat. Hambatan eksternal
bilamana seseorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali juga
berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan. Kenangan
pada ayah ibu yang telah meninggal atau ketakutan akan berkurangnya
warisan merupakan latar belakang penolakan. Di negara Barat hal ini masih
terjadi, akan tetapi

17
pengaruhnya di negara Timur akan lebih terasa mengingat kedekatan
hubungan orang tua dengan anak-anak (Darmojo, 2010).
b. Hambatan Internal
Psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan
ekternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas
berpenampilan untuk bisa menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan
keagamaan tentang seksualitas di usia lanjut(baik pada mereka yang masih
mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada mereka yang sudah
menjanda/menduda) menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan
sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang
dikenal sebagai impotensia (Darmojo, 2010).
4. Faktor yang berhubungan dengan seksualitas pada lansia
a. Usia
Penuaan memang mempengaruhi jumlah orang yang terlibat dalam
aktivitas seksual, dan persentase orang dewasa yang aktif secara seksual
menurun setiap decade, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Presentase orang dewasa aktif secara sexual
Men (%) Women (%)
Sexually active in their 60s 71 51
Sexually active in their 70s 57 30
Sexually active in their 80s 25 20

Faktor yang berkontribusi untuk tetap aktif secara seksual di tahun-tahun


berikutnya, penelitian secara konsisten mengungkapkan korelasi yang erat
antara tingkat aktivitas seksual seseorang di masa dewasa awal dan aktivitas
seksualnya di tahun-tahun berikutnya. Aktivitas seksual yang konsisten
seumur hidup dapat mencerminkan dorongan seks yang lebih tinggi secara
keseluruhan dan sikap positif terhadap seksualitas, karena keduanya
merupakan pengaruh yang signifikan terhadap hasrat dan respons seksual
(DeLamater & Sill, 2005).

18
b. Kesehatan
Biasanya faktor paling penting yang mempengaruhi aktivitas seksual di
masa dewasa yang lebih tua adalah kesehatan. Kesehatan dan penyakit yang
buruk memiliki efek yang lebih besar pada fungsi seksual daripada usia itu
sendiri. Dalam hubungan jangka panjang, kesehatan yang buruk dan
hilangnya minat seksual oleh satu orang membatasi ekspresi seksual pasangan
juga (Fisher, 2010). Selain berkontribusi pada kesehatan umum dan seksual,
latihan fisik secara teratur, diet dan berat badan yang sehat, dan penggunaan
alkohol ringan atau tanpa alkohol membantu mempertahankan hasrat dan
respons seksual (Harvard Health Publications, 2006).
5. Seks dan libido pada lansia perempuan
Semakin meningkatnya usia, maka sering dijumpai gangguan seksual pada
wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah ke vagina berkurang,
cairan vagina berkurang, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah
cedera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup
merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah
vagina dari kekeringan sehingga tidak menimbulkan nyeri saat senggama
(Baziad,2003).
Wanita dengan kadar estrogen yang kurang/menurun, lebih banyak mengeluh
masalah seksual seperti vagina kering, perasaan terbakar, gatal, dan sering
keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita mengeluh sakit
saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan seks. Nyeri
senggama inia akan bertambah buruk lagi apabila hubungan seks makin jarang
dilakukan (Baziad, 2003).
Pada masa premenapouse, sebanyak 15% wanita mengeluh vagina kering.
walaupun haid mereka masih teratur. Pada masa pasca menopuse, wanita
mengeluh vagina kering meningkat sampai dengan 50%. Pada keadaan kadar
estrogen sangat rendah pun wanita tetap mendapatkan orgasme. Hal terpenting
adalah melakukan hubungan seksual secara teratur agar elastisitas vagina tetap
dapat dipertahankan. Hampir 50% wanita usia antara 55-75 tahun seksualnya
19
masih tetap aktif. Orgasme tetap saja diperoleh hingga usia pasca menopouse,
sehingga bila wanita mengeluh aktivitas seksualnya mulai menurun, maka
penyebabnya kemungkinan terletak kepada pasangnya sendiri (Baziad, 2003).
Libido saat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perasaan, lingkungan dan
hormonal. Androgen kelihatanya memiliki peranan penting dalam hal
peningkatan libido, karena pada wanita yang telah diangkat kedua ovariumnya,
penurunan libido yang terjadi erat kaitannya dengan penurunan kadar androgen.
Baik pada wanita dengan menopouse alami, maupun pada wnita pasca
ooforektomi. Pemberian androgen kombinasi dengan estrogen akan
meningkatkan libido.
6. Disfungsi ereksi pada lansia laki-laki
Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi yang cukup keras untuk menyelesaikan aktivitas
seksual. DE sangat terkait dengan penuaan dan lebih sering terjadi pada pria tua
(O’Donnell et al., 2004).
Penuaan pria menyebabkan remodeling jaringan korpora kavernosa. Hal ini
terjadi karena testosteron yang berperan dalam perkembangan korpora
kavernosa, homeostasis sel otot polos, ekspresi eNOS dan PDE-5 berkurang.
Penurunan kadar testosteron total 0,8–2% per tahun dari dekade keempat dan
seterusnya. Persentase sel otot polos dan serat elastis dari jala matriks
ekstraseluler di korpora kavernosa menurun seiring bertambahnya usia dan
memicu perubahan ukuran penis dan mengurangi ekstensibilitas dan elastisitas
tunika albuginea (Sampson et al., 2007). Hal ini nampak dari ukuran penis yang
lebih besar saat flaksid secara bermakna tetapi lebih kecil saat ereksi (Schneider
et al., 2001).
Selain remodeling jaringan korpora kavernosa, DE umumnya disebabkan oleh
penyakit aterosklerotik arteri penis, yang menyebabkan penurunan oksigen dan
fibrosis akibat iskemi. DE mungkin juga timbul karena berkurangnya produksi
NO sebagai konsekuensi diabetes atau penuaan karena aktivitas nNOS atau
eNOS
20
yang lebih rendah melalui degradasi neuronal atau kerusakan endotel (Gonzalez-
Cadavid & Rajfer, 2004).
7. Depresi pada lansia
Seiring bertambahnya usia, banyak perubahan yang terjadi pada lansia,
seperti: kehilangan pekerjaan, beresiko terkena penyakit, kesepian, dan lain
sebagainya. Perubahan tersebut dapat membuat lansia mengalami perubahan
mental, salah satunya adalah depresi. Depresi merupakan gangguan mental yang
ditandai dengan perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan tidur dan
makan, kehilangan kesenangan, dan penurunan konsentrasi. Dampak terbesar
yang sering terjadi akibat depresi adalah kualitas hidup yang menurun dan
menghambat pemenuhan tugas-tugas perkembangan lansia (Stanley & Beare,
2006).
Gejala utama depresi yaitu suasana perasaan hati murung atau sedih, hilang
minat atau gairah, hilang tenaga, mudah lelah, konsentrasi menurun, harga diri
menurun, perasaan bersalah, pesimis memandang masa depan, ide bunuh diri
atau menyakiti diri sendiri, pola tidur berubah, dan nafsu makan menurun
(Soejono, 2000). Lansia yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya (Miller, 2004).
Faktor keturunan dapat menjelaskan 40 sampai 50 persen risiko depresi berat.
Kerentanan ini sepertinya merupakan hasil dari pengaruh beberapa gen yang
berinteraksi dengan faktor - faktor lingkungan, seperti hal-hal yang membuat
stres, kesepian, dan penyalahgunaan zat-zat terlarang. Faktor risiko khusus pada
masa lansia mencakup penyakit kronis atau keterbatasan, penurunan kognitif,
perceraian, perpisahan, atau hidup sebagai janda/duda (Fadli, 2019).
8. Hal yang perlu diperhatikan seputar kehidupan seks pada lansia
Kehidupan seks setiap orang pada usia senja mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Kehidupan seks dapat diperbaiki dengan melakukan sejumlah
perubahan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan seputar
kehidupan seks pada lansia menurut Suwarsa (2006) yaitu:

21
a. Memperluas pengertian seks
Sejalan dengan pertambahan usia, berbagai pilihan hubungan intim
mungkin lebuh nyaman dan memuaskan. Sentuhan terhadap pasangan bisa
saja merupakan alternatif yang baik selain penetrasi. Sentuhan bisa berarti
saling berpegangan tangan,berciuman dengan pasangan, pijat sensual,
masturbasi atau seks oral. Jadi seks dalam konteks ini pengertiannya lebih
luas.
b. Berkomunikasi dengan pasangan
Komunikasi merupakan sarana untuk mendekatkan diri dengan pasangan.
Diskusikan perubahan perubahan yang terjadi dengan pasangan, dengan
komunikasi diharapkan mendapatkan solusi yang tepat dari pasangan
sehingga pasangan dapat menyesuaikan diri selama berhubungan intim. Jadi
masing- masing pasangan perlu mengetahui apa yang emnjadi kebutuhan
bersama. Komunikasi dengan pasangan kadang juga merupakan suatu
rangsangan.
c. Melepaskan kebiasaan rutin
Perubahan sekecil apaun dapat memperbaiki kehidupan seks. Mengubah
waktu berhubungan merupakan salah satu solusi. Misal mengubah waktu
berhubungan kewaktu yang paling berenergi, seperti melakukan hubungan
intim dipagi hari ketika lansia baru baru tidur dan dalam keadaan masih segar
dan cobalah posisi seks baru.
d. Mengontrol ekspektasi
Jika pada masa muda tidak sering melakukan hubungan seks, jangan harap
melakukan lebih pada masa lansia. Mungkin perlu melakukan
mengekspresikan keintiman secara berbeda dibandigkan waktu muda
e. Mengatur diri
Mengatur pola makan sehat dan berolah raga secara teratur akan membuat
tubuh sehat dan bugar.

22
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Lansia adalah yang seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
ke atas. Seksualitas merupakan merupakan suatu aspek kehidupan manusia yang
tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain meliputi seks, identitas dan
peran gender, orientasi seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Perubahan fisik dan psikologis berdampak pada aktivitas seksual yang tidak kalah
pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Untuk mempertahankan seksualitas pada
pasangan lansia perlu memperluas pengertian seks, berkomunikasi dengan
pasangan, mengubah kebiasaan rutin, mengatur gaya hidup. Hal itu dapat dimulai
dengan menambah informasi terkait seksualitas pada lansia.
B. Saran
Peran keluarga, pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk kesejahteraan
lansia. Upaya untuk memberikan perhatian lebih terhadap lansia salah satunya
dengan menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan untuk lansia seperti posyandu
lansia, yang dapat digunakan untuk memberikan informasi atau pendidikan
kepada lansia. Khususnya mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi
para lansia, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan terbentuknya sikap
yang positif terhadap seksualitas dan juga dapat membuat lansia menjadi tidak
tabu lagi membicarakan masalah seksualitas.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agustinus, I’tishom. R, Pramesti, MPB. D. Biologi Reproduksi Pria. (2018). Surabaya


: Airlangga University Press

Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2021. (2021). Jakarta : BPS

Baziad, Ali Med, Dr. (2003). Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Crooks, R and Baur, K. “Our Sexuality”, 12th Edit. (2014). Wadsworth, Cengage
Learning.

Darmojo, Boedhi dan Martono Hadi. (2010). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.
Jakarta : FK-UI.

Erikson, E.H. (1950). Childhood and Society. New York: W.W. Norton & Company.

Fadli, F. (2019). Bunga Rampai : Apa Itu Psikopatologi ? “Rangkaian Catatan Ringkas
Tentang Gangguan Jiwa”. Sulawesi : Unimal Press.

Gonzalez-Cadavid, N.F. & Rajfer, J. 2004. Molecular pathophysiology and gene


therapy of aging-related erectile dysfunction. Experimental Gerontology,
November, 39(11-12):1705–1712.

Harvard Women’s Health Watch. (2012). “Sex and the older woman”. Retrieved from
http://www.health.harvard.edu/newsletters/harvard_womens_health_watch/201
2/ January

Inggrid. (2001). Seks dan Seksualitas. Dalam digilid. Unimus.ac.id/ download.php?id-


486. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/tptunimus gdl-ulyarizkia-5099-
3-bab2.pdf

McCabe, M., & Goldhammer, D. (2012). “Demographic and psychological faktors


related to sexual desire among heterosexual women in a relationship”. Journal
of Sex Research, 49, 78–87.

Miller, C.A. (2004). “Nursing for Wellness In Older Adults: Theory and Practice”.
Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins.

24
Nusbaum, M., Lenahan, P., & Sadovsky, R. (2005). “Sexual health in aging men and
women: Addressing the physiologic and psychological sexual changes that
occur with age”. Geriatrics, 60, 18–28

O’Donnell, A.B., Araujo, A.B. & McKinlay, J.B. (2004). The health of normally aging
men: The Massachusetts Male Aging Study (1987-2004). Experimental
Gerontology, Juli, 39(7):975–84.

Sampson, N., Untergasser, G., Plas, E. & Berger, P. (2007). The ageing male
reproductive tract. Journal of Pathology, Januari, 211(2):206–218.

Santrock, J. W. (2002). “Life Span Development” 8ed. New York : Mc Graw-Hill.

Schneider, T., Sperling, H., Lümmen, G., Syllwasschy, J. & Rübben, H. (2001). Does
penile size in younger men cause problems in condom use? A prospective
measurement of penile dimensions in 111 young and 32 older men. Urology,
Februari, 57(2):314–318.

Stanley, M., & Beare, P.G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan


Lansia.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

25

Anda mungkin juga menyukai