Disusun Oleh:
Dosen Pengajar
Helinida Saragih, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat-Nya kami
akhirnya bisa menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Terapi Medic yang Lazim pada
Lansia khusunya terkait masalah Hipertensi, PPOK dan Gangguan berkemih” ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Alasan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Keperawatan Gerontik”.
Kami juga berterimakasih kepada dosen pembimbing kami yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan proses pembuatan makalah ini dengan selesai. Dalam
menyusun makalah ini, kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang diberikan kepada kami. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................1
Daftar Isi...............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan.............................................................................................................................5
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................23
BAB I
PENDAUHULUAN
Menua adalah seseorang yang mengalami perubahan karena usia, perubahan faktor
fisik seperti : penglihatan dan pendengaran menurun, aktivitas tubuh menurun, dan kulit
tampak mengendur. Sedangkan dari faktor psikolgis seperti : adanya penurunan percaya
diri, rasa kesepian dan berasa tidak berguna bagi orang lain. Penuaan merupakan suatu
proses yang normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir
dan berlanjut sepanjang hidup, usia tua ialah fase terakir dalam rentang kehidupan manusia
(Fatimah. 2020). Menurut (Artinawati, 2019) Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita.
Seiring dengan pertumbuhan seseorang, usia pun juga bertambah, dari anak-anak,
remaja awal, remaja akhir, dewasa awal, dewasa madya dan dewasa akhir. Perubahan ini
juga diikuti dengan perubahan lainnya, yaitu perubahan fisik dan perubahan fungsi mental
atau psikososial. pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara
fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomis. Menurut peraturan pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia ( lansia) adalah seseorang yang berusia 60
(enam puluh) tahun ke atas (kemenkes RI, 2017). Semakin lansia, mereka akan mengalami
kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik diantaranya perubahan pada sistem
gonittourinaria (sistem perkemihan), Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan dalam
hal mencakupi kebutuhan hidup sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang
memerlukan bantuan orang lain. Sering kali keberadaan lansia di persepsikan secara
negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitar. kenyataan ini mendorong
semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin
banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lansia (Nugroho, 2019).
Lansia adalah individu yang berusia 60 tahun ke atas dan merupakan populasi berisiko
yang terus meningkat jumlahnya. Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan
jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada
tahun 2019, dan diperkirakan terus meningkat yang pada tahun 2035 menjadi 48,2 juta
jiwa (15,77%).5,6 Seiring bertambahnya usia, lansia mengalami penurunan sistem dan
fungsi tubuh hal tersebut menjadi penyebab penyakit kardiovaskular, antara lain hipertensi
yang merupakan faktor risiko penting morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Pada
sekitar 1 milyar orang di seluruh dunia, terjadi pola perubahan tekanan darah dan
meningkatnya prevalensi hipertensi, serta perubahan elastisitas arteri yaitu membesar dan
menegang.3 Perbedaan derajat peregangan dapat menjelaskan bahwa perbedaan antara
arteri proksimal dan distal saat penuaan itu karena kelelahan. Menurut laporan The Joint
National Committee (JNC 7) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Bloodpressure, lebih dari dua pertiga individu setelah usia 65 tahun mengalami hipertensi.
Sedangkan menurut data Framingham Heart Study, pria dan wanita berusia 55 tahun tanpa
hipertensi memiliki risiko terkena hipertensi pada usia 80 tahun, masingmasing 93% dan
91%. Dengan kata lain, pada usia 55 tahun, lebih dari 90% orang tanpa hipertensi akan
mengalami tekanan darah tinggi seiring bertambahnya usia.
Lansia adalah seseorang yang memasuki tahap akhir kehidupan dan mengalami proses
yang biasa disebut dengan proses menua atau aging process, seseorang yang berusia >60
tahun di kategorikan usia lansia (Yohana Pere, 2021). Pada saat itu kemampuan fisik,
mental dan sosial seseorang berangsur berkurang dan tidak dapat lagi menyelesaikan
aktifitas keseharian secara mandiri (Kholifah, 2016). Data kependudukan di Indonesia
tahun 2019 mencatat penduduk lansia mencapai 25,9 juta atau 9,7%. Seiring dengan
pertambahan usia akan ada berbagai perubahan yang terjadi, salah satunya adalah sistem
kemih. Artinya terjadi penurunan kekuatan otot vagina dan saluran kemih (urine) akibat
berkurangnya hormon estrogen. Hal ini dapat menyebabkan inkontinensia urine. Sebagai
akibat adanya kelemahan otot sehingga frekuensi dalam berkemih akan mengalami
peningkatan (Wilson 2017,).
Global Intiative For Chronic Obstructive Lung Desease (GOLD) Menyatakan bahwa
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan system pernapasan
yang ada diseluruh dunia. Prevalensi PPOK saat ini menepati posisi ke-3 penyebab
kematian di dunia (GOLD, 2020). Word Health Organization menyatakan bahwa terdapat
235 juta orang menderita penyakit pernapasan yaitu asma dan PPOK Dimana > 3 juta jiwa
meninggal setiap tahunnya dengan estimasi 6% dari seluruh kematian di dunia (WHO,
2020).
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/I mengetahui terapi medic yang lazim diberikan pada lansia
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui terapi medic yang lazim pada lansia terkait masalah Hipertensi
2) Untuk mengetahui terapi medic yang lazim pada lansia terkait masalah Chronic
Obstructive Pulmonary Disease
3) Untuk mengetahui terapi medic yang lazim pada lansia terkait masalah Gangguan
berkemih
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan.
Menua atau proses penuaan bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu proses yang
berangsur-angsur serta mengakibatkan perubahan kumulatif, menua juga merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun
luar tubuh.
B. Klasifikasi Lansia
Depkes RI dalam Kholifah (2016) mengklasifikasikan batasan usia lansia menjadi tiga,
yaitu:
1. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berada pada usia antara 45-59 tahun,
2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun keatas,
3. Lansia beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang
lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang memiliki masalah kesehatan.
Sedangkan, klasifikasii batasan usia lansia menurut WHO dalam Kholifah (2016),
yaitu sebagai berikut:
C. Proses Menua
Proses penuaan adalah proses alamiah dimana sesorang telah melalui tahap tahap
kehidupan dari neonatus, toddler, pra-school, school, remaja, dewasa dan terakhir lansia.
Ini berrati bahwa proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, namun dimuai dari permulaan kehidupan. Pada usia
lansia ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi.
Proses penuaan berhubungan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan adanya kemampuan
regeneratif yang terbatas pada lansia, maka mengaibatan lansia lebih rentan terhadap
berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
Masalah kesehatan yang sering ditemukan pada lansia antara lain, yaitu: malnutrisi,
gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, terdapat
beberapa penyakit yang sering diderita lansia, yaitu: hipertensi, gangguan pendengaran dan
penglihatan, demensia, osteoporosis, dan lain-lain.
Masalah kesehatan akibat proses penuaan, terjadi akibat kemunduran fungsi sel-sel
tubuh (degeneratif), dan menurunnya fungsi sistem imun tubuh sehingga mucul
penyakitpenyakit degeneratif, gangguan gizi (malnutrisi) penyakit infeksi, masalah
kesehatan gigi dan mulut dan sebagainnya. Beberapa penyakit yang sering dijumpai pada
lanjut usia sebagai berikut yaitu (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 67,
2015):
1. Pneumonia Gejala awal berupa penurunan nafsu makan; keluhan akan terlihat
seperti dispepsia. Keluhan lemas dan lesu akan mendominasi disertai kehilangan
minat. Pada keadaan lebih lanjut akan terjadi penurunan kemampuan melakukan
aktivitas kehidupan dasar (ADL) sampai imobilisasi.
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Penyakit paru obstruksi kronik dapat disebabkan
oleh beberapa penyakit; namun demikian apa pun penyebabnya harus diupayakan
agar pasien terhindar dari eksaserbasi akut. Beberapa faktor risiko yang
meningkatkan kemungkinan eksaserbasi antara lain infeksi saluran pernafasan oleh
bakteri banal maupun virus influenza. Perawatan saluran nafas yang baik dengan
latihan nafas, sekaligus juga latihan batuk dan fisioterapi dada akan bermanfaat
mempertahankan dan meningkatkan faal pernafasan.
3. Gagal Jantung Kongestif Hipertensi dan penyakit jantung koroner serta
kardiomiopati diabetikum merupakan penyebab gagal jantung tersering pada lanjut
usia. Gagal jantung dapat dicetuskan oleh infeksi yang berat terutama pneumonia;
oleh sebab itu semua faktor yang meningkatkan risiko pneumonia harus
diminimalkan.
4. Osteoartritis (Oa) Salah satu penyakit degeneratif yang sering menyerang lanjut
usia adalah osteoartritis (OA). Organ tersering adalah artikulasio genu, artikulasio
talocrural, artikulasio coxae, dan sendi-sendi intervertebrae (disebut
spondiloartrosis). Karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara kausatif
maka penatalaksanaan simtomatik dan edukasi serta rehabilitasi menjadi sangat
penting. Risiko jatuh akibat nyeri atau instabilitas postural karena OA genu dan OA
talocrural harus selalu diingat karena mempunyai akibat yang dapat fatal (misalnya
fraktur colum femoris).
5. Infeksi Saluran Kemih Gejala awal dapat menyerupai infeksi lain pada umumnya
yakni berupa penurunan nafsu makan; keluhan akan terlihat seperti dispepsia.
Keluhan lemas dan lesu akan mendominasi disertai kehilangan minat. Pada
keadaan lebih lanjut akan terjadi penurunan kemampuan melakukan aktivitas
kehidupan dasar (ADL) sampai imobilisasi; dan akhirnya pasien akan mengalami
kondisi acute confusional state (sindrom delirium).
6. Diabetes Melitus Prevalensi diabetes meningkat seiring pertambahan umur.
Pengendalian gula darah sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Mengkonsumsi
makanan yang mengandung karbohidrat kompleks dengan jumlah energi tertentu
serta mempertahankan aktivitas olah raga ringan tetap merupakan pilihan utama
pengobatan.
7. Hipertensi Usahakan mengukur tekanan darah tidak hanya pada posisi berbaring
namun juga setidaknya pada posisi duduk saat awal penegakan diagnosis.
Pemantauan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam dua posisi yakni posisi
berbaring dan berdiri, setelah istirahat sebelumnya selama 5 menit. Hal ini untuk
menapis adanya hipotensi ortostatik yang potensial menimbulkan keluhan pusing
hingga instabilitas postural dengan risiko jatuh dan fraktur.
2.2.1 Hipertensi
Usia lanjut merupakan salah satu faktor yang yang meningkatkan resiko terjadinya
hipertensi. Pada kelompok umur tersebut, peningkatan tekanan darah utamanya didapatkan
dalam bentuk kenaikan tekanan sistolik oleh karena adanya perubahan struktur vaskuler.
Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa menurut Joint National Committee / JNC-
7 (2013), dalam Sya‟diyah (2018) terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertesi stadium I, dan hipertensi stadium II.
Penanganan awal yang dapat diberikan kepada pasien dengan hipertensi salah
satunya dengan pemberian obat. Pemberian obat harus secara rasional yang ditinjau dari
tiga indikator utama yaitu tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis. Tepat indikasi
merupakan pemberian obat yang sesuai antara indikasi dengan diagnosis dokter, pemilihan
obat mengacu pada penegakan diagnosis. Tepat obat merupakan pemberian obat
antihipertensi yang sesuai dengan pertimbangan ketepatan kelas lini terapi. Sedangkan
tepat dosis merupakan pemberian dosis obat antihipertensi yang sesuai dengan rentang
dosis terapi, ditinjau dari dosis penggunaan per hari tergantung pada kondisi pasien.
Jenis – jenis Anti hipertensi dan efek samping, peringatan atau interaksi dari
masing- masing obat hipertensi diantaranya :
1. ACE inhibitor
ACE inhibitor akan menjaga pembuluh darah terbuka lebar sehingga aliran darah
masuk dengan lancar. ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat terbentuknya
hormon yang memicupembuluh darah untuk menyempit.
2. Diuretik tiazid
Diuretik bekerja dengan membuang kelebihan garam (natrium) dan cairan di dalam
tubuh untuk menormalkan tekanan darah . Jenis – jenis diuretik :
a. Diuretik loop adalah diuretik yang bekerja di nefron, tetapi di tempat yang
berbeda.
b. Diuretik tiazid bekerja dengan mengurangi hipertensi dengan memblokir
transporter natrium-klorida-Na+Cl-transporter.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat ditandai dengan obstruksi jalan
nafas yang buruk dengan pemeriksaan menggunakan spirometri, termasuk obstruksi jalan
nafas (bronkiolitis obstuktif kronik dan emfisema) yang menyebabkan terjadinya
penyempitan pada saluran pernafasan sehingga penderita mengalami sesak nafas. Secara
umum, faktor resiko dari PPOK adalah merokok, serta polusi udara di lingkungan. PPOK
dapat ditandai dengan gejala pernafasan seperti batuk berdahak, sesak nafas setelah
beraktivitas, atau infeksi saluran pernafasan bawah yang bertahan lama (> 2 minggu).
Manajemen pasien PPOK agar stabil dapat dilakukan dengan mengurangi paparan
zat berbahaya, menghilangkan gejala, dan mengurangi resiko keparahan dan eksaserbasi.
Manajemen gejala dan resiko juga mencakup pengobatan secara farmakologi dan
nonfarmakologi. Saat ini belum ada terapi farmakologis yang dapat benar-benar
memperlambat keparahan dari PPOK. Terapi farmakologi untuk PPOK antara lain
bronkodilator kerja cepat, antikolinergik kerja lama (Long acting muscarinic antagonist/
LAMA), beta2-agonis kerja lama (Long-Acting Beta2 Agonist/ LABA), Inhalasi
kortikosteroid (Inhaled Corticosteroids/ ICS). Terapi ini memiliki efek positif untuk
menghilangkan gejala batuk dan sesak nafas, eksaserbasi dan fungsi paru-paru.
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan
melalui inhalasi, nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Macam-
macam bronkodilator:
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan yaitu lini I seperti
amoksilin dan makrolid dan lini II seperti asam klavulanat, seperti asam Klavulanat,
sefalosporin dan kuinolon Imunisasi
3. Vaksin
Influenza terbukti dapat mengurangi gangguan serius dan kematian akibat PPOK
sampai 50%. Vaksin influenza direkomendasikan bagi pasien PPOK pada usia lanjut
karena cukup efektif dalam mencegah eksaserbasi akut PPOK
4. Terapi oksigen
Pemberian terapi oksigen biasanya diberikan kepada pasien yang menderita penyakit
atau gangguan pernapasan, salah satunya adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Metode pengobatan ini bertujuan untuk memberikan oksigen tambahan sehingga
memudahkan penderitanya bernapas.terapi oksigen pada umumnya diberikan di rumah
sakit. Namun, bila kondisinya sudah stabil terapi oksigen terkadang bisa dilakukan di
rumah. Hal ini bertujuan untuk memastikan kebutuhan oksigen pada pasien PPOK tetap
terpenuhi.
Perubahan pada sistem perkemihan lansia terjadi pada ginjal dimana ginjal
mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi. Aliran ginjal menurun hingga 50%,
fungsi tubulus berkurang mengakibatkan BUN meningkat hingga 21 mg%, berat jenis urin
menurun, serta nilai otot-otot melemah, sehingga kapasitasnya menurun hingga 200 ml
yang mengakibatkan frekuensi berkemih meningkat .
Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara fisiologik
berlangsung di bawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi di
daerah sakrum, secara sederhana saat proses berkemih dimulai dari tekanan otot-otot
detrusor kandung kemih berkontraksi diikuti relaksasi dari stingter dan uretra yang akan
mengalami peningkatan melebihi tahanan muara uretra sehingga urine akan memancar
keluar. Frekuensi berkemih yang normal tiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari 8 kali
sehari.
b. Obat-obatan
c. Pembedahan
Inkontinensia urine adalah semua jenis gangguan dalam berkemih dimana urine
yang keluar tidak dapat terkontrol. Inkontinensia urine merupakan permasalahan umum
pada pasien usia lanjut. Inkontinensia dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam hal
kebersihan diri pada penderitanya (Wilson 2017,). Organisasi dunia WHO mencatat 200
juta penduduk dunia mengalami inkontinensia urine nn . Inkontinensia urine membutuhkan
pengobatan yang tepat, karena jika tidak diatasi segera inkontinensia urine dapat
mengakibatkan komplikasi. Misalnya, infeksi saluran kemih, infeksi kulit kelamin,
gangguan tidur, dan gejala kulit kemerahan (Sutarmi, 2016). Penatalaksanaan kondisi ini
dapat diatasi melalui terapi nonfarmakologi, salah satunya dengan mengontrol otot-otot
kandung kemih dan sphincter atau biasa disebut latihan kegel guna menguatkan otot dasar
panggulnya (Lestari & Jauhar, 2021).
Adapun tanda dan gejala yang dialami oleh lansia yang mengalami gangguan
berkemih antara lain sering buang air kecil pada saat batuk, tertawa, bersin, berlari dan
melompat. Selain itu tiba-tiba terasa ingin buang air kecil dan di malam hari kencing
dengan intensitas sering dari kondisi normalnya (Moa et al., 2017).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seiring dengan pertumbuhan seseorang, usia pun juga bertambah, dari anak-anak,
remaja awal, remaja akhir, dewasa awal, dewasa madya dan dewasa akhir. Perubahan ini
juga diikuti dengan perubahan lainnya, yaitu perubahan fisik dan perubahan fungsi mental
atau psikososial. pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara
fisik, biologis, mental maupun sosial ekonomis. Menurut peraturan pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia ( lansia) adalah seseorang yang berusia 60
(enam puluh) tahun ke atas (kemenkes RI, 2017). Semakin lansia, mereka akan mengalami
kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik diantaranya perubahan pada sistem
gonittourinaria (sistem perkemihan), Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan dalam
hal mencakupi kebutuhan hidup sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang
memerlukan bantuan orang lain. Sering kali keberadaan lansia di persepsikan secara
negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitar. kenyataan ini mendorong
semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin
banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Khaer, M., & Tjandra, O. (2022). Pola penggunaan obat antihipertensi pada lansia
di Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung periode Juli-Desember 2020. Tarumanegara
Medical Journal, Vol. 4, No. 1.