Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GOUT


ARTHRITIS”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pengampuh : Maria Lambertina Barek Aran, S.Kep.,Ns.,M.Kes

KELOMPOK III
1. Yuliati Romana (011200006)
2. Maria Yeliana Dua Wejor (011221087)
3. Frensia Ermina Nirma (011200013)
4. Bernadetha Mbaru (011200026)
5. Maria Prisila Fouk (011170059)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA
MAUMERE
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, atas limpah dan karuniannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Hipertensi”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik. Disamping itu,
kami juga mengharapkan makalah ini mampu memberikan kontribusi dalam menunjang
pengetahuan berbagai pihak khusunya para mahasiswa.

Terima kasih kami ucapankan kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Gerontik,
yang telah membimbing dan memberikan tugas demi kelancaran makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Maumere, Mei 2023

Tim penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................3
A. Konsep Dasar Lansia ..............................................................3
1. Definisi Lansia ................................................................3
2. Batasan Lansia ................................................................3
3. Ciri-Ciri Lansia ...............................................................4
4. Karakteristik Lansia ........................................................4
5. Tipe-Tipe Lansia .............................................................4
B. Konsep Dasar Gout Arthritis ..................................................4
1. Definisi Gout Arthritis ....................................................4
2. Etiologi ............................................................................4
3. Manifestasi Klinis........................................................... 5
4. Patofisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang...................................................5
6. Komplikasi.......................................................................6
7. Penatalaksanaan
8. Pencegahan.......................................................................6
C. Asuhan Keperawatan .............................................................7
1. Pengkajian .......................................................................7
2. Diagnosa ..........................................................................7
3. Intervensi .........................................................................8
4. Implementasi .................................................................12
5. Evaluasi .........................................................................12
BAB III PENUTUP ............................................................................13
A. Kesimpulan ...................................................................13
B. Saran ..............................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakan
Asam urat ( gout) merupakan penyakit gangguan metabolisme purin yang ditandai
dengan keadaan kadar asam urat serumnya melebihi 7mg/dL pada laki-laki dan lebih dari
6mg/dL pada wanita. Gout arthritis dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urin.
(Nasrul & sofitri, 2012). Asam urat yang berlebihan tidak akan tertampung dan
termetabolisme seluruhnya oleh tubuh sehingga akan terjadi peningkatan kadar asam urat
dalam darah yang disebut Gout Arthritis sendiri adalah keadaan kadar gout artritis
didalam darah yang meningkat diatas normal. Hampir 10% individu dewasa menderita
gout arthritis setidahnya sekali dalam seumur hidup. Kebanyakan dari mereka tidak
memerlukan pengobatan yang lebih lanjut. Gout arthritis termasuk penyakit degeneratif
yang sering menyerang persendian, dan sering dijumpai di masyarakat terutama dialami
oleh lanjut usia (Lansia) Damayanti 2012. Fenomena atau kebiasaan-kebiasaan yang
paling sering muncul di masyarakat salah satunya yaitu mengkonsumsi daun kelor
sebagai obat anti asam urat yang di percaya masayarakat dapat menurunkan kadar asam
urat. Tetapi masyarakat banyak belum tahu jika daun kelor mempunyai efek samping
yaitu dapat mengganggu kerja obat ( Johnstone, 2005).
Menurut organigasasi kesehatan dunia (WHO) angka prevelensi penyakit Gout
Arhritis tahun 2017 mencapai 34,2% dari penduduk dunia. Menurut WHO 2021
didapatkan sebanyak 37 lansia rawat jalan yang menderita sam uratberusia 60-64 tahun
sebanyak 10 orang (27,02%), 65-69 sbanyak 12 orang (32,43%). Asam urat lebih banyak
laki-laki yang banyak menderita di bandingkan pada perempuan. Penayakit Gout
Arthritis menjadi ancaman tertinggi maka dari itu untuk skala 2 Internasional berdasarkan
survei WHO, Indonesia merupakan Negara terbesar di dunia yang penduduknya
menderita Gout Arthritis, diperkirakan 1,6-13,6/100.000 orang, prevelensi ini meningkat
seiring dengan meningkatnya umur (Tjokoprawiro, 2007) dalam ( Setyo, 2014).
Berdasarkan prevelensi diatas penyakit gout arthritis menduduki ututan ke-4 setelah
ISPA, hipertensi, dan influenza. Diantaranya mengeluh nyeri di bagian persendian dan
mengeluh sulit tidur.
Faktor yang dapat menyebabkan penyakit Gout Arthritis adalah pola makan,
factor kegemukan dan lain sebagainya. Diagnosis penyakit asam urat dapat ditegakan
berdasarkan gejala yang khas dan ditemukannya kadar asam urat yang tinggi di dalam
darah. Faktor – factor di atas dapat meningkatkan kadar asam urat, jika terjadi
peningkatan kadar asam urat dan di tandai rasa linu pada sendi, terasa sakit,nyeri,merah
dan bengkak keadaan seperti ini disebut dengan gout Gout termasuk penyakit yang dapat
dikendalikan walaupun tidak dapat disembuhkan, tetapi jika dibiarkan kondisi ini
berkembang menjadi artritis yang dapat melumpuhkan (Charlish,2009). Gout berpotensi
menyebabkan infeksi ketika terjadi rupture tofus, batu ginjal, hipertensi dan penyakit
jantung lain (Kluwer,2011). Di sisi lain, pengobatan asam urat juga bias dilakukan
dengan meningkatkan ekskresi melalui ginjal. Tetapi juga ginjal mengalami kerusakan
yang diakibatkan terutama oleh hipertensi, kencing manis, infeksi berulang, atau batu
ginjal, maka akan terjadi perubahan dalam struktur fungsinya. Jaringan akan menumpuk
sebagai respon dari perbaikan kerusakan sehingga filter yang ada akan tidak berfungsi
lagi. Akibat dari gagal ginjl adalah sesak, muntah hebat sampai kejang yang
mengharuskan untuk dilakukan cuci darah (Wahyudi Nugroho, Silvana E. Linda, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.Menua
bukanlah penyakit, tetapi merupakan Proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Kholifah, 2016). Menurut
Nugroho (dalam Kholifah 2016) menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang
terjadi di dalam kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua.
2. Batasan Lansia
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO (dalam Khushariyadi, 2012), ada
empat tahapan yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly): 60-75 tahun
3) Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old): >90 tahun
b. Menurut Alm. Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (dalam Khushariyadi,
2012), guru besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodisasi
biologis perkembangan manusia di bagi menjadi:
1) Masa bayi (0-1 tahun)
2) Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)
3) Masa sekolah (usia 6-10 tahun)
4) Masa pubertas (usia 10-20 tahun)
5) Masa setengah umur, presenium (usia 40-65 tahun)
6) Masa lanjut usia, senium (usia >65 tahun)
c. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (dalam khushariyadi, 2012), psikologi dari
Universitas Indonesia Kedewasaan
1) Fase iuventus (usia 25-40 tahun)
2) Fase vertalitas (usia 40-50 tahun)
3) Fase presenium (usia 55-65 tahun)
4) Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia)
3. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Soejono 2000, dalam Ratnawati (2017) mengatakan bahwa pada tahap
lansia, individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan fisik yang dimaksud antara lain rambut yang mulai memutih,
muncul kerutan diwajah, ketajaman panca indra menurun, serta terjadi kemunduran
daya tahan tubuh. Dimasa ini lansia juga harus berhadapan dengan kehilangan peran
diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang yang dicintai. Maka dari itu,
dibutuhkan kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi
perubahan di usuia lanjut secara bijak.

4. Karakteristik Lansia
Menurut Kholifah tahun 2016, usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir
siklus kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir
kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dan proses penuaan. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa
hidup yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental, sosial sedikit demi sedikit sehinggan tidak dapat melakukan tugasnya sehari-
hari (tahap
penuaan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk
tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,
jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regenaratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dengan orang lain.
5. Tipe-Tipe Lansia
a. Tipe Arif Bijaksana Tipe ini di dasarkan pada orang lanjut usia yang memiliki
banyak pengalaman, kaya dengan hikmah, dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman mempunyai kesibukan, memiliki kerendahan hati, sederhana,
dermawan dan dapat menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri Tipe mandiri yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi
undangan.
c. Tipe Tidak Puas Tipe tidak puas terjadi karena konflik lahir batin menentang
proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe Pasrah Tipe pasrah ialah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe Bingung Kaget kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh
B. Konsep Dasar Gout Arthritis
1. Definisi Gout arthritis
Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang
ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang- ulang. Penyakit
ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai usia lanjut dan wanita
pasca menopuse. (Nurarif dan kusuma, 2016).
Arthritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi
kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. Gout terjadi akibat dari hiperurisemia
yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat)disebabkan karena penumpukan
purin dan eksresi asam urat kurang dari ginjal (Sya’diyah, 2018)

2. Etiologi
Gangguan metabolik dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini ditimbulkan
dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium (MSU) dan kalsium pirofosfat
dihidrat (CCPD), dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenarasi tulang rawan
sendi (Nurarif dan Kusuma, 2016). Gejala arthritis akut disebabkan oleh reaksi
inflamasi jaringan terhadap pembentukan Kristal monosodium urat monohidrat.
Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yang hiperurisemia
(Sya’diyah 2018). Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
a. Pembentukan asam urat yang berlebih
1) Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang berlebih
2) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih
karena penyakit lain, seperti leukimia, terutama bila diobati dengan
sitotistika psoarisis, polisetemia vera dan mielofibrosis
b. Kurang asam urat melalui ginjal
1) Gout primer renal terjadi karena ekseresi asam urat ditubuli distal ginjal
yang sehat.
2) Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya
glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronis.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Price & Wilson tahun 2006, dalam Nurarif dan Kusuma (2016) terdapat
empat stadium :
a. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam urat
serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam urat
serum.
b. Stadium kedua arthritis gout terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri
yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalengeal.
c. Stadium ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat
gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang
dari 1 tahun jika tidak di diobati
d. Stadium keempat adalah tahap gout kronik dengan timbunan asam urat yang terus
meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai peradangan kronik
akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku juga
pembesaran dan pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak

4. Patofisiologi
Menurut Sya’diyah tahun 2018 banyak faktor yang berperan dalamn mekanisme
serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui perannya adalah konsentrasi asam
urat didalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlansung beberapa fase secara
berurut.
a. Presipitasi kristal monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila konsentrasi
dalam plasma darah 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan
paraartikuler misalnya bursa, tendon dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan
negatif akan dibungkus (coat) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan
dangan igG akan merangsang netrofi untuk berespon untuk pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN) Pembentukan kristal menghasilkan
faktor kemotoksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan
terjadi fagositosis kristal oleh leukosit
c. Fagositosis Kristal difagositosis oleh leukosit membentuk fagolisosom dan
akhirnya membran vakuala disekeliling kristal bersatu dan membran leukositik
lisosom.
d. Kerusakan lisosomTerjadi kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak,
terjadi ikatan hidrogen antara permukaan kristal membran lisosom, peristiwa ini
menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidae radikal
kedalam sitosplasma.
e. Kerusakan sel Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan
kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan.

5. Pemeriksaan penujang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat ialah apabila pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7 mg/dLuntuk pria dan lebih
dari 6 mg/dL untuk wanita. Bukti adanya kristal urat dari cairan sinovial atau dari
topus melalui mikroskop polarisasi sudah membuktikan, bagaimanapun juga
pembentukan topus hanya setengah dari semua pasien dengan gout.
b. Pemeriksaan Cairan Sendi
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop. Tujuannya ialah untuk
melihat kristal urat atau monosodium urate (kristal MSU) dalam cairan sendi.
Untuk melihat perbedaan jenis artritis yang terjadi perlu dilakukan kultur cairan
sendi
c. Pemeriksaan dengan Roentgen
Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan sendi. Dan
jauh lebih efektif jika pemeriksaan roentgen ini dilakukan pada penyakit sendi
yang sudah berlangsung kronis. Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan untuk
melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar
sendi.

6. Komplikasi
Penderita gout minimal mengalami albuminuria sebagai akibat gangguan fungsi
ginjal. Terdapat tiga bentuk kelainan ginjal yang diakibatkan hiperurisemia dan
gout, yaitu (Nurarif dan Kusuma, 2016):
a. Nefropati Urat
yaitu deposisi kristal urat pada interstitial medulla dan pyramid ginjal,
merupakan proses yang kronis, ditandai oleh adanya reaksi sel giant di
sekitarnya.
b. Nefropati Asam Urat
yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada duktus kolektivus dan
ureter, sehingga menimbulkan keadaan gagal ginjal akut. Disebut juga sindrom
lisis tumor dan sering didapatkan pada pasien leukemia dan limfoma
pascakemoterapi.
c. Nefrolitiasis
yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan gout primer

7. Penatalaksanaan
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
penanganan hiperurisemia pada pasien arthritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi
penyakit ini (Nurarif dan Kusuma, 2016):
a. Mengatasi serangan akut
b. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal asam urat pada
jaringan, terutama persendian.
c. Terapi pencegahan menggunakan terapi hiperurisemia

8. Pencegahan
Pencegahan yang dapat kamu lakukan untuk mencegah asam urat atau arthritis  gout
merupakan dengan melakukan perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat. Kamu
dapat meningkatkan konsumsi makanan dengan nutrisi seimbang dan berserat tinggi.
Jangan lupa pula untuk mengonsumsi air putih dan cukup dan rajinlah berolahraga.
Berikut upaya lain untuk mencegah kekambuhan arthritis yang dianjurkan:
a. Minum banyak air (sekitar 2-4 liter sehari).
b. Menghindari minuman beralkohol.
c. Mengurangi makanan yang kaya akan protein.
d. Menurunkan berat badan, karena banyak pengidap arthritis gout yang memiliki
kelebihan berat badan. Apabila berat badan mereka dikurangi, kadar asam urat
dalam darah biasanya akan kembali normal atau mendekati normal
e. Mengonsumsi obat anti-peradangan non-steroid secara rutin juga dapat
mencegah terjadinya serangan. Terkadang kolkisin dan obat anti-inflamasi non-
steroid diberikan dalam waktu yang bersamaan. Namun, kombinasi kedua obat
ini tidak dapat mencegah maupun memperbaiki kerusakan sendi karena
pengendapan kristal dan berisiko bagi pengidap yang memiliki penyakit ginjal
atau hati.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fisik
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama, suku
bangsa, taggal masuk, diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak dan terasa kaku.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d. Nutrisi atau cairan
1) Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau
cairan adekuat mual, anoreksia.
2) Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
e. Aktifitas atau istirahat Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan
stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot,
kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
f. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
g. Integritas ego
1) Faktor-faktor stres akut atau kronis misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
2) Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
3) Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
h. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan
pada orang lain.
i. Neurosensory
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi.
j. Nyeri atau kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak
pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari) serta kaji nyeri
dengan Provokasi (penyebab), Qualitas (nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah
mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah
berat).
k. Interaksi sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran:
isolasi.
l. Penyuluhan atau pembelajaran
1) Riwayat rematik pada keluarga.
2) Penggunaan makanan sehat, vitamin, penyembuhan penyakit, tanpa
pengujian.
m. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan Kaji pengetahuan klien tentang
penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang dilakukan klien untuk menunjang
kesehatannya.
n. Pola persepsi diri Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri,
identitas diri, gambaran diri.
o. Pola seksual dan reproduksi Kaji manupouse, kaji aktivitas seksual.
p. Pola peran dan hubungan Kaji status perkawinan, pekerjaan (Purwanto, H.,
2016).
q. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan
orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi
makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan
di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defikasi
danberkemih.

2. Dignosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2) Resiko perfusi perifer tidak efektif b.d kurang terpapar informasi tentang faktor
pemberat
3) Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh
4) Intolerasi aktivitas b.d kettidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

3. Intervensi Keperawatan
NO Dignosa Tujuan/Kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
agen pencedera asuhan keperawatan -Observasi :
fisiologis selama 3 kali 24 jam, a. Identifikasi lokasi,
maka diharapkan tingkat nyeri karakteristik,
menurun dan kontrol nyeri durasi,frekuensi,kualitas,
meningkat intensitas nyeri.
dengan kriteria hasil: b. Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri menurun c. Identifikasi respon nyeri
non verbal
d. Identifikasi faktor yang
a. Keluhan nyeri memperberat dan
menurun memperingan nyeri
b. Meringis menuru e. Identifikasi pengetahuan
c. Gelisah menurun dan keyakinan tentang
d. Frekuensi nadi nyeri
membaik f. Identifikasi pengaruh
e. Pola napas membaik budaya terhadap respon
Kontrol Nyeri nyeri
a. Melaporkan nyeri g. Identifikasi pengaruh
terkontrol meningkat nyeri pada kualitas hidup
b. Kemampuan h. Monitor keberhasilan
mengenali onset terapi komplementer
nyeri meningkat yang sudah diberikan
c. Kemampuan i. Monitor efek samping
mengenali penyebab nyeri penggunaan analgetik
meningjkat -Terapeutik
d. Kemampuan a. Berikan teknik non
menggunakan teknik farmakologis,untuk
e. non-farmakologis mengurangi rasa nyeri
meningkat b. Kontrol lingkungan
f. Keluhan nyeri yang memperberat rasa
menurun(5) nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan
tidur
d. Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
-Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis,
mobilisasi dini untuk
mengurangi rasa nyeri
-Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik

2 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas


integritas asuhan keperawatan kulit
kulit/jaringan b.d selama 3 kali 24 jam, -Observasi
neuropati perifer maka diharapkan a. Identifikasi penyebab
perfusi perifer. gangguan integritas
dengan kriteria hasil: kulit
a. Edema perifer menurun -Terapeutik
b. Nyeri ekstremitas a. Ubah posisi tiap dua
menurun jam jika tira baring
c. Kelemahan otot menurun b. Lakukan pemijatan
pada area penonjilan
d. Kram otot menurun
tulang jika perlu
c. Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare
d. Gunakan produk
berbahan
pertolium/minyak
pada kulit kering
e. Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hopoalergik pada
kulit sensiti
-Edukasi
a. Anjurkan
menggunakan
pelembab
b. Anjurkan minum air
yang cukup
c. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
d. Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
e. Anjurkan menhindari
terpapar suhu ekstrim
f. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

3 Gangguan citra Setelah dilakukan Promosi citra tubuh


tubuh b.d asuhan keperawatan -Observasi
perubahan selama 3 kali 24 jam, a. identifikasi harapan
struktur/bentuk maka diharapkan citra tubuh
tubuh citra tubuh meningkat berdasarkan tahap
dengan kriteria hasil: perkembangan
a. melihat bagian tubuh b. identifikasi budaya,
membaik jenis kelamin, dan
b. verbalisasi kecacatan umur terkait citra
bagian tubuh membaik tubuh.
c. Identifikasi
c. verbalisasi kehilangan
perubahan citra tubuh
bagian tubuh membaik
yang mengakibatkan
isolasi sosial
d. Monitor frekuensi
pernyataan kritik
terhadap diri sendiri
e. Monitor apakah
pasien bisa melihat
bagian tubuh yang
berubah
-Terapeutik
a. Diskusikan
perubahan tubuh dan
fungsinya
b. Diskusikan perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
c. Diskusikan
perubahan akibat
pubertas, kehamilan
dan penuaan
d. Diskusikan kondisi
stress yang
mempengaruhi citra
tubuh
e. Diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra tubuh
secara realistis
f. Diskusikan persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan
citra tubuh
-Edukasi
a. Jelaskan kepada
keluarga tntang
perawatan perubahan
citra tubuh
b. Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra tubuh
c. Anjurkan
menggunakan alat
bantu
d. Anjurkan mengikuti
kelompok pendukung
e. Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
f. Latih peningkatan
penampilan diri
g. Latih
mengungkapkan
kemampuan diri
kepada orang lain
maupun kelompok

4 Intolerasi Setelah dilakukan Dukungan ambulasi


aktivitas b.d asuhan keperawatan -Observasi
kettidak selama 3 kali 24 jam, a. Identifikasi adanya
seimbangan maka diharapkan nyeri atau keluhan
antara suplai dan tingkat ambulasi meningkat fisik lainya
kebutuhan dengan kriteria hasil: b. Identifikasi toleransi
oksigen a. Berjalan dengan langkah fisik melakukan
efektif meningkat ambulansi
b. Berjalan dengan langkah c. Monitor frekuesni
pelan meningkat jantung dan tekanan
darah sebelum
memulai ambulansi
d. Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulansi
-Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas
ambulansi dengan
alat bantu
b. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik,jika
perlu
c. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulansi
-Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulansi
b. Anjurkan melakukan
ambulansi dini
c. Ajarka ambulansi
sederhana yang harus
di lakukan

4. Implementasi Sesuai Dengan Intervensi


5. Evaluasi Sesuai Kriteria Hasil
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asam urat (gout) merupakan penyakit gangguan metabolisme purin yang di tandai
dengan keadaan kadar asam urat melebihi 7mg/dL. Terjadinya asam urat (gout)
dikarenakan ketidak patuhan pasien dalam menjaga life style dan karena faktor-faktor
lain seperti keluarga yang juga menderita penyakit gout arthritis, mengkonsumsi
makanan yang tinggi purin, mengkonsumsi alkohol, memiliki kondisi medis tertentu dan
obesitas.

B. SARAN
Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan yang baik dan
keterlibatan pasien, keluarga dan tim kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Nasrul, E., & Sofitri, S. (2012). Hiperurisemia pada pra diabetes. Jurnal Kesehatan
Andalas, 1(2).

Simamora, R. H., & Saragih, E. (2019). Penyuluhan kesehatan masyarakat: Penatalaksanaan


perawatan penderita asam urat menggunakan media audiovisual.  JPPM (Jurnal Pendidikan
dan Pemberdayaan Masyarakat), 6(1), 24-31.

Boyer, L. A., Lee, T. I., Cole, M. F., Johnstone, S. E., Levine, S. S., Zucker, J. P., ... & Young, R.
A. (2005). Core transcriptional regulatory circuitry in human embryonic stem cells. cell, 122(6),
947-956.

Charlish, A., & Fisher, P. A. G. (2009). Artritida a revmatismus. Svojtka & Company.


Van Steenbergen, E. F., Kluwer, E. S., & Karney, B. R. (2011). Workload and the trajectory of
marital satisfaction in newlyweds: Job satisfaction, gender, and parental status as
moderators. Journal of Family Psychology, 25(3), 345.

Rahmania, S. N., Sulistyowati, A., Diana, M., & Wijayanti, D. P. (2022).  STUDI KASUS
PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PENDERITA GOUT ARTHRITIS
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA BINAAAN DI DESA SUMORAME CANDI
SIDOARJO  (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia).

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Edisi I.
Jakarta. DPP PPNI.
PPNI.2018. Standar Iintervensi Keperawatan Indonesia. Definisi Tindakan Keperawatan. Edisi I. Jakarta.
DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi II.
Jakarta. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai