Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH NUTRASETIKAL

“Nutrasetikal Untuk Terapi Osteoarthritis”

Disusun oleh :
Filda Sari Ayunda 18334712

PROGRAM STUDI FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah tersebut disusun
dalam rangka memenuhi syarat mengikuti mata kuliah Nutrasetikal dengan judul “Nutrasetikal
Untuk Terapi Osteoarthritis ” di Institut Sains dan Teknologi Nasional.

Dalam penyusunan makalah ini, kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
mengumpulkan data dan keterangan yang diperoleh dalam penulisan makalah tersebut. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam menyusun
makalah ini, karena ilmu pengetahuan yang kami miliki masih kurang.

Demikian akhir kata, bukan pujian yang kami harapkan, melainkan kritik dan saran guna
memperbaiki makalah ini. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada dosen-dosen
pembimbing serta seluruh pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, 22 Maret 2020

Filda sari ayunda


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan................................................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................................6

2.1 Osteoarthritis....................................................................................................6
2.1.1 Pengertian Osteoarthritis....................................................................6
2.1.2 Etiologi...............................................................................................6
2.1.3 Patofisiologi........................................................................................7
2.1.4 Klasifikasi Osteoarthritis....................................................................9
2.1.5 Pemerikasaan Klinis........................................................................ 10
2.1.6 Penatalaksanan ............................................................................... 11

3.2 Terapi Nutrasetikal......................................................................................... 11

2.2.1 Chondroitin Sulfat........................................................................... 12


2.2.2 Glucosamine................................................................................... 12
2.2.3 Terapi Kombinasi............................................................................ 14
2.2.4 Produk yang ada di Pasaran............................................................ 15

BAB III: PENUTUP ..................................................................................................... 16


3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kedokteran selalu berusaha memperpanjang dan memperbaiki kualitas kehidupan
manusia baik dalam segi pencegahan ataupun pengobatan. Pengobatan yang cepat dan tepat
diarahkan untuk tujuan khusus memerangi berbagai macam jenis penyakit dalam masyarakat.
Segala upaya dilakukan untuk menemukan berbagai macam penyakit dan pengobatannya.
Berbagai penelitian telah dilakukan dan dikembangkan, sebagaimana contoh: bagaimana manusia
bisa mencegah, memperbaiki ‘meremajakan’ kembali sel-sel yang sudah tua sehingga dapat lebih
awet dan lama untuk dapat mendukung kehidupan.(Pratiwi, 2014)
Penyakit sendi yang merupakan salah satu sampel penyakit degeneratif adalah osteoartritis.
Osteoarthritis adalah kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul
karena gesekkan ujung tulang penyusun sendi. Hilangnya fungsi sendi menyebabkan gangguan
aktifitas dan mengurangi kualitas hidup. World Health Organization melaporkan 40 persen
penduduk dunia lansia akan menderita osteoartritis lutut, dari jumlah tersebut, 80 persen
mengalami keterbatasan gerak sendi. Dalam kasus ini salah satu solusi untuk penyembuhan
penyakit degeneratif seperti osteoarthritis dapat dengan pengobatan nutrasetikal.
Penggunaan nutrasetikal dalam pengobatan penyakit untuk mencegah cedera, pengobatan
awal setelah cedera untuk mencegah intervensi bedah dan sebagai terapi tambahan setelah
intervensi bedah. Pengobatan nutrasetikal seperti Kondroitin sulfat maupun glucosamine sama-
sama efektif dalam pengobatan osteoarthritis. Penggunaan kedua nutrasetikal ini secara
kombinasi semakin menunjukkan efek samping yang lebih kecil dibandingkan NSID, dan
merupakan satu-satunya pengobatan yang dianjurkan untuk mencegah perkembangan penyakit.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Ostearthritis?


2. Bagaimana etiologi Osteoaethritis?
3. Bagaimana patofisiologi Ostearthritis?
4. Bagaimana penatalaksanaan Osteoarthritis?
5. Sebutkan terapi nutrasetikal yang dapat digunakan?
6. Sebutkan contok produk yang ada dipasaran?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui pengertian Ostearthritis


2. Dapat mengetahui etiologi Osteoaethritis
3. Dapat mengetahui patofisiologi Ostearthritis
4. Dapat mengetahui penatalaksanaan Osteoaerhritis
5. Dapat mengetahui terapi nutrasetikal yang dapat digunakan
6. Mengetahui contok produk yang ada dipasaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoarthritis
2.1.1 Pengertian Osteoarthritis

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak (Price dan Wilson, 2013).
Disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan ganguan sendi yang tersering. Kelainan ini
sering menjadi bagian dari proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada
orang berusia di atas 65 tahun (Robbins, 2007). Sendi yang paling sering terserang oleh
osteoarthritis adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul,
vertebra lumbal dan sevikal, dan sendi-sendi pada jari (Price dan Wilson, 2013).
Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh
adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan
persendian. Osteoarthritis adalah bentuk arthritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
sedikit melampaui separuh jumlah pasien arthritis. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada
perempuan daripada laki-laki (Price dan Wilson, 2013). Hal yang sama juga ditemukan dalam
penelitian Zhang Fu-qiang et al. (2009) di Fuzhou yang menunjukkan peningkatan
prevalensilebih tinggi pada perempuan jika dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebesar 35,87%.

2.1.2 Etiologi
Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Peningkatan usia, OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita OA
yang berusia di bawah 40 tahun (Helmi, 2012). Di Indonesia, prevalensi OA mencapai
5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun
(Soeroso et al.,2009).

2. Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang berkerja
lebih berat, diduga memberi andil terjadinya AO (Helmi, 2012). Serta obesitas
menimbulkan stres mekanis abnormal, sehingga meningkatkan frekuensi penyakit
(Robbins, 2007).

3. Jenis kelamin wanita, (Helmi, 2012). Perkembangan OA sendi-sendi interfalang distal


tangan (nodus Heberden) lebih dominan pada perempuan. Nodus Heberdens 10 kali
lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson,
2013). Kadar estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko
(Robbins, 2007). Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA
pada perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam
perkembangan dan progresivitas penyakit ini (Price dan Wilson, 2013). Wanita yang
telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah mengalami menopause sehingga terjadi
penurunan estrogen. Estrogen berpengaruh pada osteoblas dan sel endotel. Apabila
terjadi penurunan estrogen maka TGF-β ya ng dihasilkan osteoblas dan nitric oxide
(NO) yang dihasilkan sel endotel akan menurun juga sehingga menyebabkan
diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Estrogen juga berpengaruh pada bone
marrow stroma cell dan sel mononuklear yang dapat menghasilkan HIL-1, TNF-α, IL-6
dan M-CSF sehingga dapat terjadi OA karena mediator inflamasi ini. Tidak hanya itu,
estrogen juga berpengaruh pada absorbsi kalsium dan reabsorbsi kalsium di ginjal
sehingga terjadi hipokalasemia. Kedaan hipokalasemia ini menyebabkan mekanisme
umpan balik sehingga meningkatkan hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid
ini juga dapat meningkatkan resobsi tulang sehingga dapat mengakibatkan OA
(Ganong,2008).
4. Trauma, riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan
stres mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi penyakit (Helmi, 2012 ;
Robbins, 2007).
5. Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama pada kasus yang
mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen spesifik yang bertanggung jawab untuk
inibelum terindentifikasi meskipun pada sebagian kasus diperkirakan terdapat
keterkaitan dengan kromosom 2 dan 11 (Robbins, 2007). Beberapa kasus orang lahir
dengan kelainan sendi tulang akan lebih besar kemungkinan mengalami OA (Helmi,
2012).

2.1.3 Patofisiologi
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan kolagen pada
rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks
ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat
kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson, 2013). Selain kondrosit, sinoviosit juga
berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan
perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi
dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim
proteolitik (Robbins,2007)
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut:

a) Fase1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme kondrosit menjadi
terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian
hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang akan
mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.

b) Fase2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya pelepasan
proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
c) Fase3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon inflamasi pada sinovia.
Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL 1), tumor necrosis factor-alpha (TNFα), dan
metalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago
dan secara langsung memberikan dampak destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-
inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi
perubahan arsitektur sendi, dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat
stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan

pengaruh pada permukaan artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

Gambar. 3. Gambar Osteoartritis (Price dan Wilson, 2013).

Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer dan kejadian natural
akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai hasil dari proses penuaan. Tetapi, temuan-
temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia dan biomekanik telah menyanggah teoari ini.
Osteoartritis adalah sebuah proses penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami perubahan
oleh manipulasi mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan pada komponen sistem
muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang, dan jaringan yang memungkinkan
meningkatnya kejadian beberapa penyakit seperti OA (Price dan Wilson, 2013).

Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena
berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan
pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan
di dalam sendi berkat adanya cairan sinovium dan sebagai penerima beban, serta meredam getar
antar tulang (Robbins, 2007). Tulang rawan yang normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan
aneural sehingga memungkinkan menebarkan beban keseluruh permukaan sendi. Tulang rawan
matriks terdiri dari air dan gel (ground substansi), yang biasanya memberikan proteoglikan, dan
kolagen (Hassanali,2011).

2.1.4 Klasifikasi Osteoarthritis

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder. OA


primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA
sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya perubahan degeneratif yang terjadi pada sendi
yang sudah mengalami deformitas, atau degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks
metabolik tertentu (Robbins, 2007). Selain dari jenis osteoarthritis yang lazim, ada beberapa
varian lain. OA peradangan erosif terutama menyerang sendi pada jari-jari dan berhubungan
dengan episode peradangan akut yang menimbulkan deformitas dan alkilosis. Hiperostosis
alkilosis menimbulkan penulangan vertebra (Price dan Wilson,2013).

2.1.5 Pemeriksaan Klinis

Untuk menegakkan diagnosis Osteoporosis, perlu dilakukan pendekatan sistematis.


Gejala-gejala baru timbul pada tahap Osteoporosis lanjut, seperti :
1. Patah tulang
2. Punggung yang semakin membungkuk
3. Hilangnya tinggi badan
4. Nyeri punggung

Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan
timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri
punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan
atau karena cedera ringan.Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah
tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang
secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang
belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang
(punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah,
yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah
tulang yang paling serius adalah patah tulangpanggul.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada
penderita Osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan. Pada Pasien
Osteoporosis atau dicurigai Osteoporosis dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan densitas
tulang. Bone Mineral Density (BMD) tes adalah cara terbaik untuk memperkirakan
kesehatan tulang. BMD tes dapat mengidentifikasi Osteoporosis, memperkirakan risiko
terjadinya fraktur, dan mengukur respon terhadap terapi Osteoporosis. DXA tes atau X-ray
dual energi adalah tes yang paling banyak dikenal dalam pemeriksaan BMD. Tidak nyeri,
sedikit mirip seperti pemeriksaan x-ray tetapi lebih sedikit terekspos dengan sinar radiasi.
Alat ini dapat mengukur densitas tulang pangguil dan vertebra. Tes densitas tulang dapat
digunakan untuk :
1. Mendeteksi densitas tulang yang rendah sebelum terjadifraktur
2. Memastikan diagnosis osteoporosis jika sudah terjadi satu atau beberapafraktur
3. Memprediksi terjadinya fraktur di kemudian hari
4. Menentukan rata-rata kehilangan densitas tulang dan memonitor efek terapi.

Tabel. 4.1 Petanda biokimia formasi tulang

Bone specific alkaline phosphatase (serum)


Osteocalcin (serum)
Procollagen I extension peptides (serum)
Markers of Bone Resorption
N-telepeptide (NTX) (urine or serum)
C-telopeptide (CTX) (urine or serum)
Deoxypyridinoline (urine)

Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan


pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi
DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard
diagnosis osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan
nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk : wanita
yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis penderita yang diagnosisnya belum pasti
penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat. Densitometer-
USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit
osteoporosis.Hasilnyapun hanya ditandai dengan nilai T.dimananilai lebih -1 berarti
kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang),
nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah
kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.

Tabel 4.2 Klasifikasi Densitas Massa Tulang / DMT

Normal DMT antara + 1 dan -1 rata-rata dewasa muda


Osteopenia DMT antara -1 sampai 2,5
Osteoporosis DMT < -2,5
Osteoporosis berat DMT < -2,5 disertai fraktur

2.1.6 Penatalaksanaan

Konservatif

1. Pendidikan kesehatan mengenai hal berikutini.


a. Aktivitas yang menurunkan tekanan berulang pada sendi
b. Upaya dalam penurunan beratbadan.
2. Terapi fisik.
Osteoarthritis pada lutut akan menyebabkan kondisi disuse atrofi pada otot kuadriseps.
Latihan kekuatan otot akan menurunkan kondisi disuse atrofi. Latihan fisik juga akan
membantu dalam upaya penurunan berat badan dan meningkatkan dayatahan.
3. Terapi obat simtomatis

a. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) adalah obat-obat yang digunakan


untuk mengurangi nyeri dan peradangan pada sendi-sendi. Contoh- contoh dari
NSAIDs termasuk aspirin dan ibuprofen. Saat ini obat pilihan utama yang
digunakan dalam terapi osteoarthritis adalah natrium diklofenak. Adakalanya adalah
mungkin untuk menggunakan NSAIDs untuk sementara dan kemungkinan
menghentikan mereka untuk periode-periode waktu tanpa gejala-gejala yang
kambuh, dengan demikian mengurangi resiko-resiko efek samping.
b. Analgetik sepertitramadol.
c. Obat relaksasi otot (musclerelaxants).
d. Injeksi glukokortikoid intra artrikular.

Intervensi Bedah

Operasi umumnya direncanakan untuk pasien-pasien dengan osteoarthritis yang

terutama parah dan tidak merespons pada perawatan-perawatan konservatif. Beberapa

prosedur yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Antroskopi.

2. Osteotomi.

3. Fusion(arthrodesis)

4. Penggantian sendi (artroplasti) (Helmi,2012).

2.2 Terapi Nutrasetikal


Tujuan dari pengobatan OA adalah untuk mengurangi sakit dan kaku.
Penanganannya mencakup terapi obat dan non-obat. Terapi obat diawali dengan
asetaminofen, dengan menambahkan analgesik golongan NSAID dosis rendah,
salisilat, COX-2 inhibitor selektif, atau krim capsaicin secara topikal, jika diperlukan.
Analgesia NSAIDs adalah obat non-invasif yang paling sering diresepkan untuk
mengurangi sakit akibat kasus OA dini. Pengurangan sakit juga bisa diperoleh melalui
terapi non-obat. Terapi fisik dan pengurangan beban sendi dengan cara mengubah gaya
hidup, seperti menurunkan berat Lodan dan mengurangi stress, bisa menjadi tantangan
besar, namun manfaatnya juga sangat besar, Pada kasus-kasus yang lebih berat, injeksi
sendi, irigasi, atau artroskopi mungkin akan sangat bermanfaat. Pada pasien yang terus
mengalami sakit dan keterbatasan fungsi meskipun telah melakukan upaya-upaya ini,
maka intervensi bedah perlu dipertimbangkan.
2.2.1ChondroitinSulfat
Chondroitin sulfat merupakan suatu komponen yang sangat penting untuk
kartilago. Ada dua jenis Chondroitin sulfat : chondroitin-4- sulfat dan
chondroitin-6-sulfat. Keduanya berbeda dari segi bobot molekul, jadi
bioavailabilitas dan kemurniannya pun berbeda. Chondroitin-4-sulfat adalah GAG
yang paling banyak pada kartilago hyaline mamalia yang sedang tumbuh. Seiring
dengan pertambahan usia, kondrosit mengeluarkan chondroitin-4-sulfat dalam
jumlah yang lebih sedikit serta GAG lain dalam jumlah yang lebih banyak.
Perubahan ini terlihat di awal dan selama perkembangan proses degeneratif di
dalam kartilago penderita OA.

Bradykinin yang disuntikkan ke rongga artikular pada lutut kiri tikus putih 3
kali sehari selama 2 hari kemudian diberikan chondroitin sulfat melalui oral pada
tikus putih tersebut selama 14 hari dan ditemukan mampu menghambat deplesi
proteoglycan yang diinduksi oleh bradykinin pada kartil . ago artikular. Khasiat
ini tergantung kepada dosis obat. Temuan ini menunjukkan bahwa pengurangan
kandungan proteoglycan pada kartilago (proses yang sama terjadi pada
osteoarthritis) bisa dihambat oleh chondroitin sulfat. Dalam sebuah studi lain,
chondroitin sulfat ditemukan menghambat enzim aggrecanase sesuai dosis yang
digunakan : artinya, chondroitin sulfat memberikan efek pelindung. Enzim
aggrecanase diyakini memperantarai degradasi aggrecans pada penderita OA.
Sejumlah studi lain melaporkan efek chondroitin sulfat yang sama dalam
menghambat enzim-enzim penyebab degradasi. arena ukuran molekul chondroitin
sulfat yang besar, laporan-laporan terdahulu masih meragukan bioavailabilitas-
nya. Namun, chondroitin sulfat yang dilabel radioaktif yang diberikan secara oral
kepada manusia diserap sebanyak 70%. Afinitasnya terhadap cairan synovial dan
kartilago artikular juga telah terlibat. Selain itu, banyak uji klinis yang
menemukan khasiat chondroitin sulfat dalam mengobati OA, dengan
memperbaiki gejala dan efek pengubah struktur tulang.
2.2.2 Glucosamine

Glukosamin merupakan gula amino dan prekursor penting dalam sintesis biokimia
protein, glikosilasi dan lipid. Dalam indus-tri, glukosamin diproduksi secara komersial
oleh hidrolisis eksoskeleton krustasea atau melalui fermentasi dari biji-bijian seperti
jagung atau gandum.

Glukosamin dibuat secara alami dalam bentuk glukosamin-6-fosfat, dan merupakan


prekursor biokimia dari semua yang mengandung nitrogen gula secara khusus,
glukosamin-6-fosfat disintesis dari fruktosa 6-fosfat dan glutamin oleh deaminase
glukosamin 6-fosfat sebagai langkah pertama dari jalur biosintesis hexosamine. Pada
produk akhir dari jalur ini dihasilkan uridin difosfat N-asetilgluko-samin (UDP- GlcNAc),
yang kemudian digunakan untuk membuat glikosaminoglikan, proteoglikan, danglikolipid.

Gambar 1. Jalur biosintesis heksosamin. Pusat peran asetilglukosamin-6-fosfat (GlucN-6-


P) dalam metabolisme gula amino dan sintesis proteoglikan, glikolipid, dan glikoprotein.

Glukosamin dapat membantu menghambat terjadinya perubahan metabolisme tulang


pada penderita osteoarthritis. Seperti tercantum pada jurnal Arthritis and Rheumatism,
suplementasi glukosamin dapat menghambat terjadinya peningkatan laju pembongkaran
tulang yang dialami oleh penderita osteoarthritis.

Matriks tulang rawan mampu menyerap air dan mengembang sedemikian rupa,
sehingga membnetuk bantalan yang baik sesuai dengan fungsi tulang rawan sendi. Ketika
usia bertambah, proses penghacuran matriks tulang rawan lebih besar dibandingkan
kemampuan tubuh untuk membentuknya, sehingga membuat tulang rawan menjadi aus
atau menipis. Bila tulang rawan mengalami kerusakan, akan timbul gangguan berupa
osteoartritis (pengapuran sendi). Kondisi itu membuat tulang-tulang berdekatan, ruang
sendi menjadi sempit dan tulang bisa saling bergesekan ketika kita bergerak.
Mekanisme kerja glukosamin yaitu dangan meningkatkan sintetis glikosaminoglikan
dan mencegah destruksi tulang. Glukosamin dapat merangsang sel-sel tulang rawan untuk
pembentukan proteoglikan dan kolagen yang merupakan protein esensial untuk
memperbaiki fungsi persendian.

Glikosaminoglikan dapat menghambat sejmlah enzim yang berperan dalam degradasi


tulang rawan, antara lain hialuronidase, protease, elastase, dan catepsin B1 in vitro dan
juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi
manusia. Dari penelitian Rejholec tahun 1987, pemakaian glikosaminoglikan selama 5
tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan
jam kerja (mangkir) yang secara statistik bermakna. Juga dilaporkan pada pemeriksaan
radiologis menunjukkan progresifitas kerusakan tulang rawan yang menurun dibandingkan
dengan kontrol (Soeroso, et. Al, 2007)

2.2.3 Terapi Kombinasi

Kondroitin sulfat maupun glucosamine sama-sama efektif dalam pengobatan


osteoarthritis. Selama beberapa tahun, penggunaan kedua nutrasetikal ini secara kombinasi
semakin populer. Penggunaannya menunjukkan efek samping yang lebih kecil
dibandingkan NSID, dan merupakan satu-satunya pengobatan yang dianjurkan untuk
mencegah perkembangan penyakit. Perlu diingat studi-studi eksperimental menunjukkan
efek yang sinergis jika glukosamin dan kondroitin sulfat diberikan secara bersamaan.
Lippiello et al. melaporkan bahwa pemberian TRH122 TM chondroitin -4-sulfat dalam
bentuk garan natrium dengan bobot molekul rendah dan FCHG49 TM glukosamin
hidroklorida secara bersamaan menyebabkan meningkatnya produksi GAG (96.6%) dalam
taraf dibandingkan kalau kedua obat diberikan secara terpisah (glukosamin, 32%). Studi
yang sama menunjukkan bahwa, meskipun kondroitin mampu menghambat Interleukin-1,
glukosamin tidak mampu menghambatnya. Oleh sebab itu, tak satupun dari keduanya
yang lebih unggul masing-masing memiliki mekanisme aksi yang berbeda. Tubuh akan
merespon dengan paling baik, jika glukosamine dan kondroitin sulfat dikonsumsi secara
bersamaan.

Secara teoritis, penggunaan nutrasetial dalam obat-obatan olah raga sangatlah menarik. Di
bidang profilaksis untuk mencegah cedera, pengobatan awal setelah cedera untuk
mencegah intervensi bedah dan sebagai terapi tambahan setelah intervensi bedah, maka
nutrasetikal ditambahkan untuk terapi bagi atlet yang cenderung mengalami cedera
kondral atau cedera osteochondral. Menurut sebuah studi eksperimental dengan kontrol
placebo, pengobatan awal dengan kombinasi glukosamin dan kondroitin sulfat
menghasilkan inflamasi yang lebih kecil pada kelompok intervensi. Dalam sebuah
pengobatan awal lainnya yang menggunakan kombinasi yang sama, kejadian dan
keparahan artritis signifikan lebih rendah. Robek dan cedera kondral bisa terjadi selama
aktivitas fisik dan berlari dalam waktu yang lama. Banyak pelari jarak jauh mengalami
efusi yang kadang-kadang muncul di lutut dan pergelangan kaki. Penggunaan nutrasetikal
sebelum latian jarak jauh dan secara rutin periode latihan dapat menurunkan kejadian
efusi, sehingga hari latihan yang hilang akibat pembengkakan sendi akan sedikit. Banyak
pelari jarak jauh yang berlatih meningkatkan jarak lari per mil, dan hari-hari yang hilang
untuk latihan berarti kesiapan yang lebih rendah untuk suatu acara. Olahraga kontak dan
memotong dapat menyebabkan cedera kondral dan osteokondral, terutama sekali terlihat
bersamaan dengan cedera ligamen. Apakah cedera terdiagnosis secara klinis atau pertama
kali terlihat dengan magnetic resonance imaging, pengobatan masih sangat sangat sulit
karena kartilago artikular bersifat avaskuler. Penggunaan sediaan nutrasetikal saat ini telah
didukung oleh sejumlah studi terhadap hewan, di mana pengobatan cedera kondral akut
(diinduksi secara kimia dan dan ketidakstabilan bedah) dengan nutrasetikal menunjukkan
manfaat pengubah struktur yang sangat bermanfaat. Ketika pasien diobati melalui bedah
dengan penyematan atau cangkok osteokodral, ditemukan bahwa penggunaan nutrasetikal
pasca-operasi juga dapat memberikan manfaat.

Tujuan pengobatan pada pasien OA adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah
terjadinya kontraktur atau atrofi otot. Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya
dengan pengendalian faktor-faktor resiko, latihan intervensi fisioterapi dan terapi
farmakologis. Pada fase lanjut sering diperlukan pembedahan (Imayati, 2011).

2.2.4 Contoh produk yang ada dipasaran


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Osteoartritis adalah kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul
karena gesekkan ujung tulang penyusun sendi. Hilangnya fungsi sendi menyebabkan gangguan
aktifitas dan mengurangi kualitas hidup. Penggunaan nutrasetial seperti Kondroitin sulfat maupun
glucosamine sama-sama efektif dalam pengobatan osteoarthritis. Penggunaan kedua nutrasetikal
ini secara kombinasi semakin menunjukkan efek samping yang lebih kecil dibandingkan NSID,
dan merupakan satu-satunya pengobatan yang dianjurkan untuk mencegah perkembangan
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Misnadiarly. Osteoatritis Penyakit Sendi pada Orang Dewasa dan Anak. Jakarta: Pustaka
Popular Obor, 2010; p.11-3.

Pratiwi. Peran Glukosamine pada osteoarthritis [homepage on internet] 21 maret 20120


https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/1202/972

Briliantono S. Osteoatritis. Jakarta: Halimun Medical Center, 2011; p.7-8.

Bab II Osteoarthritis [homepage on interet] 22 maret 2020


http://digilib.unila.ac.id/7311/119/BAB%20II.pdf .

Pantjita H. Metabolisme karbohidrat. In: Henra U, editor. Ikhtisiar Biokimia Dasar B.


Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, 2006; p.41-2.

McColl G. Glukosamin untuk asteoatritis lutut. Aust prescr. 2004;27:61-3.

Isbagio H. Struktur dan biokimia tulang rawan sendi. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi Kelima).
Jakarta: Interna Publishing, 2009; p.2382-4.

Isbagio H. Struktur rawan sendi dan perubahannya pada osteoatritis. Cermin Dunia
Kedokteran. 2000;129:6.

Anda mungkin juga menyukai