Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FARMAKOLOGI

ARB DAN CCB


Dosen Pembimbing: Aji Tetuko, M.Sc., Apt

Disusun Oleh:
1. Anang Dwi Bagus J.P (F120155005)
2. Chaerani Noor Savitri (F120155007)
3. Evita Trie Utami (F120155009)
4. Husna Lathifatu Hilma (F120155010)
5. Kurniawati Noor (F120155013)
6. Lailil Mukarromah (F120155014)
7. Meta Ayu Masfiroh (F120155016)
8. Zahrotul Muawanah (F120155043)
9. Natsa Disa Saski (F120155053)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
Alamat : Jl. Ganesha I Purwosari Kudus 59316, Jawa Tengah, Indonesia
Telp : (0291) 437 218/442993
TAHUN 2015/2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Obat
Anti Hipertensi Golongan ARB dan Ca Blocker dengan baik, meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Penulis juga berterima kasih pada Bapak Aji Tetuko, M.Sc, Apt selaku dosen
mata kuliah Farmakologi yang telah memberikan tugas ini kepada penulis sebagai mahasiswa.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan tentang obat anti hipertensi golongan ARB dan Ca Blocker. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah di buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini.

18 Oktober 2016,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Angiostensn Reseptor Bloker (ARB) .................................................. 3
2.2 Farmakokinetika ARB .......................................................................... 5
2.3 Calsium Channel Blocker (CCB) .......................................................... 6
2.4 Farmakokinetika CCB........................................................................... 7
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 9
3.1 Simpulan ............................................................................................... 9
3.2 Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi meyajikan satu problem unik dalam terapi. Hipertensi lazimnya merupakan

penyakit seumur hidup penyebab beragam gejala sehingga mencapai tahap lanjut. Untuk

mendapatkan pengobatan efektif, harus digunakan setiap hari obat yang mungkin mahal dan

sering menyebabkan efek samping. Oleh karena itu, para dokter harus menetapkan dengan

pasti bahwa hipertensi adalah menetap, memerlukan pengobatan dan harus mengeluarkan

penyebab hipertensi sekunder yang dapat dirawat dengan prosedur pembedahan definitif.

Hipertensi menetap, terutama pada orang-orang dengan peningkatan tekanan darah

ringan, harus ditetapkan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah pada paling sedikit

pada tiga kali kunjungan yang berbeda. Pemantauan tekanan darah pada pasien rawat jalan

diduga merupakan predictor terbaik terhadap terjadinya risiko dan, oleh karenanya,

dibutuhkan untuk terapi pada hipertensi ringan.

Sekali ditetapkan hipertensi, pertanyaan apakah diperlukan pengobatan atau tidak dan

obat mana yang digunakan haruslah dipertimbangkan. Tingkat tekanan darah, umur dan jenis

kelamin pasien, tingkat keparahan kerusakan organ (jika ada) karena tekanan darah yang

tinggi dan kemungkinan adanya faktor-faktor risiko kardiovaskular, semua harus

dipertimbangkan.

Sekali keputusan diambil untuk melakukan pengobatan, regimen terapeutik harus

dikembangkan dan pasien diberitahu tentang sifat-sifat alami hipertensi dan pentingnya

pengobatan. Pemilihan obat didasarkan pada tingkat tekanan darah, kerusakan organ dan

tingkat keparahannya serta adanya penyakit-penyakit lain. Tekanan darah tinggi parah

dengan komplikasi yang mengancam hidup membutuhkan pengobatan lebih cepat dengan
1
obat yang lebih kuat. Sebagian besar pasien dengan hipertensi esensial telah menderita

tekanan darah tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan terapi paling baik

dilakukan secara bertahap.

Kesuksesan pengobatan hipertensi menuntut kepatuhan terhadap instruksi diet dan

penggunaan obat yang dianjurkan. Pendidikn engenai sifat alami hipertensi dan pentingnya

perawatan serta pengetahuan tentang efek-efek samping potensial obat sangat perlu diberikan.

Kunjungan tindak lanut (follow-up) harus cukup sering untuk meyakinkan pasien bahwa

dokter berfikir penyakit hipertensi adalah penyakit serius.

Pada setiap kunjungan tindak lanjut, harus ditekankan tentang pentingnya pengobatan dan

pertanyaan terutama mengenai dosis dan efek samping obat harus ditanamkan. Faktor-faktor

lain yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien adalah penyederhanaan aturan pemberian

dosis dan juga meminata pasien untuk memantau tekanan darahnya di rumah.

B. Tujuan

1.Agar Mahasiswa mengetahui tentang pengertian hipertensi dan obat antihipertensi.

2.Agar Mahasiswa mengetahui khasiat dan penggunaan obat antihipertensi

3.Agar Mahasiswa mengetahui jenis-jenis obat dan penggolongannya

4.Agar Mahasiswa mengetahui macam-macam obat antihipertensi

5.Agar Mahasiswa mengetahui efek samping dan cara mengatasi obat antihipertensi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)

Angiotensin receptor blocker (ARB) merupakan salah satu obat antihipertensi yang bekerja
dengan cara menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron. ARB
mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga secara langsung
akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi
aldosteron. Ketiga efek ini secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah.
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang memodulasi
sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan reseptornya, yaitu pada
reseptor AT1 secara spesifik. Semua kelompok ARB memiliki afinitas yang kuat ribuan
bahkan puluhan ribu kali lebih kuat dibanding angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor
AT1. Semua kelompok ARB memiliki afinitas yang kuat ribuan bahkan puluhan ribu kali
lebih kuat dibanding angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor AT1.
Secara umum dan melalui berbagai penelitian, ARB relatif aman dan jarang sekali
menimbulkan komplikasi fatal. Tetapi beberapa keluhan yang pernah dilaporkan, antara lain
pusing, sakit kepala, dan hiperkalemia. ARB juga dapat menimbulkan hipotensi ortostatik,
rash, diare, dispepsia, abnormalitas fungsi liver, kram otot, mialgia, nyeri punggung,
insomnia, penurunan level hemoglobin, dan kongesti nasal.
Beberapa contoh obat golongan angiotensin receptor blocker (ARB) :
a) Valsartan
Valsartan merupakan prototipe ARB dan keberadaannya cukup mewakili seluruh
ARB. Valsartan bekerja pada reseptor AT1 secara selektif, sehingga diindikasikan
untuk mengatasi hipertensi.. Bioavailabilitas valsartan adalah sebesar 25% dengan
95% terikat protein. Waktu paruh valsartan adalah 6 jam, dan kemudian diekskresikan
30% melalui ginjal dan 70% melalui bilier.
Valsartan terdapat dalam kemasan tablet 40 mg, 80 mg, 160 mg, dan 320 mg,
menyesuaikan rentang dosis harian yang direkomendasikan, yaitu 40 320 mg per
hari. Contoh sediaannya adalah diovan 160 mg tablet.

3
b) Candesartan
Candesartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai antihipertensi.
Prodrug candesartan dipasarkan dalam bentuk candesartan cileksil, dengan nama
Blopress, Atacand, Amias, dan Ratacand.
Bioavailabilitas candesartan adalah sebesar 15% hingga 40% dengan metabolisme
terjadi di dinding intestinal untuk candesartan sileksil, dan dihepar untuk candesartan
yang dikatalisasi enzim sitokrom.
Waktu paruh candesartan adalah 5,1 sampai 10,5 jam, dan kemudian diekskresikan
33% melalui renal dan 67% melalui feses.
diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung kongestif, candesartan juga dapat
dikombinasikan dengan ACE inhibitor untuk memperbaiki morbiditas dan mortalitas
penderita gagal jantung.
Contoh sediaan BLOPRESS 16 MG TABLET

4
c) Losartan
Losartan merupakan salah satu ARB yang diindikasikan untuk hipertensi. Selain itu,
losartan juga dapat memperlambat progresivitas nefropati diabetik dan kelainan ginjal
lain pada pasien diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan mikroalbuminuria (>30
mg/hari) atau proteinuria (> 900 mg.hari).
Metabolisme losartan terjadi di hepar dengan bantuan enzim sitokrom . Waktu paruh
telmisartan adalah 1,5 hingga 2 jam, tetapi memiliki metabolit aktif asam 5-
karboksilat yang dapat bekerja dalam 6 hingga 8 jam.
Losartan kemudian diekskresikan 13% - 25% melalui ginjal dan 50% - 60% melalui
bilier.
2.2 Farmakokinetik ARB
Agens ini diabsorpsi dengan baik dan mengalami metabolism di hati oleh
sistem P450 sitokrom. ARB diekskresikan melalui feses dan urine. Diketahaui
menembus plasenta, ARB terbukti berkaitan dengan abnormalitas janin yang serius
dan bahkan kematian jika diberikan kepada wanita hamil trimester kedua atau ketiga.
Wanita usia subur dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi barrier guna mencegah
kehamilan; jika terjadi kehamilan, ARB harus segera dihentikan.
Kandersatan, eprosratan, irbesartan, dan telmisartan tidak boleh digunakan
selama kehamilan trimester kedua dan ketiga karena dikaitkan dengan abnormalitas
janin dan kematian. Losartan dan valsartan tidak boleh digunakan kapanpun selama
kehamilan. Tidak diketahui apakah ARB dapat menembus ASI selama laktasi. Karena
berpotensi menimbulkan efek merugikan yang serius pada neonatus, obat ini tidak
boleh digunakan selama laktasi.
Farmakokinetik candesartan
Absorpsi : Setelah pemberian oral, bioavailabilitas candesartan adalah sebesar
15% hingga 40%. Setelah konsumsi tablet, konsentrasi serum puncak (Cmax) tercapai
setelah 3-4 jam. Makanan tidak mempengaruhi bioavailabilitas kandesartan setelah
pemberian kandesartan.
Distribusi : Volume distribusi kandesartan adalah 0,13 L / kg. Candesartan
sangat terikat pada protein plasma (> 99%). Pasien diabetik nefropati dengan
proteinuria, dan mengalami penurunan kadar protein plasma, beresiko efek toksik
apabila diberikan dengan dosis tinggi.
Metabolisme : Candesartan dengan cepat dan lengkap diaktifasi melalui
hidrolisis ester selama absorpsi dari saluran pencernaan. Candesartan
5
mengalami metabolisme minor di hati oleh O-deethylation menjadi bentuk metabolit
tidak aktif. Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa sitokrom P450 isoenzim
CYP 2C9 terlibat dalam biotransformasi candesartan menjadi metabolit tidak aktif.
Ekskresi : Total klirens plasma candesartan adalah 0,37 mL / menit / kg,
dengan klirens ginjal 0,19 mL / menit / kg. Candesartan terutama diekskresikan tidak
berubah dalam urin dan feses (melalui empedu). Ekskresi renal candesartan menurun
seiring dengan menurunnya fungsi ginjal. Hal ini menyebabkan perpanjangan waktu
paruh obat.
Karena ARB dapat meningkatkan konsentrasi kalium dalam darah,
menggabungkan candesartan dengan obat lain yang dapat meningkatkan konsentrasi
kalium dalam darah, seperti hydrodiuril (Dyazide), spironolakton (aldactone), dan
suplemen kalium, dapat menyebabkan peningkatan berbahaya pada kalium darah.
Menggabungkan candesartan atau ARB lain dengan obat anti-inflammatory drugs
(NSAID) pada pasien yang sudah lanjut usia, volume cairan kurang (termasuk yang
pada terapi diuretik), atau dengan fungsi ginjal yang buruk dapat mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal, termasuk gagal ginjal. Efek ini biasanya reversible.
2.3 Calcium Channel Blocker (CCB)
Calcium channel blocker (CCB) adalah sekelompok obat yang bekerja dengan
menghambat secara selektif masuknya ion Ca+ melewati slow channel yang terdapat
pada membran sel (sarkolema) otot jantung dan pembuluh darah, sehingga
mendilatasi arteri utama jantung, dan meningkatkan pengiriman oksigen ke otot
jantung dengan spasme arteri koroner.
Berdasarkan struktur kimia, CCB dapat dibedakan atas 5 golongan obat:
1. Dyhidropyridine (DHP) : Amlodipine, Felodipine, Isradipine, Nicardipine, Nifedipine,
Nimodipine, Nisoldipine, Nitrendipine.
2. Dyphenilalkilamine : Verapamil dll
3. Benzotiazepin : Diltiazem dll,
4. Piperazine : Sinarizine dll,
5. Lain-lain : Bepridil dll.
Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja
antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan
dugunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina. Semua CCB
dimetabolisme di hati.

6
2.4 Aspek Farmakokinetik CCB
Tiga penghambat kalsium,verapamil (calan), nifedepine (procardia), dan diltiazem
(cardizem), telah dipakai dengan efektik dalam pengobatan angina jangka panjang.
Delapan puluh sampai Sembilan puluh persen dari penghambat rantai kalsium
diabsorbsi melalui mukosa gastrointestinal Tetapi, first-pass metabolisme oleh hati
akan mengurangi tersedianya obat bebas dalam dalam sirkulasi, dan hanya 20%
verapamil , 45-65% diltiazem, dan 35-40% nifedepine yang bioavailable.
Mekanisme Kerja
Cara kerja CCB tipe L merupakan tipe yang dominan pada otot jantung dan otot polos
dan diketahui terdiri dari beberapa reseptor obat.Telah dibuktikan bahwa ikatan
nifedipine dan dyhidropyridine lainnya terdapat pada satu situs, sedangkan verapamil
dan diltiazem mengadakan ikatan pada reseptor yang berkaitan erat, tetapi tidak
identik pada regio lainnya.
obat tersebut bereaksi dari sisi dalam membrane dan mengikat lebih efektif pada kanal
di dalam membrane yang terdepolarisasi. Pengikatan obat tersebut diduga mengubah
cara kerja kanal, dari terjadinya pembukaan secara konsisten setelah depolarisasi, ke
cara lain yang jarang terjadi pembukaan tersebut. Hasilnya adalah penurunan
mencolok pada arus kalsium transmembran yang dihubungkan dengan relaksasi otot
polos yang berlangsung lama dan di dalam otot jantung dengan penurunan
kontraktilitas di seluruh jantung dan penurunan kecepatan pacemaker pada nodus
sinus dan penurunan kecepatan konduksi pada nodus atrioventrikuler.
Beberapa CCBs berbeda dalam hal lama kerjanya, proses eliminasi dari tubuh, dan
paling penting, dalam kemampuannya untuk mempengaruhi denyut dan kontraksi
jantung.Sebagai contoh amlodipine mempunyai sangat sedikit efek pada denyut dan
kontraksi jantung, sehingga aman untuk digunakan pada penderita gagal jantung atau
bradycardia (denyut jantung yang perlahan).
Interaksi Obat
CCBs yang sering berinteraksi dengan obat lain antara lain adalah verapamil (Calan,
Isoptin) atau diltiazem (Cardizem). Interaksi terjadi karena verapamil dan diltiazem
mengurangi eliminasi dari sejumlah obat-obat oleh hati. Melalui mekanisme ini,
verapamil dan diltiazem akan mengurangi eliminasi dan meningkatkan kadar
carbamazepine, simvastatin, atorvastatin, dan lovastatin. Ini dapat menjurus pada
keracunan dari obat-obat ini.

7
Efek Farmakologi
a. Efek Terapeutik
Dapat mencegah serangan jantung dan stroke.
b. Efek-efek samping:
sembelit, mual, sakit kepala, ruam, edema (pembengkakan kaki-kaki
dengancairan),
tekanan darah rendah, keadaan mengantuk, dan kepusingan

Disfungsi hati dan pertumbuhan lebih dari gusi-gusi


c. Efek Toksik
Gagal Jantung
Melebarnya (membukanya) semua pembuluh arteriol, termasuk arteriol otak.
d. kontraindikasi

Pada pasien dengan PJK, penggunaan nifedipin kerja singkat dapat


meningkatkan risiko infark moikard dan stroke iskemik dan dalam jangka
panjang terbukti meningkatkan mortalitas
Cara Pemberian Obat
Cara pemberian obat Calcium Channel Blocker melalui oral dengan sediaan obat
tablet, kapsul, dan kaplet.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik > 140 mmHg dan

tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes). Obat antihipertensi adalah obat yang

digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga mencapai tekanan darah normal.

Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek

tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD.

Pengobatan Farmakologis

1. Diuretik

2. Antagonis Reseptor- Beta

3. Antagonis Reseptor-Alfa

4. Kalsium Antagonis

5. ACE inhibitor

6. Vasodilator

Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung mampat

(akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator langsung :

justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-usus (mual,

diare), ada kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat

sementara yang hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan

cara pentakaran menyelinap, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur

dinaikkan.

Dengan demikin, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat

sebaiknya diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai

9
puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara

mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan

kuat (rebound effect) Khusus.

3.2 SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses

pembelajaran dan semoga bias menambah ilmu pengetahuan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Theodorus. 1996. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

EK

Katzung G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika

Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar. Depok: Penerbit Lenskofi

Pupitorini, Myra. 2009. Hipertensi Cara Mudah Mengatasi Hipertensi. Jogjakarta : Image

Umar,Sukiman Said, dkk. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia.

Jakarta :Koperkom dan CV Sagung Seto

11

Anda mungkin juga menyukai