Anda di halaman 1dari 8

GUIDELINE PENANGANAN HIPERTENSI

BERDASARKAN JNC 7
Arief Nurudhin

Sejak lebih dari tiga dasawarsa, NHLBI (National Heart, Lung, And Blood Institute) telah
bekerja sama dengan NHBPEP (National High Blood Pressure) dalam menyusun suatu
guideline penanganan hipertensi secara global yang termaktub dalam JNC (Joint National
Commitee on the prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure).
Sejak tahun 2003, telah dipublikasikan JNC 7 yang merevisi JNC 6 (1997) dengan konten
yang lebih sempurna, ringkas dan jelas. Selain itu, juga didukung oleh data-data terbaru
(1997-2003) yang diambil dari hasil percobaan klinik serta observasi. Meskipun demikian,
tanggung jawab dokter dalam pengambilan keputusan untuk menangani pasien hipertensi
lebih penting. Oleh karena itu, paper ini merupakan paparan mengenai guideline penanganan
hipertensi berdasarkan JNC 7.
KLASIFIKASI TEKANAN DARAH
           Hipertensi merupakan pengukuran tekanan darah di atas skala normal (120/80 mmHg).
Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi yakni normal, pre-hipertensi,
hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 (tabel 1). Klasifikasi ini berdasarkan pada nilai rata-
rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan
pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.
Tabel 1. Klasifikasi Dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang Dewasa*

Klasifikasi TDS* TDD* Modifikasi Obat Awal


Tekanan mmHg mmHg Gaya Hidup
Darah Tanpa Dengan
Indikasi Indikasi
Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu Gunakan obat
menggunakan obat yang spesifik
Pre- 120-139 80-89 Ya
antihipertensi dengan indikasi
Hipertensi
(resiko). ‡
Hipertensi 140-159 90-99 Ya Untuk semua kasus Gunakan obat
Stage 1 gunakan diuretik yang spesifik
jenis thiazide, dengan indikasi
pertimbangkan (resiko).‡
ACEi, ARB, BB, Kemudian
CCB, atau tambahkan obat
kombinasikan antihipertensi
Hipertensi >160 >100 Ya Gunakan kombinasi (diretik, ACEi,
ARB, BB,
Stage 2 2 obat (biasanya
CCB) seperti
diuretik jenis
yang
thiazide dan
ACEi/ARB/BB/CCB dibutuhkan
Keterangan:
TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik
Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin Reseptor Bloker; BB,
Beta Bloker; CCB, Calcium Chanel Bloker
*  Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi
† Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh karena hipotensi
ortostatik.
‡ Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus mencapai nilai target tekanan darah
sebesar <130/80 mmHg.

PENTINGNYA MENURUNKAN TEKANAN DARAH


Percobaan klinik memperlihatkan bahwa penanganan tekanan darah dapat memberikan
penurunan insidensi stroke dengan persentase sebesar 35-40%; infark mioakrd, 20-25%;
gagal jantung, lebih dari 50%. Diperkirakan bahwa pada pasien dengan hipertensi stage 1
(TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99 mmHg) yang disertai dengan faktor resiko penyakit
kardiovaskuler, jika dapat menurunkan tekanan darahnya sebesar 12 mmHg selama 10 tahun
akan mencegah 1 kematian dari setiap 11 pasien yang diobati. Pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler atau kerusakan organ, hanya 9 pasien yang diketahui melakukan pengontrolan
tekanan darah dalam mencegah kematian.
Hipertensi merupakan diagnosis primer yang paling sering ditemukan di Amerika (35
juta di semua tempat praktek sebagai diagnosis primer). Kelajuan pengontrolan tekanan darah
saat ini (TDS <140 mmHg, dan TDD <90 mmHg), dulunya meningkat, nilainya masih
dibawah dari target pencapaian masyarakat sehat 2010 yakni sebesar 50%, 30% masih tidak
didiagnosis sebagai penderita hipertensi oleh karena pasien tidak menyadari menderita
hipertensi. Pada pasien umunya, pengontrolan tekanan darah sistolik (TDS) merupakan hal
yang lebih penting hubungannya dengan faktor resiko kardiovakuler dibandingkan tekanan
darah diastolik (TDD) kecuali pada pasien lebih muda dari umur 50 tahun. Hal ini disebabkan
oleh karena kesulitan pengontrolan TDS umumnya terjadi pada pasien yang berumur lebih
tua. Percobaan klinik terbaru, memperlihatkan pengontrolan tekanan darah efektif dapat
ditemukan pada hampir semua pasien hipertensi, namun kebanyakan mereka menggunakan
dua atau lebih obat kombinasi. Namun ketika dokter gagal dengan modifikasi gaya hidup,
dengan dosis obat-obat antihipertensi yang adekuat, atau dengan kombinasi obat yang sesuai,
maka akan menghasilkan pengontrolan tekanan darah yang tidak adekuat.

CARA PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH AKURAT


Metode auskultasi pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan menggunakan
alat yang memiliki kalibrasi dan validasi yang baik. Seseorang harus diperiksa dalam keadaan
duduk tenang paling tidak selama 5 menit di kursi (lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan di meja), dengan kaki di atas lantai, dan lengan berada sejajar dengan jantung.
Pemeriksaan tekanan darah dalam keadaan berdiri dapat dilakukan sewaktu-waktu,
khususnya pada pasien dengan resiko hipotensi postural. Selain itu, juga membutuhkan
ukuran manset  yang sesuai (manset dilingkarkan paling tidak sebesar 80 % pada lengan)
untuk memastikan keakuratan tekanan darah. Paling tidak dua kali pengukuran harus dapat
dilakukan. TDS adalah nilai yang ditentukan berdasarkan bunyi pertama atau kedua yang
terdengar (fase 1), dan TDD merupakan nilai dimana bunyi terakhir yang terdengar sebelum
bunyi tersebut menghilang (fase 5). Dalam setiap pemeriksaan, dokter harus memberitahukan
kepada pasien baik secara verbal maupun tulisan mengenai nilai tekanan darah yang
didapatkan dan tekanan darah target yang harus dicapai.
Metode pemeriksaan kedua adalah monitoring tekanan darah dengan menggunakan
ambulatori yang menyediakan informasi mengenai pengukuran tekanan darah harian saat
beraktivitas dan tidur. Pemeriksaan dengan metode ini, menjamin evaluasi sindrom hipertensi
“Jas-Putih” tanpa adanya kerusakan target organ. Pemeriksaan ini juga membantu
mengetahui pasien dengan resistensi obat, gejala hipotensi oleh karena pengobatan
antihipertensi, hipertensi episodik, dan disfungsi autonom. Nilai dari pemeriksaan ambulatori
biasanya lebih rendah dari pemeriksaan klinik. Pada saat bangun, seseorang akan memiliki
tekanan darah rata-rata lebih dari 135/85 mmHg dan tekanan darah sewaktu tidur sebesar
120/75 mmHg. Kadar pengukuran tekanan darah yang menggunakan ambulatori lebih baik
jika dibandingkan dengan pengukuran di klinik dengan kerusakan organ target. Pemeriksaan
ini juga memperlihatkan persentase pembacaan tekanan darah yang meningkat, secara
keseluruhan peningkatan tekanan darah dan secara luas penurunan tekanan darah selama
tidur. Pada sebagian besar orang, tekanan darah menurun sebanyak 10-20% pada waktu
malam, dimana tekanan darah yang menurun tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki resiko penyakit kardiovaskuler yang tinggi.
Metode pemeriksaan yang terakhir adalah dengan pemeriksaan tekanan darah secara
mandiri yang bermanfaat untuk mengetahui respon obat antihipertensi, meningkatkan
kedisiplinan pasien dalam pengobatan, dan dapat menilai hipertensi oleh karena “Jas-Putih”.
Seseorang dengan tingkat rata-rata tekanan darah sebesar lebih dari 135/85 mmHg yang
diukur di rumah, secara umum dipertimbangkan masuk dalam kategori hipertensi. Alat
pemeriksaan tekanan darah di rumah, harus dapat diperiksa keakuratannya secara teratur.

PENGONTROLAN TEKANAN DARAH


Penilaian pasien dengan hipertensi memiliki tiga sasaran: (1) untuk mengetahui gaya
hidup dan mengidentifikasi faktor resiko penyakit kardiovaskuler atau penyakit lainnya yang
bersamaan yang dapat mempengaruhi prognosis dan pedoman penanganan; (2) untuk
mengidentifikasi penyebab tingginya tekanan darah; dan (3) untuk mengetahui ada atau
tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovakuler. Data yang dibutuhkan berupa
anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan prosedur diagnostik lainnya.
Pemeriksaan fisis termasuk pengukuran tekanan darah yang sesuai, dengan verifikasi pada
kontralateral lengan; pemeriksaan pada fundus optik, kalkulasi indeks massa tubuh (IMT:
dengan pemeriksaan lingkar pinggang juga cukup berguna); auskultasi bruit arteri karotid,
abdominal, dan femoral; palpasi kelenjar tiroid; pemeriksaan teliti pada jantung dan paru-
paru; pemeriksaan pada abdomen untuk pembesaran ginjal, massa dan pulsasi aorta
abnormal; palpasi pada ekstremitas bawah untuk edema dan pulsasi, dan pemeriksaan
neurologi.
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebelum pengobatan awal termasuk
pemeriksaan EKG, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, kadam natrium serum, kreatinin
(atau pemeriksaan laju filtrasi glomerulus (GFR)), kalsium, profil lipid, setelah 9-12 jam
puasa, yang termasuk kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi dan densitas rendah, serta
pemeriksaan trigeliserida. Pemeriksaan pilihan termasuk pengukuran ekskresi albumin urin
atau rasio albumin/creatinin. Pemeriksaan lebih luas untuk mengetahui penyebab hipertensi
tidak diindikasikan secara umum kecuali tekanan darah target tidak bisa dicapai.

PENANGANAN
Sasaran dari publikasi pengobatan antihipertensi adalah untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. Sejak sebagian besar orang
dengan hipertensi, khususnya yang berumur > 50 tahun, fokus utama adalah pencapaian TDS
target. Tekanan darah target adalah <140/90 mmHg yang berhubungan dengan penurunan
komplikasi penyakit kardiovaskuler. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau
panyakit ginjal, target tekanan darahnya adalah <130/80 mmHg. Untuk pencapaian tekanan
darah target di atas, secara umum dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
1.    Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi merupakan suatu cara
pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak terabaikan dalam
penanganan pasien tersebut. Modifikasi gaya hidup memperlihatkan dapat menurunkan
tekanan darah yang meliputi penurunan berat badan pada pasien dengan overweight atau
obesitas. Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), perencanaan
diet yang dilakukan berupa makanan yang tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium,
olahraga, dan mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan
tekanan darah, mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler. Contohnya, konsumsi1600 mg natrium memiliki efek yang sama dengan
pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat memberikan hasil
yang lebih baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup dalam rangka penanganan
hipertensi.
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi*†
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik
(Skala)
Menurunkan Memelihara Berat Badan Normal 5-20 mmHg/ 10 kg penurunan
Berat Badan (Indeks Massa Tubuh 18.5–24.9 kg/m2). Berat Badan
Melakukan Mengkonsumsi makanan yang kaya dengan 8 – 14 mmHg
pola diet buah-buahan, sayuran, produk makanan
berdasarkan yang rendah lemak, dengan kadar lemak
DASH total dan saturasi yang rendah.
Diet Rendah Menurunkan Intake Garam sebesar 2-8 2-8 mmHg
Natrium mmHg tidak lebih dari 100 mmol per-hari
(2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).
Olahraga Melakukan Kegiatan Aerobik fisik secara 4 – 9 mmHg
teratur, seperti jalan cepat (paling tidak 30
menit per-hari, setiap hari dalam seminggu).
Membatasi Membatasi konsumsi alkohol tidak lebih 2 -4 mmHg
Penggunaan dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml ethanol;
Alkohol misalnya 24 oz bir, 10 oz anggur, atau 3 0z
80  whiski) per-hari pada sebagian besar
laki-laki dan tidak lebih dari 1 gelas per-hari
pada wanita dan laki-laki yang lebih kurus.
DASH, Pendekatan Diet Untuk Menghentikan Hipertensi
* Untuk semua penurunan resiko kardiovaskuler, berhenti merokok
† Efek implementasi dari modifikasi di atas bergantung pada dosis dan waktu, dan lebih baik pada beberapa
orang.

2.    Terapi Farmakologi


Terdapat beberapa data hasil percobaan klinik yang membuktikan bahwa semua kelas
obat antihipertensi, seperti angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI), angiotensin
reseptor bloker (ARB), beta-bloker (BB), kalsium chanel bloker (CCB), dan diuretik jenis
tiazide, dapat menurunkan komplikasi hipertensi yang berupa kerusakan organ target.
Diuretik jenis tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada hampir semua
hasil percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sesuai dengan percobaan yang telah
dipublikasikan baru-baru ini oleh ALLHAT (Antihipertensive and Lipid Lowering Treatment
to Prevent Heart Attack Trial), yang juga memperlihatkan bahwa diuretik tidak dapat
dibandingkan dengan kelas antihipertensi lainnya dalam pencegahan komplikasi
kardiovaskuler. Selain itu, diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat
antihipertensi kombinasi, yang dapat digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan
lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan agen obat antihipertensi lainnya. Meskipun
demikian, sebuah pengecualian didapatkan pada percobaan yang telah dilakukan oleh Second
Australian National Blood Pressure yang melaporkan hasil penggunaan obat awal ACEI
sedikit lebih baik pada laki-laki berkulit putih dibandingkan pada pasien yang memulai
pengobatannya dengan diuretik.
Obat diuretik jenis tiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada semua pasien
dengan hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara kombinasi dengan satu
kelas antihipertensi lainnya (ACEI, ARB, BB, CCB) yang memperlihatkan manfaat
penggunaannya pada hasil percobaan random terkontrol. Daftar faktor resiko yang disertai
dengan jenis obat antihipertensi sebagai pengobatan awal dapat dilihat pada tabel 4. Jika
salah satu obat tidak dapat ditoleransi atau kontraindikasi, sedangkan kelas lainnya
memperlihatkan khasiat dapat menurunkan resiko kardiovaskuler, obat yang ditoleransi
tersebut harus diganti dengan jenis obat dari kelas berkhasiat tersebut.
Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua atau lebih
obat antihipertensi untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang seharusnya. Penambahan
obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan
dosis adekuat gagal mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10
mmHg di atas tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua
kelas obat, keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telah
disatukan (tabel 3). Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan
kemungkinan pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat, namun harus
tetap memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada pasien dengan diabetes,
disfungsi autonom, dan pada beberapa orang yang berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat
generik harus dipertimbangkan untuk mengurangi biaya pengobatan.
Tabel 3. Obat-Obat Oral Antihipertensi*
Kelas Obat  (Nama Dagang) Dosis Frekuensi
Penggunaan Penggunaan/hari
(Mg/hari)
Diuretik Tiazide Klorotiazide (Diuril) 125-500 1-2
Klortalidone (generik) 12,5-25 1
Hidroklorotiazide (Mikrozide, HidroDIURIL†) 12,5-50 1
Polythiazide (Renese) 2-4 1
Indapamide (Lozol†) 1,25-2,5 1
Metalazone (Mykrox) 0,5-1,0 1
Metalazone (Zaroxolyn) 2,5-5 1
Loop Diuretik Bumetanide (Bumex†) 0,5-2 2
Furosemide (Lasix†) 20-80 2
Torsemid (Demadex†) 2,5-10 1
Diuretik Hemat Amiloride (Midamor†) 5-10 1-2
Kalium Triamterene (Dyrenium) 50-100 1-2
Aldosteron Reseptor Eplerenone (Inspra) 50-100 1
Bloker Spironolakton (Aldactone†) 25-50 1
Beta bloker Atenolol (Tenormin†) 25-100 1
Betaxolol (Kerione†) 5-20 1
Bisoprolol (Zebeta†) 2,5-10 1
Metaprolol (Lopressor†) 50-100 1-2
Metoprolol Extended Release (Toprol XL) 50-100 1
Nadolod (Corgard†) 40-120 1
Propanolol (Indera†l) 40-160 2
Propanolol Long acting (Inderal LA†) 60-180 1
Timolol (Blocadren†) 20-40 2
Beta bloker aktivitas Acebutolol (Sectral†) 200-800 2
simpatomimetik Penbutolol (Levatol) 10-40 1
intrinsik Pindolol (Generik) 10-40 2
Kombinasi Alpha dan Carvedilol (Coreg) 12,5-50 2
Beta Bloker Labetolol (Normodyne, Trandate†) 200-800 2
ACEI Benazepril (Lotensin†) 10-40 1
Captopril (Capoten†) 25-100 2
Enalapril (Vasotec†) 5-40 1-2
Fosinopril (Monopril) 10-40 1
lisinopril (Prinivil, Zestril†) 10-40 1
moexipril (Univasc) 7.5-30 1
perindopril (Aceon) 4-8 1
quinapril (Accupril) 10-80 1
ramipril (Altace) 2.5-20 1
trandolapril (Mavik) 1-4 1
Angiotensin II candesartan (Atacand) 8-32 1
Antagonis eprosartan (Teveten) 400-800 1-2
irbesartan (Avapro) 150-300 1
losartan (Cozaar) 25-100 1-2
olmesartan (Benicar) 20-40 1
telmisartan (Micardis) 20-80 1
valsartan (Diovan) 80-320 1-2
CCB – Non Diltiazem extended release 180-420 1
Dihidropiridin (Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac†) 120-540 1
diltiazem extended release (Cardizem LA) 80-320 2
verapamil immediate release (Calan, Isoptin†) 120-480 1-2
verapamil long acting (Calan SR, Isoptin SR†) 120-360 1
verapamil—Coer, Covera HS, Verelan PM)
CCB- Dihidropiridin amlodipine (Norvasc) 2,5-10 1
felodipine (Plendil) 2,5-20 1
isradipine (Dynacirc CR) 2,5-10 2
nicardipine sustained release (Cardene SR) 60-120 2
nifedipine long-acting 30-60 1
(Adalat CC, Procardia XL) 10-40 1
nisoldipine (Sular)
Alpha 1 Bloker doxazosin (Cardura) 1-16 1
prazosin (Minipress†) 2-20 2-3
terazosin (Hytrin) 1-20 1-2
Alpha 2 agonis clonidine (Catapres†) 0,1-0,8 2
sentral dan obat clonidine patch (Catapres-TTS) 0,1-0,3 1 Minggu
lainnya yang bekerja methyldopa (Aldomet†) 250-1000 2
sentral reserpine (generic) 0,1-0,25 1
guanfacine (Tenex†) 0,5-2 1
Vasodilator hydralazine (Apresoline†) 25-100 2
Langsung minoxidil (Loniten†) 2,5-80 1-2
* Pada Beberapa pasien yang diterapi sekali sehari, efek obat antihipertensi kemungkinan berkurang ke arah dosis
interval akhir (efek sebelumnya). Tekanan darah harus diukur terlebih dahulu untuk menentukan dosis jika
pengontrolan tekanan darah target tercapai.
† Sekarang telah tersedia dalam bentuk generik atau dalam proses pembuatan ke bentuk generik
Saat obat antihipertensi telah diberikan, pasien diharuskan kembali untuk follow paling
tidak dalam interval sebulan sekali sampai tekanan darah target tercapai. Kunjungan yang
lebih sering dibutuhkan untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 2 atau jika disertai
dengan komplikasi penyakit penyerta. Pemeriksaan kadar serum kalium dan kreatinin harus
dilakukan paling tidak sebanyak 1-2 kali per-tahun. Setelah tekanan darah mencapai target
dan stabil, follow up dan kunjungan harus dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali.
Penyakit penyerta seperti gagal jantung, dan diabetes dapat mempengaruhi frekuensi jumlah
kunjungan. Faktor resiko penyakit kardiovaskuler lainnya harus diobati untuk mendapatkan
nilai tekanan darah target, dan penghindaran penggunaan tembakau harus dilakukan.
Penggunaan aspirin dosis rendah dilakukan hanya ketika tekanan darah terkontrol, oleh
karena resiko stroke hemoragik yang meningkat pada pasien dengan hipertensi tidak
terkontrol.

PENYAKIT PENYERTA PADA HIPERTENSI


Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat
sebelum berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard, penyakit
jantung koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada kerusakan organ.
Keadaan hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini membutuhkan obat
antihipertensi yang tepat yang berdasarkan pada beragam hasil percobaan klinis. Penanganan
dengan kombinasi obat kemungkinan dibutuhkan. Penentuannya disesuaikan dengan
penilaian pengobatan sebelumnya, tolerabilitas obat serta tekanan darah target yang harus
dicapai.  Rangkuman penggunaan obat-obat hipertensi pada beberapa penyakit penyerta dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Pedoman Penggunaan Beragam Obat Antihipertensi Pada Pasien Dengan     


Faktor Resiko (Penyakit Yang Menyertai)
FAKTOR RESIKO REKOMENDASI OBAT† DASAR PERCOBAAN
INDIKASI KLINIK‡
ACEI
DIURETIK

ARB

CCB

ALDO ANT
BB

(PENYAKIT YANG
MENYERTAI)*

Gagal Jantung √ √ √ √ √ ACC/AHA Heart Failure


Guideline, MERIT-HF,
COPERNICUS, CIBIS,
SOLVD, AIRE, TRACE,
ValHEFT, RALES
Infark Post-miokard √ √ √ ACC/AHA Post-MI
Guideline, BHAT,
SAVE, Capricorn,
EPHESUS
Resiko Tinggi PJK √ √ √ √ ALLHAT, HOPE, ANBP2,
LIFE, CONVINCE
Diabetes √ √ √ √ √ NKF-ADA Guideline,
UKPDS, ALLHAT
Gagal Ginjal Kronik √ √ NFK Guideline, Captopril
Trial, RENAAL, IDNT,
REIN, AASK
Pencegahan Stroke √ √ PROGRESS
Berulang
* Faktor resiko yang menjadi indikasi penggunaan obat antihipertensi berdasarkan pada keuntungan yang
didapatkan dari penelitian atau pedoman klinik yang ada; faktor resiko ini dikelola sejalan dengan tekanan
darah.
† Kepanjangan Obat : ACEI, angiotensin konverting enzim inhibitor; ARB, angiotensin reseptor bloker; Aldo
ANT, aldosterone antagonis; BB, beta-bloker; CCB, calcium channel blocker.
‡ Keadaan dari setiap percobaan klinik memperlihatkan keutungan spesifik dari setiap kelas obat-obat
antihipertensi.

KESIMPULAN
Penanganan hipertensi dimulai dengan penentuan klasifikasi pasien berdasarkan nilai
tekanan darah yang didapatkan pada waktu pemeriksaan berlangsung. Pemeriksaan dilakukan
dalam kondisi duduk dengan lengan sejajar jantung serta diverifikasi kembali dengan lengan
yang sebelahnya. Seperti yang telah ditentukan pada tabel 1 sebelumnya, jika pasien
termasuk dalam kategori pre-hipertensi, penanganan yang harus diberikan adalah modifikasi
gaya hidup yang meliputi penurunkan berat badan, diet berdasarkan aturan DASH, diet
rendah garam, olahraga yang teratur, serta pembatasan konsumsi alkohol (tabel 2).  Kategori
pre-hipertensi tidak memerlukan penatalaksanaan farmakologi. Namun, oleh karena resiko
perkembangan pre-hipertensi menjadi hipertensi cukup tinggi, maka dianjurkan untuk selalu
melaksanakan pemeriksaan tekanan darah secara berkala. Paling tidak dapat melakukan
pemeriksaan setiap dua minggu sekali.
Strategi penanganan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup tidak hanya dilakukan
untuk kategori pre-hipertensi. Hal ini juga dilakukan untuk kategori tingkat lanjut yakni
hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2, oleh karena hipertensi merupakan penyakit
degeneratif yang muncul akibat perilaku gaya hidup yang salah. Saat seseorang yang telah
melakukan modifikasi gaya hidup namun tekanan darahnya tidak sesuai dengan tekanan
darah target (<140/90 mmHg, untuk yang rentan dengan penyakit kardiovaskuler; dan
<130/80 mmHg, untuk yang rentan dengan diabetes, dan penyakit ginjal), maka sudah
seharusnya dipertimbangkan pemberian terapi farmakologi. Ketentuannya adalah untuk
pasien dengan kategori hipertensi stage 1 (140-159/90-99 mmHg) yang tanpa penyakit
penyerta, diberikan obat tunggal diuretik jenis tiazide dengan dosis awal yang paling rendah
(tabel 3). Namun, jika sampai pada dosis maksimal tidak terdapat perubahan, maka harus
dipertimbangkan pemberian kombinasi obat antihipertensi dari kelas lainnya (ACEI, BB,
ARB, CCB, dan Aldo Ant). Selanjutnya untuk pasien dengan hipertensi stage 2 (>160/100
mmHg) tanpa penyakit penyerta, harus diberikan dua obat kombinasi sebagai obat awal,
dimana diuretik jenis tiazide tetap sebagai obat dasar yang ditambahkan dengan obat
antihipertensi dari kelas lainnya. Ketentuan berbeda juga berlaku pada pasien hipertensi
dengan penyakit penyerta. Untuk penanganannya tergantung pada jenis penyakit penyerta
yang diderita. Deskripsi pilihan obat yang tepat untuk penyakit penyerta spesifik dapat dilihat
pada tabel 4. 
Pengobatan hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tekanan darah target.
Sekali obat antihipertensi digunakan, selanjutnya sangat diperlukan pemeriksaan rutin untuk
menilai perkembangan pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan rutin dilakukan paling tidak
sebulan sekali, dan kunjungan akan lebih sering pada pasien dengan hipertensi stage 2 atau
pasien dengan penyakit penyerta. Jika pasien telah mencapai tekanan darah target, follow up
dapat dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali. Namun, jika tekanan darah target tidak dapat
tercapai dengan penggunaan obat dosis optimal dan kombinasi beberapa obat yang sesuai,
dipertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis.

Anda mungkin juga menyukai