Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
diagnosis melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu. Uji
ginjal, hati dan pankreas. Pankreas merupakan organ tubuh istimewa yang
insulin bertugas dalam memecah glukosa yang di serap ke dalam tubuh menjadi
kerja utama dari insulin pada metabolisme karbohidrat adalah menurunkan kadar
glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel terutama
cadangan energi. (Andra, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Kadar glukosa darah sangat
yang tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau kondisi di mana tubuh
diabetes melitus merupakan kondisi kompleks, yang intinya terdapat disfungsi sel
termasuk Indonesia, terjadi 153,2 juta jiwa (37%) orang dewasa dengan DM dan
Indonesia menempati peringkat ke-7 dari 10 negara dengan jumlah sekitar 10 juta
diurutan ke-9, pada tahun 2016 DM naik ke urutan 5 dengan jumlah kasus
sebanyak 2.983 kasus (Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2017). Sekitar
90% dari seluruh penderita DM adalah DM tipe 2 (Badan Pusat Statistik Sultra,
2013).
Alasannya menggunakan tikus jantan galur Wistar antara lain, mudah diperoleh,
dengan metabolisme tubuh (Srinivasan & Ramarao, 2007). Selain itu, Pemilihan
tikus wistar sebagai model hewan coba karena merupakan mamalia yang
Pada penderita diabetes perubahan pada sel beta pankreas dapat terjadi
secara kuantitatif (pengurangan jumlah atau ukuran sel) dan kualitatif (nekrosis
dan degenerasi). Menurut Diani et al. (2004) kerusakan sel beta pankreas ditandai
penurunan sekresi insulin dan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. dan
Kerusakan yang terjadi pada sel beta pankreas dapat dibuktikan melalui
Salah satu upaya dalam memperbaiki fungsi sel beta pankreas yaitu
dikenal dengan nama awar-awar merupakan salah satu anggota famili Moraceae
dan merangsang sel beta pankreas untuk memproduksi insulin (Muhtadi, 2014).
penelitian untuk melihat gambaran organ pankreas tikus putih jantan (Rattus
novergicus ) galur wistar yang di berikan ekstrak etanol daun Awar-awar (Ficus
histopatologi pankreas tikus jantan galur wistar yang mengalami diabetes melitus
tipe II.
B. Rumusan Masalah
jantan putih (Rattus novergicus ) galur wistar yang mengalami diabetes melitus
tipe II dengan pemberian ektrak etanol daun awar-awar ( Ficus septica burm. L ) ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui
galur wistar yang mengalami diabetees melitus tipe II dengan pemberian ektrak
TINJAUAN PUSTAKA
1. Deskripsi
Tanaman awar – awar adalah pohon dengan tinggi batang 1 – 5 meter dan
berwarna abu – abu muda atau putih. Batang pokok membengkok dan lunak.
Ranting berbentuk bulat silindris, berongga, tidak berbulu, dan bergetah bening.
Daunnya merupakan daun tunggal, panjang tangkai daun 2,53 cm, dan memiliki
daun penumpu tunggal yang besar dan sangat runcing, dan letak tumbuh daun
berseling atau berhadapan. Bentuk daun bulat atau elips, pangkal membulat, ujung
daun menyempit cukup tumpul, tapi rata – rata permukaan atas daun berwarna
hijau tua mengilat dan memiliki banyak bintik-bintik pucak, permukaan bawah
berwarna hijau muda, sisi kiri dan kanan tulang daun bagian tengah memiliki 6 –
12 tulang daun samping, dan kedua sisi tulang berwarna pucat. Bunga majemuk,
berbentuk seperti susunan periuk berpasangan, tangkai pendek, dan tangkai terdiri
atas tiga daun pelindung berwarna hiaju muda atau hijau abu-abu dengan diameter
lebih kurang 1,5 cm. Buah bertipe periuk dan berdaging, bentuk bulat telur,
sungsang sampai agak bulat. Warna buah hijau abu-abu. Buah masak berwarna
putih sampai kekuningan dengan diameter 1,5 – 2 cm. Tanaman awar - awar
2. Klasifikasi
Steenis, 1975):
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Ficus
asli Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain “ sirih
banten, ”ciyat” di Sunda, awar - awar” di Jawa dan Belitung, ”bar abar” di
4. Kandungan kimia
alkaloid antofin,(Wu et al., 2002 ,Lansky et al., 2008, Yang et al., 2005, Damu et
2013, dari daun awar-awar yakni steroid, flavanoid dan saponin. Akar
mengandung sterol dan polifenol (Hutapea, 1991). Menurut Damu et al., 2005,
5. Aktivitas farmakologi
Flavonoid berupa senyawa yang larut dalam air mempunyai aktivitas
sebagai zat anti oksidan. Alkaloid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan
cara menghambat absorpsi glukosa di usus (Arjadi dan Susatyo, 2010), sementara
menurut Ajie, 2015., Flavonoid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan
Dalam pembentukkan ROS, oksigen akan berikatan dengan electron bebas yang
keluar karena lepasnya rantai electron. Reaksi oksigen dan elektron inilah yang
(Zubaidah.,dkk, 2015).
pembentukan glukosa dari substrat lain selain karbohidrat (Arjadi dan Susatyo,
2010).
B. METODE EKSTRAKSI
terpisah. Salah satu metode ekstraksi yang paling umum dan sering digunakan
untuk menyari kandungan kimia dari suatu tanaman adalah maserasi. Namun
teknik maserasi kurang efisien karena membutuhkan waktu cukup lama dalam
pengerjaannya dan hanya dilakukan perendaman tanpa bantuan gaya lain sehingga
Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan panas dengan prinsip kerja,
pelarut yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan
dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga
menggunakan refluks adalah yang merupakan salah satu metode ekstraksi dengan
proses ekstraksi karena suhu merupakan salah satu faktor yang dapat
desorpsi senyawa aktif dari tanaman karena perusakan sel pada bahan meningkat
akibat suhu pelarut yang tinggi, Jain dkk. (2009) dalam Susanti,N.M.P,
dkk.(2015). Selain adanya penambahan suhu yang tinggi, pada metode refluks
pelarut yang digunakan akan tetap segar ketika terjadinya ekstraksi sehingga
menghindari terjadinya kejenuhan pelarut yang dapat meningkatkan kemampuan
Ekstraksi dengan metode refluks tidak hanya baik dalam proses kecepatan
ekstraksi, namun juga berpengaruh baik pada ekstrak dan rendamen yang di
metode maserasi bertingkat dan refluks bertingkat dengan tiga pelarut yang
berbeda kepolarannya, yaitu n-heksan, etil asetat, dan etanol 96%. Hasil ekstraksi
dengan metode maserasi bertingkat lebih rendah di dapatkan jumblah ekstrak dan
etanol 96%. Jumblah ektrak sebanyak 24,37 gram dengan rendamen ektrak
3,05%.
dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah
terbakar dan selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat yang dikehendaki. Polaritas
pelarut sangat berpengaruh terhadap daya larut. Indikator kelarutan pelarut dapat
ditentukan dari nilai konstanta dielektrik dan nilai polaritas pelarut (Wibudi.2006).
sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik,
dapat mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Selain itu, etanol
dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan
berdasarkan prinsip ‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan
metode, tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semuaatau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak
kering. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-
yang memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang
biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar air antara 5-30%.
Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Saifudin dkk, 2011).
C. DIABETES MELITUS
1. Definisi
tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat
bekerja secara efektif. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas
dan berfungsi untuk memasukkan glukosa yang diperoleh dari makanan ke dalam
sel yang selanjutnya akan diubah menjadi energi yang dibutuhkan oleh b otot dan
2. Klasifikasi
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin
dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak
terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah
ketoasidosis.
b. Diabetes melitus tipe 2
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena
pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi
komplikasi.
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan
genetik lain.
3. Faktor Resiko
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes
diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Riwayat Diabetes dalam keluarga
Diabetes Gestasional
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome)
IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired
glucose tolerance)
Obesitas >120% berat badan ideal
Umur 20-59 tahun: 8,7%
> 65 tahun: 18%
Hipertensi >140/90mmHg
Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl
Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
Hipertensi >140/90mmHg
Kurang olah raga
Faktor-faktor Lain Pola makan rendah serat
4. Gejala
(sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), polifagia (banyak makan/mudah
lapar), penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan
pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya
hampir tidak ada. DM tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan
baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dean
infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
5. Patogenesis
lebih dari 80 % mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, hal ini
kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi
a) Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dll)
6. Patofisiologi
yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim
disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari
obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun
melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2
hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus
tipe 2, sel β menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin
(Fatimah, 2015).
7. Komplikasi
terjadi dari waktu kewaktu dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh
lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis yang
dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah: ( tapp R, dkk., 2003 dan
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan
sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta
susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal
ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil
diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila
dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal
maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah
kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan
saraf mana yang terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada
populasi klinik berkisar 3% s/d 65.8% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 12.8% s/d 54%. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi neuropati
pada populasi klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 13.1% s/d 45.0%.( waspadji S. dalam sudoyo A.W, dkk., 2006 ).
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh
darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah.
Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal
bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk
ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun
bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena
tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau
kerusakan saraf.
37.6% pada populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2% dalam penelitian pada populasi.
klinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18.9%
s/d 42.1%.
s/d 27% pada populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada populasi.
klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 9.2%
utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh
darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak
pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan
peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi
retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 10.8% s/d 60.0% pada polpulasi
klinik dan 14.5% s/d 79.0% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada
pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi klinik berkisar 10.6% s/d
47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d 55.0% ( waspadji S.
Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat,
2) berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam
penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi penyakit jantung
koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 9.8% s/d
22.3% dengan Diabetes tipe 2 ( waspadji S. dalam sudoyo A.W, dkk., 2006 ).
e. Stroke
s/d 11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada
populasi. Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3%
dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2 (
dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat
atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila
dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan
prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak
mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa
sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan
wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping
diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh,
nadrana s.,2014).
gula bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa
terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak
hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi
orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk
pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah
terjadi karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati
yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty
liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan
ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak
i. Penyakit paru
kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang
mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang
makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi
mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan
muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom
pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat
mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut,
gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah
yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita
8. Penatalaksanaan Diabetes
1. Diet
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat
satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah
kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber
lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak
asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein
sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe,
karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi
dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap
dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu
makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan
2. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Senam aerobik adalah latihan fisik yang direkomendasikan
sebagai aktivitas utama yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes tipe 2 karena
perkembangan diabetesnya.
penderita diabetes adalah jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Tahapan dalam
latihan jasmani juga sangat diperlukan, tahapan dalam latihan jasmani perlu
dilakukan agar otot tidak memperoleh beban secara mendadak. Tahapan latihan
dan latihan jasmani yang dipertahankan selama 4-8 minggu. Apabila setelah itu
kadar glukosa darah masih belum terkendali baik, perlu ditambahkan obat
kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan penatalaksanaan terapi obat.
pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat
dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.
golongan yaitu:
1. Sulfoniurea
oleh sel β pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
3. Biguanid
2016).
4. Tiazolidindion (TZD)
Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel
otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang
hormon hormon lipid atau sitokin dan protein lain yang terlibat dalam pengaturan
GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam
usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping pada
awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose
(Perkeni, 2015).
D. GLUKOSA
rumus molekul C6H12O6 (Murray, dkk., 2003). Glukosa dapat diperoleh dari
utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh, sebagai sumber energy utama
bagi kerja otak dan sel darah merah ( Marks, D.B. 2006 ).
(disebut Kadar Gula Darah) berfungsi untuk bahan bakar bagi proses
metabolisme serta sebagai sumber energi. Glukosa darah adalah gula yang
terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan ( Joyce L K.
melitus ( subiyono, dkk., 2016 ). Pada keadaan fisiologis Kadar Gula Darah
sekitar 80-120 mg %. Kadar gula darah dapat meningkat melebihi normal di sebut
(Hutagalung, 2004).
sangat penting untuk kelancaran kerja tubuh. Karena pengaruh berbagai faktor
dan hormon insulin , sehingga hati dapat mengatur kadar glukosa dalam darah..
Hormon insulin dihasilkan oleh sel – sel beta pada pulau – pulau Langerhans
ambilan glukosa baik ke hati maupun jaringan perifer, hormon insulin juga
J.H., 1998 ). Bila kadar glukosa dalam darah meningkat sebagai akibat naiknya
glukosa dirubah menjadi glikogen. Proses ini hanya terjadi di dalam hati dan
glukosa merupakan stimulus utama sekresi insulin pada manusia dan faktor
penting terhadap kerja perangsang sekresi lainnya dan glukosa lebih efektif
waktu yang lama dapat memicu terjadinya resistensi insulin melalui pembentukan
dimana kedua metode tersebut dapat menyebabkan insulitis pada hewan coba
yang ditandai dengan kerusakan sel beta pankreas sehingga dapat menimbulkan
menunjukkan jumlah nilai ≥140 mg/dl atau glukosa darah puasa menunjukan nilai
dikatakan abnormal apabila kurang atau melebihi nilai rujukan. Nilai rujukan
glukosa adalah pada rentang 60-110 mg/dl. Kadar gula darah yang terlalu tinggi
hipoglikomia. Dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus
kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah (
subiyono, dkk., 2016 ). Sehingga Konsentrasi insulin di dalam darah harusnya
sejajar dengan konsentrasi glukosa darah ( almatsier s., 2004, stryer L, dkk.,2000
dan Karam J.H., 1998 ). insulin Selain pengaruh langsung hiperglikemia dalam
darah. Hormon ini dihasilkan oleh sel – sel beta pada pulau – pulau Langerhans
1998 ).
E. PANKREAS
pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total
berbeda. Besar pulau Langerhans yang terkecil adalah 50μ, sedangkan yang
terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. Jumlah semua pulau
(1a) (1b)
Gambar 1. Pankreas
Langerhans pancreas. Fungsi insulin adalah untuk mengatur kadar normal glukosa
struktur helix terminal N-C dari rantai A dengan struktur central helix dari rantai
terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino (Wilcox,
2005).
Sekresi insulin dari pulau-pulau Langerhans memerlukan pengaturan
istirahat, serta pengaturan positif guna memfasilitasi respon kuat terhadap kondisi
adanya peningkatan kadar glukosa darah ( rorsman P., 2005 ). Insulin dilepaskan
dalam bentuk bifasik yang terdiri dari fase pertama yang terjadi singkat
(berlangsung sekitar 10 menit) dan diikuti oleh fase kedua yang berkelanjutan.
Pada individu normal, laju sekresi insulin selama fase pertama dan kedua telah
Fase pertama sekresi insulin melibatkan difusi kantung kecil dari granulgranul
granul tersebut sudah berada di dalam membran pada keadaan basal, dan
protein receptor (tSNARE) pada membran plasma untuk bisa memasuki bagian
F. UJI HISPATOLOGI
kelainan degenerasi, radang atau infeksi neoplasma. Pada penelitian ini di lakukan
(Rahayu, 2006).
gijal hati dan pankreas. Pankreas merupakan organ tubuh istimewa yang berfungsi
glukagon dan insulin yang berperan dalam metabolisme glukosa. Fungsi endokrin
pankreas dilakukan oleh pulau Langerhans yang tersebar di antara bagian eksokrin
Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat. Pada
wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos,
Malaysia, dan Singapura (Moore, 2000), Tikus Wistar saat ini menjadi salah satu
yang strain tikus paling populer yang digunakan untuk penelitian laboratorium.
Tikus Wistar lebih aktif (agresif) daripada jenis lain seperti tikus Sprague dawley.
Selain itu menurut Barata dkk.,2010, Tikus putih baik digunakan dalam penelitian
hewan coba yang seragam dan mudah dikelola di laboratorium. Penelitian tentang
obat-obatan dan keracunan banyak menggunakan hewan coba tikus dan mencit,
karena mudah diperiksa melalui organ-organ utama yang berperan yaitu hati dan
ginjal. Salah satu galur yang paling banyak digunakan adalah tikus Wistar
dkk., 2015).
Tikus putih memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan
tiroksid (Akbar,2013)
Gambar 2. Tikus
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Miomorfa
Familia : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Tikus putih jantan sebagai hewan percobaan karena tikus putih jantan
dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh
adanya siklus menstrusasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus
putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat lebih cepat dan kondisi
biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Ngatijan, 2006). Data
biologus dan Komponen Kimia Dalam Serum Tikus Putih Normal tikus galur
Jantan betina
komponen
Tabel 2.2. Komponen Kimia Dalam Serum Tikus Putih Normal, Menurut
Mitruka.1977
H. KERANGKA KONSEP
METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
(Ficus septica burm. L) sebagai sampel dan tikus jantan Galur Wistar sebagai
hewan uji.
C. Alat Penelitian
kimia, gelas ukur, toples kaca, pipet tetes, batang pengaduk, corong, blender, 1 set
alat refluks, gunting, botol semprot, spoit, oral sonde, cawan porselin, dan alat
untuk pembuatan preparat histologi pankreas, yaitu: Talenan, pisau scalpel, pinset,
tissue cassette, mesin processor otomatis, mesin vacum, mesin blocking, freezer (-
sentrifugasi, kaca objek, kaca penutup, rak khusus untuk pewarnaan, oven 60°C,
mikroskop.
D. Bahan Penelitian
glukosa, kloroform, tissue, Na CMC 1 %, eter, etanol 96%, alkohol 70%, 80%,
90%, 95% dan absolut, dapar formalin 10%, xylol, paraffin, pewarna Ehrlich
E. Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas
1. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi dosis dari ekstrak daun awar-
awar .
pankreas hewan coba diabetes melitus dengan melihat perbaikan sel β pankreas
F. Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan Bahan
Bahan penelitian diperoleh dari kelurahan laiworu, Kecamatan Bata
2. Pembuatan ekstrak
a. Penyiapan Sampel
dengan menimbang serbuk daun awar-awar sebanyak 500 gram dan dimasukkan
kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari simplisia. Pemisahan residu dan
filtrat dilakukan dengan cara penyaringan. Filtrat dipekatkan dengan cara di evap
3. Skrining Fitokimia
ditambah 1 tetes reagen Dragendorff tabung kedua, dan tabung ketiga ditambah
hasil positif reagen Mayer, endapan merah reagen Dragendorff, dan endapan
ditambah asetat anhidrat kemudian ditambah H2SO4 pekat. Uji positif pada
steroid ditunjukkan oleh terbentuknya warna biru dan hijau. Terbentuknya warna
jingga, ungu dan kuning keemasan Menujukkan uji positif pada triterpenoid
ditambah 10 tetes FeCl3 1%. apabila menghasilkan, merah, ungu, biru, atau hitam
pekat dan warna hijau menunjukkan positif mengandung fenol (Setiabudi, D.A,
dan Tukiran.,2017).
dipanaskan, dikocok dan disaring. Filtrat diperoleh ditambah 0,1 g Mg dan HCl
ditambah NaCl 10% sebanyak 5 tetes lalu disaring kemudian ditambah 1% gelatin
dan 10% NaCl. Terbentuk endapan putih menunjuukan positif adanya kandungan
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus jantan galur
wistar yang diperoleh dari peternak tikus kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
Diaklimatisasi Selama Satu Minggu Dan Di Beri Pakan Standar Untuk Semua
Tikus diberikan pakan kaya fruktosa dan lemak dengan komposisi pakan
(80%), lemak kambing (15%), dan kuning telur bebek (5%). Jumlah kelompok
hewan uji yang mendapatkan makanan kaya lemak sebanyak 5 kelompok dan 1
Seluruh hewan uji diukur kadar glukosa darah (KGD) awal setelah
Tikus tetap diberi pakan standar. Kemudian di ukur kadar glukosa darah pada
berikut:
(n – 1)(t – 1) ≥ 15
Keterangan:
n = besar sampel
t = jumlah perlakuan
(n – 1)(t – 1) ≥ 15
(n – 1)(6 – 1) ≥ 15
(n – 1)5 ≥ 15
(n – 1) ≥ 3
n≥4
N = N/ (1-F)
Keterangan:
N = besar korelasi
F = 10%
N = n/(1-F)
N = 4/(1-10%)
= 4/(0,9)
= 4,44 ̴ 5
dari manusia ke tikus dengan berat badan 200 g, maka dosis obat yang akan
g/200gBB.
dapat meningkatkan kadar gula darah. Tikus putih jantan galur Wistar yang
digunakan dalam pengujian ini terdiri dari 30 ekor. Pengujian dilakukan pada 6
kelompok tikus putih jantan galur Wistar yang sehat dan beraktivitas normal, yang
terdiri dari :
1. Kelompok normal (KN) yaitu kelompok tikus normal yang diberi NaCMC 1%
5. Kelompok Dosis II (LS II) yaitu kelompok tikus diabetes yang diberi ekstrak l
6. Kelompok Dosis III (LS III) yaitu kelompok tikus diabetes yang diberi ekstrak
9. Analisis Histopatologi
tikus.
pemeriksaan kadar glukosa darah, yaitu pada hari ke-0, hari ke-14, hari 20 Dan
tikus dibedah dan diambil organ pankreas tikus dan dicuci dengan NaCl fisiologis
0,9%. Darah dikeluarkan hingga detak jantung terhenti dan selanjutnya dilakukan
Fiksasi jaringan dengan cara merendam dalam formalin buffer fosfat 10%
alkohol dengan konsentrasi bertingkat yang terdiri dari alkohol 70%, 80%, 90%,
xylol III.
4. Pemotongan
ketebalan 4-5 µm. Jaringan yang terpotong dikembangkan di atas air dalam
suhu kamar dan preparat siap diwarnai dengan Hematoxylin Eosin (HE).
xylol II, III masing-masing 5 menit. Kemudian preparat direndam dalam alkohol
aquades 15 menit, dan dalam eosin selama 2 menit. Selanjutnya preparat direndam
c) Pengamatan histopatologi
(Swarayana, 2012).
A. Penyiapan sampel
kemudian dilakukan sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan sampel dari
dengan menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk menghilangkan tanah dan
dan penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau dengan ukuran yang
ditutup dengan kain hitam agar sampel tidak terkena sinar matahari langsung
sehingga kandungan aktif dalam simplisia tidak rusak dan sirkulasi udara yang
pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering (Wahyuni,
sampel sehingga diperoleh serbuk simplisia untuk tiap tanaman. Dari serbuk
simplisia tiap tanaman tersebut diambil sebanyak 500 gram untuk tiap tanaman
B. Ekstraksi
lansau. Metode ini hampir sama dengan infusa tetapi untuk mengoptimalkan
pelarut etnaol 96%. Etanol 96% dipilih karena bersifat universal lebih selektif,
tidak beracun, sifatnya netral, absorbsinya baik, ekstrak yang dihasilkan tidak
mudah ditumbuhi kapang dan kuman serta dapat bercampur dengan air dengan
ekstrak kental dengan kandungan kimia tertentu sesuai yang diinginkan. Ekstrak
kental yang diperoleh kemudian disimpan dalam cawan porselen yang kemudian
dipekatkan menggunakan water bath pada suhu 50°C. Penggunaan water bath
dimaksudkan untuk menguapkan sisa pelarut etanol sehingga terpisah dari ekstrak
hingga diperoleh ekstrak kental dan ekstrak kering untuk tiap tanaman
Tabel 8. Jumlah ekstrak dan % rendamen 44 tanaman lansau
Melitus Tipe II. Tikus yang telah diabetes tersebut dibagi menjadi 5 kelompok
secara acak yaitu kelompok kontrol negatif (K(-)), kelompok control positif
(K(+)), kelompok dosis I (LS I), kelompok dosis II (LS II), dan kelompok dosis
III (LS III). Masing-masing kelompok diberikan perlakuan terapi yang berbeda.
Kelompok control normal (KN) yaitu kelompok hewan normal yang diterapi
dengan dengan Na CMC 1%. Kelompok konttrol negatif (K(-)) yaitu kelompok
hewan diabetes yang diterapi dengan Na CMC 1%. Kelompok control positif
(K(+)) yaitu kelompok hewan diabetes yang diterapi dengan glibenklamid 5 mg.
Kelompok dosis I (LS I) yaitu kelompok hewan diabetes yang diterapi ekstrak
etanol lansau 7,15 mg/kgbb. Kelompok dosis II (LS II) yaitu kelompok hewan
diabetes yang diterapi ekstrak etanol lansau 14,3 mg/kgbb. Kelompok dosis III
(LS III) yaitu kelompok hewan diabetes yan g diterapi ekstrak etanol lansau 28, 6
mg/kgbb. Terapi dilakukan sekali sehari selama 14 hari untuk tiap kelompok
hewan uji. Dalam pankreas terdapat pulau langerhans yang merupakan kumpulan sel
endokrin yang tersebar di seluruh organ pankreas berbentuk seperti pulau dan banyak
dilalui oleh kapiler-kapiler darah yang didalamnya terdapat 3 sel yatu sel alfa, beta,
dan delta. Sel beta inilah yang diberfungsi untuk mensekresi insulin. Pada saat hewan
uji mengalami diabetes melitus akan terjadi perubahan morfologi pada pulau
langerhans, baik dalam jumlah maupun bentuk pulau langerhans yang meliputi
terjadinya nekrosis dan degenerasi sel yang diamati secara mikroskopis dengan
Gambar 4.1 merupakan gambaran pulau langerhans dari organ pankreas tikus
diabetes melitus yang diinduksi glukosa selama 21 hari 3 kali sehari dilihat pada
gambar terjadi perubahan bentuk morfologi pada pulau langerhans yaitu mengalami
nekrosis atau yang disebut dengan kematian sel atau jaringan pada organisme hidup
ditandai dengan adanya ruang-ruang kosong pada islet langerhan dan terjadi
degenerasi sel yang ditandai oleh bentuk sel yang abnormal yang ditunjukkan oleh
sel yang membesar, inti sel mengecil, bahkan sitoplasma sudah tidak berinti.
Degenerasi sel endokrin dapat terlihat pada intinya yang pada berubah bentuk
menjadi polimorf (tidak seragam). Hal ini disebabkan karena pemberian glukosa
yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya disfungsi sel beta pankreas yang
ditandai dengan terjadi kerusakan berupa nekrosis dan degenerasi pada pulau
langerhans
Gambar 4.2 Gambaran Histopatologi Sel Pulau Langerhans Tikus Normal (KN)
Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. = sel normal.
dapat dilihat adanya keteraturan susunan sel endokrin yang menyebar di pulau
langerhans dengan bentuk sel-sel yang seragam serta sel-sel endokrinnya dalam
keadaan rapat dan utuh serta tidak mengalami nekrosis dan degenerasi sel. Hal ini
karena organ pankreas tikus dalam keadaan normal dan tidak diinduksi glukosa.
Gambar 4.3. Gambaran Histopatologi Sel Pulau Langerhans Tikus Kontrol
Negatif (K(-)) Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. = sel normal ,
= nekrosis, = inti sel hilang.
negatif dapat dilihat bentuk pulau langerhans mengalami nekrosis yang ditandai
dengan islet pulau langerhans yang kosong dan mengalami degenerasi dan
susunan sel-sel endokrin yang tidak rapat. Hal ini dikarenakan hewan uji yang
degenerasi vakuola dengan inti sel yang padat dan rapat . Hal ini dikarenakan
susunan sel-sel endokrin yang seragam meskipun masih terdapat sel yang
mengalami nekrosis yang ditandai dengan adanya ruang kosong pada pulau
langerhans. Hal ini disebabkan oleh hewan uji diabetes diberikan ekstrak etanol
Gambar 4.6. Gambaran Histopatologi Sel Pulau Langerhans Tikus dosis 14,3
mg/kgbb (LS II)Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. = sel normal ,
= nekrosis,
Gambar 4.6 merupakan penampakan pulau langerhans kelompok LS II
dengan susunan sel-sel endokrin yang rapat dengan bentuk yang seragam,
meskipun masih terdapat sel yang mengalami degenerasi yang ditandai dengan
hilangnya inti sel sehingga hanya terlihat sitoplasma. Hal ini dikarenakan
Gambar 4.7. Gambaran Histopatologi Sel Pulau Langerhans Tikus dosis 28,6
mg/kgbb (LS III) Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. = sel normal ,
= nekrosis,
dengan susunan sel-sel endokrin yang seragam meskipun masih terdapat sel yang
mengalami degenerasi yang ditandai dengan sel-sel yang tidak berinti. Hal ini
mg/KgBB, dosis 14,3 mg/KgBB dan 28,6 mg/KgBB mengalami perbaikan pada
pankreas yang dilihat dari penampakan pulau langerhans. Hal ini menandakan
Diabetes Melitus diberikan ekstrak etanol lansau. Dimana ektrak etanol lansau
meregenerasi kerusakan sel beta pankreas dan merangsang sel beta pankreas
490 sel endokrin pada pulau langerhans. Pada perlakuan dosis terlihat pada dosis
14,3 mg/KgBB terdapat lebih banyak sel endokrin yaitu 508 sel dibandingkan
dosis 7,15 mg/KgBB dan dosis 28,6 mg/KgBB masing-masing 303 sel dan 422
sel. Dari data jumlah sel endokrin kelompok kontrol positif meiliki 347 sel
endokrin. Semakin banyak sel endokrin dalam pulau langerhans maka semakin
normal.
BAB V
KESIMPULAN
A. Simpulan
yang mengalami diabetes melitus dilihat dari gambaran histopatologi pada dosis
14,3 mg/KgBB mengalami perbaikan bentuk sel sel endokrin kearah bentuk nomal
dan dari jumlah sel endokrin dosis 14,3 mg/KgBB memiliki jumlah sel endokrin
lebih banyak.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka saran dari penlitian yaitu perlu
pengaruh ekstrak etanol lansau terhadap histopatologi oragan pankreas tikus yang
Ajie., R,B., 2015, White Dragon Fruit (Hylocereus Undatus) Potential as Diabetes
Melitus Treatment, International Journal Of Biomedical and
Pharmaceutical, Vol.4, No.1.
Akbar, B., 2010, Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilitas, Adabia Press, Jakarta.
Diani, A.R., G. Sawada, B. Wyse, F.T. Murray And M. Khan. 2004. Pioglitazone
Preserves Pancreatic Islet Structure And Insulin Secretory Function In
Three Murine Models Of Type 2 Diabetes. Am. J. Physiol. Endocrinol.
Metab. 286: 116-122.
Dipiro, J.T., Talbert, LR. L., Yee, G. C., Matzke, G.R., Wells, B.G., dan Posey,
l.M., 2008, Pharmacoterapy: A Phatophysiologyc Approach, 7th Edition,
McGraw-Hill Companies, Inc., USA
Fitria, L., Mulyati., Cut M. T., dan Andreas S. B., 2015, Profil Reproduksi Jantan
Tikus (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) Galur Wistar Stadia Muda,
Pradewasa, dan Dewasa, Jurnal Biologi Papua, Vol. 7, No. 1.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340
Hongdiyanto, A., Paulina V. Y.Y., dan Hamidah S. S., 2014, Evaluasi
Kerasionalan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat
Inap Di Rsup Prof. Dr. R.D.Kandou Manado Tahun 2013, Jurnal Ilmiah
Farmasi – UNSRAT, Vol.3, No.2. ISSN- 2302 – 2493.
Ihsan, S., Kasmawati, H., Suryani, 2014, Studi Etnomedisin Lansau Sebagai Obat
Tradisional Khas Suku Muna Di Provinsi Sulawesi Tenggara, Laporan
Penelitian, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo.
Krinke, G. J., 2000. The Handbook Of Experimental Animal The Laboratory Rat,
Academy Press, New York.
Mailangkay, 2017, s., Katuuk, M., Karundeng M., Hubungan Motivasi Dan
Dukungan Keluarga Dengan Perawatan Kaki Mandiri Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2, e-journal Keperawatan, Vol.5, No.1
Muhtadi et al., 2014., uji praklinik anthihiperuisemia secara in vivo pada mencit
putih jantan galur balb-C dari ekstrak daun salam dan daun belimbing
wuluh. Biomedika. Vol. 6., No 1.
Nadraha, S., 2014, Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini, Medicinus,
Vol.27, No.2.
Pratiwi, Viera. 2012. Efek Hipoglikemik pada Tikus Wistar Jantan diabetes yang
Diinduksi dengan Streptozotocin Pasca Pemberian Cuka Salak (Salacca
vinegar). Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Putri, Asticaliana, E.S., dan Larasati., 2013, Hubungan Obesitas dengan Kadar
HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik
Rumah Sakit Umum Daeah Abdul Moeloek Provinsi Lampung, Medical
Journal Of Lampung University, Vol.2, No.4.
Saifudin, A., Viesa R., dan Hilwan Y.T., 2011, Standarisasi Bahan Obat Alam,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Salindeho, A., 2016, Pengaruh Senam Diabetes Melitus Terhadap Kadar Gula
Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Sanggar Senam Persadia
Kabupaten Gorontalo, Jornal Keperawatan, Vol.4, No.1.
Setiabudi, D.A, dan Tukiran.,2017., Uji skrining fitokimia ekstrak metanol kulit
batang tumbuhan klampok watu(syzygium litorale).,UNESA Journal of
Chemistry.,Vol. 6, No. 3.
Sineke, F U., dkk, Penentuan Kandungan Fenolik Dan Sun Protection Factor (Spf)
Dari Ekstrak Etanol Dari Beberapa Tongkol Jagung (Zea Mays L.), Jurnal
Ilmiah Farmasi, Vol.5, No.1.
Sinta, O., Jaka F., dan Rolan Rusli, 2016, Karakteristik Dan Pengobatan Pasien
Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Aji Batara Agung Dewa Sakti,
Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-3.
Sudoyu aru w, setyohadi b, idrus a, marcellus sk, setiati s. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III edisi V. Jakarta : interna publishing
Swarayana, I.M.I., I Wayan, S., dan I Ketut, B., 2012, Perubahan Histopatologi
Hati Mencit (Mus musculus) yang Diberikan Ekstrak Daun Ashitaba
(Angelica keiskei), Buletin Veteriner Udayana, Vol.4, No.2.
Tahir, M.Z., 2016, Studi Farmakognostik dan Uji Toksisitas Akut dengan Metode
Brine Shrimpt Lethality Test (BSLT) pada 11 Tumbuhan Obat
Tradisional Lansau Khas Suku Muna Sulawesi Tenggara, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.
Upoyo A S., dkk., 2015, Gambaran Elektrolit (Natrium – Kalium Serum)
Penderita Diabetes Mellitus Di RS Prof Dr Margono Soekarjo
Purwokerto, Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu”, Vol.06, No.01.
World health organization. Diabetes : the problem and the solution. 2010
Wulandari, Pratiwi., Zaenal, S., dan Lily, K., 2015, Analisis Faktor Penyebab
Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe-2 di
RSUD Tugurejo Semarang, Jurnal Visikes, Vol.14, No.1.
Zarmal,F, Santi S, dan Dharma L., 2016., Hubungan Fungsi Sel β Pankreas
dengan Profil Lipid Individu dengan Toleransi Glukosa Normal., CDK-
vol. 43 no. 8.
Puasa 12 jam
Kelompok
normal
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
dosis I dosis II dosis III negatif positif
Data
Ekstrak Kental
Human
Volume maksimal larutan sediaan uji yang dapat diberikan pada beberapa
Keterangan :
s.c. = Subcutan
b. Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji
perekor
Berat tikus
Tikus 200 g = 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
1000
200 𝑔
= 1000 𝑥 20 𝑘𝑔𝑏𝑏
=4g
Berat tikus
Tikus 210 g = 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
1000
210 𝑔
= 1000 𝑥 4 𝑘𝑔𝑏𝑏
= 4,2 g
Berat tikus
Tikus 300 g = 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
1000
300 𝑔
= 1000 𝑥 𝑘𝑔𝑏𝑏
=6g
2. Menentukan jumlah glukosa yang dibutuhkan untuk membuat larutan stok
50 ml
50 𝑚𝑙
x 100 g = 5000 mg
1 𝑚𝑙
Jadi volume pemberian untuk tikus dengan berat 210 g yaitu 1,05 ml dari
larutan stok.
Lampiran 5. Pembuatan Sediaan Pembanding (Glibenklamid)
b. Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑜𝑏𝑎𝑡
= 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
5 𝑚𝑔
= 60 𝑘𝑔
= 0,08 mg/kgbb
𝑘𝑚 manusia
HED (mg/kg) = dosis hewan (mg/kg) 𝑘𝑚 hewan
37
= 0,08 mg/kg 6
= 0,51 mg/kgBB
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
Jika berat tikus adalah 200 g maka dosis = x dosis obat
1000
200 𝑔
= x 0,51 mg/kgBB
1000
= 0,10 mg/gBB
30 𝑚𝑙
Larutan Obat Glibenklamid = x 0,10 mg = 1,5 mg
2 𝑚𝑙
1,5 𝑚𝑔
Jumlah glibenklamid yang ditimbang = x 202,8 mg = 60,84 mg
5 𝑚𝑔
Dosis glibenklamid = 10 g
Lampiran 6. Pembuatan Sediaan Uji
terapi yang digunakan sebagai acuan berpatokan pada penggunaan empiris yang
ada dimana berat yang digunakan yaitu 2 gram (setiap tanaman homogen beratnya
45 mg).
Kumis kucing
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
31,259 𝑔 𝑥
500x = 1406,655
x = 2,813 mg
Patiwala
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
62,62 𝑔 𝑥
500x = 2817,9
x = 5,635 mg
Kumbou
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
25,78 𝑔 𝑥
500x =1160,1
x = 2,32 mg
Komba-komba
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
31,55 𝑔 𝑥
500x = 1419,75
x = 2,83 mg
Padamalala
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
30,89 𝑔 𝑥
500x = 1390,05
x = 2,78 mg
Kaghuse-ghuse
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
45,73 𝑔 𝑥
500x = 2057,85
x = 4,11 mg
Patiwala ngkadea
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
51,43 𝑔 𝑥
500x = 2314,35
x = 4,62 mg
Kula
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
30 𝑔 𝑥
500x = 1350
x = 2,7 mg
Ghontoge
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
18,38 𝑔 𝑥
500x = 827,1
x = 1,65 mg
Sirsak
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
53,9 𝑔 𝑥
500x = 2425,5
x = 4,85mg
Kusambi
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
51,86 𝑔 𝑥
500x = 2333,7
x = 4,66 mg
Jambu biji
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
52,62 𝑔 𝑥
500x = 2367,9
x = 4,73 mg
Daru
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
30,76 𝑔 𝑥
500x = 1384,2
x = 2,76 mg
Gersen
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
61,65 𝑔 𝑥
500x = 2774,25
x = 5,54 mg
Cendana
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
20,27 𝑔 𝑥
500x = 912,15
x = 1,82 mg
Saubandara
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
63,34 𝑔 𝑥
500x = 2850,3
x = 5,7 mg
Kalamandinga
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
42,83 𝑔 𝑥
500x = 1927,35
x = 3,85 mg
Katapi
500 𝑔 45 𝑚𝑔
56,7 𝑔
= 𝑥
500x = 2551,5
x = 5,1 mg
Kamena-mena
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
32,76 𝑔 𝑥
500x = 1474,2
x = 2,94 mg
Kasape
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
26,93 𝑔 𝑥
500x = 1212,75
x = 2,42 mg
Lansale
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
39,53 𝑔 𝑥
500x = 1778,85
x = 3,55 mg
Kaembu-embu
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
39.98 𝑔 𝑥
500x = 1799,1
x = 3,59 mg
Akar tongkoea
500 𝑔 45 𝑚𝑔
17,84 𝑔
= 𝑥
500x = 802,8
x = 1,6 mg
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
9,24 𝑔 𝑥
500x = 415
x = 0,83 mg
Gondu
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
39,28 𝑔 𝑥
500x = 1767,6
x = 3,53 mg
kambadhawa
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
25,43 𝑔 𝑥
500x = 1144,35
x = 2,28 mg
Kaghai-ghai
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
26,97 𝑔 𝑥
500x = 1213,65
x = 2,42 mg
Libbo
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
28,84 𝑔 𝑥
500x = 1297,8
x = 2,59 mg
Ntanga-ntanga
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
15,98 𝑔 𝑥
500x = 719,1
x = 1,43 mg
Biji pinang
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
82,37 𝑔 𝑥
500x = 3706,65
x = 7,41 mg
Buah mengkudu
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
57,65 𝑔 𝑥
500x = 2594,25
x = 5,18 mg
Soni
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
25,9 𝑔 𝑥
500x = 1165,5
x = 2,3 mg
Akar alang-alang
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
26,85 𝑔 𝑥
500x = 1235,1
x = 2,47 mg
Rimpang lengkuas
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
19,92 𝑔 𝑥
500x = 896,4
x = 1,79 mg
Sirih
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
28,64 𝑔 𝑥
500x = 1288,8
x = 2,57 mg
Wonta
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
18,1 𝑔 𝑥
500x = 814,5
x = 1,62 mg
Patirangka
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
39,9 𝑔 𝑥
500x = 1772,55
x = 3,54 mg
Brotowali
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
25,7 𝑔 𝑥
500x = 1156,5
x = 2,31 mg
Tulasi
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
20,41 𝑔 𝑥
500x = 918,45
x = 1,83 mg
Lakoora
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
20,52 𝑔 𝑥
500x = 923,4
x = 1,84 mg
Sambiloto
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
43,45 𝑔 𝑥
500x = 1955.25
x = 3,91 mg
Kataba-tabako
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
25,48 𝑔 𝑥
500x = 1146,6
x = 2,29 mg
Rogo
500 𝑔 45 𝑚𝑔
=
27,86 𝑔 𝑥
500x = 1253,7
x = 2,5 mg
Kabothe-bothe
500 𝑔 45 𝑚𝑔
22,28 𝑔
= 𝑥
500x = 1002,6
x = 2,005 mg
konversi dosis dari manusia ke tikus berdasarkan luas permukaan tubuh yaitu:
139,213 𝑚𝑔
= 2,32 mg/kgbb
60 𝑘𝑔
𝑘𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎
HED = Dosis manusia x 𝑘𝑚 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
37
= 2,32 mg/kgbb x 6
= 14,307 mg/kgbb
Jadi dosis yang digunakan sebagai acuan untuk tikus yaitu 14,307 mg/kgbb.
dari dosis II dan untuk dosis III merupakan dua kali dari dosis II.
= 7,153 mg
= 2 x 13,814
= 28,614 mg
Lampiran 7. Perhitungan rendamen Ekstrak
Lampiran 8. Dokumentasi
1. Penyiapan sampel
\