JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : II / A1
HARI PRAKTIKUM : KAMIS
PEMBIMBING : LILIS DWI SAFITRI, Amd.Farm.
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi farmasis ,
ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih
khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam tubuh manusia. Hal-hal
yang termasuk didalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat organ target
serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek
terapeutik.
1
B. Maksud dan tujuan
1. Maksud percobaan
Untuk mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi suatu
zat di dalam dua pelarut yang saling tidak bercampur .
2. Tujuan percobaan
Tujuan praktikum pada percobaan ini yaitu untuk menentukan koefisien
distribusi suatu zat di dalam minyak dan air.
C. Prinsip Percobaan
Penentuan koefisien distribusi/koefisien partisi dari asam borat dan asam
benzoat berdasarkan pada perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut
yang tidak saling bercampur yakni dalam minyak dan air .
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak
saling bercampur. Jika ada kelebihan cairan atau suatu zat padat ditambahkan
kedalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan
mendistribusikan diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi
jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak bercampur dalam
jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan
didistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu
(Martin,Alfred, 1993:27).
Zat terlarut dapat berada sebagian atau keseluruhan sebagai molekul
terdisolusi dalam ion-ion salah satu fase tersebut. Hukum distribusi ini
diginakan untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer
atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin,1990;560).
Apabila ditinjau suatu zat tunggal yang terlarut dalam 2 macam cairan
yang tidak saling bercampur, maka dalam sistem tersebut tidak akan terjadi
keseimbangan (equilibrium) sebagai berikut :
Zat terlarut Zat terlarut luar
Fase bawah Fase atas
Menurut hukum termodinamika, pada keadaan seimbang ini nisbih
(ratio) aktivitas species terlarut dalam kedua fase tersebut disebut hukum
distribusi Nerst. Biasanya aktivitas dapat diganti dengan konsentrasi, sehingga
hukum itu dapat ditulis sebagai berikut :
Cu
3
K = ——
Cl
Dimana : K = Koefisien distribusi
Cu = Koefisien dalam fase atas
Cl = Koefisian dalam fase bawah
Koefisien partisi tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi
konsentrasi absolute zat atau volume kedua fase tersebut (Martin, 1999).
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada siat fisika dan kimia zat
terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH,
larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat
terlarut (Martin,1999;556).
Jika kelebihan cairan atau zat pelarut ditambahkan ke dalma campuran
dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua
fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke
dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk
menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua
lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu (Martin,1999;622).
Untuk memproduksi suatu respon biologis, molekul obat pertama-tama
harus menyeberangi suatu membran biologis beraksi sebagai suatu pembatas
lemak untuk kebanyakan obat-obat dan mengizinkan absorbsi zat-zat yang
larut dalam lemak dengan difusi pasif sedangkan zat-zat yang tidak larut
dalam lemak dapat mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan
kesulitan yang besar, jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta
disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH pada tempat absorbsi serta
karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori pH-partisi.
Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat merupakan suatu
karakteristik fisika-kimia yang relatif penting terhadap evaluasi dari efek-efek
yang mungkin pada absorbsi dari berbagai tempat pemberian (Ansel,2005).
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau
hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan
4
interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan
baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin,1999;637).
Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu, kelarutan
dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat,
pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika
dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat diabsorbsi
setelah zat aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu usaha
mempertinggi efek farmakologinya dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Martin,1999;627).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh
sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa
senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan
yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir
tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam
ekstrasel (Ernest,1999;89).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa
bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik
kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat
kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme,
walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam
bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui
penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk
memperoleh kerja yang terarah (Ernest,1999).
Begitu pula kelarutan asam organic lain dapat mempunyai keadaan
demikian, yaitu dapat larut dalam air ataupun dapat larut dalam lemak.
Aplikasi di bidang Farmasi adalah apabila ada zat pengawet untuk senyawa
organic berada dalam emulsi, maka pengawet ini sebagian larut dalam
minyak. Ini berarti kadar pengawet akan meninggikan air menuju ke minyak.
Padahal zat pengawet bekerja dalam media air. Perlu diketahui bahwa
5
perbandingan kelarutan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yang
berpengaruh pada pH larutan (Effendi,2003;275).
B. Uraian bahan
1. Air Suling (FI III Hal. 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut , media distribusi
2. Asam benzoat (FI III hal. 49)
Nama resmi : ACIDUM BENZOICUM
Nama lain : Asam benzoat
RM/BM : C₇H₆O₂ / 122,12
Pemerian : Hablur halus dan ringan , tidak berwarna , tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air , dalam lebih
kurang 3 bagian etanol (95%) p, dalam 8 bagian
kloroform p dan dalam 3 bagian eter p.
6
asam dan pahit kemudian manis.
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air , dalam 3 bagian air
mendidih , dalam 16 bagian etanol (95%) p , dan
dalam 5 bagian gliserol p.
penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik .
kegunaan : Sebagai sampel
4. Fenolftalein (FI IV Hal.662)
Nama resmi : PHENOLPHTHALEINUM
Nama lain : Fenolftalein / indikator pp
RM / BM : C₂₀H₁₄O₄ / 318,33
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah,
tidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol,
agak sukar larut dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai indikator
5. Minyak kelapa (FI III Hal. 456)
Nama resmi : OLEUM COCOS
Nama lain : Minyak kelapa
Pemerian : Cairan jernih , tidak berwarna atau kuning pucat ,
bau khas , tidak tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) p , pada suhu
60⁰, sangat mudah larut dalam kloroform p dan
dalam eter p .
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik , terlindungi dari cahaya,
di tempat sejuk .
Kegunaan : Sebagai pelarut , media distribusi
7
RM / BM : NaOH /40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping,
kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan
hablur, putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis
dan korosif. Segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol
(95%) p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan penitrasi
8
BAB III
METODE KERJA
A. Alat yang digunakan
1. Buret
2. Corong pisah
3. Erlenmeyer
4. Gelas kimia
5. Pipet volume
B. Bahan yang digunakan
1. Air suling
2. Asam benzoat
3. Asam borat
4. Indikator pp
5. Minyak kelapa
6. NaOH
D. Prosedur kerja
9
9. Ambil 25 mL larutan no. 2 di atas, kemudian titrasi dengan larutan baku
NaOH 0,1 N, serta tambahkan pula dengan indikator fenolftalein sebanyak 3
tetes
10. Titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi, ditandai dengan perubahan
warna indikator dari bening menjadi merah muda.
11. Catat volume titrasi yang digunakan
10
BAB IV
A. Hasil Pengamatan
Pembahasan
11
air yang berada di bawah diambil / ditampung dalam gelas ukur, sedangkan
lapisan minyaknya dibuang. Ini dikarenakan lapisan air dari pengocokanlah
yang akan dititrasi. Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang
dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi
dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat
diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening
menjadi merah muda akibat penambahan indikator basa yaitu pp sebelum
dititrasi .
Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang
digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan
indikator pp dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi
reaksi antara sampel asam yaitu asam borat atau asam benzoat dengan titran
basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga
larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik
ekuivalen.
Dari hasil percobaan yang dilakukan didapat kadar asam benzoat tanpa
partisi adalah 131,756 % dan dengan partisi 29,276 %. Jadi koefisien
distribusinya adalah 0,77 . Kadar asam borat tanpa partisi adalah 24,704 % dan
dengan partisi adalah 18,94 %. Jadi koefisien distribusinya adalah 0,23 .
BAB V
PENUTUP
12
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa
penentuan kadar asam benzoat tanpa partisi adalah 131,756 % dan dengan partisi
29,276 %. Jadi koefisien distribusinya adalah 0,77 . Kadar asam borat tanpa
partisi adalah 24,704 % dan dengan partisi adalah 18,94 %. Jadi koefisien
distribusinya adalah 0,23 .
Fenomena distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, sampel tidak
terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut, larutan dalam corong pisah belum
berpisah dengan baik saat pengambilan air untuk titrasi, sampel yang tidak larut
sempurna, sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi .
B. Saran
Diharapkan pada saat melakukan percobaan harus melakukan dengan hati-
hati agar tidak terjadi kesalahan yang berdampak pada hasil praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
13
Arisanty,dkk. 2019. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Poltekkes Kemenkes:
Makassar
Arista, Sri. 2013. Laporan praktikum fenomena distribusi. Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia: Makassar
LAMPIRAN
14
A. Perhitungan
UNTUK PEMBUATAN DAN PEMBAKUAN NaOH 0,1 N
1) Hitunglah berapa gram yang dibutuhkan untuk membuat larutan baku
NaOH 0,1 N Sebanyak 100 ml
Jawab : Dik: N = 0,1
BE NaOH= 40
V = 100 ml ⁓ 0,1 liter
Dit: g . . . ?
Peny: g
N = ——————
BE x V(liter)
g
0,1= ————
40 x 0,1
g = 40 x 0,1 x 0,1
g = 0,4 g ⁓ 400 mg
mg
—— = V . N
BE
mg = V x N x BE
mg = 10 x 0,1 x 204
= 204 mg ⁓ 0,204 g
15
1. Berat KHP = 0,2057 g ⁓ 205,7 mg
V = 10,1 BE = 204
V.N = Mg / BE
10,1 x N = 1,0083
N = 1,0083 / 10,1
= 0,0998 N
V = 10,2 BE = 204
V.N = Mg / BE
10,2 x N = 1,0161
N = 1,0161 / 10,2
= 0,0996 N
V = 10,2 BE = 204
V.N = Mg / BE
10,2 x N = 1,025
N = 1,025 / 10,2
= 0,1004 N
16
0,0998 + 0,0996 + 0,1004
Rata-rata N = ———————————
0,2998
= ——————
= 0,0999 N
17
UNTUK PERHITUNGAN KADAR ASAM BENZOAT
= 102,48 % / 131,756 %
= 0.77 %
= 5,764 % / 24,704 %
= 0,23 %
19