DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
NURHASANAH
NURJANAH RAHARUSUN
MUH. ILHAM
NOVIA FARDIANTI
JUMARDI KAMARUDIN
NARNI BUGIS
KURNIATI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari
jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang
diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja
efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan
mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali
peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan
lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir
sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan
adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan
Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada
mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk
jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan
demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Toksodinamik adalah mekanisme kerja suatu polutan/ zat terhadap
suatu organ sasaran pada umumnya melewati suatu rantai reaksi yang dapat
dibedakan menjadi 3 fase utama,yaitu:
a) Fase Eksposisi
b) Fase Toksokinetik
c) Fase Toksodinamik
B. Maksud praktikum
C. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat :
mencit.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Fase Toksokinetik
Absorbsi Biotransformasi
(Biologi)
Fase Toksodinamik
Anastesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika
pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi.
Anestesi umum memungkinkan pasien untuk menoleransi prosedur bedah yang
dalam kondisi normal akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan, berisiko
eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan agen intravena (injeksi)
atau inhalasi, meskipun injeksi lebih cepat yaitu memberikan hasil yang
diinginkan dalam waktu 10 hingga 20 detik.
Kombinasi dari agen anestesi yang digunakan untuk anestesi umum
membuat pasien tidak merespon rangsangan yang menyakitkan, tidak dapat
mengingat apa yang terjadi (amnesia), tidak dapat mempertahankan proteksi
jalan napas yang memadai dan/atau pernapasan spontan sebagai akibat dari
kelumpuhan otot dan perubahan kardiovaskuler.
Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan
terjadinya efek anestesia umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran
secara bertahap karena adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute
pemberiannya, anestesi umum dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan
intravena. Keduanya berbeda dalam hal farmakodinamik maupun farmakokinetik
(Ganiswara, 1995).
Tahap-tahap penurunan kesadaran dapat ditentukan dengan pengamatan
yang cermat terhadap tanda-tanda yang terjadi, terutama yang berhubungan
dengan koordinasi pusat saraf sirkulasi, respirasi, musculoskeletal dan fungsi-
fungsi otonom yang lain pada waktu-waktu tertentu. Beberapa anestetik umum
berbeda potensinya berdasarkan sifat farmakokinenik dan farmako dinamik yang
berbeda pula. Selain itu sifat farmasetika obat juga mempengaruhi potensi
anestesinya. Potensi anestetik yang kuat dapat disertai dengan potensi depresi
sususan saraf pusat yang kuat, sehingga perlu dilakukan pemantauan yang ketat,
untuk menghindari turunnya derajat kesadaran sampai derajat kematian.
( Ganiswara, 1995 ).
Tahapan Anestesi
1. Stadium 1 (analgesia)
a. Penderita mengalami analgesi,
b. Rasa nyeri hilang,
c. Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
a. Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
b. Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi)
c. Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur
d. Dapat terjadi mual dan muntah
e. Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi
f. Midriasis, hipertensi
3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)
a. Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan
tidur (pernapasan perut)
b. Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut
kehendak
c. Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri
dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa
ditahan
4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)
a. Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.
b. Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat
vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat
meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.
Eter (dietil eter, zaman dahulu dikenal sebagai sulfuric eter karena
diproduksi melalui reaksi kimia sederhana antara etil alkohol dengan asam
sulfat) digunakan pertama kali tahun 1540 oleh Valerius Cordus, botani Prusia
berusia 25 tahun. Eter sudah dipakai dalam dunia kedokteran, namun baru
digunakan sebagai agen anestetik pada manusia di tahun 1842, ketika Crawford
W. Long dan William E. Clark menggunakannya pada pasien. Namun
penggunaan ini tidak dipublikasikan. Empat tahun kemudian, di Boston, 16
Oktober 1846, William T. G. Morton memperkenalkan demostrasi publik
penggunaan eter sebagai anestetik umum (Morgan dan Mikhail, 2002). Eter
dapat dimasukkan kedalam derivat alkohol dimana H dari R-O-[H] digantikan
oleh gugus R lainnya. Eter adalah oksida organik yang berstrukur:
[R]-C-O-C-[R]
Alkohol
Alkohol mempunyai rumus umum R-OH. Strukturnya serupa dengan air, tetapi
satu hidrogennya diganti dengan satu gugus alkil. Gugus fungsi alkohol adalah
gugus hidroksil, -O. Alkohol tersusun dari unsur C, H, dan O. Struktur alkohol :
R-OH primer, sekunder dan tersier.
1. Sifat fisika alkohol :
a. Titik didih alkohol lebih besar dari pada titik didih alkena dengan jumlah
unsur C yang sama (etanol = 78oC, etena = -88,6oC)
b. Umumnya membentuk ikatan hidrogen
c. Berat jenis alkohol lebih besar dari pada berat jenis alkena
d. Alkohol rantai pendek (metanol, etanol) larut dalam air (=polar)
2. Struktur Alkohol : R – OH
R-CH2-OH (R)2CH-OH (R)3C-OH
Primer sekunder tersier
3. Pembuatanalkohol :
a. Oksi mercurasi – demercurasi
b. Hidroborasi – oksidasi
c. Sintesis Grignard
d. Hidrolisis alkil halida
4. Penggunaanalkohol :
a. Metanol : pelarut, antifreeze radiator mobil, sintesis formaldehid,
metilamina, metilklorida, metilsalisilat, dll
b. Etanol : minuman beralkohol, larutan 70 % sebagai antiseptik, sebagai
pengawet, dan sintesis eter, koloroform, dll.
5. Tatanama alkohol
Nama umum untuk alkohol diturunkan dari gugus alkol yang melekat pada –
OH dan kemudian ditambahkan kata alkohol. Dalam sisitem IUAPAC,
akhiran-ol menunjukkan adanya gugus hidroksil. Contoh-contoh berikut
menggambarkan contoh-contoh penggunaan kaidah IUPAC (Nama umum
dinyatakan dalam tanda kurung).
6. Farmakokinetik
a. Absorbsi
1) Absorbsi oral alkohol berlangsung secara cepat dilambung dan usus
halus. Kadar puncak plasma pada keadaan puasa dicapai dalam waktu
30 menit (Ramchandi, 2010).
2) Kecepatan absorpsi bervariasi, tergantung beberapa faktor, antara
lain:volume, jenis, dan konsentrasi alkohol yang dikonsumsi. Alkohol
dengan konsentrasi rendah diabsorpsi lebih lambat. Namun, alkohol
dengan konsentrasi tinggi akan menghambat proses pengosongan
lambung. Selain itu, karbonasi juga dapat mempercepat absorpsi
alkohol.
3) Kecepatan minum yaitu semakin cepat seseorang meminumnya,
semakin cepat absorpsi terjadi.
4) Makanan memegang peranan besar dalam absorpsi alkohol. Jumlah,
waktu, dan jenis makanan sangat mempengaruhi. Makanan tinggi
lemak secara signifikan dapat memperlambat absorpsi alkohol. Efek
utama makanan terhadap alkohol adalah perlambatan pengosongan
lambung. Metabolisme lambung, seperti juga metabolisme hati, dapat
secara signifikan menurunkan bioavailabilitas alkohol sebelum
memasuki sistem sirkulasi (Ramchandi, 2010).
b. Distribusi
Alkohol didistribusikan melalui cairan tubuh. Distribusi
berlangsung cepat, alkohol tersebar secara merata ke seluruh jaringan
dan cairan tubuh. Volume of distribution alkohol kira-kira sama dengan
total cairan tubuh (0,5-0,7 L/kg). Pada sistem SSP, kadar alkohol
meningkat secara cepat sebab otak menerima aliran darah yang banyak
dan alkohol dapat melewati sawar darah otak. Alkohol juga dapat
menembus sawar urin dan masuk ke janin (Weathermon, 1999).
c. Metabolisme
Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3 tahap
(Weathermon, 1999) :
1) Pada tahap awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh
enzim alkohol dehydrogenase (ADH). Enzim ini terdapat sedikit
pada konsentrasi alkohol yang rendah dalam darah. Kemudian saat
kadar alkohol dalam darah meningkat hingga tarap sedang (social
drinking), terjadi zero-order kinetics, dimana kecepatan
metabolisme menjadi maksimal, yaitu 7-10 gram/jam (setara dengan
sekali minum dalam satu jam). Namun kecepatan metabolisme
tersebut sangat berbeda antara masing-masing individu, dan bahkan
berbeda pula pada orang yang sama dari hari ke hari.
2) Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde diubah menjadi
acetate oleh enzim aldehyde dehydrogenase. Dalam keadaan
normal, acetaldehyde dimetabolisme secara cepat dan biasanya
tidak mengganggu fungsi normal. Namum saat sejumlah besar
alkohol di konsumsi, sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan
gejala seperti sakit kepala, gastritis, mual, pusing, hingga perasaan
nyeri saat bangun tidur.
3) Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi konversi gugus acetate
dari koenzim A menjadi lemak, atau karbondioksida dan air. Enam
tahap ini juga dapat terjadi pada semua jaringan dan biasanya
merupakan bagian dari siklus asam trikarbosilat (siklus Krebs).
Jaringan otak dapat mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil
koenzim A, atau asam asetat.
d. Ekskresi
Ekskresi Alkohol lewat paru-paru dan urin. Hanya kurang lebih 2-
10% yang diekskresikan dalam bentuk utuh (Wiria, 2007).
7. Farmakodinamik
Efek konsumsi alkohol terutama pada susunan saraf pusat (SSP)
adalah sebagai pendepresi. Konsumsi Alkohol berefek sedasi dan
antiansietas dan pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan
ataksia,bicara tak jelas, tidak dapat menentukan keputusan dan perilaku
inhibisi, yang dapat menimbulkan kesan adanya efek stimulasi SSP dari
alkohol. Proses mental yang dipengaruhi sejak awal adalah yang
berhubungan dengan latihan dan pengalaman.daya ingat, konsentrasi dan
daya mawas diri menjadi tumpul lalu hilang. Rasa kepercayaan diri
meningkat, kepribadian menjadi ekspansif dan bersemangat, perasaan
tidak terkontrol dan letupan emosi yang nyata. Perubahan psikis ini
disertai gangguan sensorik dan motorik (Wiria, 2007).
8. Mekanisme Kerja
Alkohol mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di
otak. Ini terjadi karena penghambatan atau penekanan saraf perangsang.
Sejak lama diduga efek depresi Alkohol pada SSP berdasarkan melarutnya
lewat membrane lipid. Efek Alkohol terhadap berbagai saraf berbeda karena
perbedaan distribusi fosfolipid dan kolesterol di membrane tidak seragam.
Data eksperimental menyokong dugaan mekanisme kerja lakohol di SSP
serupa barbiturate (Ramchandi, 2010).
METODE KERJA
1. LARUTAN ETER 1 ml
BAB IV
PEMBAHASAN
A. GAMBAR PENGAMATAN
B. TABEL PENGAMATAN
Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan yang di lakukan yaitu sebagai berikut
:
Waktu mulai
No Bobot mencit Xenobiotika Waktu mati
terjadi gejala
5 Methanol
2. ALKOHOL 96%
3. Vasokontraksi _
4. Vasodilatasi 8:12 +
5. Brokokontraksi _ -
6. Brokodilatasi - -
8. Strub 10:11
9. Biuresis - -
3. ALKOHOL 70%
NO GEJALA DURASI KEPEKAAAN
1. Miosis
2. Miarisasi
3. Vaso kontraksi
4. Vaso dilatasi
5. Brokokontraks
i
6. Brokodilatasi
7. Tremor
8. Strub
9. Biuresis
10. Groowing
12. Floming
13. Saliva
4. Kloroform
1. Miosis 1 menit +
2. Miarisasi - -
3. Vaso kontraksi - -
4. Vaso dilatasi - -
5. Brokokontraks - -
i
6. Brokodilatasi 45 detik ++
9. Biuresis - -
12. Floming - -
13. Saliva - -
14 Mati 2 Menit
4.Eter
1. Miosis 52 detik ++
2. Miarisasi - -
3. Vaso kontraksi - -
Brokokontraks
5. - -
i
6. Brokodilatasi - -
7. Tremor 33 detik ++
8. Strub - -
10. Groowing - -
13. Saliva - -
14. Mati 2 menit 54 detik
5. Methanol
2. Miarisasi -
3. Vaso kontraksi -
4. Vaso dilatasi -
6. Brokodilatasi -
8. Strub -
9. Biuresis 2`17
C. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini ingin diketahui bagaimana kerja dan efek suatu obat
pada sistem saraf pusat. Mekanisme kerja dari anestetik umum adalah bahwa
anestetik umum merupakan keadaan depresi umum yang sifatnya reversible
dari banyak pusat SSP, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan yang
agak mirip dengan pingsan.Anastetik umum ini digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi serta menimbulkan relaksasi
pada pembedahan.
Tikus yang digunakan dalam praktikum dilakukan pengorbanan terlebih
dahulu. pengorbanan dapat dilakukan dengan cara anastesi lokal maupun
dengan cara dislokasi lokal. Anastesi lokal dilakukan dengan cara memasukkan
tikus kedalam toples yang telah dijenuhkan dengan larutan eter, kloroform,
alcohol 96% dan 70% dan metanol tertutup, tunggu hingga tikus dalam keadaan
mati atau sampai mengeluarkan efek toksokinetik dan efek toksodinamik.
Pada percobaan ini diamati dan dihitung onset serta durasi zat-zat
anestesi. Zat uji yang digunakan untuk anastesi umum didalam percobaan ini
yaitu kloroform, eter dan alkohol 96%, alcohol 70% dan metanol. Onset adalah
mula kerja obat, dihitung mulai waktu mencit diberi zat uji sampai mencit
teranestesi, sedang durasi adalah lama bekerja obat, dihitung mulai mencit
teranestesi sampai mencit sadar atau mati.
Pada percobaan menggunakan eter, onset yang diperoleh yaitu 52 detik
dan gejala yang ditunjukkan pada mencit yaitu miosis, vaso dilatasi, tremor,
diuresis, eksofalamus, flooming dan akhirnya mati pada menit ke 2 lewat 45
detik. Tetapi percobaan kali ini mencit tertidur sampai mati, Mekanisme kerja
dari eter yaitu eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini
dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak
berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter diabsorpsi dan
diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan
keringat. Efek sampingnya yaitu iritasi saluran pernafasan, depresi nafas,
mual..
Percobaan menggunakan kloroform diperoleh onset 13 detik dan gejala
yang ditunjukkan pada mencit yaitu miosis, brakodilator, tremor, grooming,
eksofalamus dan mati ada menit ke 2. Mekanisme kerja kloroform, merusak sel
hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil. Radikal ini secara
kovalen mengikat protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid
pada membran sel yang akan menyebabkan kerusakan yang dapat
mengakibatkan pecahnya membran sel peroksidasi lipid yang menyebabkan
penekanan pompa Ca2+ mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal
hemostatik Ca2+ sel hati yang dapat menyebabkan kematian sel.
Percobaan menggunakan alkohol 96% diperoleh onset 22 detik dan
durasinya 29 menit 59 detik, kemudian gejala yang ditunjukkan pada mencit
yaitu grooming, vasodilatasi, tremor, straub, eksofalamus, flooming dan
salivasi. Jika dibandingkan dengan literatur alkohol dapat mengurangi waktu
tidur, merangsang sekresi asam lambung dan salivasi, Selanjutnya penggunaan
zat uji eter menghasilkan gejala miosis, vasodilatasi, tremor, diuresis,
eksofalamus, flooming, hal ini tidak sesuai dengan literatur dimana efek yang
ditimbulkan pada penggunaan eter harusnya depresi nafas, keringat, dan
ekskresi urin. Pada penggunaan zat uji kloroform, hasil yang didapat yaitu
miosis, brakodilator, tremor, grooming, eksofalamus dan mati menurut literatur
harusnya gejalanya mengalami grooming atau gelisah.Hal ini berarti praktikum
sudah sesuai dengan literature.
Pada praktikum yang kami lakukan, dengan perlakuan alkohol 95%
mencit yang diberi perlakuan mengalami eksitasi dan anestesi. Namun, jika
dibandingkan dengan mencit yang diberi perlakuan kloroform dan eter, mencit
yang diberi perlakuan alkohol lebih lambat atau lama untuk eksitasi dan
anestesi.
Kloroform merupakan anestesi yang efektif dibandingkan dengan nitrit
oxide, eter dan alkohol bila digunakan secara inhalasi. Hal ini disebabkan
karena induksi dari kloroform bekerja secara cepat dan lancar sehingga stadium
dari anestesi lebih cepat terlampaui. Namun, praktek ini dihentikan karena
menyebabkan kematian karena pernapasan, aritmia jantung, dan gagal jantung.
Kloroform sangat baik dan cepat diabsorbsi, dimetabolisme, dan dieliminasi
oleh hewan mamalia ataupun manusia baik melalui oral, inhalation, atau
dermal exposure. Kloroform adalah salah satu jenis anestesi umum yang efektif
digunakan melalui inhalasi. Hal ini dikarenakan sifat dari kloroform yang
mudah menguap sehingga cepat berikatan dengan oksigen sehingga stadium
eksitasi, anestesi dan kematiannya paling cepat. Efek samping lain dari
penggunaan kloroform, antara lain:
a. Ingesti
menyebabkan rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, nyeri dada
dan muntah.
b. Skincontact
menyebabkan iritasi pada kulit seperti kemerahan dan nyeri
c. Mata
menyebabkan iritasi pada mata, dan dapat terjadi kerusakan mata
(Anonim, 2005).
Pada eter dari stadium eksitasi ke stadium anestesi membutuhkan
waktu yang lama atau bahkan tak terhingga karena jenis anestesi umum ini
akan efektif apabila digunakan melalalui intravena. Alkohol dapat efektif
apabila penggunaannya melalui jalur oral ( Ganiswarna, 1995).
1. Yang cepat menimbulkan eksitasi : kloroform
2. Yang cepat menimbulkan anastesi : kloroform
3. Yang cepat menimbulkan kematian : kloroform
Dari hasil praktikum dari kelima mencit hanya dua yang mengalami
kematian, ketiga mencit tidak mengalami kematian, hanya terjadi perubahan
tingkah laku dan pernapasan (eksitasi dan anestesi). Hal ini disebabkan oleh
beberapa kekurangan praktikum, yaitu:
1) Dosis setiap obat anestesi umum yang kurang tepat
2) Pemberian obat anestesi umum tidak dilakukan bersama dalam hitungan
detik yang tepat
3) Tutuptoples tidak menutup secara sempurna. Hal ini memungkinkan
penguapan obat anestesi umum menguap keluar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
90% dan 70% paling banyak menimbulkan gejala, eter lebih banyak
B. Saran
yang lebih lengkap, bila dibandingkan dengan tabel warna yang saat ini
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
www.odh.ohio.gov/ASSETS/IVEIVC506200F0IVE0AAA96D8IV6ABC0
2010.