ELIKSIR IBUPROFEN
Dosen Pengampu
Andhi Fahrurroji, M.Sc., Apt.
NIP.198408192008121003
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK / KELAS : F / A1
ANGGOTA KELOMPOK : Nafilah (I1021191092)
Thania Kholbi (I1021201031)
Devia Valenstya (I1021201040)
Wulan Safitri (I1021201043)
Amrina Rasyada Asmara (I1021201049)
BAB I
PENDAHULUAN
2. Propilen Glikol
Fungsi Berfungsi sebagai pengawet dan pemanis
(Farmakope VI, 2020)
Pemerian Berbentuk cairan yang bersifat kental. Tetapi
memiliki warna yang jernih. Memiliki rasa yang
khas dan tidak berbau. Propilen glikol dpaat
menyerap air jika berada pada udara yang
lembab (Farmakope VI, 2020)
Kelarutan Dapat larut di dalam air, aseton, kloforom. Larut
juga di dalam eter dan minyak esensial
(beberapa saja). Namun, tidak larut dalam
minyak lemak. (Farmakope VI, 2020)
Persentase yang 20%
digunakan
Stabilitas Stabil pada suhu dingin dan wadah tertutup baik.
Dapat teroksidasi bila pada tempat terbuka.
Stabil bila diformulasikan dengan etanol (95%),
air dan gliserin. (HOPE, 2009)
Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan reagen pengoksidasi
(contoh: kalium permanganate) (HOPE, 2009)
Alasan Digunakan sebagai pemanis dan pembasah
Pemilihan dalam sediaan elixir
Eksipien
Kemasan Disimpan pada wadah yang rapat (Farmakope
VI, 2020)
3. Etanol 90%
4. Gliserin
5. Sirupus Simpleks
6. Metil Paraben
7. Asam Sitrat
8. Aquadest
15 20 100−( 15+20 )
KD Campuran = ( 100 x 25,7) + ( x 43 )+ ( x 80,4 )
100 100
= 3.855 + 8.6 + 52,26 = 64,715
KD Total =
15 20 20 100−(15+ 20+20)
( 100 x 25,7) + ( x 43 )+ ( x 33 ) + ( x 80,4 )
100 100 100
= 3.855 + 8.6 + 6.6 + 36.18
= 55,235
Suatu pelarut campur yang ideal memiliki harga konstanta dielektrik (KD)
antara 25 – 80. Dalam percobaan ini dihasilkan pelarut campur yang
memenuhi persyaratan pelarut yang ideal karena mendapat harga KD
campuran sebesar 64,715 dan KD total sebesar 55,235.
3. Etanol
Etanol dalam sediaan ini digunakan sebagai kosolven. Dimana
penambahan etanol berfungsi untuk meningkatkan konstanta dielektri
dan kelarutan dari zat aktif sehingga zat aktif tersebut mudah untuk
dilarutkan [ CITATION Qis18 \l 1033 ]. Adapun konsentrasi etanol yang
digunakan adalah [ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
Antimicrobial preservative ≥ 10
Disinfectant 60 – 90
Extracting solvent in galenical manufacture Ad 85
Solvent in film coating Variabel
Solvent in injectable solutions Variabel
Solvent in oral liquids Variabel
Solvent in topical products 60 – 90
4. Gliserin
Gliserin dalam sediaan digunakan sebagai pemanis dan
anticaplocking. Penambahan gliserin sebagai pemanis berfungsi untuk
menutupi rasa kurang enak dari sediaan [ CITATION Cha13 \l 1033 ].
Selain itu, penambahan gliserin juga berfungsi sebagai anti caplocking
yaitu untuk mencegah terjadinya kristalisasi gula pada leher botol
[ CITATION Yam202 \l 1033 ]. Berikut ini konsentrasi gliserin yang
digunakan, yaitu [ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
Antimicrobial preservative < 10
Emollient ≤ 30
Gel vehicle, aqueous 5.0 – 15.0
Gel vehicle, nonaqueous 50.0 – 80.0
Humectant ≤ 30
Ophthalmic formulations 0.5 – 3.0
Patch additive Variabel
Plasticizer in tablet film coasting Variabel
Solvent for parenteral formulations ≤ 50
Sweetening agent in alcoholic elixirs ≤ 20
5. Sirupus Simpleks
Sirupus simpleks pada sediaan elixir digunakan sebagai pemanis yang
berfungsi untuk menutupi rasa tidak enak dalam sediaan [ CITATION
Nur15 \l 1033 ]. Sirupus simpleks ini merupakan sukrosa yang
ditambahkan dengan aquadest dengan persentase sirupus simpleks
65%. Adapun konsentrasi sirupus simpleks yang digunakan sebagai
berikut [ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
Syrup for oral liquid formulations 67
Sweetening agent 67
Tablet binder (dry granulation) 2 – 20
Tablet binder (wet granulation) 50 – 67
Tablet coating (syrup) 50 – 67
6. Metil Paraben
Metil paraben pada sediaan elixir digunakan sebagai pengawet karena
pada sediaan ini banyak mengandung air dan juga digunakan berkali-
kali. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba pada sediaan [ CITATION Shu13 \l 1033 ]. Adapun
konsentrasi metil paraben yang digunakan adalah sebagai berikut
[ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
IM, IV, SC injections 0,065 – 0,25
Inhalation solutions 0,025 – 0,07
Intradermal injections 0,10
Nasal solutions 0,033
Ophthalmic preparations 0,015 – 0,2
Oral solutions and suspensions 0,015 – 0,2
Rectal preparations 0,1 – 0,18
Topical preparations 0,02 – 0,3
Vagina preparations 0,1 – 0,18
7. Perisa Anggur
Perisa anggur berfungsi menutupi rasa yang tidak enak dan
meningkatkan tampilan yang menarik sehingga pasien mudah
menerima [ CITATION Yam202 \l 1033 ].
8. Asam Sitrat
Asam sitrat digunakan sebagai dapar dalam sediaan elixir.
Penambahan dapar pada sediaan ini karena pH yang didapatkan tidak
memenuhi pH standar. Pemilihan dapar pada sediaan tergantung pada
inkompatibilitas dan toksisitas, serta juga harus mendekati nilai pKa
dari zat aktif [ CITATION Yam202 \l 1033 ].
9. Essens Anggur
Essens anggur digunakan untuk menutupi bau yang tidak enak pada
sediaan. Selain itu, penambahan essens juga digunakan untuk
meningkatkan daya tarik pada pasien anak-anak [ CITATION Yam202 \l
1033 ].
10. Pewarna Ungu
Pewarna ungu digunakan untuk memberikan kesan menarik pada
sediaan dan agar membuat sediaan tidak pucat [ CITATION Yam202 \l
1033 ].
11. Aquadest
Aquadest digunakan dalam sediaan elixir berfungsi sebagai pelarut
tambahan dalam sediaan [ CITATION Yam202 \l 1033 ].
II.6 Mekanisme Kerja Eksipien
1. Propilen Glikol
Penambahan propilen glikol digunakan dalam sediaan elixir untuk
meningkatkan kelarutan dimana berdasarkan tingkat kelarutan propilen
glikol dapat melarutkan lebih baik dibandingkan dengan gliserin.
Propilen glikol juga memiliki toksisitas lebih sedikit dibandingkan
dengan kosolven yang lain. Selain itu, propilen glikol tidak memiliki
kompatibel yang buruk dengan bahan-bahan lain [ CITATION Row092 \l
1033 ].
2. Etanol
Penambahan tanol digunakan dalam sediaan elixir untuk
meningktakan kelarutan. Dimana zat aktif yang digunakan, yaitu
ibuprofen memiliki kelarutan yang tidak praktis larut dalam air. Tetapi
praktis larut dalam etanol. Selain itu, etanol juga tidak memiliki
kompatibel yang buruk dengan bahan-bahan yang digunakan
[ CITATION Row092 \l 1033 ].
3. Gliserin
Penambahan gliserin dalam sediaan sebagai pemanis dan mencegah
terjadinya kristal pada leher botol. Gliserin memiliki kelarutan yang baik
dalam air, sehingga mudah untuk dilarutkan dalam sediaan. Gliserin
tidak memiliki kompatibel yang buruk dengan bahan-bahan yang
digunakan, tetapi memiliki kompatibel sangat baik dengan zat
pengoksidasi (kalium klorat/permanganate, dan kromium trioksida)
yang dapat menyebabkan ledakan, serta dengan seng klorida yang
menyebabkan gliserin berubah warna menjadi hitam [ CITATION Row092
\l 1033 ].
4. Sirupus Simpleks
Penambahan sirupus simpleks pada sediaan berfungsi sebagai
pemanis. Sirupus simpleks memiliki kelarutan yang baik dengan air.
Selain itu, sirupus simpleks memiliki kompatibel yang baik dengan
bahan, tetapi dapat terkontaminasi jika adanya logam berat dan udah
bereaksi juga dengan tutup aluminium [ CITATION Row092 \l 1033 ].
5. Metil Paraben
Penambahan metil paraben pada sediaan berfungsi sebagai
pengawet. Metil paraben memiliki kelarutan yang praktis tidak larut
dalam air, sehingga metil paraben dilarutkan dengan menggunakan
propilen glikol. Metil paraben tidak kompatibel dengan bentonite,
tragakan, sorbitol, dan lainnya. Sehingga penggunaan sorbitol sebagai
pemanis tidak baik dalam pembuatan sediaan ini [ CITATION Row092 \l
1033 ].
6. Asam Sitrat
Penambahan asam sitrat digunakan dalam sediaan ini berfungsi
sebagai dapar dalam sediaan. Asam sitrat memiliki kelarutan yang baik
dalam air. Selain itu asam sitrat juga memiliki kompatibel yang baik
dengan bahan-bahan yang digunakan. Tetapi penggunaan asam sitrat
dan sukrosa yang bersamaan akan menyebabkan sukrosa mengkristal
dari sirup [ CITATION Row092 \l 1033 ].
7. Perisa Anggur, Essens Anggur, dan Pewarna Ungu
Penambahan perisa anggur digunakan untuk menutupi rasa yang tidak
enak pada sediaan, penambahan essens anggur digunakan untuk
menutupi bau yang tidak enak, dan penambahan pewarna ungu untuk
membuat tampilan menarik, sehingga sediaan mudah diterima pasien [
CITATION Yam202 \l 1033 ].
8. Aquadest
Penambahan aquadest digunakan untuk melarutkan dan
menambahkan volume sediaan [ CITATION Row092 \l 1033 ].
II.7 Perkembangan Bentuk Sediaan Elixir
Pada perkembangan sediaan elixir, elixir dibentuk menjadi sediaan dry
elixir. Sediaan obat elixir kering (DE) adalah bentuk sediaan yang efisien
untuk pemberian oral untuk menghindari masalah seperti rendah kelarutan,
disolusi dan bioavailabilitas kelas BCS obat II. Bahan yang dimuat dalam
sistem DE sangat cepat larut dalam media GI karena efek co-pelarut etanol
dan air, menghasilkan peningkatan disolusi dan bioavailabilitas oral. Teknik
pengeringan semprot yang sering digunakan untuk membuat DE adalah
metode yang sangat efektif dalam industri farmasi karena proses yang
hemat biaya dan stabilitas penyimpanan produk yang tinggi. Pada
contohnya adalah sediaan DE celecoxib. Tujuannya adalah untuk
memberikan bentuk sediaan oral yang efektif. Baik karakterisasi fisikokimia
dan laju disolusi sediaan sistem DE celecoxib-loaded dievaluasi. Selain itu,
profil farmakokinetik dipelajari setelah pengiriman oral DE pada tikus
Sprague Dawley (SD) dan dibandingkan dengan mereka setelah pengiriman
oral produk yang dipasarkan celecoxib (Kwan Hyung Cho. Et al, 2018).
Perkembangan formulasi dari eliksir berutujuan untuk untuk
meningkatkan disolusi dan bioavailabilitas celecoxib yang dienkapsulasi.
Banyak pori-pori di bagian dalam eliksir diisi dengan etanol yang
mengandung celecoxib. Pori-pori diisi dengan etanol yang dilarutkan dengan
celecoxib. Ukuran serbuk eliksir yang dianalisis dengan metode difraksi laser
adalah sekitar 2,5 m dan distribusinya berkisar antara 0,5 hingga 10 m.
Jumlah etanol yang dienkapsulasi dan kandungan obat sangat bergantung
pada suhu udara masuk. Di sisi lain, celecoxib di eliksir meningkat karena
pengurangan jumlah etanol secara bertahap. Serbuk yang dibuat pada suhu
di bawah 70oC sangat tidak memadai karena kemampuan mengalir yang
buruk dan kelengketan partikel semprot kering. Eliksir yang dibuat pada suhu
60oC digunakan karena kandungan etanol yang tinggi (sekitar 34%) dan sifat
fisik yang baik (daya alir tinggi dan kelengketan rendah). Jumlah etanol dan
obat dalam eliksir dapat dikontrol dengan suhu pengeringan semprot.
Puncak leleh celecoxib dalam campuran fisik sekitar 162oC relatif
diencerkan, tetapi puncak endotermik obat masih terdeteksi pada posisi
yang sama. Sebaliknya, puncak endotermik celecoxib di DE jelas
menghilang dalam diagram DSC. Hasil ini menunjukkan bahwa celecoxib
yang dienkapsulasi terlarut atau terdispersi secara molekuler dalam eliksir.
Celecoxib yang terlarut atau terdispersi secara molekuler (keadaan amorf)
meningkatkan laju disolusi dan bioavailabilitas oral dari celecoxib yang tidak
larut dalam air (Kwan Hyung Cho. Et al, 2018).
Pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sistem DE berhasil dibuat
untuk meningkatkan disolusi in vitro dan in vivo oral penyerapan celecoxib.
Dienkapsulasi atau dilarutkan celecoxib dalam matriks DE dengan cepat
larut karena efek co-pelarut etanol dan air yang menghasilkan peningkatan
disolusi dan bioavailabilitas. Formulasi DE menunjukkan peningkatan AUC
dan Cmax yang lebih tinggi dibandingkan dengan bubuk celecoxib dan
produk yang dipasarkan (Celebrex®). Oleh karena itu, mikrokapsul DE
berbasis dekstrin mewakili opsi potensial sebagai formulasi yang dapat
dipilih dari celecoxib yang sukar larut dalam air (Kwan Hyung Cho. Et al,
2018).
II.8 Evaluasi Sediaan
a. Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan menggunakan sensorik atau
pancra indra sebagai alat untuk mengukur daya penerimaan produk. Uji
organoleptis sangat penting dilakukan untuk menilai mutu dari suatu
produk seperti bau, rasa dan kerusakan lainnya (Wahyuni, 2017).
b. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Pada sediaan
larutan yang sudah jadi dalam beaker glass, kemudian celupkan elektoda
pH meter kedalam eliksir yang telah di kalibrasi dengan dapar standar
biarkan selama 30 menit kemudian diamati dengan pH seharusnya
(Aremu, 2015).
c. Uji Berat Jenis
Berat jenis diuji dengan menggunakan alat piknometer. Lalu,
piknometer diisi dengan air sampai penuh kemudian direndam dengan air
es suhu kurang lebih 20° C dibawah suhu berat jenis yaitu 25° C
kemudian piknometer ditutup pipa kapiler. Setelah itu dibiarkan terbuka
dan suhu naik sampai suhu percobaan, lalu piknometer ditutup. Biarkan
suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar, kemudian air yang
menempel diusap, lalu ditimbang dengan sesama lalu lihat dalam tabel
kerapan air dan suhu percobaan untuk menghitung volume air (FI 6,
2020). Berat jenis dihitung menggunakan rumus berikut:
Berat sampel
BJ=
Berat air
d. Uji Kandungan Mikroba
Uji kandungan mikroba menggunakan media Plate Count Agar (PCA)
dan aquadest sampel yang di campurkan pada medium agar di biarkan
selama 24 jam kemudian diamati di Plate Count Agar alat menghitung
mikroba (Ambari, 2018).
e. Uji Efek Mikrobiologi dan Toksisitas
Uji efek mikrobiologi dan toksisitas dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim maupun mikroorganisme lainnya dengan
mereaksikan sampel terhadap mediator yang dipilih, lalu diamati pada
mikroskop. Uji mikrobiologi yang dilakukan untuk mengetahui sediaan
mengandung jamur atau tidak, bisa dilakukan pengamatan dengan mata
tanpa alat apapun (Ambari, 2018).
f. Uji viskositas
Pada uji viskositas menggunakan alat viskometer ostwold. Alasan
menggunakan alat viskometer ostwold karena viskositas ostwold
digunakan untuk mengukur sampel yang encer atau kurang kental dan
dalam sediaan yang dibuat merupakan sediaan yang encer atau kurang
kental serta termasuk dalam hukum newton. Penggunaan viskositas
ostwold ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan
uji untuk lewat antara dua tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui
suatu tabung kapiler bervertikal. Langkah- langkah yang harus dilakukan
yaitu gunakanlah viskometer yang sudah dicuci bersih, kemudian
pipetkan cairan ke dalam viskometer dengan menggunakan pipet tetes.
Lalu pindahkan cairan dengan menggunakan pushball sampai melewati 2
batas. Setelah itu siapkanlah stopwatch, kemudian kendurkan cairan
sampai batas pertama lalu mulai penghitungan. Lalu dicatat hasil, dan
lakukan penghitungan dengan rumus. Diusahakan saat melakukan
penghitungan kita menggenggam di lengan yang tidak berisi cairan
supaya tidak cairan yang dipegang tidak tumpah (Ambari, 2018).
g. Uji Volume Terpindahkan
Uji volume terpindahkan dilakukan untuk menjamin sediaan larutan
oral jika dipindahkan dari wadah asli ke wadah lain, volume sediaan akan
tetap seusai dengan yang tertera di etiket. Uji ini dilakukan dengan cara:
sediaan dimasukkan kedalam botol 60 mL yang telah dikalibrasi, lalu
tuang kembali kedalam gelas ukur. Catat volumenya (Asrina, 2020).
Hasil: Volume rata-rata larutan dari 10 wadah tidak kurang dari 100%,
dan tidak ada satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume di
etiket. Jika A adalah volume rata-rata < 100% tetapi tidak adan satu pun
wadah yang volumenya kurang dari 95% atau B adalah tidak lebih dari 1
wadah, volume < 95% tetapi tidak kurang dari 90% volume pada etiket,
dilakukan uji tambahan pada 20 wadah tambahan. Syarat: volume rata-
rata larutan dari 30 wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak lebih
dari 1 dari 30 wadah volume < 95% tetapi tidak kurang dari 90% dari
yang tertera pada etiket (Kemenkes, 2020).
h. Uji Kejernihan
Uji ini dilakukan menggunakan media Plate Count Agar (PCA) dan
aquadest. Sampel yang di campurkan pada medium agar di biarkan
selama 24 jam, lalu amati di Plate Count Agar (alat menghitung mikroba).
Uji mikrobiologi bertujuan mengetahui apakah suatu sediaan terdapat
jamur atau tidak. Uji ini dilakukan dengan pengamatan menggunakan
mata tanpa alat apapun (Ambari, 2018).
Agustin , R., Sari, N. & Zaini, E., (2014). Pelepasan Ibuprofen dari Gel Karbomer
940 Kokristal Ibuprofen-Nikotinamida. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(1),
pp. 79-88.
Ambari, Yani. (2018). Uji Stabilitas Fisik Formulasi Elixir Paracetamol dengan
Kombinasi Co-Solvent Propilen Glikol dan Etanol. Journal of
Pharmaceutical Care Anwar Medika. 1 (1) : 1-6.
Asrina R. (2020). Formulasi dan Uji Mutu Fisik Sirup dari Ekstrak Etanol Daun
Pare (Momordica charantia L.). Jurnal Farmasi Sandi Karsa, 6(1), 1-4.
Chabib , L., Murrukmihadi, M. & Aprianto, (2013). Pengaruh Pemberian Variasi
Campuran Sorbitol dan Glukosa Cair Sebagai Pemanis Pada Sediaan
Gummy Candy Paracetamol. Jurnal Ilmiah Farmasi, 10(2), pp. 69-77.
Fatmawaty, A., Nisa, M., Riski, R. (2019). Teknologi Sediaan Farmasi.
Yogyakarta : Penerbit Deepublish.
Harjanti, R., Parmadi, A. (2014). Elixir of Extract Leaf Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) as Anti Hypertension with Method of Maserasi. IJMS. 1 (1) : 27
– 29.
Indijah, S., Fajri, P. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakologi.
Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Isadiartuti, D., dkk. (2020). Edukasi Teknik Aseptik Sediaan Steril Bagi Tenaga
Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kabupaten Sumba Timur
NTT. Jurnal Layanan Masyarakat. 4 (1) : 237 – 242.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Farmakope Edisi 6.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kwan Hyung Cho, Taeyong Sim, Jun-Pil Jee,DaA.Yang, Sung Tae Kim, Dongjin
Kang, Dae-Young Kim, Sang Yeob Park, Kyeongsoon Kim, and Dong-Jin
Jang. (2018). Improved Dissolution and Oral Bioavailability of Celecoxib
by a Dry Elixir System. Journal of Nanoscience and Nanotechnology, Vol.
18(2), pp. 1482–1486,
Lazuardi, M. (2019). Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veteriner Edisi 1. Surabaya :
Airlangga University Press.
Nurdianti, L., (2015). Pengembangan Formulasi Sediaan Infusum Jahe (Zingiber
officinale). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, 13(1), pp. 71-78.
Palupi, D., Wardani, P. (2017). Tingkat Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non
Steroid (AINS) di Apotek GS Kabupaten Kudus. Jurnal Keperawatan dan
Kesehatan Masyarakat. 2(5) : 37 – 41.
Qisti, B. W. K., Nurahmanto, D. & Rosyidi, V. A., (2018). Optimasi Propilen Glikol
dan Etanol sebagai Peningkat Penetrasi Ibuprofen dalam Sediaan Gel
dengan Metode Simplex Lattice Design. Jurnal Pustaka Kesehatan, 6(1),
pp. 11-17.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J. & Quinn, M. E., (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. 6nd ed. USA: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.
Shafie, dkk. (2018). Efficacy of Pre-Medication with Ibuprofen on Post-Operative
Pain After Pulpotomy in Primary Molars. Iranian Endodontic Journal. 13
(2) : 216 – 220.
Shu, M., (2013). Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer dengan Bahan Aktif
Triklosan 0,5% dan 1%. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya,
2(1), pp. 2-14.
Sovia, E., Yuslianti, E. (2019). Farmakologi Kedokteran Gigi Praktis. Yogyakarta :
Penerbit Deepublish
Supardi, S., dkk. (2012). Kajian Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Pemberian Informasi Obat dna Obat Tradisional di Indonesia. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. 2 (1) : 20 – 27.
Tirunagari, M., Nerella, N., Koneru, A., Madihah, Sarfaraz, S., Mushtaq, M. A..
(2020). Formulation and Evaluation of Pediatric Paracetamol Elixir Using
Natural Colorant. International Journal of PharmTech Research. 13 (03) :
180 – 185.
Yamlean, P. V. Y., (2020). Buku Ajar Farmasetika. Klaten: Lakeisha.
Yuniarsih , N., (2017). Perlukah Kita Menggunakan Obat Kumur?. Majalah
Farmasetika, 2(4), pp. 14-17.