Anda di halaman 1dari 24

REVIEW JURNAL

ELIKSIR IBUPROFEN

Dosen Pengampu
Andhi Fahrurroji, M.Sc., Apt.
NIP.198408192008121003

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK / KELAS : F / A1
ANGGOTA KELOMPOK : Nafilah (I1021191092)
Thania Kholbi (I1021201031)
Devia Valenstya (I1021201040)
Wulan Safitri (I1021201043)
Amrina Rasyada Asmara (I1021201049)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pengertian obat menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Pasal 1 tentang kesehatan diartikan sebagai bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang dipergunakan guna memberi
pengaruh ataupun menyelidiki sistem fisiologi serta keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, yang dipergunakan khususnya
untuk manusia. Sediaan farmasi merupakan obat, obat tradisional serta
kosmetika (Supradi, 2012). Obat merupakan bahan yang di regulasi oleh
pemerintah, dalam hal ini oleh Badan POM. Tujuan regulasi adalah
melindungi konsumen dari efek yang merugikan karena kualitas atau
keamanannya (Indijah, 2016).
Sediaan obat di dalam farmasi dibagi menjadi 2, yaitu sediaan steril dan
sediaan nonsteril. Sediaan steril merupakan sediaan yang tidak
mengandung kontaminasi mikroba. Cara untuk mengetahui sediaan tersebut
tidak mengandung mikroba adalah dengan melakukan uji sterilitas (metode
aspektik) dan uji mikroba (Isadiartuti dkk., 2020). Sedangkan sediaan
nonsteril adalah sediaan yang tidak bebas dari mikroorganisme dan pada
proses pembuatannya tidak melalui metode aseptic. Namun tetap harus
beas dari mikroba yang bersifat patogen (Lazuardi, 2019).
Sediaan larutan merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau
lebih dari satu zat kimia yang terlarut, biasanya dilarutkan dengan pelarut air
yang karena kelarutan bahan-bahannya, cara peracikan dan
penggunaannya tidak dimasukkan ke dalam golongan produk lainnya. Salah
satu dari bentuk sediaan larutan adalah sediaan berupa eliksir. Eliksir adalah
larutan oral nonsteril yang mengandung etanol yang berkadar sekitar 90%
yang memiliki fungsi sebagai kosolven atau pelarut. Eliksir merupakan
larutan yang terlihat jernih serta terasa manis yang dimaksudkan fungsinya
untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah
kelezatan. Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir
obat untuk efek terapi dari senyawa obat yang dikandungnya (Ambari, 2018).
Kata eliksir diadopsi dari bahasa Arab yaitu al-ʾiʾksīr yang berarti bubuk
ajaib, yang dimana dapat memperpanjang umur dan menyembuhkan semua
penyakit dan membuat pribadi yang abadi. Namun, dalam industri farmasi itu
didefinisikan sebagai cairan hidroalkohol yang jelas dan manis yang
ditujukan untuk penggunaan oral yang mengandung zat penyedap atau
bahan obat aktif. Tidak ada perbedaan yang jelas antara elixir dan sirup.
Untuk menyebut formulasi sebagai obat mujarab, harus tedapat hidroalkohol
dan jumlah alkohol dapat sangat bervariasi. Kandungan alkohol eliksir,
senyawa benzaldehida eliksir 3 hingga 5%, eliksir aromatik USP 21 hingga
23%. Elixir lebih mudah dalam tahap penyaiapan dibandingkan sirup yang
mengandung lebih sedikit bahan yang dilarutkan (Tirunagari, 2020).
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu jenis
obat yang sangat efektif dan banyak diresepkan dan diperuntukkan dalam
pengurangan nyeri. OAINS memiliki prinsip sebagai analgetik yang
merupakan blokade sintesa prostaglandin melalui hambatan enzim COX-1
dan COX-2. Dalam kehidupan sehari-hari, OAINS sangat mudah untuk
dijumpai dan didapatkan untuk mendapatkan pengobatan (Palupi, 2017).
Salah satu obat antiinflamasi non steroid adalah ibuprofen. Ibuprofen
merupakan derivate atau turunan dair golongan obat antiinflamasi non
steroid (OAINS). Ibuprofen merupakan obat yang memiliki sifat analgesik
dengan daya inflamasi yang tidak terlalu kuat (Sovia, 2019). Ibuprofen
secara luas diresepkan pada anak-anak dan merupakan analgesik dan
antipiretik yang dijual bebas yang paling sering digunakan (Shafie, 2018).
Akan tetapi, ibuprofen memiliki rasa yang pahit, sehingga sulit untuk
dikonsumsi oleh anak – anak dan lansia. Hal ini dapat menurunkan tingkat
kepatuhan pada anak – anak dan lansia dalam mengkonsumsi obat
ibuprofen, sehingga untuk mengatasi hal ini ibuprofen dibuat menjadi
sediaan elixir yang memiliki rasa yang manis dan bau yang enak.
Pada review kali ini, dibuat sediaan larutan berupa eliksir dengan zat
aktif ibuprofen yang memiliki fungsi sebagai analgetik dan antipiretik.

I.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penulisan review jurnal ini adalah
sebagai berikut.
a. Bagaimana mekanisme kerja bahan tambahan yang digunakan dalam
sediaan farmasi?
b. Bagaimana cara membedakan karakter bahan tambahan yang digunakan
dalam sediaan farmasi?
c. Bagaimana cara menganalisis bahan tambahan yang digunakan sesuai
dengan target pelepasan obat?
d. Bagaimana cara memilih bahan tambahan yang sesuai dengan bentuk
sediaan farmasi?
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan review jurnal ini adalah sebagai berikut.
a. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme kerja bahan tambahan yang
digunakan dalam sediaan farmasi.
b. Mahasiswa dapat membedakan karakter bahan tambahan yang
digunakan dalam sediaan farmasi.
c. Mahasiswa dapat menganalisis bahan tambahan yang digunakan sesuai
dengan target pelepasan obat.
d. Mahasiswa dapat memilih bahan tambahan yang sesuai dengan bentuk
sediaan farmasi.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Sediaan Elixir
Elixir merupakan sediaan larutan nonsteril yang mengandung etanol
90% sebagai kosolven (Ambari, 2018) atau sediaan cair yang mengandung
air dan alkohol yang memiliki rasa yang enak (Fatmawaty dkk, 2019). Hal ini
disebabkan oleh zat aktif yang sukar larut di dalam air, sehingga
membutuhkan kosolven seperti etanol 90% untuk melarutkannya. Elixir juga
merupakan sediaan hidroalkohol yang memiliki rasa manis dan berwarna
jernih ataupun berwarna. Tujuan dibuatnya sediaan elixir adalah untuk
penggunaan oral dan untuk menghilangkan rasa tidak enak dari suatu zat
aktif, contohnya adalah rasa pahit (Ambari, 2018).
Selain itu, elixir juga merupakan sediaan yang berfungsi untuk
memberikan efek terapeutik dari zat obat yang dikandungnya. Biasanya
sediaan elixir mengandung pemanis yang berfungsi untuk menutupi rasa
tidak enak yang ada pada zat aktif dan untuk membantu kelarutan suatu
obat yang tak larut air (Tirunagari dkk, 2020).

I.2 Preformulasi Sediaan Elixir


1. Ibuprofen

Fungsi Analgetik, antipiretik


Pemerian Memiliki warna yang putih atau hampir putih
dengan bentuk kristal (Farmakope VI, 2020)
Kelarutan Tidak larut dalam air tetapi mudah larut dalam
metanol, aseton, metil alkohol serta sedikit larut
dalam etil asetat (Farmakope VI, 2020)
Persentase 100 mg/5 mL
yang digunakan
Stabilitas Stabil pada suhu ruang dan bila terlindung dalam
cahaya (Farmakope VI, 2020)
Alasan Sebagai analgetik dan antipiretik
Pemilihan
Eksipien
Kemasan Disimpan dalam wadah yang terlindung dari
cahaya (Farmakope VI, 2020)

2. Propilen Glikol
Fungsi Berfungsi sebagai pengawet dan pemanis
(Farmakope VI, 2020)
Pemerian Berbentuk cairan yang bersifat kental. Tetapi
memiliki warna yang jernih. Memiliki rasa yang
khas dan tidak berbau. Propilen glikol dpaat
menyerap air jika berada pada udara yang
lembab (Farmakope VI, 2020)
Kelarutan Dapat larut di dalam air, aseton, kloforom. Larut
juga di dalam eter dan minyak esensial
(beberapa saja). Namun, tidak larut dalam
minyak lemak. (Farmakope VI, 2020)
Persentase yang 20%
digunakan
Stabilitas Stabil pada suhu dingin dan wadah tertutup baik.
Dapat teroksidasi bila pada tempat terbuka.
Stabil bila diformulasikan dengan etanol (95%),
air dan gliserin. (HOPE, 2009)
Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan reagen pengoksidasi
(contoh: kalium permanganate) (HOPE, 2009)
Alasan Digunakan sebagai pemanis dan pembasah
Pemilihan dalam sediaan elixir
Eksipien
Kemasan Disimpan pada wadah yang rapat (Farmakope
VI, 2020)

3. Etanol 90%

Fungsi Pelarut (Farmakope VI, 2020)


Pemerian Etanol memiliki warna yang jernih, berbau khas
dan dapat menyebabkan rasa panas (Farmakope
VI, 2020)
Kelarutan Larut di dalam air, kloroform dan eter
(Farmakope VI, 2020)
Persentase yang 15%
digunakan
Stabilitas Etanol bersifat mudah menguap dan bergerak
(Farmakope VI, 2020)
Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan aluminium, alkali,
garam organik (HOPE, 2009)
Alasan Sebagai kosolven dalam sediaan elixir
Pemilihan
Eksipien
Kemasan Dalam wadah yang tertutup dengan rapat
(Farmakope VI, 2020)

4. Gliserin

Fungsi Pemanis, Anticaplocking (Farmakope VI, 2020)


Pemerian Cairan yang berbentuk seperti sirup tetapi tidak
berwarna (jernih) dan memiliki rasa manis
dengan sedikit bau khas lemah. Bersifat
higroskopik dan netral dengan lakmus
(Farmakope VI, 2020)
Kelarutan Gliserin larut di dalam etanol dan air tetapi tidak
larut dalam eter, kloroform, minyak lemak,
minyak menguap (Farmakope VI, 2020)
Persentase yang 20%
digunakan
Stabilitas Gliserin higroskopis dan tidak rentan dengan
oksidasi jika disimpan pada suhu ruang. Secara
kimia, campuran dengan air etanol dan propilen
glikol adalah stabil (HOPE, 2009)
Inkompabilitas Gliserin jika dicampur dengan zat pengoksidasi
(kalium klorat/permanganate, dan kromium
trioksida) dapat meledak. Jika terkena cahaya
atau kontak dengan seng klorida maka bisa
merubah warna gliserin menjadi hitam (HOPE,
2009).
Alasan Sebagai pemanis dan anticaplocking pada elixir
Pemilihan agar tidak terdapat pengkristalan pada tutup
Eksipien botol
Kemasan Disimpan di wadah yang tertutuo baik dan rapat
(Farmakope VI, 2020)

5. Sirupus Simpleks

Fungsi Pemanis (Farmakope VI, 2020)


Pemerian Memiliki rasa yang manis. Cairannya tidak
berwarna (jernih) dan tidak berbau (Farmakope
VI, 2020)
Kelarutan Sirupus simpleks mudah larut dalam air, air
mendidih (air panas), tetapi sulit larut dalam eter
(Farmakope VI, 2020)
Persentase yang 20%
digunakan
Stabilitas Stabil bila disimpan ditempat yang sejuk
(Farmakope VI, 2020)
Inkompabilitas Dapat terkontaminasi jika ada logam berat.
Dapat bereaksi juga dengan tutup aluminium
(Farmakope VI, 2020)
Alasan Sebagai pemanis dalam sediaan dan untuk
Pemilihan menutupi rasa pahit dari alkohol
Eksipien
Kemasan Disimpan di dalam wadah yang tertutup dengan
baik dan rapat (Farmakope VI, 2020)

6. Metil Paraben

Fungsi Pengawet (Farmakope VI, 2020)


Pemerian Berbentuk hablur kecil yang tidak berwarna atau
berwarna putih. Metil paraben tidak memiliki bau
(Farmakope VI, 2020)
Kelarutan Metilparaben dapat mudah larut di dalam etanol
dan eter. Namun, sulit larut di dalam air, benzene
dan karbon tetraklorida (Farmakope VI, 2020)
Persentase yang 0,2%
digunakan
Stabilitas Dapat disterilkan tanpa terdekomposisi bila
berada di dalam air dan disterilkan dengan
autoklaf. Stabil bila berada pada pH 3 – 6 (dalam
larutan berair). (HOPE, 2009)
Inkompabilitas Dapat menurunkan khasiatnya jika terdapat
surfaktan nonionik. Dengan adanya propilen
glikol dapat membantu dalam mengatasi hal ini.
Metil paraben tidak kompatibel dengan bentonite,
tragakan, sorbitol, dan lainnya (HOPE, 2009)
Alasan Sebagai pengawet dalam sediaan
Pemilihan
Eksipien
Kemasan Disimpan di dalam wadah yang tertutup dengan
rapat (Farmakope VI, 2020)

7. Asam Sitrat

Fungsi Dapar (Farmakope VI, 2020)


Pemerian Berbentuk hablur yang tidak berwarna (bening)
atau serbuk granul yang sangat halur berwarna
putih (Farmakope VI, 2020)
Kelarutan Bersifat mudah larut dalam air dan etanol, tetapi
sulit untuk larut di dalam eter (Farmakope VI,
2020)
Persentase yang 1%
digunakan
Stabilitas Asam sitrat jika dipanaskan atau berada pada
udara kering dapat kehilangan kristal (HOPE,
2009)
Inkompabilitas Asam sitrat anhidrat mudah melebur atau terurai
apabila berada pada suhu kurang lebih 153o dan
jika bersama asam sitrat, maka sukrosa dapat
mengkristal dari sirup (Farmakope VI, 2020)
Alasan Sebagai dapar dalam sediaan (untuk mengontrol
Pemilihan pH pada sediaan)
Eksipien
Kemasan Simpan dalam tempat (wadah) yang tertutup
dengan rapat dan baik (Farmakope VI, 2020)

8. Aquadest

Fungsi Pelarut dalam sediaan (Farmakope VI, 2020)


Pemerian Tidak memiliki bau dan tidak berwarna (jernih)
(Farmakope VI, 2020)
Persentase yang Ad 100%
digunakan
Stabilitas Sangat mudah teroksidasi karena paparan sinar
matahari (faktor eksternal) (Farmakope VI, 2020)
Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan garam anhidrat karena
dapat membentuk hidrat (Farmakope VI, 2020)
Alasan Sebagai pelarut dalam sediaan
Pemilihan
Eksipien
Kemasan Disimpan di dalam wadah yang tidak mudah
terkontaminasi oleh mikroba dan memiliki etiket
yang berisi tentang metode penyiapan
(Farmakope VI, 2020)

I.3 Formulasi Sediaan Elixir


No. Bahan % Fungsi Sediaan 60
mL
1 Ibuprofen 100 mg/5 mL Zat Aktif 1200 mg
2 Propilen Glikol 20% Pembasah, 12 mL
kosolven
3 Etanol 90% 15% Pelarut utama 9 mL
4 Gliserin 20% Pemanis, Anti 12 mL
Caplocking
5 Sirupus 20% Pemanis 12 mL
Simpleks
6 Metil Paraben 0,2% Pengawet 0,12 mg
7 Perisa Anggur Qs Perasa 3 Tetes
8 Asam Sitrat 1% Dapar 0,6 mg
9 Essens Anggur Qs Aroma 3 Tetes
10 Pewarna Ungu Qs Pewarna 3 Tetes
11 Aquadest Ad 100% Pelarut Ad 60 mL
Tambahan

Perhitungan yang digunakan pada sediaan elixir biasanya adalah


perhitungan Konstanta Dielektrik (KD).Perhitungan ini berprinsip pada
semakin tinggi KD suatu sediaan, maka semakin polar sediaan tersebut.
KD air = 80,4 ; KD etanol = 25,7 ; KD gliserin = 43 ; KD propilenglikol = 33

15 20 100−( 15+20 )
KD Campuran = ( 100 x 25,7) + ( x 43 )+ ( x 80,4 )
100 100
= 3.855 + 8.6 + 52,26 = 64,715
KD Total =

15 20 20 100−(15+ 20+20)
( 100 x 25,7) + ( x 43 )+ ( x 33 ) + ( x 80,4 )
100 100 100
= 3.855 + 8.6 + 6.6 + 36.18
= 55,235

Suatu pelarut campur yang ideal memiliki harga konstanta dielektrik (KD)
antara 25 – 80. Dalam percobaan ini dihasilkan pelarut campur yang
memenuhi persyaratan pelarut yang ideal karena mendapat harga KD
campuran sebesar 64,715 dan KD total sebesar 55,235.

II.4 Metode Pembuatan


Ditimbang 1200 mg ibuprofen, 0,6 mg asam sitrat dan 0,12 mg metil
paraben dengan menggunakan timbangan digital.

Diukur propilen glikol dan etanol 90% sebanyak 12 mL dan 9 mL serta
gliserin sebanyak 12 mL dan sirupus simpleks 12 mL.

Dimasukkan ibuprofen dan propilen glikol secara perlahan ke dalam
beaker glass.

Diaduk hingga homogen.

Ditambahkan etanol 90% dan diaduk hingga homogen.

Digerus metil paraben dan asam sitrat kemudian dimasukkan ke dalam
beaker glass.

Ditambahkan gliserin sebanyak 12 mL dan sirupus simpleks 12 mL
kemudian diaduk hingga homogen.

Ditambahkan campuran metil paraben, asam sitrat, gliserin dan sirupus
simpleks ke dalam campuran ibuprofen, propilenglikol dan etanol 90%.

Diaduk hingga homogen.

Ditambahkan 3 tetes essens anggur, perisa anggur dan pewarna ungu.

Ditambahkan 3 tetes essens anggur, perisa anggur dan pewarna ungu.
Kemudian diaduk hingga homogen.

Dimasukkan ke dalam gelas ukur 60 mL dan ditambahkan aquadest
hingga volume mencapai 60 mL. Kemudian dimasukkan ke dalam botol
kaca gelap 60 mL.

Diberikan etiket dan label.
II.5 Jenis Bahan Yang Digunakan
1. Ibuprofen
Ibuprofen memiliki kelarutan yang praktis tidak larut dalam air dan
memiliki nilai konstanta dielektri yang kecil. Dimana obat dengan
kelarutan kecil dalam air akan menyebabkan obat sulit untuk
terabsorpsi ke dalam tubuh. Oleh karena itu, pada laporan kali ini
ibuprofen dibuat dalam bentuk elixir karena dengan penambahan
kosolven akan mempengaruhi kelarutan, konstanta dielektri, dan
absorpsi obat dalam tubuh [ CITATION Agu14 \l 1033 ].
2. Propilen Glikol
Propilen glikol dalam sediaan elixir digunakan sebagai agen pembasah
dan kosolven. Penambahan propilen glikol sebagai agen pembasah
berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara udara-cairan dan
cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem, serta meningkatkan
dispersi zat aktif yang tidak larut [ CITATION Yam202 \l 1033 ].
Sedangkan, konsolven berfungsi untuk meningkatkan konstanta
dielektri obat agar obat mudah larut [ CITATION Yun17 \l 1033 ]. Adapun
berikut ini konsentrasi propilen glikol yang digunakan [ CITATION
Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Bentuk sediaan Konsentrasi (%)
Humectant Topicals ≈ 15
Preservative Solutions
15 - 30
Semisolids
Solvent or cosolvent Aerosol solution 10 – 30
Oral solutions 10 – 25
Parenterals 10 – 60
Topicals 5 – 80

3. Etanol
Etanol dalam sediaan ini digunakan sebagai kosolven. Dimana
penambahan etanol berfungsi untuk meningkatkan konstanta dielektri
dan kelarutan dari zat aktif sehingga zat aktif tersebut mudah untuk
dilarutkan [ CITATION Qis18 \l 1033 ]. Adapun konsentrasi etanol yang
digunakan adalah [ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
Antimicrobial preservative ≥ 10
Disinfectant 60 – 90
Extracting solvent in galenical manufacture Ad 85
Solvent in film coating Variabel
Solvent in injectable solutions Variabel
Solvent in oral liquids Variabel
Solvent in topical products 60 – 90

4. Gliserin
Gliserin dalam sediaan digunakan sebagai pemanis dan
anticaplocking. Penambahan gliserin sebagai pemanis berfungsi untuk
menutupi rasa kurang enak dari sediaan [ CITATION Cha13 \l 1033 ].
Selain itu, penambahan gliserin juga berfungsi sebagai anti caplocking
yaitu untuk mencegah terjadinya kristalisasi gula pada leher botol
[ CITATION Yam202 \l 1033 ]. Berikut ini konsentrasi gliserin yang
digunakan, yaitu [ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
Antimicrobial preservative < 10
Emollient ≤ 30
Gel vehicle, aqueous 5.0 – 15.0
Gel vehicle, nonaqueous 50.0 – 80.0
Humectant ≤ 30
Ophthalmic formulations 0.5 – 3.0
Patch additive Variabel
Plasticizer in tablet film coasting Variabel
Solvent for parenteral formulations ≤ 50
Sweetening agent in alcoholic elixirs ≤ 20

5. Sirupus Simpleks
Sirupus simpleks pada sediaan elixir digunakan sebagai pemanis yang
berfungsi untuk menutupi rasa tidak enak dalam sediaan [ CITATION
Nur15 \l 1033 ]. Sirupus simpleks ini merupakan sukrosa yang
ditambahkan dengan aquadest dengan persentase sirupus simpleks
65%. Adapun konsentrasi sirupus simpleks yang digunakan sebagai
berikut [ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
Syrup for oral liquid formulations 67
Sweetening agent 67
Tablet binder (dry granulation) 2 – 20
Tablet binder (wet granulation) 50 – 67
Tablet coating (syrup) 50 – 67

6. Metil Paraben
Metil paraben pada sediaan elixir digunakan sebagai pengawet karena
pada sediaan ini banyak mengandung air dan juga digunakan berkali-
kali. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba pada sediaan [ CITATION Shu13 \l 1033 ]. Adapun
konsentrasi metil paraben yang digunakan adalah sebagai berikut
[ CITATION Row092 \l 1033 ]:
Kegunaan Konsentrasi (%)
IM, IV, SC injections 0,065 – 0,25
Inhalation solutions 0,025 – 0,07
Intradermal injections 0,10
Nasal solutions 0,033
Ophthalmic preparations 0,015 – 0,2
Oral solutions and suspensions 0,015 – 0,2
Rectal preparations 0,1 – 0,18
Topical preparations 0,02 – 0,3
Vagina preparations 0,1 – 0,18

7. Perisa Anggur
Perisa anggur berfungsi menutupi rasa yang tidak enak dan
meningkatkan tampilan yang menarik sehingga pasien mudah
menerima [ CITATION Yam202 \l 1033 ].
8. Asam Sitrat
Asam sitrat digunakan sebagai dapar dalam sediaan elixir.
Penambahan dapar pada sediaan ini karena pH yang didapatkan tidak
memenuhi pH standar. Pemilihan dapar pada sediaan tergantung pada
inkompatibilitas dan toksisitas, serta juga harus mendekati nilai pKa
dari zat aktif [ CITATION Yam202 \l 1033 ].
9. Essens Anggur
Essens anggur digunakan untuk menutupi bau yang tidak enak pada
sediaan. Selain itu, penambahan essens juga digunakan untuk
meningkatkan daya tarik pada pasien anak-anak [ CITATION Yam202 \l
1033 ].
10. Pewarna Ungu
Pewarna ungu digunakan untuk memberikan kesan menarik pada
sediaan dan agar membuat sediaan tidak pucat [ CITATION Yam202 \l
1033 ].
11. Aquadest
Aquadest digunakan dalam sediaan elixir berfungsi sebagai pelarut
tambahan dalam sediaan [ CITATION Yam202 \l 1033 ].
II.6 Mekanisme Kerja Eksipien
1. Propilen Glikol
Penambahan propilen glikol digunakan dalam sediaan elixir untuk
meningkatkan kelarutan dimana berdasarkan tingkat kelarutan propilen
glikol dapat melarutkan lebih baik dibandingkan dengan gliserin.
Propilen glikol juga memiliki toksisitas lebih sedikit dibandingkan
dengan kosolven yang lain. Selain itu, propilen glikol tidak memiliki
kompatibel yang buruk dengan bahan-bahan lain [ CITATION Row092 \l
1033 ].
2. Etanol
Penambahan tanol digunakan dalam sediaan elixir untuk
meningktakan kelarutan. Dimana zat aktif yang digunakan, yaitu
ibuprofen memiliki kelarutan yang tidak praktis larut dalam air. Tetapi
praktis larut dalam etanol. Selain itu, etanol juga tidak memiliki
kompatibel yang buruk dengan bahan-bahan yang digunakan
[ CITATION Row092 \l 1033 ].
3. Gliserin
Penambahan gliserin dalam sediaan sebagai pemanis dan mencegah
terjadinya kristal pada leher botol. Gliserin memiliki kelarutan yang baik
dalam air, sehingga mudah untuk dilarutkan dalam sediaan. Gliserin
tidak memiliki kompatibel yang buruk dengan bahan-bahan yang
digunakan, tetapi memiliki kompatibel sangat baik dengan zat
pengoksidasi (kalium klorat/permanganate, dan kromium trioksida)
yang dapat menyebabkan ledakan, serta dengan seng klorida yang
menyebabkan gliserin berubah warna menjadi hitam [ CITATION Row092
\l 1033 ].
4. Sirupus Simpleks
Penambahan sirupus simpleks pada sediaan berfungsi sebagai
pemanis. Sirupus simpleks memiliki kelarutan yang baik dengan air.
Selain itu, sirupus simpleks memiliki kompatibel yang baik dengan
bahan, tetapi dapat terkontaminasi jika adanya logam berat dan udah
bereaksi juga dengan tutup aluminium [ CITATION Row092 \l 1033 ].
5. Metil Paraben
Penambahan metil paraben pada sediaan berfungsi sebagai
pengawet. Metil paraben memiliki kelarutan yang praktis tidak larut
dalam air, sehingga metil paraben dilarutkan dengan menggunakan
propilen glikol. Metil paraben tidak kompatibel dengan bentonite,
tragakan, sorbitol, dan lainnya. Sehingga penggunaan sorbitol sebagai
pemanis tidak baik dalam pembuatan sediaan ini [ CITATION Row092 \l
1033 ].
6. Asam Sitrat
Penambahan asam sitrat digunakan dalam sediaan ini berfungsi
sebagai dapar dalam sediaan. Asam sitrat memiliki kelarutan yang baik
dalam air. Selain itu asam sitrat juga memiliki kompatibel yang baik
dengan bahan-bahan yang digunakan. Tetapi penggunaan asam sitrat
dan sukrosa yang bersamaan akan menyebabkan sukrosa mengkristal
dari sirup [ CITATION Row092 \l 1033 ].
7. Perisa Anggur, Essens Anggur, dan Pewarna Ungu
Penambahan perisa anggur digunakan untuk menutupi rasa yang tidak
enak pada sediaan, penambahan essens anggur digunakan untuk
menutupi bau yang tidak enak, dan penambahan pewarna ungu untuk
membuat tampilan menarik, sehingga sediaan mudah diterima pasien [
CITATION Yam202 \l 1033 ].
8. Aquadest
Penambahan aquadest digunakan untuk melarutkan dan
menambahkan volume sediaan [ CITATION Row092 \l 1033 ].
II.7 Perkembangan Bentuk Sediaan Elixir
Pada perkembangan sediaan elixir, elixir dibentuk menjadi sediaan dry
elixir. Sediaan obat elixir kering (DE) adalah bentuk sediaan yang efisien
untuk pemberian oral untuk menghindari masalah seperti rendah kelarutan,
disolusi dan bioavailabilitas kelas BCS obat II. Bahan yang dimuat dalam
sistem DE sangat cepat larut dalam media GI karena efek co-pelarut etanol
dan air, menghasilkan peningkatan disolusi dan bioavailabilitas oral. Teknik
pengeringan semprot yang sering digunakan untuk membuat DE adalah
metode yang sangat efektif dalam industri farmasi karena proses yang
hemat biaya dan stabilitas penyimpanan produk yang tinggi. Pada
contohnya adalah sediaan DE celecoxib. Tujuannya adalah untuk
memberikan bentuk sediaan oral yang efektif. Baik karakterisasi fisikokimia
dan laju disolusi sediaan sistem DE celecoxib-loaded dievaluasi. Selain itu,
profil farmakokinetik dipelajari setelah pengiriman oral DE pada tikus
Sprague Dawley (SD) dan dibandingkan dengan mereka setelah pengiriman
oral produk yang dipasarkan celecoxib (Kwan Hyung Cho. Et al, 2018).
Perkembangan formulasi dari eliksir berutujuan untuk untuk
meningkatkan disolusi dan bioavailabilitas celecoxib yang dienkapsulasi.
Banyak pori-pori di bagian dalam eliksir diisi dengan etanol yang
mengandung celecoxib. Pori-pori diisi dengan etanol yang dilarutkan dengan
celecoxib. Ukuran serbuk eliksir yang dianalisis dengan metode difraksi laser
adalah sekitar 2,5 m dan distribusinya berkisar antara 0,5 hingga 10 m.
Jumlah etanol yang dienkapsulasi dan kandungan obat sangat bergantung
pada suhu udara masuk. Di sisi lain, celecoxib di eliksir meningkat karena
pengurangan jumlah etanol secara bertahap. Serbuk yang dibuat pada suhu
di bawah 70oC sangat tidak memadai karena kemampuan mengalir yang
buruk dan kelengketan partikel semprot kering. Eliksir yang dibuat pada suhu
60oC digunakan karena kandungan etanol yang tinggi (sekitar 34%) dan sifat
fisik yang baik (daya alir tinggi dan kelengketan rendah). Jumlah etanol dan
obat dalam eliksir dapat dikontrol dengan suhu pengeringan semprot.
Puncak leleh celecoxib dalam campuran fisik sekitar 162oC relatif
diencerkan, tetapi puncak endotermik obat masih terdeteksi pada posisi
yang sama. Sebaliknya, puncak endotermik celecoxib di DE jelas
menghilang dalam diagram DSC. Hasil ini menunjukkan bahwa celecoxib
yang dienkapsulasi terlarut atau terdispersi secara molekuler dalam eliksir.
Celecoxib yang terlarut atau terdispersi secara molekuler (keadaan amorf)
meningkatkan laju disolusi dan bioavailabilitas oral dari celecoxib yang tidak
larut dalam air (Kwan Hyung Cho. Et al, 2018).
Pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sistem DE berhasil dibuat
untuk meningkatkan disolusi in vitro dan in vivo oral penyerapan celecoxib.
Dienkapsulasi atau dilarutkan celecoxib dalam matriks DE dengan cepat
larut karena efek co-pelarut etanol dan air yang menghasilkan peningkatan
disolusi dan bioavailabilitas. Formulasi DE menunjukkan peningkatan AUC
dan Cmax yang lebih tinggi dibandingkan dengan bubuk celecoxib dan
produk yang dipasarkan (Celebrex®). Oleh karena itu, mikrokapsul DE
berbasis dekstrin mewakili opsi potensial sebagai formulasi yang dapat
dipilih dari celecoxib yang sukar larut dalam air (Kwan Hyung Cho. Et al,
2018).
II.8 Evaluasi Sediaan
a. Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan menggunakan sensorik atau
pancra indra sebagai alat untuk mengukur daya penerimaan produk. Uji
organoleptis sangat penting dilakukan untuk menilai mutu dari suatu
produk seperti bau, rasa dan kerusakan lainnya (Wahyuni, 2017).
b. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Pada sediaan
larutan yang sudah jadi dalam beaker glass, kemudian celupkan elektoda
pH meter kedalam eliksir yang telah di kalibrasi dengan dapar standar
biarkan selama 30 menit kemudian diamati dengan pH seharusnya
(Aremu, 2015).
c. Uji Berat Jenis
Berat jenis diuji dengan menggunakan alat piknometer. Lalu,
piknometer diisi dengan air sampai penuh kemudian direndam dengan air
es suhu kurang lebih 20° C dibawah suhu berat jenis yaitu 25° C
kemudian piknometer ditutup pipa kapiler. Setelah itu dibiarkan terbuka
dan suhu naik sampai suhu percobaan, lalu piknometer ditutup. Biarkan
suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar, kemudian air yang
menempel diusap, lalu ditimbang dengan sesama lalu lihat dalam tabel
kerapan air dan suhu percobaan untuk menghitung volume air (FI 6,
2020). Berat jenis dihitung menggunakan rumus berikut:
Berat sampel
BJ=
Berat air
d. Uji Kandungan Mikroba
Uji kandungan mikroba menggunakan media Plate Count Agar (PCA)
dan aquadest sampel yang di campurkan pada medium agar di biarkan
selama 24 jam kemudian diamati di Plate Count Agar alat menghitung
mikroba (Ambari, 2018).
e. Uji Efek Mikrobiologi dan Toksisitas
Uji efek mikrobiologi dan toksisitas dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim maupun mikroorganisme lainnya dengan
mereaksikan sampel terhadap mediator yang dipilih, lalu diamati pada
mikroskop. Uji mikrobiologi yang dilakukan untuk mengetahui sediaan
mengandung jamur atau tidak, bisa dilakukan pengamatan dengan mata
tanpa alat apapun (Ambari, 2018).
f. Uji viskositas
Pada uji viskositas menggunakan alat viskometer ostwold. Alasan
menggunakan alat viskometer ostwold karena viskositas ostwold
digunakan untuk mengukur sampel yang encer atau kurang kental dan
dalam sediaan yang dibuat merupakan sediaan yang encer atau kurang
kental serta termasuk dalam hukum newton. Penggunaan viskositas
ostwold ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan
uji untuk lewat antara dua tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui
suatu tabung kapiler bervertikal. Langkah- langkah yang harus dilakukan
yaitu gunakanlah viskometer yang sudah dicuci bersih, kemudian
pipetkan cairan ke dalam viskometer dengan menggunakan pipet tetes.
Lalu pindahkan cairan dengan menggunakan pushball sampai melewati 2
batas. Setelah itu siapkanlah stopwatch, kemudian kendurkan cairan
sampai batas pertama lalu mulai penghitungan. Lalu dicatat hasil, dan
lakukan penghitungan dengan rumus. Diusahakan saat melakukan
penghitungan kita menggenggam di lengan yang tidak berisi cairan
supaya tidak cairan yang dipegang tidak tumpah (Ambari, 2018).
g. Uji Volume Terpindahkan
Uji volume terpindahkan dilakukan untuk menjamin sediaan larutan
oral jika dipindahkan dari wadah asli ke wadah lain, volume sediaan akan
tetap seusai dengan yang tertera di etiket. Uji ini dilakukan dengan cara:
sediaan dimasukkan kedalam botol 60 mL yang telah dikalibrasi, lalu
tuang kembali kedalam gelas ukur. Catat volumenya (Asrina, 2020).
Hasil: Volume rata-rata larutan dari 10 wadah tidak kurang dari 100%,
dan tidak ada satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume di
etiket. Jika A adalah volume rata-rata < 100% tetapi tidak adan satu pun
wadah yang volumenya kurang dari 95% atau B adalah tidak lebih dari 1
wadah, volume < 95% tetapi tidak kurang dari 90% volume pada etiket,
dilakukan uji tambahan pada 20 wadah tambahan. Syarat: volume rata-
rata larutan dari 30 wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak lebih
dari 1 dari 30 wadah volume < 95% tetapi tidak kurang dari 90% dari
yang tertera pada etiket (Kemenkes, 2020).
h. Uji Kejernihan
Uji ini dilakukan menggunakan media Plate Count Agar (PCA) dan
aquadest. Sampel yang di campurkan pada medium agar di biarkan
selama 24 jam, lalu amati di Plate Count Agar (alat menghitung mikroba).
Uji mikrobiologi bertujuan mengetahui apakah suatu sediaan terdapat
jamur atau tidak. Uji ini dilakukan dengan pengamatan menggunakan
mata tanpa alat apapun (Ambari, 2018).

Tabel Hasil Evaluasi Eliksir Paracetamol (Ambari, 2018)

Jenis Uji Hasil Yang Diharapkan


Organoleptis
a. Warna Ungu
b. Bau Anggur
c. Rasa Manis, sedikit pahit
d. Kejernihan Jernih
pH 5,2-6,5
BJ 0,965
Viskositas 2,92
Pertumbuhan Mikroba Tidak dapat pertumbuhan mikroba
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan (Ambari, 2018)
Elixir merupakan sediaan larutan nonsteril yang mengandung etanol
90% sebagai kosolven, hal ini disebabkan oleh zat aktif yang sukar larut di
dalam air, sehingga membutuhkan kosolven seperti etanol 90% untuk
melarutkannya. Elixir juga merupakan sediaan hidroalkohol yang memiliki
rasa manis dan berwarna jernih ataupun berwarna. Tujuan dibuatnya
sediaan elixir adalah untuk penggunaan oral dan untuk menghilangkan rasa
tidak enak dari suatu zat aktif, contohnya adalah rasa pahit

Sediaan elixir haruslah diformulasi sedemikian rupa sehingga sediaan


dapat diterima oleh pasien secara baik dan benar. Pada umumnya, elixir
tidak terlalu manis dan tidak terlalu kental, hal ini dikarenakan sediaan elixir
mengandung gula yang lebih sedikit. Dapat disimpulkan bahwa sediaan
elixir kurang efektif dibandingkan dengan sediaan sirup apabila
memperhatikan efektifitas dan kemampuannya dalam menutupi rasa obat
yang kurang menyenangkan.

Sediaan elixir haruslah mengandung komponen obat dan eksipien


yang diantaranya yaitu zat aktif obat, pelarut, pemanis, zat penstabil, serta
pengawet. Uji evaluasi yang dilakukan pada sediaan elixir yang diteliti yaitu
meliputi uji organoleptis yang meliputi pemeriksaan warna, bau, rasa, dan
kejernihan sediaan elixir, uji pH, uji berat jenis, uji kandungan mikroba, uji
efek mikrobiologi dan toksisitas, uji viskositas, uji volume terpindahkan, dan
uji kejernihan.

Adapun pengembangan sediaan farmasi yang sudah dikembangkan


adalah dry elixir (DE). Dry elixir atau elixir kering (DE) adalah bentuk sediaan
yang efisien untuk pemberian oral untuk menghindari masalah seperti
rendah kelarutan, disolusi dan bioavailabilitas kelas BCS obat II. Bahan
yang dimuat dalam sistem DE sangat cepat larut dalam media GI karena
efek co-pelarut etanol dan air, menghasilkan peningkatan disolusi dan
bioavailabilitas oral. Teknik pengeringan semprot yang sering digunakan
untuk membuat DE adalah metode yang sangat efektif dalam industri
farmasi karena proses yang hemat biaya dan stabilitas penyimpanan produk
yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin , R., Sari, N. & Zaini, E., (2014). Pelepasan Ibuprofen dari Gel Karbomer
940 Kokristal Ibuprofen-Nikotinamida. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(1),
pp. 79-88.
Ambari, Yani. (2018). Uji Stabilitas Fisik Formulasi Elixir Paracetamol dengan
Kombinasi Co-Solvent Propilen Glikol dan Etanol. Journal of
Pharmaceutical Care Anwar Medika. 1 (1) : 1-6.
Asrina R. (2020). Formulasi dan Uji Mutu Fisik Sirup dari Ekstrak Etanol Daun
Pare (Momordica charantia L.). Jurnal Farmasi Sandi Karsa, 6(1), 1-4.
Chabib , L., Murrukmihadi, M. & Aprianto, (2013). Pengaruh Pemberian Variasi
Campuran Sorbitol dan Glukosa Cair Sebagai Pemanis Pada Sediaan
Gummy Candy Paracetamol. Jurnal Ilmiah Farmasi, 10(2), pp. 69-77.
Fatmawaty, A., Nisa, M., Riski, R. (2019). Teknologi Sediaan Farmasi.
Yogyakarta : Penerbit Deepublish.
Harjanti, R., Parmadi, A. (2014). Elixir of Extract Leaf Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) as Anti Hypertension with Method of Maserasi. IJMS. 1 (1) : 27
– 29.
Indijah, S., Fajri, P. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakologi.
Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Isadiartuti, D., dkk. (2020). Edukasi Teknik Aseptik Sediaan Steril Bagi Tenaga
Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kabupaten Sumba Timur
NTT. Jurnal Layanan Masyarakat. 4 (1) : 237 – 242.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Farmakope Edisi 6.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kwan Hyung Cho, Taeyong Sim, Jun-Pil Jee,DaA.Yang, Sung Tae Kim, Dongjin
Kang, Dae-Young Kim, Sang Yeob Park, Kyeongsoon Kim, and Dong-Jin
Jang. (2018). Improved Dissolution and Oral Bioavailability of Celecoxib
by a Dry Elixir System. Journal of Nanoscience and Nanotechnology, Vol.
18(2), pp. 1482–1486,
Lazuardi, M. (2019). Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veteriner Edisi 1. Surabaya :
Airlangga University Press.
Nurdianti, L., (2015). Pengembangan Formulasi Sediaan Infusum Jahe (Zingiber
officinale). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, 13(1), pp. 71-78.
Palupi, D., Wardani, P. (2017). Tingkat Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non
Steroid (AINS) di Apotek GS Kabupaten Kudus. Jurnal Keperawatan dan
Kesehatan Masyarakat. 2(5) : 37 – 41.
Qisti, B. W. K., Nurahmanto, D. & Rosyidi, V. A., (2018). Optimasi Propilen Glikol
dan Etanol sebagai Peningkat Penetrasi Ibuprofen dalam Sediaan Gel
dengan Metode Simplex Lattice Design. Jurnal Pustaka Kesehatan, 6(1),
pp. 11-17.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J. & Quinn, M. E., (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. 6nd ed. USA: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.
Shafie, dkk. (2018). Efficacy of Pre-Medication with Ibuprofen on Post-Operative
Pain After Pulpotomy in Primary Molars. Iranian Endodontic Journal. 13
(2) : 216 – 220.
Shu, M., (2013). Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer dengan Bahan Aktif
Triklosan 0,5% dan 1%. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya,
2(1), pp. 2-14.
Sovia, E., Yuslianti, E. (2019). Farmakologi Kedokteran Gigi Praktis. Yogyakarta :
Penerbit Deepublish
Supardi, S., dkk. (2012). Kajian Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Pemberian Informasi Obat dna Obat Tradisional di Indonesia. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. 2 (1) : 20 – 27.
Tirunagari, M., Nerella, N., Koneru, A., Madihah, Sarfaraz, S., Mushtaq, M. A..
(2020). Formulation and Evaluation of Pediatric Paracetamol Elixir Using
Natural Colorant. International Journal of PharmTech Research. 13 (03) :
180 – 185.
Yamlean, P. V. Y., (2020). Buku Ajar Farmasetika. Klaten: Lakeisha.
Yuniarsih , N., (2017). Perlukah Kita Menggunakan Obat Kumur?. Majalah
Farmasetika, 2(4), pp. 14-17.

Anda mungkin juga menyukai