Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM FORMULASI DAN

TEKNOLOGI SEDIAAN OBAT TRADISIONAL

“FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN KRIM”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2 BATCH A

1. MEGA NURJANAH F201901063


2. OVI PUTRI INDIANI F201901064
3. WULAN APRIATIN ELPIRA F201901065
4. INTAN NURUL 'AINI K F201901066
5. NURHAYATY. S F201901067
6. RAHMA JUNIARTI. M F201901068
7. NOVITA MARDIN F201901069
8. SARDIYANTO F201901070
9. PUSPA HARDIANTI F201901072
10. EVI RAHMATIA F201901073
11. RESKI WAHYUNI ASIS F201901074

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2023
BAB 1

PENDAHAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai hasil alam yang


sanggat melimpah ruah, salah satunya ialah pada sektor hasil perkebunan. Hasil
perkebunan yang paling seringdijumpai dikehidupan masyarakat adalah
tanaman singkong. Tanpa disadarai tanaman singkong banyak sekali memliki
manfaat salah satunya terletak pada daun singkong. Di kalangan masyarakat
daun singkong diolah menjadi sayuran dan bahan makanan. Daun singkong
mengadung senyawa kimia yang berfungsi menjaga kesehatan tubuh,
kandungan kimia tersebut yaitu flavonoid, triterpenoid, alkaloid, saponin,
tanin, serta kandungan vitamin C yang cukup tinggi (sekitar 27,4%).
Kandungan kimia dalam daun singkong dapat digunakan untuk pengobatan
seperti mengobati luka pada kulit (Meilawaty, 2013).
Seiring dengan semakin berkembanganya sains dan teknologi,
perkembangan didunia farmasi pun tak tertinggalan. Semakin hari semakin
banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun
terus dikembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid,
solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemebuhan kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosisi yang
sesuai untuk dikonsumsi oleh masyrakat. Selai itu, sediaan semi solid
digunakan untuk pemakaian luar seperti kri, salep, gel, pasta dan suppositoria
yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semi solid ini yaitu
prkatis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga
untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semi solid memiliki kekurangan,
salah satu diantaranya yaitu mudah ditumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir
keurangan tersebut, para ahli farmasi harus bisa memformulasikan dan
memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus
mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang
tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar
dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan
dikombinasikan dengan baik dan benar.
Krim ini dibuat dengan kombinasi dari metil salisilat dan asam
salisilat. Metil salisilat adalah obat untuk membantu mengatasi rasa sakit dan
nyeri ringan pada otot atau persendian. Sedangkan asam salisilat digunakan
untuk mengobati gangguan kulit seperti poseriosis, jerawat, ketombe,
dermatitis, seroik pada kulit dan kulit kepala, kepalan dan kutil pelantar.
Sediaan krim sebelum digunakan harus dilakukan pengujian untuk
menentukan stabilitas dan kualitas krim sehingga menjamin hasil akhir yang
berkhasiat dan menghasilkan efek terapi pada setiap penggunaa.

B. TUJUAN PERCOBAAN

Adapun tujuan pada praktikum ini adalah


1. Untuk membuat sediaan krim dengan bahan baku ekstrak ?
2. Untuk memperoleh sediaan yang baik dengan melakukan evaluasi
sediaan?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KLASIFIKASI TANAMAN

Menurut Steennis et al., (2003) singkong secara taksonomi diklasifikasikan


sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta C

B. LANDASAN TEORI

Masyarakat menyakini bahwa tanaman obat lebih aman, mudah


didapat di sekitar rumah serta tidak memiliki efek samping yang berlebihan.
Umumnya bagian tanaman yang sering diambil sebagai pengobatan yaitu
daun, batang, akar, kulit batang, rimpang, dan buah. Namun yang paling
banyak digunakan adalah daun karena lebih mudah didapatkan dan jumlahnya
berlimpah dialam tidak tergantung pada musim (Warida et al., 2016).

Singkong (manihot utilissima) merupakan anggota famili


Euphorbiaceae dijumpai banyak di daerah Asia, termasuk Indonesia. Bagian
singkong yang umum dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bagian umbi
sementara pemanfaatan bagian daun masih terbatas sebagai sayuran terutama
bagian pucuk, sedangkan daun bagian bawah sebagai pakan ternak. Daun
singkong telah banyak digunakan masyarakat untuk mengobati diare dan sakit
kepala (Sastroamidjojo 2001).

Daun singkong (Manihot utilisima) dikenal sebagai tanaman yang


memiliki senyawa flavonoid, saponin, tanin, dan triterpenoid (Rikomah,
2016). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ekstrak daun singkong
memiliki aktivitas antibakteri baik terhadap bakteri gram positif maupun
bakteri gram negatif. Salah satu nya terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Sahreni et al., 2020). Bagian
singkong yang umum dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bagian umbi
sementara pemanfaatan bagian daun masih terbatas sebagai sayuran terutama
bagian pucuk sedangkan daun bagian bawah sebagai pakan ternak (Hasim,
Falah and Kusuma Dewi, 2016).

Daun singkong (manihot utilissima) diketahui memiliki kandungan


senyawa aktif flavonoid dan fenolik (Faezah et al. 2013). Flavonoid dan
fenolik merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan
oleh tanaman dan memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai antioksidan.
Senyawa antioksidan menghambat aktivitas radikal bebas dalam tubuh dengan
cara memberikan elektron pada molekul radikal bebas sehingga molekul
tersebut menjadi stabil.

Daun singkong (Manihot utilissima) banyak digunakan untuk


pengobatan alternatif. Daun singkong secara farmakologi mempunyai aktivitas
sebagai antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, dan mempunyai aktivitas
menyembuhkan luka. Kandungan daunsingkong yang berperan dalam
penyembuhan luka diantaranya kandungan vitamin C, flavonoid, triterpenoid,
tanin serta saponin (Oktaviani et al., 2019).

Krim merupakan salah satu sediaan kosmetik yang sering digunakan.


Menurut Ansel (1989), krim didefinisikan sebagai “cairan kental atau emulsi
setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air.”

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau


lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Biasanya sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air dan lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (FI edisi V, 2014). Krim
adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut dan terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Saryanti et al., 2019).

Adapun keuntungan dari sediaan krim yaitu, mudah diaplikasikan


karena bentuknya yang semi padat, mampu melekat pada permukaan tempat
pemakaian dalam waktu cukup lama, lebih nyaman digunakan pada wajah,
tidak lengket, serta lebih mudah mudah dibersihkan dengan air bila dibanding
dengan sediaan gel, salep, atau pasta (Agoes, 2015). Salah satu kekurangan
sediaan krim yaitu mudah rusak. Kerusakan sediaan krim biasanya
dikarenakan kerusakan emulsi pada sediaan krim, penyimpanan pada suhu
yang tidak sesuai serta komposisi krim yang tidak sesuai sehingga zat
pengemulsinya tidak dapat tercampur dengan baik (Syamsuni, 2006).
C. URAIAN BAHAN

a. Asam stearate (DIRJEN POM, 1979 ; Arthur H.K, 2000)


Nama resmi : ACIDUM STEARICUM
Nama lain : Asam stearate
Pemerian : Zat padat keras mengkilat, putih atau kuning pucat,
mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian
etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan
dalam 3 bagian eter P. Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan.
Incomp : Asam stearat incomp dengan banyak hidroksimetal
dan mungkin juga incomp dengan agen oksidasi.

b. Air suling (DIRJEN POM, 1979)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan

c. BHT (HOPE, 2006 hal 81)


Nama lain : Agidol, Dalpac, Impruval, Sustane, Topanol,
Vianol
Fungsi : antioksidan
Pemerian : serbuk atau kristal padat berwarna putih atau
kuning muda dengan bau khas.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen
glikol, larutan alkali hidroksida dan larutan asam
mineral encer. Mudah larut dalam aseton, benzen,
etanol (95%), eter, metanol, toluen, campuran
minyak, dan parafin cair. Lebih larut dalam minyak
sayuran dan lemak dibanding BHA
Stabilitas : pemaparan terhadap cahaya, lembab dan panas
mengakibatkan diskolorasi dan penurunan aktivitas.
BHT harus disimpan dalam wadah tertutup baik,
terlindung dari cahaya, ruang yang yang sejuk dan
kering.
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan oksidator kuat seperti
peroksida, dan permanganat. Garam besi
menyebabkan diskolorasi dengan aktivitas yang
hilang. Pemanasan dengan katalis sejumlah asam
dapat menyebabkan dekomposisi yang cepat sambil
melepaskan gas isobutena yang mudah terbakar.

d. Gliserin
Sinonim : Croderol, gliserol, glycon G-100, dsb.
Rumus molekul : C3H8O3
Berat molekul : 92,09 g/mol
Fungsi : Antimikroba pengawet; cosolvent; yg melunakkan;
humektan; plasticizer; pelarut; agen pemanis; agen
tonisitas.
Konsentrasi : Sebagai antimikroba < 20 %, humektan < 30 %,
pembuat gel (pembawa aquades) 5 – 15 %,.
Stabilitas : Gliserin higroskopis. Gliserin murni tidak rentan
terhadap oksidasi oleh suasana di bawah kondisi
penyimpanan biasa, tetapi dapat terurai pada
pemanas dengan evolusi beracun acrolein.
Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan
propilen glikol kimiawi stabil.
Inkompabilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan
pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida,
potasium klorat atau kalium permanganat. Gliserin
membentuk asam borat kompleks, asam
gliceroborik, yang merupakan asam kuat daripada
asam borat (Rowe, 2009:283).

e.Metil paraben (DIRJEN POM, 1979 ; Arthur H.K, 2000)


Nama resmi : METHYLIS PARABENUM
Nama lain : Metil paraben, Nipagin M
Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau,
tidak mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa
tebal.
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan
dalam 3 bagian aseton, jika didinginkan larutan
tetap jernih.
Rumus molekul : C8 H8 O3
Berat molekul : 152,15
Rumus struktur : COOCH3OH
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan
Incompatibilitas : Pengawet seperti metil paraben atau paraben
lainnya dapat berkurang dengan adanya surfaktan
nonionik seperti polisorbat 80. Incomp dengan zat
seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk,
tragakan, sodium alginat, sorbitol, dan atropin.

f. Propil paraben (DIRJEN POM, 1979 ; Arthur H.K, 2000)


Nama resmi : PROPYLIS PARABENUM
Nama lain : Propil paraben, Nipasol
Pemerian : Serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5
bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P,
dalam 140 bagian gliserol P dan dalam 40 bagian
minyak lemak, mudah larut dalam alkali hidroksida.
Rumus molekul : C10 H12 O3
Berat molekul : 180,21
Rumus struktur : COOC3H7OH
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan
Incomp : Magnesium aluminium silikat, magnesium
trisilikat, kuning oksida besi, biru laut dilaporkan
dapat menyerap propil paraben, dengan demikian
dapat mengurangi fungsi dari pengawet tersebut

BAB III

PROSEDUR KERJA

A. Alat
Alat yang digunakan yaitu: gelas kimia, viskometer Brookfield, plat
kaca, kaca objek, penggaris, sendok tanduk, stopwatch, termometer dan gelas
ukur.
B. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu: Aquadest, indikator, basis, zat
tambahan
C. Cara kerja
Bahan yang digunakan untuk sediaan krim terdiri dari dua fase yaitu
fase minyak dan fase air. Bahan yang termasuk fase air yaitu gliserin, metil
paraben, trietanolamin dan aquades. Pembuatan diawali dengan melarutkan
metil paraben dengan aquades diatas penangas air pada suhu 65 - 70°C setelah
terlarut dimasukkan trietanolamin dan gliserin. Fase minyak yang digunakan
meliputi asam stearat, setil alkohol, BHT, dan propil paraben. Propil paraben,
BHT, dan setil alkohol dileburkan pada suhu 65 - 70°C setelah melebur
kemudian ditambahkan asam stearat dan diaduk hingga homogen. Proses
selanjutnya fase minyak ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase air
dan diaduk terus menerus hingga homogen dan terbentuk basis krim. Zat aktif
ekstrak daun singkong dimasukkan ke dalam basis krim yang telah terbentuk
dan diaduk sampai homogen. Krim yang terbentuk dipindahkan ke dalam
wadah penyimpanan (Deniansyah, 2022).

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Data Hasil Pengamatan

No. Evaluasi sediaan Hasil pengamatan


1.

Uji organoleptic
a. Warna
b. Bau
c. Tekstur
a. Warna Hijau
b. Bau khas daun singkong
c. Semi padat
2.

Uji Ph

pH = 7
3.

Uji Homogenitas

Homogen
4.

Diameter setelah 1 menit = 3,5


cm

Uji Daya Sebar

Diameter setelah penambahan


beban = 5,3 cm
B. Perhitungan

1
x30
Ekstrak 1% = 100 = 0,3 g

2
x30
TEA 2% = 100 = 0,6 g

10
x30
Asam stearat 10% = 100 =3g

4,5
x30
Setil alcohol 4,5% = 100 = 1,35 g

0,02
x 30
Metil paraben 0,02% = 100 = 0,006 g

0,18
x30
Propil paraben 0,18% = 100 = 0,054 g

10
x30
Gliserin 10% = 100 =3g

0,1
x30
BHT 0,1% = 100 = 0,03 g

Aquadest ad 100 = 100 – (0,3+0,6+3+1,35+0,006+0,054+3+0,03)

= 91,66
BAB V

PEMBAHASAN

Krim merupakan salah satu sediaan kosmetik yang sering digunakan.


Menurut Ansel (1989), krim didefinisikan sebagai cairan kental atau emulsi
setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim
adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Biasanya sebagai
emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air dan lebih ditujukan untuk
penggunaan kosmetika dan estetika (FI edisi V, 2014). Krim adalah sediaan
setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut dan
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Saryanti et al., 2019).
Adapun keuntungan dari sediaan krim yaitu, mudah diaplikasikan
karena bentuknya yang semi padat, mampu melekat pada permukaan tempat
pemakaian dalam waktu cukup lama, lebih nyaman digunakan pada wajah,
tidak lengket, serta lebih mudah mudah dibersihkan dengan air bila dibanding
dengan sediaan gel, salep, atau pasta (Agoes, 2015). Salah satu kekurangan
sediaan krim yaitu mudah rusak. Kerusakan sediaan krim biasanya dikarenakan
kerusakan emulsi pada sediaan krim, penyimpanan pada suhu yang tidak sesuai
serta komposisi krim yang tidak sesuai sehingga zat pengemulsinya tidak dapat
tercampur dengan baik (Syamsuni, 2006).
Syarat-syarat dasar krim yang baik dan ideal adalah stabil; lunak dan
homogen; mudah digunakan; cocok dengan zat aktif; bahan obat dapat terbagi
halus dan terdistribusi merata dalam dasar krim (Syamsuni, 2006).
Krim terdapat 2 tipe yakni tipe minyak dalam air M/A dan tipe air
dalam minyak A/M, yang biasa ditujukan pada penggunaan kosmetika dan
estetika. Krim dapat memiliki efek di kulit diantaranya, mengkilap dikulit,
berminyak, melembabkan, dan mudah tersebar merata dikulit sehingga krim
dapat berpenetrasi dengan baik dikulit (Anwar, 2012).
Organ target aplikasi sediaan krim yaitu melalui kulit, Menurut
Sulastomo (2013) menjelaskan bahwa “Kulit adalah organ terluar dari tubuh
yang melapisi tubuh manusia. Berat kulit diperkirakan 7% dari berat tubuh
total. Pada permukaan luar kulit terdapat pori-pori (rongga) yang menjadi
tempat keluarnya keringat. Kulit adalah organ yang memiliki banyak fungsi,
diantaranya adalah sebagai pelindung tubuh dari berbagai hal yang dapat
membahayakan, sebagai alat indra peraba, pengatur suhu tubuh, dll.
Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar yaitu (a)
Epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Pembuluh darah
pada dermisnya dilapisi oleh endotel. Kelenjar-kelenjar kulit merupakan
kelenjar epitelial. (b) Jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin, dan
sel-sel lemak pada dermis. (c) Jaringan otot, dapat ditemukan pada dermis.
Jaringan otot berupa jaringan otot polos, yaitu otot penegak rambut (m.
arrector pili) dan pada dinding pembuluh darah, sedangkan jaringan otot
bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi wajah. (d) Jaringan saraf, sebagai
reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa ujung saraf bebas
dan berbagai badan akhir saraf (Kalangi, 2013).
Penetrasi obat melalui kulit yang melintasi stratum korneum terjadi
karena proses difusi terbagi menjadi dua mekanisme. Mekanisme yang pertama
absorpsi transepidermal yaitu melewati jalur utama (epidermal) yang memiliki
luas permukaan 100 sampai 1000 lebih luas dari kelenjar lain. Jalur ini
merupakan jalur difusi melalui stratum korneum yang terjadi pada dua jalur
yaitu jalur transeluler (jalur melalui protein didalam sel dan melewati daerah
yang kaya lipid) dan jalur paraseluler (jalur melalui ruang antar
sel).Mekanisme kedua, absorpsi transpendageal yaitu jalur masuknya obat
melewati folikel rambut dan kelenjar keringat yang disebabkan adanya pori –
pori sehingga memungkinkan obat untuk berpenetrasi (Anwar, 2012)
Pada percobaan ini dilakukan formulasi dan evaluasi
sediaan krim, bahan aktif yang digunakan adalah daun singkong. Daun
singkong merupakan salah satu bahan alam yang diketahui dapat menghambat
aktivitas enzim tirosinase (pembentuk melanin) dengan kandungan flavonoid
berupa quarsetin yang berdasarkan penelitian mempunyai aktivitas biologis.
Bentuk sediaan yang dipilih adalah krim karena penyebaran dari krim yang
merata dan mudah dibersihkan khususnya krim emulsi minyak dalam air.
Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 1% karena berdasarkan penelitian
Elmitra (2019) bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun singkong maka
semakin asam pH pada sediaan krim.
Bahan tambahan yang digunakan adalah TEA, Asam stearat, Setil
alcohol, Metil paraben, Propil paraben, Gliserin, BHT, dan Aquadest.
Trietanolamin pada sediaan topikal digunakan sebagai pengemulsi dan
alkalizing agent yang dapat membentuk krim yang homogen dan stabil.
Penggunaan trietanolamin yang dikombinasikan dengan asam stearat akan
membentuk trietanolamin stearat stearat (TEA stearat). TEA stearat akan
meningkatkan kestabilan emulsi minyak dalam air (M / A) sebagai emulgator
anionik dimana akan menyelubungi droplet-droplet minyak yang kemudian
terdispersi ke dalam fase air dan membentuk suatu sistem emulsi minyak
dalam air (M / A) yang semakin stabil. Pembentukan TEA stearat yang
kemudian akan dapat menurunkan tegangan permukaan (Setyopratiwi &
Fitrianasari, 2021).
Pada penelitian Rohmani (2022), tentang Formulasi Anti-Aging Cream
Potassium Azeloyl Diglycinate Terhadap Stabilitas Fisika-Kimia Krim Dengan
Variasi Konsentrasi Trietanolamin Sebagai Emulgator menunjukkan bahwa
pada pengujian Stabilitas Fisik (Cycling test) didapatkan bahwa krim F1 (TEA
1,5%) mengalami pemisahan fase. Hal ini karena krim tidak stabil pada suhu
tinggi. Sedangkan pada krim F2 (TEA 2%) dan F3 (TEA 2,5%) menunjukkan
tidak terjadi pemisahan fase setelah dilakukan cycling test sehingga krim dapat
dikatakan stabil, kemudian dari pengujian daya sebar menunjukkan semakin
besar konsentrasi TEA pada sediaan maka semakin kecil daya sebar sediaan
dikarenakan semakin kental viskositas sediaan, oleh karena itu dipilih
konsentrasi TEA 2%.
Asam sterat berfungsi sebagai emulgator atau agen pengemulsi,
biasanya asam stearat dikombinasikan dengan TEA agar kemampuan untuk
mengemas molekul-molekul zat aktif dipermukaan akan lebih kuat sehingga
dapat menambah kekuatan lapisan antarmuka dan menambah kestabilan
sediaan (Lachman et al., 1994). Dalam pembuatan sediaan topikal, asam stearat
digunakan sebagai emulgator dan solubilizing agent. Pada pembuatan sediaan
krim dan salep digunakan pada konsentrasi 1-20%. Ketika dikombinasikan
dengan alkali seperti trietanolamin (TEA), akan terbentuk basis krim setelah
pengadukan selama 5-15 kali dari berat cairannya. Asam stearat merupakan
bahan yang stabil dan dapat ditambahkan dengan agen antioksidan. Sebaiknya
ditempatkan pada wadah tertutup, kering, dan sejuk (Rowe et al., 2009).
Asam stearat berpengaruh terhadap viskositas sediaan krim, hal ini
disebabkan karena asam stearat merupakan bahan solid yang juga berfungsi
sebagai stiffening agent yang dapat membentuk massa krim, sehingga
viskositas sediaan semakin tinggi dengan penambahan konsentrasi yang
digunakan (Chomariyah et al., 2019). Asam stearat digunakan dalam krim
yang mudah dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh
konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang mengkilap pada
kulit. Jika asam stearat digunakan dalam krim sebagai pengemulsi, umumnya
kalium hidroksida dan trietanolamin perlu ditambahkan secukupnya agar
bereaksi untuk menurunkan keasaman dari asam stearat (Hasniar et al, 2015).
Pada penelitian Saputra et al., (2019) tentang formulasi krim ekstrak
etanol kulit buah manggis sebagai antioksidan menggunakan variasi asam
stearat dan trietanolamin menunjukkan bahwa penggunaan asam stearat dengan
konsentrasi 10% memenuhi parameter uji fisik sediaan krim dibandingkan
konsentrasi 15% dan 20%. Oleh karena itu, dipilih konsentrasi asam stearat
10%.
Setil alkohol merupakan alkohol dengan bobot molekul tinggi yang
berfungsi sebagai zat pengental dan penstabil untuk sediaan minyak dalam air
(Ansel, 1989). Setil alkohol berbentuk serpihan licin, granul atau kubus yang
berwarna putih dan memiliki bau khas lemah. Memiliki nama lain alcohol
cetylicus, avol, crodacol C70, crodacol C90, crodacol C95, dan ethal. Setil
alkohol memiliki titik lebur 45 - 52°C mudah larut dalam etanol 95% dan eter,
kelarutannya akan meningkat dengan peningkatan suhu, praktis tidak larut
dalam air, bercampur ketika dileburkan bersama lemak, paraffin cair dan pada
isopropyl miristat (Depkes RI, 2020).
Seti alkohol digunakan secara luas dalam pembuatan kosmetik,
suppositoria, sediaan solid, dan sediaan semisolid. Setil alkohol dapat
digunakan sebagai stiffening agent (2-10%), emolien (2-5%), dan penyerap air
(5%). Pada sediaan emulsi m / a penggunaan setil alkohol yang
dikombinasikan dengan emulgator larut air dapat meningkatkan stabilitas
dengan mencegah terjadinya koalesen pada droplet (Rowe et al., 2009).
Peningkatan konsentrasi penggunaan setil alkohol dapat meningkatkan
konsistensi krim sehingga viskositas sediaan akan semakin tinggi (Radjab &
Sulistiyaningrum, 2019).
Konsentrasi yang digunakan adalah 4,5% karena berdasarkan
penelitian Nining et al., (2019) bahwa pada formulasi krim ekstrak jambu biji
dengan variasi konsentrasi 2,5% (F1), 3,5% (F2), dan 4,5% (F3) setil alcohol
memberikan stabilitas fisik yang berbeda dilihat dari berbagai parameter
evaluasi fisik sediaan krim. Berdasarkan uji pemisahan fase, ketiga formula
stabil secara fisik terhadap perubahan suhu ekstrim selama penyimpanan
sedangkan hanya F3 (4,5%) yang tahan terhadap gaya sentrifugal yang
diberikan selama pengujian. Sehingga dipilih konsentrasi 4,5% karena
memiliki stabilitas terbaik.
Propil paraben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau dan
tidak berasa serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben
yang digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01-0,6%. Propil paraben efektif
sebagai pengawet pada rentang pH 4-8, peningkatan pH dapat menyebabkan
penurunan aktivitas antimikrobanya. Propil paraben sangat larut dalam aseton
dan etanol, larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di dalam air.
Larutan propil paraben dalam air dengan pH 3-6, stabil dalam penyimpanan
selama 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat
terhidrolisis (Rowe., et al., 2005). Konsentrasi propil paraben yang digunakan
adalah 0,02% karena berdasarkan penelitian Sulastri et al., (2016) bahwa
kombinasi konsentrasi 0,02% propil paraben dengan 0,18 metil paraben akan
menghasilkan kombinasi pengawet dengan aktivitas antimikroba yang kuat.
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba
dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik
sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba
lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling
sering digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben sering dicampur
dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan (Rowe., et al.,
2005). Konsentrasi metil paraben yang digunakan adalah 0,18% karena
berdasarkan penelitian Sulastri et al., (2016) bahwa kombinasi konsentrasi
0,02% propil paraben dengan 0,18 metil paraben akan menghasilkan kombinasi
pengawet dengan aktivitas antimikroba yang kuat.
Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan
komponen higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air
yang meninggalkan kulit. Efektifitas gliserin tergantung pada kelembaban
lingkungan di sekitarnya. Humektan dapat melembabkan kulit pada kondisi
kelembaban tinggi (Mitsui, 1997). Konsentrasi yang digunakan adalah 10%
karena berdasarkan penelitian Sukmawati et al., (2019) bahwa gliserin
digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen higroskopis
yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit.
Efektifitas gliserin tergantung pada kelembaban lingkungan di sekitarnya.
Humektan dapat melembabkan kulit pada kondisi kelembaban tinggi. Gliserin
dengan konsentrasi 10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan kulit.
Penggunaan BHT pada praktikum kali ini yaitu Sebagai antioksidan
yang dimana pada sediaan kosmetik terutama untuk memperlambat atau
menghambat oksidasi lemak dan minyak serta untuk mencegah berkurangnya
aktivitas vitamin yang larut lemak, biasa digunakan BHT. Bahan ini berupa
padatan atau serbuk kristal berwarna putih atau kuning pucat. BHT mudah larut
dalam minyak, aseton, benzen, etanol, metanol, toluen, dan parafin cair; praktis
tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, dan dengan larutan alkali
hidroksida. Dalam sediaan topikal, konsentrasi BHT yang umum digunakan
adalah 0,0075-0,1%.
Konsentrasi yang digunakan adalah 0,1% karena berdasarkan
penelitian Anggriani (2012) bahwa BHT dengan konsentrasi 0,1% paling stabil
pada krim ekstrak daun sirih terhadap aktivitas antioksidannya dibandingkan
dengan konsentrasi BHT 0,05% ataupun konsentrasi 0,075%. Hal ini sesuai
karena semakin besar konsentrasi BHT di dalam krim maka semakin kuat dan
stabil aktivitas antioksidan krim.
Penggunaan aquadest pada praktikum kali ini yaitu sebagai pelarut
yang di mana aquadest adalah cairan jernih yang tidak berwarna dan tidak
berasa. Memiliki titik lebur pada suhu 0°C. Air banyak digunakan sebagai
bahan baku, bahan dan pelarut dalam pengolahan, formulasi dan pembuatan
produk farmasi, bahan aktif farmasi (API) dan intermediet, dan reagen nalitis.
nilai spesifik dari air yang digunakan untuk aplikasi tertentu dalam konsentrasi
hingga 100%.Air banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan dan pelarut
dalam pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif
farmasi (API) dan intermediet, dan reagen nalitis. nilai spesifik dari air yang
digunakan untuk aplikasi tertentu dalam konsentrasi hingga 100% (Rowe, et al
2009).
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan cara yaitu bahan yang
digunakan untuk sediaan krim terdiri dari dua fase yaitu fase minyak dan fase
air. Bahan yang termasuk fase air yaitu gliserin, metil paraben, trietanolamin
dan aquades. Pembuatan diawali dengan melarutkan metil paraben dengan
aquades diatas penangas air pada suhu 65 - 70°C setelah terlarut dimasukkan
trietanolamin dan gliserin. Fase minyak yang digunakan meliputi asam stearat,
setil alkohol, BHT, dan propil paraben. Propil paraben, BHT, dan setil alkohol
dileburkan pada suhu 65 - 70°C setelah melebur kemudian ditambahkan asam
stearat dan diaduk hingga homogen. Proses selanjutnya fase minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase air dan diaduk terus menerus
hingga homogen dan terbentuk basis krim. Zat aktif ekstrak daun singkong
dimasukkan ke dalam basis krim yang telah terbentuk dan diaduk sampai
homogen. Krim yang terbentuk dipindahkan ke dalam wadah penyimpanan
(Deniansyah, 2022).
Pada praktikum kali ini setelah diperoleh sediaan krim ekstrak dari
daun singkong maka dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu evaluasi sediaan
krim ekstrak daun singkong. Pada praktikum kali ini akan di lakukan evaluasi
sediaan krim ekstrak daun singkong dengan beberapa pengujian yaitu ada uji
organoleptik, uji pH, uji homogenitas dan uji daya sebar. Adapun untuk Uji
organoleptis pada sediaan krim dilakukan dengan mengamati perubahan warna,
bau, dan tekstur (Putri et al., 2022). Berdasarkan praktikum yang telah di
lakukan maka didapatkan hasil yaitu untuk pengujian evaluasi organoleptik
yaitu berwarna hijau, berbau khas daun singkong dan bertekstur semi padat.
Selanjutnya di lakukan Uji pH sediaan krim dilakukan dengan menggunakan
pH meter. Elektroda dicelupkan kedalam I gram sediaan krim yang diencerkan
dengan aquadest 10 mL (Putri et al., 2022) dan di peroleh hasilnya yang
dimana pH dari krim ekstrak daun singkong yaitu pH 7. Pada pengujian pH
diperoleh hasil yang telah sesuai dengan literatur yang dimana menurut Helen
Eliska Trianti Gurning (2016), Sebaiknya pH disesuaikan dengan pH kulit,
yaitu sekitar 4–7,5 karena jika pH terlalu besar maka dapat menyebabkan kulit
menjadi bersisik, sedangkan apabila terlalu asam maka akan terjadi iritasi kulit.
Selanjutnya dilakukan Pemeriksaan homogenitas dengan cara sediaan
ditimbang 0,1 g kemudian dioleskan secara merata dan tipis pada kaca objek
dan di peroleh hasil yang homogen. Ini telah sesuai dengan literatur yang
dimana menurut Putri et al., (2022) Krim harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya bintik-bintik. Selanjutnya di lakukan
pengujian daya sebar dengan cara Sebanyak 0,1 gram krim ditimbang.
Kemudian kaca penutup ditimbang dan diletakkan di atas krim dan didiamkan
selama satu menit dan diukur diameter krim yang menyebar. Selanjutnya,
ditambahkan beban seberat 50 dan 100 gram (Putri et al., 2022) dan pada
pengujian daya sebar diperoleh hasil untuk diameter awal yaitu 3,5 cm dan
untuk diameter setelah penambahan beban yaitu di peroleh diameter sebesar
5,3 cm. Terjadinya perubahan daya sebar yaitu dari 3,5 cm menjadi 5,3 cm
disebabkan karna adanya penambahan beban yang menjadikan krim
mengalami tekanan sehingga krim semakin melebar. Hasil yang di peroleh
untuk pengujian daya sebar telah sesuai dengan literatur yang dimana daya
sebar krim yang baik antara 5-7 cm (Gurning Trianti Eliska Helen, 2016).

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
1. Krim didefinisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat
baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air.” Krim adalah
bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai..
2. Formula dari sediaan krim ini yaitu menggunakan zat aktif dari ekstrak
daun singkong (Manihot utilissima) yang menggunakan zat tambahan
seperti asam strearat sebagai emulgator, setil alcohol sebagai peningkat
viskositas, propil paraben sebagai fase minyak, metil paraben sebagai
fase air, gliserin sebagai humektan, BHT sebagai antioksidan, dan
aquadest sebagai pelarut. Dengan evaluasi seperti uji organoleptik,
homogenitas, pH, daya lekat, daya sebar, dan uji viskositas.
3. Pada evaluasi sediaan krim ini yaitu pada uji organoleptik warna hasil
pengamatan yang didapatkan yaitu warna hijau, pada evaluasi bau yaitu
bau khas daun singkong, sedangkan pada evaluasi tekstur hasilnya
adalah semi padat. Pada pengujian evaluasi pH didapatkan hasil pH 7,
dan yang terakhir pada evaluasi homogenitas hasilnya yaitu homogen.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ansel, H.C., (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-
608, 700, Jakarta, UI Press.
Anonim. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta :Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Elmitra, E. (2019). Uji Sifat Fisik Formulasi Krim Tipe A/M Dari Ekstrak
Daun Singkong (Manihot utilissima). Jurnal Ilmiah Pharmacy, 6(1),
149-157
Gurning T.E.H. (2016). Formulasi sediaan Losio dari Ekstrak Kulit Buah Nanas
(Ananas comosus L.) Sebagai Tabir Surya. Skripsi. Program Studi
Farmasi FMIPA UNSRAT. Manado
Nining, N., Radjab, N. S., & Sulistiyaningrum, W. (2019). Stabilitas Fisik
Krim M/A Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan
Variasi Setil Alkohol Sebagai Stiffening Agent. JCPS (Journal of
Current Pharmaceutical Sciences), 2(2), 142-147
Nisa Fatma Z, Hidayati MN, Putri AR, Rahayu P. (2021). Bahan Pahan
Pencegah Kanker. Penerbit : Gadjah Mada University Press.
Rukmana, Wulan. (2017). Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Salep
Antifungi Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.). Skripsi.
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Alauiddin Makassar.
Makassar.
Saputra, A. N., & Yudhantara, S. M. (2019). Formulasi Krim Ekstrak Etanol
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn.) Sebagai Antioksidan
Menggunakan Variasi Asam Stearat Dan Trietanolamin. Jurnal
Farmasi & Sains Indonesia, 2(1), 11-20.
Safrida, Y. D. (2022). Studi Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun
Singkong (Manihot utillissima). Jurnal Sains dan Kesehatan
Darussalam, 2(1).
Sukmawati, A., Laeha, M. N. A., & Suprapto, S. (2019). Efek Gliserin sebagai
Humectan Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Vitamin C dalam Sabun
Padat. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 14(2), 40-47
Sulastri, A., & Chaerunisaa, A. Y. (2016). Formulasi masker gel peel off untuk
perawatan kulit wajah. Farmaka, 14(3), 17-26
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 28.
Toha, A., Zulkarnain, I., & Purnamasari, V. (2020). Formulasi Krim Dari
Ekstrak Daun Singkong (Manihot utilissima) Sebagai
Antihiperpigmentasi Dengan Variasi Konsentrasi Emulgator. Jurnal
Ilmiah Farmako Bahari, 11(1), 46-56.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai