Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat berpotensi dalam

keanekaragaman hayatinya. Secara geografis negara Indonesia merupakan suatu

negara yang memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat

tradisional (Miksusanti et al, 2009). Salah satunya pulau Kalimantan merupakan

pulau yang kaya akan tanaman yang bermanfaat dan memiliki potensi pengetahuan

tradisional oleh berbagai suku dikalimantan.

Sangkareho adalah salah satu tanaman asli Kalimantan yang termasuk

dalam genus Calicarpa. Tanaman ini mengandung sumber senyawa alam dan dapat

dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisioanal (Harley, 2004). Spesies Callicarpa

ini dimanfaatkan oleh salah satu suku asli Kalimantan yaitu suku Dayak Tunjung.

Sangkareho bisa juga disebut karehau (Callicarpa longifolia Lam.) berkhasiat

sebagai obat masuk angin dan bengkak pada bagian akar, sedangkan pada bagian

daun digunakan sebagai bedak basah, analgetik, antiinflamasi, dan antioksidan

(Setyowati, 2010).

Menurut penelitian terdahulu mengemukakan bahwa daun sangkareho

(Callicarpa longifolia Lam.) memiliki beberapa senyawa metabolit sekunder

seperti tannin, saponin, dan flavonoid (Semiawan et al, 2015). Adapun penelitian

tentang kandungan senyawa kimia dari akar tanaman Sangkareho belum pernah

dilakukan sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kajian farmakognostik akar

sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.) dengan uji organoleptik, makroskopik,

mikroskopik, identifikasi golongan senyawa kimia dan KLT. Studi


farmakognostik ini diharapkan dapat membantu dalam identifikasi dari bahan

tanaman.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah karakteristik akar sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)

secara organeleptik, makroskopik dan mikroskopik ?

2. Apa sajakah kandungan golongan senyawa kimia yang terkandung pada

ekstrak etanol 70% akar sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.) ?

3. Bagaimanakah gamabaran KLT dari ekstrak etanol 70% akar sangkareho

(Callicarpa longifolia Lam.) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakteristik akar sangkareho (Callicarpa longifolia

Lam.) secara organeleptik, makroskopik dan mikroskopik

2. Untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimia yang terkandung

pada ekstrak etanol 70% akar sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)

3. Untuk mengetahui gamabaran KLT dari ekstrak etanol 70% akar

sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)

D. Batasan Masalah

1. Bagian tanaman sangkareho yang digunakan adalah bagian akar.

2. Pemeriksaan organeleptik meliputi warna, bau, dan rasa dari daun

sangkareho. Pemeriksaan makroskopik berupa bentuk, dan ciri-ciri akar

sangkareho. Pemeriksaan mikroskopik mencakup akar dari sangkareho

berupa fragmen pengenal.


3. Identifikasi senyawa kimia yang dilakukan adalah uji alkaloid, uji

flavonoid, uji saponin, uji kuinon, uji steroid dan uji tanin.

4. Kromatografi lapis tipis menggunakan ekstrak etanol akar sangkareho.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan yang dapat kita ambil dari kegiatan penulisan karya

tulis ini antara lain :

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada

pembaca mengenai kajian farmakognosik dari ekstrak etnaol 96% daun

sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dari literatur

untuk penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)
Tanaman sangkareho atau nama lainnya kerehau ditemukan hampir

diseluruh pulau Kalimantan (Falah et al, 2013). Bagian akar dari tanaman

sangkareho ini berkhasiat sebagai obat masuk angin dan bengkak (Setyowati,

2010). Tanaman ini memiliki deskripsi perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2-5

meter, berakar tunggang, permukaan batang bertotol-totol kecil, ranting memiliki

rambut halus, daun berbentuk lanceolatus dengan panjang 7,6-20 cm dan lebar 2,8-

9 cm pada permukaan daun terdapat banyak rambut dan warna daun muda hijau

kecoklatan, serta memiliki buah dan bunga yang kecil pada buah berbentuk bulat

sampai lonjong berwarna putih atau krem jika matang, buah diselubungi rambut-

rambut halus, untuk bunga memiliki warna merah muda atau agak keunguan

dengan panjang 2 mm.

Tanaman ini memiliki klasifikasi, sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Callicarpa

Spesies : Callicarpa longifolia Lam. (Hasil determinasi, 2018)


B. Kajian Farmakognostik

Farmakognostik adalah studi tentang obat-obatan yang berasal dari sumber

alami, terutama dari tumbuhan. Pada dasarnya berkaitan dengan standarisasi,

otentikasi dan studi tentang obat-obatan alami. farmakognosi dilakukan dalam

mengidentifikasi jenis tumbuhan yang kontroversial, otentikasi tanaman obat

tradisional yang biasa digunakan melalui morfologi, dan fitokimia. Studi

farmakognostik ini dilakukan untuk membantu dalam otentikasi tanaman dan

memastikan kualitas produk herbal yang dapat digunakan mempunyai keamanan

dan kemanjuran produk alami (Chanda,2013).

1. Uji Kualitatif

Uji kualitatif yang dilakukan meliputi pemeriksaan makroskopik,

organeleptik, mikroskopik, dan uji identifikasi senyawa kimia. Evaluasi

organoleptik dapat dilakukan dengan alat indera, yang memberikan cara untuk

menetapkan identitas dan kemurnian untuk memastikan kualitas obat tertentu.

Karakter organoleptik seperti bentuk, ukuran, warna, bau, rasa (Chanda, 2013).

Pemeriksaan makroskopis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan

menggunakan penglihatan secara langsung. Cara ini digunakan untuk mencari

kekhususan morfologi, ukuran, yang akan diperiksa. Pemeriksaan mikroskopis

adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat

pembesarannya diatur sesuai keperluan dan dilengkapi dengan kamera. Pada

pemeriksaan mikroskopis dicari unsur-unsur anatomi yang khas. Dari pemeriksaan

ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi

masing-masing simplisia (Depkes RI,1987).


2. Identifikasi Kandungan Kimia

Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia alami yang

dapat ditemukan dialam untuk dijadikan sebagai pedoman pengembangan obat-

obatan khususnya obat baru. Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis

oleh makhluk hidup seperti tumbuhan, mikroba, atau hewan. Proses ini melewati

biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak vital ( jika

tidak ada tidak mati) sebagaimana gula, asam amino dan asam lemak. Dibidang

farmasi secara khusus, metabolit sekunder digunakan dan dipelajari untuk

memperoleh senyawa obat yang mempunyai toksisitas minimal (Saifudin, 2014).

Adapun macam-macam metabolit sekunder adalah :

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada

umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu

atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem

siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif,

kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (

misalnya nikotina pada suhu kamar ). Alkaloid seringkali beracun bagi manusia

dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol yang digunakan

secara luas dalam bidang pengobatan (Harbrone.J.B,1987). Senyawa alkaloid

memiliki peran penting terhadap obat, terutama dalam pengobatan syaraf

(Saifudin, 2012).
Gambar 2. Struktur adrenalin (alkaloid) (Saifudin, 2012)

b. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki struktur inti

𝐶6 -𝐶3 -𝐶6 yaitu dua cincin aromatikyang dihubungkan dengan 3 ataom C,

biasanya dengan ikatan atom O yang berupa ikatan oksigen heterosklik.

Senyawa ini dapat dimasukkan sebagai senyawa folifenol karena mengandung

dua atau lebih gugus hidroksil, bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam

basa. Umumnya flavonoid ditemukan berikatan dengan gula membentuk

glikosida yang menyebabkan senyawa ini lebih mudah larut dalam pelarut

polar, seperti metanol, butanol, etanol, butil asetat (Hanani, 2014). Kandungan

dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan

alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah (Redha, 2010).

Gambar 3. Struktur Flavonoid (Redha, 2010)

c. Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas dalam tumbuhan,

dan pada beberapa tanaman terdapat dalam jaringan kayu seperti kulit batang
dan pada jaringan lain, yaitu daun dan buah. Tanin terbentuk amorf yang

mengakibatkan terjadinya koloid dalam air, memiliki rasa sepat, dengan protein

membentuk endapan yang menghambat kerja enzim proteolitik dan dapat

digunakan dalam industri sebagai penyamak kulit hewan. Sifat tanin sebagai

astrigen bisa dimanfaatkan sebagai antidiare, menghentikan pendarahan, dan

mencegah pendarahan (Hanani, 2014).

Gambar 4. Struktur inti tanin, menurut Robinson (Sa’adah, 2010)

d. Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,

serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisis darah. Saponin adalah glikosida tripena dan sterol yang telah

terdeteksi. Saponin memiliki rasa pahit atau getir, dapat mengiritasi mebran

mukosa dan membentuk senyawa kompleks dengan kolestrol. Selain itu,

saponin juga bersifat toksik terhadap ikan dan hewan berdarah lainnya. Hal

tersebut menyebabkan saponin dimanfaatkan sebagai racun ikan. Pada

konsentrasi yang rendah saponin menyebabkan hemolisis sel darah merah pada

tikus. (Harbrone.J.B,1987).
Gambar 5. Struktur saponin triterpenoid , menurut Fengel (Rezky, 2011)

e. Triterpenoid dan steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon 𝐶30 asiklik,

yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya menjadi

empat golongan senyawa: triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida

jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang

terutama terdapat sebagai glikosida. Sterol adalah triterpena yang kerangka

dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Sterol umum terdapat

dalam bentuk bebas dan sebagai glikosida sederhana (Harbrone.J.B,1987).

Gambar 6. Struktur dasar steroid, menurut Harbone (Rezky, 2011)

f. Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti

kromofor benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbnil yang brkonyugasi

dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon, naftokuinon, antarkuinon, dan kuinon

isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroliksasi dan bersifat “senyawa


fenol” serta m. Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai dari kuning pucat

sampai hampir hitam dan struktur yang telah dikenal jumlahnya lebih dari 450.

Pigmen ini sering terdapat dalam kulit, akar, atau dalam jaringan lain (misalnya

daun). Senyawa kuinon berkhasiat sebagai bahan obat pencahar

(Harbrone.J.B,1987).

3. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan simplisia dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut yang digunakan tergantung pada

polaritas senyawa yang akan disari. Tujuan ekstraksi adalah menarik atau

memisahkan senyawa dari campurannya atau simplisia (Hanani, 2014).

Maserasi merupakan salah satu metode dari ekstraksi. Maserasi adalah

proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengadukkan pada temperatur ruangan (suhu 25 – 30℃). Secara teknologi

maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus-menerus.

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Cara ini dapat menarik zat-zat

berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI,

2000).

Kelebihan maserasi adalah peralatan yang digunakan sederhana dan efektif

untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan panas karena dilakukan pada temperatur

kamar, sehingga tidak menyebabkan degrasi. Kelemahan dari maserasi adalah

prosesnya cukup lama dan dapat berlangsung beberapa jam sampai beberapa
minggu. Selain itu, beberapa senyawa tidak terekstraksi secara efisien jika kurang

terlarut dalam temperatur kamar (Depkes RI, 2000).

4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Komatrografi Lapis Tipis (KLT), merupakan zat penjerap lapisan tipis

serbuk bahan yang digunakan pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat

dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat

didasarkan pada adsorpsi, partisi atau kombinasi kedua efek yang tergantung dari

jenis lempeng, cara pembuatan,dan jenis pelarut yang digunakan. Perkiraan

identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan

hampir sama, dengan menotolkan bahan uji dan pembanding pada lempeng yang

sama (Depkes RI, 2008).

Nilai Rf diperoleh dengan mengukur jarak rambat senyawa dari titik awal

hingga pusat bercak pusat dibagi dengan jarak rambat fase gerak hingga garis

depan, seperti rumus berikut (Hanani, 2014) :

jarak rambat senyawa dari titik awal penotolan hingga pusat bercak pusat
Rf = jarak rambat fase gerak dari titik awal penotolan hingga garis depan

Menurut Gritter (Indar,2013), Prinsip KLT adalah perpindahan analit pada

fase diam karena pengaruh fase gerak. KLT mempunyai beberapa keuntungan

diantaranya adalah waktu yang dibutuhkan tidak lama (2-5 menit) dan sampel yang

digunakan hanya sedikit (2-20 µg). Kerugiaan dari KLT sendiri yaitu, tidak efektif

digunakan untuk skala industri.


C. Kerangka Konsep

Kajian Farmakognostik Ekstrak Etanol


70% akar sangkareho (Callicarpa
longifolia Lam) asal Pelaihari
Kalimantan Selatan

Determinasi
tanaman

Pengolahan simplisia

Identifikasi Kromatografi
Organoleptik Makroskopik Mikroskopik Lapis Tipis
Senyawa
(KLT)

Alkaloid Flavonoid

Kuinon Saponin

Steroid Tanin
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu, jenis penelitian deskriptif
observasional.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2018. Tempat penelitian
dilakukan pada Laboratorium Bahan Alam Stikes Borneo Lestari.
C. Tumbuhan Yang Digunakan
Tumbuhan Sangkareho diambil dari daerah Pelaihari. Bagian tumbuhan
yang digunakan adalah bagian akar.
D. Alat dan Bahan
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah aluminium foil, alat gelas,
ayakan, bejana kromatografi, blender, kapas, hotplate, kertas saring, silika gel
𝐹254 , mikroskop, mortir dan stampler, neraca analitik, objek glass, penjepit
kayu, pengaduk, pipit tetes, pisau silet, sendok tanduk, Rotary evaporator,
tabung reaksi, UV led ekposure box, dan waterbath.
2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah daun tumbuhan sangkareho,
aquadest (𝐻2 𝑂), amonia 30%, amil alkohol, asam klorida (HCl), asam sulfat
(𝐻2 𝑆𝑂4), Dragondraff, etanol (𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻) 96%, eter minyak tanah P , kloroform
(𝐶𝐻𝐶𝑙3), larutan ferri (III) klorida 1%, Mayer, minyak emersi, amil alkohol,
NaOH 1N, plat silika gel 𝐺𝐹254 , serbuk magnesium P , ekstrak dan simplisia
akar sangkareho.
E. Cara Penelitian
1. Determinasi Tumbuhan Sangkareho
Determinasi sampel Sangkareho dilakukan di Laboratorium Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru.
2. Pengolahan Bahan
Pengambilan sampel akar sangkareho, kemudian dilakukan sortasi basah
yaitu memisahkan kotoran atau bahan asing. Dilakukan pencucian sampel dengan
tujuan memisahkan sampel dari zat pengotor. Selanjutnya proses perajangan akar
sangkareho menjadi bagian yang lebih kecil, Kemudian dilanjutkan dengan
pengeringan yaitu dipanaskan pada matahari langsung setelah itu diangin-anginkan
sampai kering. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air yang
ada pada daun sangkareho sehingga memudahkan pada proses ekstraksi.
Selanjutnya dilakukan penyerbukkan dengan menggunakan alat yaitu blender.
3. Pemeriksaan Farmakognostik Daun Sangkareho
a. Pemeriksaan Organoleptik
Bagian akar Sangkareho (Callicarpa longifolia Lam) yang masih utuh
diamati warna, rasa dan bau.
a. Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopis terhadap akar dari sangkareho dapat dilihat dari
: panjang, lebar dan bentuknya.
b. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk sel dan
jaringan tumbuhan pada bagian dari akar Sangkareho (Callicarpa longifolia
Lam). Pemeriksaan mikroskopik akar sangkareho dilakukan dengan
mengambil beberapa serbuk dari akar sangkareho dan diletkkan diatas kaca
objek, kemudiaan diteteskan beberapa tetes minyak emersi, didamkan
selama ½ menit setelah itu dengan penutup objek. Kemudian bentuk sel,
stomata, epidermis, dan trikoma dari serbuk akar sangkareho diamati
menggunakan mikroskop dan didokumentasikan
4. Ekstraksi akar Sangkareho (Callicarpa longifolia Lam).
Ekstrasi yang dilakukan yaitu dengan cara maserasi yaitu serbuk akar

sangkareho yang sudah kering berupa simplisia ditimbang sebanyak 500 g

dan dimasukkan kedalam alat maserasi berupa botol kaca yang tertutup
rapat. Cairan penyari (Etanol 96%) dituang dalam alat maserasi dengan

perlahan-lahan yang telah terisi sampel. Aduk cairan penyari sampai merata

dan simplisia terendam, biarkan cairan penyari 1 cm diatas permukaan

sampel. Ekstrasi simplisia dilakukan selama 3 x 24 jam dan setiap 24 jam

cairan penyari tersebut diganti sambil sekali-kali diaduk. Filtrat hasil

penyarian diuapkan sampai diperoleh ekstrak yang kental.

5. Identifikasi Senyawa ekstrak akar Sangkareho (Callicarpa longifolia

Lam).

a. Identifikasi alkaloid

Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N

dan 9 ml air, panaskan diatas penangas air selama 2 menit, dinginkan

dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes

Bourchardat LP. Jika pada percobaan tidak terjadi endapan, maka

serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan Mayer LP terbentuk

endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam

metanol P dan dengan Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna

coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid (Depkes

RI, 1989).

b. Identifikasi senyawa flavonoid

Larutan percobaan :

Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 ml sediaan

berbentuk cairan, dengan 10 ml metanol P, menggunakan alat pendingin

balik selama 10 menit. Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat.
Encerkan filtrat dengan 10 ml air. Setelah dingin tambahkan 5 ml eter

minyak tanah P, kocok hati-hati, diamkan. Ambil lapisan metanol,

uapkan pada suhu 40℃ dibawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml

etil asetat P, lalu saring.

Cara percobaan :

Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1

ml sampai 2 ml etanol (95%) P, tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P

dan 10 tetes asam klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga

sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid (Depkes RI, 1989).

c. Identifikasi senyawa kuinon

Sebanyak 5 ml larutan percobaan yang diperoleh dari identifikasi

flavonoid, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa

tetes larutan NaOH 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan

adanya senyawa golongan kuinon (Djamil,2009).

d. Identifikasi senyawa saponin

Masukkan 0,5 g serbuk sampel kedalam tabung reaksi. Tambahkan

10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok tabung reaksi dengan

kuat selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang

dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm dengan penambahan 1 tetes

asam klorida 2 N, buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin

(Depkes RI, 1989).

e. Identifikasi senyawa tanin


Terhadap 40 mg serbuk simplisia ditambahkan 100 ml air,

dididihkan selama 15 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas

saring, kemudian filtrat dibagi dua bagian. Ke dalam filtrat bagian

pertama ditambahkan larutan feri (III) klorida 1%. Terbentuknya warna

biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan

tanin (Djamil,2009).

f. Identifikasi senyawa steroid

Sebanyak 20 mg ekstrak dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2

jam (dalam wadah dengan penutup rapat), kemudian disaring diambil

filtratnya sebanyak 5 ml, dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan

penguap hingga diperoleh residu. Ditambahkan 2 tetes asam asetat

anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman Buchard)

kedalam residu. Terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan

adanya senyawa golongan steroid atau triterpenoid (Djamil,2009).

6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) daun Sangkareho (Callicarpa

longifolia Lam).

a. Pembuatan eluen

Pemilihan eluen yang cocok dapat dilakukan melalui tahapan

optimasi eluen. Optimasi eluen diawali dengan menentukan sifat fisika

kimia analit yang akan dianalisis dan jenis sorben fase diam yang

digunakan (Wulandari, 2011).

b. Penjenuhan eluen
Tiap eluen dimasukkan dalam bejana kromatografi yang berbeda

dengan ketinggian kurang dari 1 cm. Kertas saring dimasukkan dalam

bejana kromatografi sampai atas bagian bejana kromatografi. Bejana

kromatografi ditutup, kemudian diamati sampai kertas saring basah

oleh karena eluen yang naik ke bagian atas kertas saring, hal tersebut

menanda eluen telah jenuh. Setelah itu kertas saring dikeluarkan dari

bejana kromatografi.

c. Penotolan dan identifikasi bercak

Lempeng yang akan digunakan diaktifkan terlebih dahulu.

Pengaktifan lempeng bertujuan untuk mengurangi kadar air (gugus –

OH) silika gel agar pada proses elusi lempeng silika gel dapat menyerap

dan berikatan dengan sampel. Ekstrak kental etanol daun sangkareho

dimasukkan kedalam vial dan dilarutkan dengan etanol. Sampel diambil

dengan pipa kapiler dan ditotolkan pada plate sedikit demi sedikit pada

bagian tengah yaitu 1 cm dari bawah plate. Kemudian plate yang telah

ditotol dimasukkan kedalam bejana kromatogram yang telah jenuh

sampai eluen naik keatas sampai batas ( kurang dari 0,5 cm dari batas

plate). Setelah itu plate KLT dimasukkan dalam UV, untuk diamati

bercak pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Setalah diamati

didalam UV, plate KLT disemprot menggunakan asam sulfat 10% dan

dipanaskan menggunakan hotplate lalu diamati profil KLT ekstrak

etanol daun sangkareho.


DAFTAR PUSTAKA

Chanda, Sumitra. 2014. Importance of pharmacognostic study of medicinal plants:


An overview. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 2 (5): 69-73.

Depkes RI.1987. Analisis Obat Tradisional . Jilid I: Jakarta.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Pengawas Obat Tradisional, Jakarta.

Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Departemen Kesehatan


Republik Iindonesia, Jakarta.

Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi ke-1. Departemen Kesehatan
Republik Iindonesia, Jakarta.

Djamil, Ratna dan Tria Anelia. 2009. Penapisan Fitokimia, Uji BSLT, dan Uji
Antioksidan Ekstrak Metanol beberapa Spesies Papilionaceae. Jurnal ilmu
kefarmasian indonesia. Vol. 7, No.2.

Falah, Faiqotul. Tri S. dan Noorcahyati. 2013. Keragaman Jenis dan Pemanfaatan
Tumbuhan Berkhasiat Obat oleh Masyarakat Sekitar Hutan Lindung
Gunung Beratus, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan
Komersial Alam. Vol. 10. No. 1.

Hanani, Endang. 2014. Analisis Fitokimia. EGC, Penerbit Buku Kedokteran,


Jakarta

Harbon, B.J. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisis


tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Harley, RM.; Atkins, S.; Budantsev, AL.; Cantino, P.D.; Conn, BJ.; Grayer, R.; de
Kok, R.; Krestovskaja, T.; Morales, R.; Paton, AJ.; Ryding, O.; Upson, T.
Labiatae. In: Kadereit, JW.,editor. 2004. Flowering Plants, Dicotyledons:
Lamiales, except Acanthaceae, including Avicenniaceae,The Families and
Genera of Vascular Plants. Springer, New York. page 478.

Khoerunnisa, Utami. 2015. Studi Farmakognosi Rimpang dan uji aktivitas


antimikroba minyak atsiri rimpang lengkuas (Alpinia galanga L). Skripsi.
Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Miksusanti., Betty sri laksmi,J.,Rizal syarief, Bambang pontjo, Gatot tri mulyadi.
2009. Antibacterial Activity Of Temu Kunci Tuber (Kaempheria
pandurata) Essential Oil Against Bacillus cereus. Medical Journal of
Indonesia. vol 18 No 1, p. 11.

Novadiana, A., Erwin, dan Pasaribu, S.P. 2013. Uji Toksisitas (Brine Shrimp
Lethality Test) Ekstrak dan Isolat Fraksi Kloroform dari daun Karehau
(Callicarpa longifolia Lamk.). hal. 134 – 140.. Prosiding Seminar Nasional
Kimia Tahunan 2013. Kalimantan Timur.

Pasaribu, S.P., Erwin and Istianti, P. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid dari Daun Kerehau. Jurnal Kimia Mulawarman. Vol (2), 81-84.

Redha, Abdi. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif Dan Peranannya


Dalam Sistem Biologis. Jurnal Belian. Vol. 9 No. 2 : 196 – 202.

Rezky, Amalia Indah. 2011. Kajian Farmakognostik Simplisia Daun Sungkai


(Peronema conescens Jack) Asal Loksado Kalimantan Selatan. Skripsi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarbaru.

Sa’adah, Lilis. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim ,Malang.

Saifudin, Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder, teori, konsep dan teknik
pemurnian Ed.1, Cet. I. CV Budi utama, Yogyakarta.

Semiawan, F., Ahmad, I., Masruhim, M. A. 2015.Aktifitas AntiInflamasi Ekstrak


Etanol Daun Kerehau (Callicarpa longifolia Lamk). Jurnal Sains dan
Kesehatan. Vol 1.No. 1.

Setyowati, F. M. 2010. Etnofarmakologi dan Pemakaian Tanaman Obat Suku


Dayak Tunjung di Kalimantan Timur. Media Litbang Kesehatan. 20, 104-
112
Susiati, S., Hoesen, D.S.H, dan Hidayat, A. 2000. Keanekaragaman Tumbuhan
yang Berpotensi Sebagai Tanaman Hias di Kutai, Kalimantan Timur.
Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional Tahunan 2000.
Kebun Raya Bogor, Bogor.

Wulandari, Setyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. PT. Taman Kampus Presindo,
Jember.

Anda mungkin juga menyukai