Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat berpotensi dalam
keanekaragaman hayatinya, salah satunya adalah hutan. Secara geografis
negara Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki banyak jenis
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Miksusanti, et
al, 2009). Salah satunya pulau Kalimantan merupakan pulau yang kaya
akan tanaman yang bermanfaat selain memiliki kekayaan keanekaragaman
hayati, memiliki potensi pengetahuan tradisional oleh berbagai asli
keanekaragaman tumbuhan tersebut.
Studi farmakognostik ini membantu dalam identifikasi dari bahan
tanaman. Identifikasi dan jaminan kualitas suatu bahan merupakan
prasyarat penting untuk memastikan kualitas jamu yang akan memberikan
kontribusi untuk keamanan dan kemanjuran. Studi farmakognostik
merupakan teknik sederhana dalam standarisasi bahan tanaman meliputi
makroskopik, mikroskopik, dan skrining fitokimia (Khan, 2010).
Sangkareho adalah salah satu tanaman yang termasuk dalam genus
Calicarpa merupakan sumber senyawa alam dan obat-obatan tradisioanal
(Harley, 2004). Spesies Callicarpa ini dimanfaatkan sebagai obat tradisional
oleh salah satu suku asli Kalimantan yaitu suku Dayak Tunjung. Sangkareho
bisa juga disebut karehau (Callicarpa longifolia Lam.) dan berkhasiat
sebagai obat masuk angin dan bengkak pada bagian akar, sedangkan pada
bagian daun digunakan sebagai bedak basah (Setyowati, 2010). Selain itu
tanaman ini mempunyai bunga yang berwarna ungu sehingga juga biasanya
ditanam sebagai tanaman hias dipekarangan rumah sekaligus sebagai
tumbuhan obat (Susiarti et al, 2000). Namun tanaman ini sudah berkembang
didaerah-daerah lain selain dari suku dayak khususnya daerah Kalimantan.
Menurut penelitian terdahulu mengemukakan bahwa daun
sangkareho (Callicarpa longifolia Lamk.) memiliki beberapa senyawa
metabolit sekunder seperti tannin, saponin, dan flavonoid (Semiawan
dkk,2015). Berdasarkan hasil penelitian lainnya dikemukakan bahwa hasil
isolasi steroid dari fraksi kloroform (Novadiana et al, 2013) dan flavonoid
dari fraksi etil asetat (Pasaribu, et al, 2014).
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimanakah karakteristik daun sangkareho (Callicarpa longifolia
Lam.) secara organeleptik, makroskopik dan mikroskopik ?
b) Apa sajakah kandungan golongan senyawa kimia yang terkandung pada
ekstrak etanol 96% daun sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.) ?
c) Bagaimanakah gamabaran KLT dari ekstrak etanol 96% daun sangkareho
(Callicarpa longifolia Lam.) ?

C. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui karakteristik daun sangkareho (Callicarpa longifolia
Lam.) secara organeleptik, makroskopik dan mikroskopik
b) Untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimia yang terkandung
pada ekstrak etanol 96% daun sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)
c) Untuk mengetahui gamabaran KLT dari ekstrak etanol 96% daun
sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan yang dapat kita ambil dari kegiatan penulisan
karya tulis ini antara lain :
a. Mengetahui karakteristik makroskopik maupun mikroskopik dari daun
sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.).
b. Mengetahui Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada daun
sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daun sangkareho (Callicarpa longifolia Lam.)
Tanaman sangkareho atau nama lainnya kerehau ditemukan hampir
diseluruh pulau Kalimantan. Tumbuhan ini memiliki deskripsi semak
hingga 6 meter, tidak memiliki stipula, daun berlawanan, memiliki rambut
halus dan agak bergerigi, bunga dan buah berdiameter 2 mm berwarna
putih. Bagian akar dapat digunakan untuk mengobati sakit perut dan diare,
bagian daun digunakan untuk mengobati malaria. Kandungan kimia dari
kerehau yaitu saponin, tannin, alkaloid dan steroid (Falah,dkk, 2013).
Tanaman ini memiliki klasifikasi, sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiosperms
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Callicarpa
Spesies : Callicarpa longifolia Lamk

B. Kajian Farmakognostik
Farmakognostik adalah studi tentang obat-obatan yang berasal dari
sumber alami, terutama dari tumbuhan. Pada dasarnya berkaitan dengan
standarisasi, otentikasi dan studi tentang obat-obatan alami. farmakognosi
dilakukan dalam mengidentifikasi jenis tumbuhan yang kontroversial,
otentikasi tanaman obat tradisional yang biasa digunakan melalui morfologi,
fitokimia dan analisis fisikokimia. Studi farmakognostik ini dilakukan untuk
membantu dalam otentikasi tanaman dan memastikan kualitas produk herbal
yang dapat digunakan mempunyai keamanan dan kemanjuran produk alami
(Chanda,2013).
1. Uji Kualitatif
Uji kualitatif yang dilakukan meliputi pemeriksaan makroskopik,
organeleptik, mikroskopik, dan uji identifikasi senyawa kimia. Uji
makroskopik bertujuan untuk menentukan ciri khas simplisia dengan
pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia dan ciri-
cirinya. Uji mikroskop bertujuan untuk melihat fragmen pengenal dalam
bentuk sel, isi sel atau jaringan tanaman serbuk simplisia (Supomo,dkk,
2016).
2. Identifikasi Kandungan Kimia
Senyawa alami secara umum adalah molekul kimia berupa
mineral, metabolit primer dan metabolit sekunder. Secara famili besar,
metabolit primer dan metabolit sekunder merupakan senyawa organik.
Metabolit primer terbagi menjadi tiga golongan utama yakni,
karbohidrat, protein, dan lemak. Setiap metabolit primer akan
bersenyawa membentuk polimer atau ikatan yang lebih kompleks
membentuk jaringan tubuh (Saifudin,2014).
Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh makhluk
hidup seperti tumbuhan, mikroba, atau hewan. Melewati proses
biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak
vital ( jika tidak ada tidak mati) sebagaimana gula, asam amino dan
asam lemak. Dibidang farmasi secara khusus, metabolit sekunder
digunakan dan dipelajari sebagai kandidat obat atau senyawa penuntun
untuk melakukan optimasi agar diperoleh senyawa yang mempunyai
toksisitas minimal (Saifudin, 2014).
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Pada umumnya alkaloid menccakup senyawa bersifat basa
yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali
beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan
fisiologi yang menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan.alakoloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis
aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ) (Harbrone.J.B,1987).
Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino,
meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit.
Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia
berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid
utama Conium maculatum sampai pentasiklik seperti estrikhnina
yaitu racun kulit strychnos. Amina tumbuhan (misalnya meskalina)
dan basa Purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang-kadang
digolongkan sebagai alkoloid dalam arti umum (Harbrone.J.B,1987).
Banyak alkoloid bersifat terpenoid dan beberapa (misalnya
solanina alkoloid – steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya
ditinjaudari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang
lainnya terutama berupa senyawa aromatic ( misalnya kolkhisina,
alkoloid tropolon umbi crocus musim gugur ) yang mengandung
gugus basa sebagai gugus rantai samping. Banyak sekali alkoloid
yang khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa tumbuhan
sekerabat. Jadi nama alkoloid sering kali diturunkan dari sumber
tumbuhan penhasilnya, misalnya alkoloid Atropa atau alkoloid
tropana, dan sebagainya (Harbrone.J.B,1987).
b. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki
struktur inti 𝐶6 -𝐶3 -𝐶6 yaitu dua cincin aromatikyang dihubungkan
dengan 3 ataom C, biasanya dengan ikatan atom O yang berupa
ikatan oksigen heterosklik. Senyawa ini dapat dimasukkan sebagai
senyawa folifenol karena mengandung dua atau lebih gugus
hidroksil, bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa.
Umumnya flavonoid ditemukan berikatan dengan gula membentuk
glikosida yang menyebabkan senyawa ini lebih mudah larut dalam
pelarut polar, seperti metanol, butanol, etanol, butil asetat (Hanani,
2014).
c. Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas dalam
tumbuhan, dan pada beberapa tanaman terdapat terutama dalam
jaringan kayu seperti kulit batang, pada jaringan lain, yaitu daun dan
buah. Tanin terbentuk amorf yang mengakibatkan terjadinya koloid
dalam air, memiliki rasa sepat, dengan protein membentuk endapan
yang menghambat kerja enzim proteolitik dan dapat digunakan
dalam industri sebagai penyamak kulit hewan. Sifat tanin sebagai
astrigen bisa dimanfaatkan sebagai antidiare, menghentikan
pendarahan, dan mencegah pendarahan (Hanani, 2014).

Anda mungkin juga menyukai