Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PREPARASI, PEMBUATAN DAN UJI MUTU SIMPLISIA RIMPANG

JAHE (Zingiber officinale)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

NAMA ANGGOTA :

1. A. MUH ALFI NUR (21.002.AF)

2. DIAN FITRIA H (21.009.AF)

3. MUH. ALFAJRI SYAMSUDDIN (21.014.AF)

4. NUR ANISA ASDAR (21.015.AF)

KELAS : A.21

INSTRUKTUR : apt. NURUL HIDAYAH BASE, S.Si, M.Si

AKADEMI FARMASI YAMASI MAKASSAR

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Farmakognosi awalnya didefinisikan sebagai studi tentang

obat-obatan mentah yang diperoleh dari tumbuhan, hewan maupun

mineral dan konstituennya. Namun, penelitian sejarah baru

menyatakan bahwa farmakognosi menggambarkan studi tetang

tentang tanaman obat dan sifat-sifatnya. Istilah farmakognosi

berasal dari dari kata Latin, yaitu pharmakon ‘obat’, dan gignoso

‘untuk memperoleh pengetahuan tentang”. Maka, itu berarti

‘pengetahuan atau ilmu tentang obat’ (Shah dan Seth, 2010).

Jahe merupakan kategori bembu dapur yang kerap

dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai kondisi, mulai dari mual,

batuk, nyeri sendi, hingga nyeri akibat terapi kanker (Adrian, 2020).

Jahe secara perkilinik baik in vitro maupun in vivo,telah terbukti

memiliki efek anti-mikroba, anti-fungal, anti-helmintik, anti-oksidan,

anti-inflamasi, anti-tumor, bersifat imuno-modulatori, anti-lipidemic,

berdifat analgesik, dan memiliki efek perlindungan terhadap saluran

pencernaan (Harwati, 2012); (Sarno, 2019). Sedangkan secara

klinik, efek yang paling nyata dari Jahe adalah untuk


menghilangkan gejala mual pada perempuan hamil (Harwati,

2012).

Untuk efek lainnya misalnya mencegah mual setelah mual

setelah operasi, mencegah mabuk karena perjalanan, dan sakit

karena osteoartitis, secara studi klinik sampai saat ini cukup efektif

pada kadar 2 gram perhari (dalam saru dosis atau dibagi menjadi

beberapa kali) dapat dilakukan dalam waktu yang tidak dibatasi.

Namun penggunaan serbuk jahe pada dosis 6 gram perhari dapat

menyebabkan iritasi lambung (Harwati, 2012).

Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari bentuk

dan susunan tubuh tumbuhan yang dipisahkan menjadi morfologi

luar atau morfologi saja, dan morfolgi dalam, yaitu anatomi

tumbuhan. Morfologi tumbuhan tidak hanya menguraikan bentuk

dan susunan tubuh tumbuhan saja, tetapi juga bertugas untuk

menentukan apakah fungsi masing-masing bagian itu dalam

kehidupan tumbuhan, dan selanjutnya juga berusaha mengetahui

dari mana asal bentuk dan susunan tubuh tersebut. Selain itu

morfologi harus pula dapat memberikan jawaban atas pertanyaan

mengapa bagian tubuh tumbuhan tersebut mempunya bentuk dan

susunan yang beraneka ragam itu (Tjitrosoepomo, 2005).

Anatomi tumbuhan merupakan salah satu cabang ilmu

biologi yang mempelajari mengenai struktur dalam tumbuhan yang

kompleks beserta fungsinya (Guvenc, 2011). Salah satu fungsi


dasar ilmu anatomi yaitu menghasilkan karakter yang dijadikan

dasar taksonomi dalam menempatkan tumbuhan pada suatu

tingkat takson tertentu baik tingkat suku, marga maupun spesies

(Nugroho dkk., 2006) Pada akhirnya analisis anatomi tersebut

dapat memberi keakuratan dalam penamaan yang penting bagi

pemulia tanaman, ahli ekologi maupun ahli konservasi (Cutler,

1978).

Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan

yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu.

Spesimen herbarium yang baik harusnya memberikan informasi

yang lengkap yang ada pada tumbuhan yang bersangkutan,

dengan kata lain koleksi herbarium harus mengandung semua

bagian tumbuhan (Vogel, 1987). Agar suatu tumbuhan dapat terus

dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi

alternatif untuk melindungi keberadaan tumbuhan, dan salah satu

pengawetan tumbuhan adalah herbarium (Widhy, 2012).

Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah

dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum

mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan

simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM, 2008). Istilah simplisia

dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih

berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan

bentuk (Gunawan, 2010). Jadi simplisia adalah bahan alamiah


yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami

pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu

simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral (Melinda,

2014)

Pemeriksaan mikroskopik meliputi anatomi simplisia yang

memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan pemeriksaan

spesifik penyusun suatu simplisia atau pun haksel. Pemeriksaan

mikroskopik dapat pula dilakukan secara analisis kuantitatif dan

kualitatif. Uji organoleptik meliputi pemeriksaan warna, bentuk, bau

dan rasa bahan. Uji makroskopik yaitu untuk pemeriksaan ciri-ciri

bentuk luar yang spesifik (Gunawan, 2004)

Menurut farmakope Indonesia Edisi V, Susut

Pengeringan merupakan prosedur yang digunakan untuk

melakukan penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah

menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Hal ini dapat

menggambarkan bahwa susut pengeringanmencakup kadar air,

dan kadar bahan lainnya yang dapat menguap.

Penetapan kadar sari larut air ialah prosedur yang

dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang larut didalam

air. Sedangkan, penentapan kadar sari larut etanol sendiri

adalah prosedur yang dilakukan untuk mengetahuin kadar

senyawa yang larut dalam etanol.


Uji histokimia adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui

kandungan kimia yang terdapat dalam jaringan tumbuhan

dengan cara direaksikan dengan berbagai zat pereaksi.

B. Maksud Praktikum

Mengetahui Morfologi, anatomi, cara pembuatan herbarium, cara

pembuatan simplisia, uji mutu dan uji histokimia dari simplisia

tanaman obat.

C. Tujuan Praktikum

1. Morfologi Tumbuhan

Mengenal bermacam-macam morfologi, bentuk dan modifikasi

dari akar, batang, daun, dan rimpang pada tanaman jahe.

2. Anatomi Tumbuhan

Mengenal bermacam-macam anatomi, bentuk dan modifikasi

dari akar, batang, daun, dan rimpang pada tanaman jahe.

3. Herbarium

Untuk menghasilkan herbarium tanaman yang dijadikan

speciemen tanaman.

4. Pembuatan Simplisia

Untuk menghasilkan simplisia tanaman yang bermutu melalui

tahapan pembuatan yang dipersyaratkan.

5. Uji Mutu Simplisia.

a. Uji Makroskopik Simplisia


Mengetahui kekhasa bentuk, warna, rasa, dan bau dari

simplisia tanaman obat.

b. Uji Mikroskopik Simplisia

Mengenal fragmen spesifik simplisia tanaman obat melalui

pengamatan mikroskopik.

c. Penetapan susut pengeringan, kadar sari larut etanol dan

kadar sari larut air

Mampu melakukan proses uji penetapan susut pengeringan,

kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol dari simplisia

dengan menggunakan metode gravimetri.

6. Uji Histokimia

Mampu mengidentifikasi kandungan kimia dari simplisia

tanaman dengan menggunakan pereaksi spesifik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber Officinale Rosc. (Winkanda, 2015)

2. Nama Lain
Jahe (Sunda); jae (Jawa); jhai (Madura), cipakan (Bali), hai

(Dayak); hai (Kalimantan); pese (Bugis), melito (Gorontalo), aloi

(Sumba); lea (Flores), galaga (Ternate); siwe (Ambon). (Syamsul

dan Rodame, 2015).

3. Kandungan kimia

Bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang. Rimpang

mengandung minyak atsiri yang terdiri pinen, fellandren, borneol,

camfen, limonen, linalool, citral, nonilaldehid, desilaldehid,

metilheptenon, sineol, bisabolene, kurkumen, farnesen, humulen,

dan zingiberene. (Syamsul dan Rodame, 2015)

Senyawa kimia rimpang jahe menentukan aroma dan tingkat

kepedasan jahe. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

komposisi kimia rimpang jahe adalah antara lain: jenis jahe, tanah

sewaktu jahe ditanam, umur rimpang saat dipanen, pengolahan

rimpang jahe (dijadikan bubuk, manisan, atau kristal jahe), dan

ekosistem tempat jahe berada (Rismunandar, 1988).

Redgrove (1933), Guenther (1952), dan Masada (1976)

berpendapat bahwa komponen cita rasa yang utama dalam jahe

adalah minyak volatil yang terdiri dari zingiberen (C15H24),

zingiberol (seskuiterpen alkohol), D-β-feladren, dan kamfen

(terpen); sineol (turunan alkohol); metil heptenon, d-borneol,

graniol, linalaol, dan kavikol (fenol).


Komponen-komponen fenolik pada jahe dapat berkontribusi

terhadap flavor jahe. Beberapa sayuran dan rempah mengandung

turunan fenolik yang menyebabkan karakteristik panas, tajam, dan

sensasi menyengat dalam mulut yang disebut pungensi

(kepedasan). Karakteristik pungent dari jahe segar dan juga

terdapat dalam oleoresin jahe disebabkan oleh fenilalkilketon yang

merupakan turunan dari vanilin. Kelompok senyawa ini dikenal

dengan gingerol (Shahidi dan Naczk, 1995).

Gingerol atau 1-(3'-metoksi-4'-hidroksifenil)-5-hidroksialkan-

3-ones memiliki rantai samping yang bervariasi. Rantai samping

senyawa gingerol yang telah diidentifikasi adalah (3)-, (4)-, (5)-,

(6)-, (8)-, (10)-, dan (12)-gingerol memiliki karbon atom berturut-

turut 7, 8, 9, 10, 12, 14, dan 16 (Araona et al., 1999). Homolog-

homolog shogaol yang telah diketahui antara lain (1)-, (4)-, (6)-,

(14)-, dan (19)- shogaol (Araona et al.,1999).

Gingerol dapat berubah menjadi zingeron dan heksanal

melalui reaksi pemecahan retroaldol serta menjadi shogaol melalui

dehidrasi pada pemanasan di atas 200oC (Grosch, 1999).

Kepedasan jahe semakin berkurang selama penyimpanan karena

transformasi gingerol menjadi shogaol (Purseglove et al., 1981).

4. Khasiat tanaman
Karminatif, stomakik, stimulans, dan diaforetik (Winkanda,

2015)

Rasa jahe yang tajam disebabkan oleh kandungan senyawa

turunan fenilpropanoid, yaitu gingerol dan shogal. Jahe bersifat

merangsang pembentukan air liur (saliva) (Nur cholis, 2010).

Melalui berbagai penelitian, jahe terbukti mampu mengatasi

rasa mual akibat mabuk laut, morning sickness, dan akibat

kometerapi. FDA telah mengakui jahe sebagai herba yang secara

umum aman digunakan, meskipun dapat berinteraksi dengan

beberapa jenis obat, contohnya warfarin (obat anti pembekuan

darah). Pasien dengan Batu empedu sebaiknya menghindari jahe,

karena dapat memacu pelepasan cairan empedu (Nur cholis,

2010).

Pada percobaan dengan hewan di laboratorium, gingerol

mampu menaikkan pergerakan saluran cerna dan juga memiliki

khasiat analgesik (meredakan Nyeri), sedatif, antipiretik

(menurunkan panas), serta khasiat anti bakteri (Nur cholis, 2010).

B. Morfologi

Morfologi tumbuhan merupakan cabang ilmu biologi yang

mempelajari susunan dan bentuk luar suatu tumbuhan.

Tjitrosoepomo (1985) berpendapat bahwa morfologi tumbuhan

merupakan cabang ilmu biologi tumbuhan yang sudah berdiri


sendiri. Morfologi tumbuhan membahas bentuk dan susunan

tumbuhan yang sudah demikian pesatnya. Dengan kata lain,

morfologi tumbuhan membahas susunan dan bentuk luar dari

berbagai macam tumbuhan (Rasyid dan Widya, 2022)

Jahe memiliki morfologi berupa rumput tegak, bercabang

kuat, tingginya dapat mencapai 3 m. buluh terisi empulur,

bercabang pada bagian atasnya. Daun besar dan berpelepah,

helaian daun memita sampai membundar telur-melenset, tepi daun

kasar, halus atau kasap permukaan atasnya. Perbungaan di ketiak

daun paling atas; putih atau kebiruan; mengandung dua tanda,

yaitu tanda Betina yang mengandung buliran yang duduk, buliran

dengan 2 floret, sedangkan tanda jantan mengandung kira-kira 10

buliran yang menyirap dan muncul berpasangan atau tiga-tiga.

Buah bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna dan kekerasannya

biasanya berwarna abu-abu, kuning-merah tua, atau keunguan;

lunak atau keras; berisi jali, jali berwarna merah tua untuk yang

berkulit keras atau merah muda yang berkulit lunak. (Syamsul dan

Rodame, 2015)

C. Anatomi

Anatomi tumbuhan merupakan salah satu cabang biologi

yang mempelajari struktur fisik tumbuhan secara mikroskopis.

Anatomi sendiri disebut juga sebagai ilmu urai, terkait pembahasan

yang lebih rinci dari setiap struktur tumbuhan melalui sayatan bujur
atau melintang yang diamati menggunakan mikroskop. Dalam hal

ini anatomi tumbuan dapat dijadikan sebagai pelengkap ilmu

morfologi yang hanya mempelajari bentuk dan susunan tumbuhan

(Nisfi et al., 2021)

Tumbuhan sebagai organisme eukariot bertipe multiseluler

tersusun atas banyak sel. Sel-sel tersebut yang memiliki struktur

dan fungsi yang sama akan membentuk sekelompok sel yang

disebut jaringan sebagai penyusun organ tumbuhan, seperti akar,

batang dan daun.Terdapat dua tipe jaringan pada tumbuhan, yakni

jaringan meristem dan jaringan dewasa atau permanen. Perbedaan

keduanya terletak pada kemampuan sel-selnya untuk membelah,

yang mana pada jaringan meristem bersifat selalu aktif membelah

(embrionik) sedangkan jaringan dewasa tidak.

Jaringan meristem banyak ditemukan di bagian titik tumbuh

tumbuhan baik pada ujung akar maupun batang sebagai meristem

primer atau pada bagian batang dan akar sebagai meristem

sekunder yang membentuk kambium. Jaringan dewasa merupakan

jaringan yang selselnya mengalami deferensiasi, seperti jaringan

epidermis dan gabus sebagai pelindung, jaringan parenkim sebagai

penyimpan cadangan makanan dan transport zat, jaringan

kolenkim dan sklerenkim sebagai penguat serta jaringan xilem dan

floem sebagai pengangkut mineral, air dan hasil fotosintesis (Grafi,

2004; Krishnamurthy et al., 2015).


D. Herbarium

Herbarium merupakan suatu eksperimen dari bahan

tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode

tertentu yang dilengkapi dengan data-data dan manfaat dari

tumbuhan tersebut. Ada beberapa tahapan dari pembuatan

herbarium, dimulai dari pengumpulan tanaman, pengeringan,

pengawetan, dan pembuatan herbarium (Hadiyati et al., 2020).

Herbarium dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk

mentakrifkan takson tumbuhan, ia mempunyai holotype untuk

tumbuhan tersebut. Herbarium juga dapat digunakan sebagai

bahan penelitian untuk para ahli bunga atau ahli taksonomi.

Herbarium dipakai untuk mendukung studi ilmiah lainnya seperti

survey ekologi, studi fitokimia, penghitungan kromosom, melakukan

analisa perbandingan biologi dan berperan dalam mengungkap

kajian evolusi (Setyawan dkk, 2005).

Herbarium memiliki dua jenis, yaitu herbarium kering (daun,

akar, bunga, batang), dan herbarium basah (buah-buahan)

(Hadiyati et al., 2020).

Herbarium kering merupakan koleksi tumbuhan yang telah

dikeringkan dan disusun pada sebuah kertas serta diberi


keterangan terkait dengan spesimen tersebut (Dikrullah et al.,

2018). Herbarium kering akan mendorong siswa untuk semakin

berkreasi terhadap jenis-jenis tumbuhan (Husain et al., 2019).

Menurut Tjitrosoepomo (2005), herbarium/awetan basah

adalah spesimen tumbuhan yang telah diawetkan dan disimpan

dalam suatu larutan. Komponen utama yang digunakan dalam

pembuatan larutan pengawet itu antara lain adalah alkohol dan

formalin. Alkohol memiliki kekurangan yaitu dapat menyebabkan

hilangnya warna asli tumbuhan dan juga harga alkohol relatif

mahal. Sedangkan formalin lebih murah harganya dibandingkan

alkohol. Selain itu, formalin tidak terlalu besar daya larutnya

terhadap warna-warna yang terdapat pada tumbuhan.

E. Simplisia

1. Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai

obat yangbelum mengalami pengolahan apapun juga,

kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah

dikeringkan (Depkes RI, 1979).

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman

utuh, bagian tanaman dan eksudat. Eksudat tanaman adalah

isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang
dikeluarkan dari selnya dari cara tertentu atau zat yang

dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang

belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1979).

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh,

bagian hewat atau zat yang dihasilkan hewan yang masih

belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1979).

Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari

bumu, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia

murni (Depkes RI, 1979).

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan

sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun

juga, apapun dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan (Depkes RI, 1989)

2. Cara Pembuatan Simplisia

Cara pembuatan simplisia ada beberapa tahapan

yaitu sortasi basah, perajangan, pengeringan, soetasi kering,

pengepakan, dan penyimpanan serta pemeriksaan mutu

(Prasetyo dan Entang, 2013)

a. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran

atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisa.

Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu

tanaman obat, bahan-bahan seperti tanah, kerikil, rambut,

batang, daun, akar yang telah rusak, serta kotoran lain harus

dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba

dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu, pembersihan

simplisia dari tanah yang teriku dapat mengurangi jumlah

mikroba awal (Prasetyo dan Entang, 2013).

b. Pencucian Basah.

Pencucian basah dilakukan untuk menghilangkan tanah dan

kotoran lain yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian

dilakukan dengan air bersih misalnya dari mata air, air sumur

atau air PAM. Simplisia yang mengandung zat yang mudah

larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan

dalam waktu yang sesingkat mungkin (Prasetyo dan Entang,

2013).

c. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses

pergajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk

mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan


pengeringan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung

dirajang tetapi dijemur lebih dalam keadaan utuh selama

satu hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau dengan

alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis

atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki (Prasetyo

dan Entang, 2013).

d. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia

yang tidak mudah rusak. Sehingga dapat disimpan dalam

waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan

menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan

mutu atau perusakan simplisia (Prasetyo dan Entang, 2013).

F. Pemeriksaan Makroskopik

Pengamatan organoleptis meliputi parameter yang dapat

dideskripsikan dengan sederhana menggunakan panca indera

meliputi warna, bau, rasa dan bentuk yang seobjektif mungkin

(Eliyanoor, 2012).

Uji makroskopik yaitu Uji sensoria atau pengujian yang

menggunakanindera manusia sebagai alat untuk menilai

kesesuaian simplisia dengan morfologinya. Tujuan dari parameter


ini Untuk mencari ciri khusus pada simplisia yang akan di uji

berdasarkan morfologi, bau, warna, dan rasa (Novira, 2021).

G. Pemeriksaan Mikroskopik

Rimpang jahe yang telah berbentuk serbuk kering simplisia

berguna untuk melihat karakteristik penanda atau fragmen yang

dimiliki oleh simplisia rimpang jahe tersebut. Pemeriksaan pada

serbuk simplisa yaitu, serbuk simplisia diletakkan di atas kaca

objek. Serbuk tersebut ditetesi dengan larutan kloralhidrat,

kemudian diamati dibawah mikroskop (Eliyanoor, 2012).

Fragmen pengenal adalah amilum, periderm, jaringan gabus

tangensial, berkas pengangkut, dengan penebalan tipe tangga dan

serabut (Kemenkes RI, 2017)

H. Penetapan Susut Pengeringan Simplisia


Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah

dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. Kecuali dinyatakan

lain dalam masing-masing monografi, simplisia harus dalam bentuk

serbuk dengan derajat halus nomor 8, suhu pengeringan 105° dan

susut pengeringan ditetapkan sebagai berikut : Timbang saksama 1

sampai 2 g simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang

sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara.

Ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan

botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10

mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan

pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap

pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin

dalam eksikator hingga suhu ruang (Kemenkes, 2017).

I. Penetapan Kadar Sari Larut Air

Timbang saksama lebih kurang 5 g serbuk (4/18) yang telah

dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu bersumbat,

tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6

jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20,0 mL filtrat

hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah

dipanaskan 105° dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105° hingga

bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut air (Kemenkes, 2017).

J. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol


Penentuan kadar sari larut air dan etanol adalah metode

kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang

mampu tertarik oleh pelarut. Kedua cara yang hampir sama tersebut

didasarkan ada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia

(Rizki et al., 2019)

Timbang saksama lebih kurang 5 g serbuk (4/18) yang telah

dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu bersumbat,

tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali selama 6 jam

pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindarkan

penguapan etanol, uapkan 20,0 mL filtrat hingga kering dalam

cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105° dan ditara,

panaskan sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap. Hitung kadar

dalam % sari larut etanol (Kemenkes, 2017).

K. Uji Histokimia

Hasil uji fitokimia yang telah dilakukan menunjukan bahwa

dalam sampel mengandung : alkaloid, tanin, saponin, polifenol,

kuinon, flavonoid, triterpenoid, serta monoterpenoid dan

seskuiterpenoid.

1. Identifikasi Alkaloid

Ditimbang 500 mg simplisia, ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml, dipanaskan di atas pengas air selama

2 menit, didnginkan dan disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat

pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes Bouchardat. Jika pada


kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak

mengandung alkaloid. Jika dengan mayer terbentuk

endapan menggumpal berwarna putih atau kening yang larut

dengan methanol pekat dan dengan dragendorff terbentuk

endapan berwarna coklat jingga sampai hitam, maka ada

kemungkinan terdapat alkoloid (Depkes RI, 1989).

Reaksi positif yang terjadi pada uji alkaloid adalah

terbentuknya endapan menggumpal warna coklat pada

pereaksi bouchardat, hal tersebut terjadi karena nitrogen

pada alkaloid bereaksi dengan ion logam K+ membentuk

kompleks kalium alkaloid yang mengendap (DepKes RI,

1989).

2. Identifikasi Tanin dan polifenol

Simplisia didihkan 20 ml air lalu disaring, ditambahkan

beberapa tetes feriklorida 1% dan terbentuknya warna coklat

kehijauan, biru kehitaman menunjukan adanya tanin. Bagian

kedua ditambahkan dengan larutan gelatin 1%. Adanya

endapan putih menunjukan bahwa dalam simplisia terdapat

polifenol (Depkes RI, 1989).

Hasil pengujian tannin dan polifenol menunjukkan

bahwa tanin yang terkandung di dalam serbuk simplisia jahe

merupakan tanin terkondensasi karena terbentuk warna

coklat kehijauan setelah ditambahkan dengan feriklorida,


sedangkan polifenol membentuk warna putih (DepKes RI,

1989).

3. Identifikasi Saponin

Dimasukkan 0,5 g simplisia ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemidian

kocok kuat-kuat selama 10 detik. (jika zat diperiksa berupa

sediaan cair, diencerkan 1 ml sediaan yang di periksa

dengan 10 ml air dan kocok kuat-kuat selama 10 menit)

terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10

menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. pada penambahan 1

tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (DepKes RI, 1989)

Uji saponin menunjukkan hasil positif dengan adanya

busa pada sampel. Hal tersebut terjadi karena saponin

memiliki gugus polar dan non polar yang akan membentuk

misel. Pada saat misel terbentuk maka gugus polar akan

mengendap ke luar dan gugus non polar menghadap ke

dalam dan keadaan ini lah yang tampak seperti busa (Sangi

et al., 2008).

4. Identifikasi kuinon

Simplisia digerus dan dipanaskan dengan air,

kemudian disaring. Filtrat ditetesi larutan NaOH.

Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukan

adanya senyawa kelompok kuinon. (DepKes RI, 1989).


Hasil positif pada kuinon ditunjukan dengan adanya

warna kuning hingga merah setelah sampel ditetesi dengan

larutan NaOH (DepKes RI, 1989).

5. Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 500 mg simplisia dalam cawan

ditambahkan 2 ml etanol 70% kemudian diaduk,

ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes asam

klorida pekat. Hasil positif menunjukkan terbentuknya warna

kuning sampai merah. (DepKes RI, 1989).

Uji flavonoid hasil positif ditunjukkan dengan

terbentuknya warna kuning- merah amil alkohol.

Penambahan serbuk magnesium dan asam klorida pada

pengujian flavonoid akan menyebabkan tereduksinya

senyawa flavonoid yang ada sehingga menimbulkan reaksi

warna kuning yang merupakan ciri adanya flavonoid pada

sampel (DepKes RI, 1989).

6. Identifikasi Triterpenoid

Identifikasi tritepenoid dan steroid dilakukan dengan

menggunakan reaksi Liebermann Burchard 0,5 g simplisia

ditambahkan 2 ml etanol 70% diuapkan dalam cawan

porselen. Residu dilarutkan dengan 0,5 ml klorofom, setelah

itu ditambahkan dengan asam asetat anhydrite sebanyak 0,5

ml. selanjutnya ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui


dinding tabung. Adanya triterpenoid ditandai dengan

terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan

larutan, sedangkan adanya steorid ditandai dengan

terbentuknya cincin biru kehijauan (DepKes RI, 1989)

Uji yang banyak digunakan untuk mengetahui

kandungan triterpenoid ialah reaksi Liberman-Bouchard

(anhidrat asetat- H2SO4 pekat) yang menunjukkan hasil

positif berupa warna hijau-biru pada pengujian triterpenoid.

Sampel menunjukan hasil positif pada uji teriterpenoid

dengan adanya cincin kecoklatan atau violet. Hal ini didasari

oleh kemampuan senyawa triterpenoid membentuk warna

tersebut oleh asam sulfat dalam pelarut asam asetat

anhidrat (DepKes RI, 1989).

7. Identifikasi monoterpenoid dan seskuiterpenoid

Simplisia disari dengan eter, kemudiaan sari eter

diuapkan hingga kering. Pada residu diteteskan pereaksi

anisaldehid-asam sulfa tata vanillin-asam sulfat.

Penambahan pereaksi dilakukan dengan keadaan dingin.

Terbentuknya warna-warna menujukan adanya senyawa

monoterpenoid dan seskuiterpenoid. (DepKes RI, 1989).

Hasil pengujian monoterpen dan seskuiterpen

menunjukkan bahwa jika residu sampel ditetesi dengan

pereaksi vanilli-asam sulfat akan membentuk warna-warna,


warna yang dihasilkan adalah biru dan ungu lama kelamaan

akan menghitam (DepKes RI, 1989).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

- Alat dan Bahan

a. Alat

kertas karton, penggaris, meteran, gunting, mikroskop,

pisau/silet/cutter, objek glass dan deck glass, tissue, pipet

tetes, botol semprot, kain hitam, nampan, baskom, saringan,

timbangan, kain hitam, wadah tertutup rapat, sendok tanduk,

cawan porselin, pensil, pensil warna, dan kertas

putih.mikroskop, gabus putih, bunsen/lampu spiritus,

penggaris, pingset, timbangan analitiki, oven (memmert),

botol timbang dangkal tertutup, tanur/alat pemijar, krus

porselin, tabung reaksi, rak tabung, plat tetes, pipet tetes,

gelas ukur 10 ml, 25 ml, gelas kimia 100 ml, 250 ml, batang

pegaduk, gegep, corong pisah, botol coklat, water bak, kaki

tiga, segita porselin dan corong gelas.

b. Bahan

Kloralhidrat 1%, air, alcohol 70%, sampel tanaman utuh,

kertas koran, kertas karton sesuai dengan ukuran sampel,

sasak dari bamboo sesuai dengan ukuran sampel, kardus,


isolasi bening, tali rafia, tissue, double tip, etiket temple, etiket

gantung dan album, tisu, silica gel, amylum, serbuk simplisia

rimpang jahe, kertas saring, aquadest, HCl 2N, kloralhidrat

LP, etanol 95%, FeCl3, serbuk seng, NaoH/KoH, H2SO4

pekat, larutan, methanol, petroleum eter, kloroform, serbuk

asam oksalat, pereaksi meyer, H 2SO4, pereaksi molisch,

pereaksi wagner, pereaksi bouchard, kloroform, gelatin 10%,

gelatin 1%, dragendroff LP dan asam asetat anhidrat.

B. Prosedur kerja

1. Morfologi Tanaman.

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Disiapkan tanaman jahe masing-masing bagian yang meliputi

batang, daun, rimpang dan akar.

c. Dilakukan pengamatan dengan cermat masing-masing

tanaman jahe yang meliputi batang, daun, rimpang dan akar.

d. Digambarkan hasil pengamatan pada lembar kerja.

e. Dicatat dengan keterangan gambar yang sesuai.

2. Anatomi tanaman.

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Disiapkan masing-masing bagian tanaman yang akan

diamati.

c. Dibuat irisan tipis penampang melintang dan penampang

membujur dari masing-masing bagian tanaman yang telah


disiapkan, dibuat irisan dengan silet dari arah luar kedalam

setipis mungkin.

d. Diletakkan irisan diatas objek glass dan ditetesi dengan

kloralhidrat 1% dan ditutup dengan deck glass.

e. Dilakukan pengamatan dnegan cermat dibawah mikroskop

dengan menggunakan pembesaran :

Batang = 4x

Daun = 4x

Rimpang = 4x

f. Diambil gambar hasil yang telah diamati dan beri keterangan

gambar yang sesuai.

3. Pembuatan Herbarium

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Diambil specimen seluruh bagian tanaman utuh sampel

Tanaman Jahe.

c. Dicuci bersih seluruh bagian tanaman dengan air mengalir

kemudian keringkan dengan cara diangin-anginkan atau dilap

dengan tissue.

d. Disemprotkan seluruh bagian tanaman dengan alcohol 70%.

e. Disiapkan kertas karton dipermukaan meja.

f. Diatur sedemikian rupa bagian tanaman utuh dipermukaan

kertas karton yang telah disiapkan, 2-3 lembar daun diatur

dalam keadaan terbalik. Rekatkan dengan isolasi bening


diatas potongan kertas (isolasi jangan dibiarkan melekat

langsung pada bagian tanaman)

g. Setelah terpasang rapid an melekat, ditutupi dengan kertas

Koran, lalu diapit dengan karton, masukkan dan jepit dalam

sasak bambu, ikat dengan tali rafiah.

h. Dikeringkan dibawah sinar matahari langsung hingga kering.

i. Setelah kering, dilepaskan specimen tanaman utuh dan

letakkan diatas album yang telah disiapkan, atur sedemikian

rupa dan tempel.

j. Dilengkapi dengan etiket tempel dan etiket gantung.

4. Pembuatan Simplisia

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Dikumpulkan bahan baku simplisia berupa Rimpang Jahe.

c. Dilakukan sortasi basah dengan cara mencuci sampel

dengan air yang mengalir.

d. Ditiriskan sampel dengan cara diangin-anginkan atau dilap.

e. Dilakukan perajangan untuk sampel yang berukuran besar

menjadi lebih kecil.

f. Dilakukan pengeringan sampel.

g. Setelah kering, simplisia disortasi kering untuk

menghilangkan kotoran atau memisahkan simplisia yang

tidak layak.
h. Simplisia yang telah memenuhi syarat selanjutnya disimpan

dalam wadah tertutup rapat dalam suhu ruang tidak lupa

memasukkan silica gel, hindarkan dari paparan sinar

matahari.

i. Diberi etiket/label simplisia.

5. Uji Makroskopik Simplisia.

a. Disiapakan alat dan bahan

b. Diambil lebih kurang 25 gram simplisia yang telah ditentukan

dan dimasukkan kedalm cawan porselin.

c. Dilakukan pemeriksaan makroskopis dengan mengamati

bentuk, warna bau, rasa menggunakan alat indera yang

sesuai.

d. Dicatat hasil pengamatan pada lembar kerja yang telah

disiapkan.

6. Uji Mikroskopik Simplisia.

a. Siapkan alat dan bahan

b. Diserbukkan simplisia yang akan diamati dengan kategori

serbuk halus.

c. Diambil serbuk simplisia dan diletakkan diatas objek glass

dan tetesi dengan medium yang sesuai dan tutup dengan

deck glass.

d. Dilakukan pengamatan dengan cermat dibawah mikroskopik

dengan menggunakan pembesaran yang sesuai.


e. Digambar dan diwarnai hasil pengamatan pada lembar kerja.

f. Dicatat keterangan sesuai dengan gambar.

7. Penetapan Susut Pengeringan, Kadar Sari Larut Etanol, dan Kadar

Sari larut Air.

1) Penentuan kadar susut pengeringan

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Dinyalakan oven dan atur suhu 105ºC kemudian dimasukkan

cawan kedalam oven ditimbang berat cawan kosong.

3) Ditimbang sampel 1-2g dimasukkan kedalam cawan

porselin kemudian ditimbang cawan kosong + sampel.

4) Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 0C

selama 1 jam kemudian didinginkan dieksikator

selama 10 menit. Lalu ditimbang ulang cara tersebut

sebanyak 3x hingga selisih 2 penimbangan tidak lebih

dari 0,5g.

5) Dihitung prensentasi kadar susut pengeringan dari

simplisia uji dan dibandingkan dengan monograsi

simplisia diFHI.

2) Penentuan kadar sari larut air.

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Ditimbang secara seksama lebih kurang 5 gram

serbuk Simplisia.
3) Dimasukkan kedalam botol coklat dan ditambahkan air

jenuh kloroform (air dan klororform dengan

perbandingan 2:1 kemudian dikocok lalu dipisahkan

menggunakan corong pisah). Dikocok kemudian

didiamkan selama 18 jam.

4) Disaring, diuapkan 20,0 ml filtrat hingga kering diatas

waterbath.

5) Dipanaskan sisa pada suhu 105ºC selama 30 menit

didalam oven, kemudian didinginkan dieksikator

selama 10 menit.

6) Ditimbang hingga bobot tetap.

7) Diulang cara diatas sebanyak 3x dengan selisih 2

penimbangan terakhir tidak lebih dari 0,5g.

8) Dihitung presentasi kadar sari larut air dari simplisia uji

dan dibandingkan dengan monograsi simplisia di FHI.

3) Penentuan kadar sari larut etanol

1) Disiapkan alat dan bahan.

2) Ditimbang dengan seksama lebih kurang 5 gram

serbuk simplisia.

3) Dimasukkan kedalam botol coklat dan ditambahkan

etanol kemudian dikocok, lalu didiamkan selama 18

jam.
4) Disaring, diuapkan 20,0 ml filtrat hingga kering diatas

waterbak.

5) Dipanaskan sisa pada suhu 105ºC selama 30 menit

didalam oven. Kemudian, dinginkan dieksikator

selama 10 menit.

6) Ditimbang hingga bobot tetap

7) Diulang cara diatas sebanyak 3x dengan selisih 2

penimbangan terakhir tidak lebih dari 0,5g

8) Dihitung presentasi kadar sari larut etanol dari

simplisia uji dan dibandingkan dengan monograsi

simplisia

8. Uji Histokimia

a. Saponin

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Diambil sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia,

dimasukkan kedalam tabung reaksi

3) Ditambahkan 10 ml air, didinginkan kemudian dikocok

kuat-kuat selama 10 detik.

4) Postif mengandung saponin jika terbentuk buih

setinggi 1-10 cm. kemudian, ditambahkan 1 tetes HCl

2N kemudian buih hilang

b. Alkaloid

1) Disiapkan alat dan bahan


2) Dibuat larutan uji dengan cara diambil 1 gram

simplisia, ditambahkan 1 ml HCl 2N dan 9 ml air,

dipanaskan selama 2 menit didinginkan kemudian

disaring.

3) Filtrat dibagi menjadi 3 bagian kedalam tabung reaksi.

Kemudian dilakukan percobaan sebagai berikut :

a) Larutan uji ditambahkan bauchardat LP, jika

terbentuk endapan coklat sampai hitam maka

positif mengandung alkaloid

b) Larutan uji ditambahkan mayer LP, jika

terbentuk endapanputih sampai kuning maka

mengandung alkaloid

c) Larutan uji ditambahkan 2 tetes Dragendroff

LP, positif mengandung alkaloid jika terbentuk

endapan jingga coklat

c. Terpen

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Diambil serbuk sebanyak 0,5 gram ditambahkan 5 ml

eter, disaring. Filtrat ditambahkan asam asetat

anhidrat dan asam sulfat pekat (2:1). Warna merah,

hijau atau biru

d. Tanin

1) Disiapkan alat dan bahan


2) Dibuat larutan uji dengan cara diambil ekstrak

sebanyak 1 gram ditambahkan 15 ml air panas.

Larutan dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit,

kemudian disaring.

3) Filtrat dibagi menjadi 3 tabung reaksi:

a) Diambil filtrat sebanyak 5 ml, ditambahkan

beberapa tetes FeCl3 1%, menghasilkan warna

hijau violet

b) Diambil filtrat sebanyak 5 ml, ditambahkan

gelatin 10% membentuk endapan putih.

(Pembuatan gelatin 10% dengan cara

dicampurkan gelatin dengan air panas)

c) Diambil filtrat sebanyak 5 ml, ditambahkan

NaCl-gelatin (pembuatan NaCl-gelatin dengan

cara dicampurkan gelatin yang telah dilarutkan

dengan air panas dan NaCl 10%) membentuk

endapan putih.

e. Glikosida

1) Disiapkan alat dan bahan

2) Dibuat larutan uji dengan cara mengambil 1 gram

ektrak sari ditambahkan 3 ml alkohol 70%,

dipanaskan dan disaring. Kemudian ditambahakan 1

ml metanol P.
3) Dimasukkan filtrat kedalam tabung reaksi kemudian

dilakukan percobaan berikut :

a) Diuapkan 0,1 ml filtrat diwaterbath kemudian

ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrat P,

ditambahkan 10 tetes asam sulfat P.

b) Diamati jika terjadi warna hijau atau biru

menunjukkan adanya glikosida.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

1. Morfologi Tanaman

a. Tabel hasil pengamatan

Bagian Nama Gambar bagian


No. Keterangan
Tanaman Tanaman tanaman
Batang semu,
daun menyirip
bentuk lonjong
lancip, akar
jahe berbentuk
bulat dan
Zingiber
1. Herba ramping, kulit
officinale
rimpang
berwarna agak
merah dengan
danging
berwarna
kuning muda.
Daun menyirip
berbentuk
lonjong dan
lancip. Wana
Zingiber agak hijau tua
2. Daun
officinale dengan ujung
hijau muda
dengan
panjang ±23
cm.

Batang semu
Zingiber
3. Batang dengan tinggi
officinale
±56 cm

Akar jahe
berbentuk
bulat, ramping,
Zingiber
4. Akar berserat,
officinale
berwarna putih
sampai
cokelat.

Rimpang
berbentuk
jemari, kulit
berwarna agak
Zingiber kemerahan
5. Rimpang
officinale daging
rimpang
berwarna putih
kekuningan.
Ukuran ±5cm
b. Pembahasan

Dalam praktikum ini, kelompok kami telah melakukan

praktikum dengan materi morfologi yang dimana pada praktek

ini kita dapat mengetahui dan mengenal morfologi dari sampel

berupa tanaman jahe mulai dari bentuk, sifat dan penggolongan

pada masing masing bagian tanaman. Dari hasil praktikum, kita

dapat mengetahui karakteristik dari tanaman jahe berupa

batang, daun, akar, dan rimpang.

Setelah diamati, pada smapel diatas kami telah mengetahui

morfologi dari bagian tanaman jahe, dengan uraian sebagai

berikut :

a. Akar

Akar jahe berbentuk bulat, ramping dan berserat, berwarna

putih sampai cokelat terang.

b. Daun

Daun jahe memiliki tulang daun menyirip berbentuk lonjong

dan lancip, warna agak hijau tua dengan ujung hijau muda.

c. Batang

Batang jahe, berbatang semu dengan bentuk pipih dan tidak

bercabang.

d. Rimpang
Rimpang merupakan modifikasi dari akar, berbentuk jemari,

kulit berwarna agak kemerahan, daging rimpang berwarana

putih kekuningan.

2. Anatomi Tanaman

a. Tabel hasil pengamatan

Bagian Nama
Gambar bagian
No. Tanama Tanama Keterangan
tanaman
n n
Penampang membujur Susunannya
: rapat dengan
bentuk
beragam
mulai dari
memanjang,
persegi
Zingiber
1. Daun panjang,
officinale
persegi
enam dan
membulat.
Terdapat
stomata,
klorofil, serta
vakuola.
2. Batang Zingiber Penampang Susunan sel
officinale melintang : jaringan
dasar rapat,
sel
berbentuk
lonjong yang
merupakan
jaringan
pengangkut
xilem dan
floem yang
tersebar
diseluruh
bagian
batang.
Penampang Pada
melintang : penampang
rimpang
jahe,
tersebar
jaringan
minyak
atasiri
Rimpan Zingiber
3. berbentuk
g officinale
bulat,
berwarna
hijau, yang
tersebar
hampir
diseluruh
bagian
rimpang.

b. Pembahasan

Pada praktikum ini, kami melakukan pengamatan terhadap

anatomi yang dimana kita dapat melihat struktur-struktur

jaringan tanaman jahe yang diamati menggunakan mikroskop

dengan uraian sebagai berikut :

4) Daun jahe
Penampang membujur : pada pengamatan daun jahe

yang dipotong membujur terlihat stuktur jaringan yaitu :

stomata, klorofil, dan vakuola.

5) Batang jahe

Penampang melintang : pada pengamatan batang jahe

yang dipotong melintang, terlihat stuktur jaringannya.

Yaitu : jaringan pengangkut (xilem dan floem), jaringan

dasar, dan epidermis.

6) Rimpang jahe

Pada pengamatan batang jahe yang dipotong melintang,

terlihat stuktur jaringannya yaitu : adanya minyak atsiri

hampir diseluruh bagian rimpang.

3. Pembuatan Herbarium

a. Gambar Herbarium

Gambar Herbarium Gambar Herbarium Kering.

Basah/segar
b. Etiket tempel

Klasifikasi Jahe (Zingiber officinale)


1. Divisi : Spermatophyta
2. Sub-divisi : Anglospermae
3. Kelas : Monocotyledoneae
4. Ordo : Zingiberales
5. Familia : Zingiberales
6. Genus : Zingiber
7. Spesies : Zingiber officinale

Khasiat dan kegunaan :


- Khasiat tanaman jahe yaitu Karminatif, Stomakik,
Stimulans, dan Diaforetik.
- Kegunaan tanaman jahe yaitu meredakan pusing,
mengurangi nyeri menstruasi, mencegah morning
sicknes, osteoarthritis, mengurangi rasa mual dan
muntah usai operasi.
Kandungan kimia :
Oleoresin 2,39 – 8,87%; Minyak atsiri 0,78 – 4,80%;
gengerol 0,49 – 1,37%, Shogaol, Zingeron, Pati 39 –
45%, Serat 5,60 – 8,60%, vitamin dan mineral.

c. Etiket gantung

Tanaman Jahe (Zingiber officinale)


Kelompok 2
1. A. Muh Alfi Nur (21.002.AF)
2. Dian Fitria H (21.009.AF)
3. Muh. Alfajri Syamsuddin (21.014.AF)
4. Nur Anisa Asdar (21.015.AF)

d. Pembahasan

Pada praktikum ini kami melakukan praktek

pembuatan herbarium. Herbarium sendiri adalah material

tumbuhan yang telah diawetkan. Herbarium juga bisa


disebut sebagai tempat dimana material-material tumbuhan

yang telah diawetkan disimpan, herbarium kali ini berupa

herbarium kering dengan sampel tanaman jahe.

Salah satu tujuan pembuatan Herbarium adalah

sebagai bahan identifikasi yaitu dengan mencocokkan suatu

spesimen yang belum diketahui dengan koleksi yang telah

diketahui.

Pembuatan herbarium dapat dilakukan dengan cara

sederhana. Dimulai dengan proses pengumpulan/koleksi

spesimen, spesimen yang akan dikolkesi dapat berupa

spesimen herba yang telah dicuci kemudian dikeringkan dan

disemprot menggunakan alkohol 70% dengan tujuan agar

mematikan jamur yang menempel pada spesimen tersebut.

Proses selanjutnya yaitu pengawetan, setelah spesimen

tersebut disemprotkan semua bagian spesimen diatur

sedemikian rupa sehingga semua bagiannya telihat jelas.

Setelah itu ditutup dengan menggunakan koran kemudian

diletakkan diatas sasak. Tutup dengan sasak lainnya

kemudian diikat dengan tali rafia sambil ditekan.

Keberhasilan pembuatan herbarium kali ini adalah

pada proses pengepresan dan pengeringan selain itu perlu

pula dioleskan alkohol 70% pada semua bagian tanaman


untuk mencegah tumbuhnya jamur. Proses akhirnya yaitu

tahap penempelan, pada tahap ini spesimen diletakkan

sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari kembali, tidak

lupa menyisihkan etiket berisi informasi tanaman herbarium

diantaranya klasifikasi, khasiat dan kegunaan, serta

kandungan (Modul Praktimum Farmkognosi, 2022).

4. Pembuatan Simplisia

a. Tabel Hasil Pengamatan

Tahap
No. pembuatan Gambar/foto Keterangan
simplisia

Pengumpulan bahan
Pengumpulan
1. baku dipasar
bahan baku
Veteran
Sortasi basah
dilakukan untuk
menghilangkan
2. Sortasi Basah benda asing
contohnya tanah
pada sampe rimpang
jahe.

Pencucian rimpang
jahe dilakukan
3. Pencucian dengan cara
dibersihkan dengan
air mengalir.

Penirisan dilakukan
dengan cara diangin-
anginkan sesekali
dilap menggunakan
4. Penirisan
kain yang menyerap
air bertujuan untuk
menghilangkan air
sisa pencucian.

Rimpang dipotong
agar jahe yang
5. Perajangan
berukuran besar
menjadi lebih kecil.
Pengeringan
dilakukan dnegan
menyebar sampel
6. Pengeringan
diatas koran dan
tidak dibiarkan saling
menempel.

Sortasi kering
dilakukan agar
memisahkan bahan
7. Sortasi Kering
asing dan simplisia
yang belum kering
benar.

Pengemasan dapat
dilakukan terhadap
simplisia yang sudah
dikeringkan/
simplisia dikemas
dengan
8. Pengemasan

menggunakan bahan
yang tidak beracun
dan tidak bereaksi
dengan bahan yang
disimpan. Pada
kemasan
dicantumkan
etiket/label simplisia/
Simplisia disimpan
ditempat yang
9. Penyimpanan kering, tidak lembab
dan terhindar dari
sinar matahari.

Label / Etiket Simplisia

- Nama Tanaman Asal : Zingiber Officinale

- Nama Daerah (Indonesia) : Jahe

- Bagian tanaman yang digunakan : Rimpang/Rhizoma

- Nama Simplisia : Zingiberis Officinalis Rhizoma.

- Tanggal Pengambilan Bahan Baku : 7 Desember 2022

- Tanggal Pengemasan : 14 Desember 22

- Kandungan Kimia : Minyak atsiri tidak kurang dari

0,80% v/b

- Khasiat/kegunaan : Karminatif, Stomakik,

Stimulans, dan Diaforetik.

- Dibuat oleh : Kelompok 2

b. Pembahasan

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan

yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami

pengolahan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran


dibawah sinar matahari, diangin-anginkan atau menggunakan

oven, kecuali dinyatakan lain. Suhu pengeringan oven tidak

lebih dari 60 derajat (Kemenkes RI, 2017).

Simplisia yang baik dan aman adalah simplisia yang

tidak mengandung bahaya kimia, mikrobiologis dan bahaya fisik

serta mengandung zat aktif yang berkhasiat. Ciri simplisa yang

baik adalah dalam kondisi kering (% air < 10%) untuk simplisia

daun bila diremas bergemerisik, simplisia buah dan rimpang

(irisan) bila diremas mudah dipatahkan. Ciri lain simplisia yang

baik adalah tidak berjamur dan berbau khas yang menyerupai

bahan segarnya (Herawat, et al. 2020)

Adapun sampel yang digunakan dalam praktikum ini

adalah rimpang jahe (Zingiberis Officinalis Rhizoma).

Kandungan kimia rimpang jahe (Zingiberis Officinalis

Rhizoma) minyak atsiri tidak kurang dari 0,80% v/b, minyak

atsiri adalah miinyak atau zat berbau yang terkandung dari

simplisia (Kemenken, 2017)

Berdasarkan praktikum yan telah dilakukan, pembuatas

simplisia harus memerlukan keterkaitan yang cukup tinggi,

sebab apabila terdapat kesalahan dalam pengolahan simplisia

maka akan memusnahkan senyawa aktif atau kandungan kimia


yang ada dalam tanaman obat itu sendiri. Proses pembuatan

simplisia sebagai berikut :

1) Pengumpulan bahan baku.

Kualitatas bahan baku simplisia sangat memengaruhi

beberapa faktro, seperti umur tanaman atau bagian

tumbuhan pada waktu panen, dan lingkungan tempat

tumbuh.

2) Sortasi basah

Dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan

asing lainnya dan memilih tumbuhan yang baik.

3) Pencucian

Dilakukan untuk menghilangkan tanah, kotoran dan lainnya

yang melekat pada benda asing, seharusnya pencucian

dilakukan dengan air bersih.

4) Perajangan

Untuk membuat simplisia kecil-kecil dan cepat kering pada

proses pengeringan.

5) Pengeringan

Mendapatkan simplisia yang tidak rusak, sehinngga dapat

disimpan pada waktu yang lama dengan menggunkana

kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan

mencegah penurunan mutu atau kerusakan simplisia.

6) Sortasi kering
Untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-

bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-

pengotor lain yang masih ada tertinngal pada simplisia.

7) Pengemasan/pengepakan.

8) Penyimpanan dan pemeriksaan mutu.

5. Uji Makroskopik Simplisia

a. Tabel hasil pengamatan

Bagian
tanaman,
Gambar hasil
No. Nama Keterangan
pengamatan
Simplisia,
Tanaman Asal.
1. Bagian Bentuk :

tanaman : Irisan

Rimpang rimpang, agak

Nama Tan. pipih, bentuk

Asal : lonjong, bulat

Zingiber telur, dan


officinale. mengerut.

Nama Simplisia Bau :

: Bau khas

Zingiberis aromatic

Officinalis Rasa :

Rhizoma. Pedas.

b. Pembahasan

6. Uji Mikroskopik Simplisia

a. Tabel pengamatan

Nama Hasil pengamatan


No Keterangan
daerah/Simplisia uji mikroskopik
1. Bagian tanaman : Fragmen

Rimpang pengenal

Nama daerah : berupa

Jahe Amilum,

Nama Simplisia : Periderm,


(Fragmen pengenal
Zingiberis dan serabut.
berupa Amilum)
Officinalis

Rhizoma.
(Fragmen pengenal
berupa Periderm)

(Fragmen pengenal
berupa Serabut)

b. Pembahasan

7. Penetapan Susut Pengeringan, Kadar Sari Larut Etanol dan

Kadar Sari Larut Air.\

a. Penetapan susut pengeringan

1) Data pengamatan penetapan susut pengeringan.

Berat simplisia
Berat cawan Berat simplisia
setelah
kosong (g) awal + BCK (g)
pengeringan (g)
(W0) (W1)
(W2)

48,76 g

47,5837 g 49,2037 g 48,7527 g

48,7544 g

2) Perhitungan :
(W 1−W 2)
% Kadar Susut Pengeringan = X 100
( W 1−W 0 )

( 49,2037 g−48,5744 g)
= X 100
( 49,2037 g−47,5837 g)

0,6293
= X 100=38,8 %>10 %
1,62

b. Penetapan kadar sari laut air

1) Data pengamatan penetapan kadar sari larut air.

Berat simplisia
Berat cawan Berat simplisia
setelah
kosong (g) awal + BCK (g)
pengeringan (g)
(W0) (W1)
(W2)

58,76 g

58,9909 g 64 g 58,7555 g

58,7551 g

2) Perhitungan :

( WI – W 2 ) 100
% Kadar sari larut air = x px x 100
( W 1−W 0 ) 100−KA
=

(64 g−58,7551 g) 100


x5x x 100 %
(64 g−58,9909 g) 100−38,8 %

5,2449 100
= x5 x x 100 %
5,0091 61,2

= 1,0470 x 5 x 1,6339 x 100 %

¿ 8,5 % <15,8 %

c. Penetapan kadar sari larut etanol.

1) Data pengamatan kadar sari larut etanol

Berat simplisia
Berat cawan Berat simplisia
setelah
kosong (g) awal + BCK (g)
pengeringan (g)
(W0) (W1)
(W2)

59,1894 g

58,6683 g 63,72 g 59,1639 g

59,1619 g
2) Perhitungan : p

% Kadar sari larut air

( WI – W 2 ) 100
= x px x 100
( W 1−W 0 ) 100−KA

(63,72 g−59,1619 g) 100


= x5 x x 100 %
(63,72 g−58,6683 g) 100−38,8 %

4,5881 100
= x5 x x 100 %
5,0517 61,2

= 0,9147 x 5 x 1,6339 x 100 %=7,47 %>5,7 %

d. Pembahasan

a. Penetapan Susut Pengeringan

Analisis kadar air dilakukan dengan metode

gravimetri yaitu dengan menimbang sejumlah bahan

kemudian dimasukkan kedalam cawan porselin yang

dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 0C hingga

mencapai bobot konstan yaitu penimbangan berturut-

turut kurang lebih dari 0,25%. Pengurangan sisa zat

setelah pengeringan pada temperatur 105 0C selama 30

menit atau sampai bobot konstan, yang dinyatakan

sebagai persen. Dalam hal khusus (jika tahan) tidak

mengandung minyak menguap (atsiri) dan sisa pelarut

organik menguap, identic dengan kadar air karena

berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka. Tujuannya


dalah untuk memberikan Batasan maksimal tentang

besarnya senyawa yang hilang pada proses

pengeringan, susut pengeringan yang diperoleh

simplisia rimpang Jahe yaitu: 38,8% data pengamatan

tersebut belum memenuhi standar pengeringan

berdasarkan FHI Edisi IV. Persyaratan susut

pengeringan simplisia rimpang Jahe adalah tidak kurang

dari 10%.

b. Penentuan Kadar Sari Larut Air dan Etanol

Penentuan kadar sari dilakukan dengan metode

maserasi yakni direndam dengan air dan direndam

dengan etanol, pada penentuan kadar sari larut air

ditambahkan kloroform dengan perbandingan air :

kloroform : 400 : 100. Tujuan penambahan kloroform

adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroba karena

air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan

mikroba, campuran air dan kloroform dibuat dengan cara

menambahkan air 400 ml dan kloroform 100 ml.

Pada penentuan kadar sari etanol ditambahkan

sampel 5g dan etanol 100 ml, campuran sampel dan

etanol dibuat dengan cara memasukkan sampel

kedalam botol lalu ditambahkan etanol 100 ml kemudian

dikocok selama 30 menit lalu didiamkan selama 24 jam.


Pada percobaan ini diperoleh hasil kasar sari larut air

adalah 8,5% dan kadar sari larut etanol tidak kurang dari

5,7%. Kadar sari larut air yang diperoleh percobaan

telah memenuhi persyaratan sedangkan pada sari larut

etanol belum memenuhi. Jadi, solusinya dilakukan

pengeringan kembali agar pengeringan simplisia

rimpang Jahe memenuhi persyaratan susut pengeringan

rimpang Jahe sesuai yang tertera pada FHI.

8. Uji Histokimia

a. Tabel hasil pengamatan uji histokimia

Pengujian
Golongan
No (Sampel + Hasil Pengamatan Ket.
senyawa
Reagen)
0,5 g serbuk

simplisia + ml

air panas,

didinginkan
1. Saponin (+)
kemudian

dikocok ± 10 Putih → hilang saat

detik + 1 tts dilakukan

HCl 2 ml. penambahan NaCl 2

N 1 tts

2. Alkaloid (-)

1 gram

serbuk

simlpisia

+ Bauchardat

+ meyer LP

+ dragendroff

ii.
Larutan coklat
Larutan keruh

≠ bereaksi

0,5 gram

serbuk

+ 5 ml larutan

3. Terpen eter (+)

+ asam asetat

abhidrat

+ asam sulfat Hijau olive

4. Tanin Filtrate (+)

sebanyak 5 (+)

(-)
Hijau pucat

ml + FeCl3 1

Filtrate

sebanyak 5

ml + gelatin

10%
Endapan putih gel
Filtrat

sebanyak 5

ml + Nacl-

Gelatin

≠ bereaksi
1 ml larutan

uji diuapkan

+ 10 ml asam

5. Glikosida asetat (-)

anhidrat

+ 10 tts asam

sulfat.

Kuning Kemasan

b. Pembahasan
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Morfologi Tanaman

Setelah praktikum, kami telah mengetahui macam-macam

morfologi dari tanaman jahe mulai dari akar, rimpang, batang

hingga daun. Kami telah memahami morfologi dan bagian-

bagian sampel tanaman yang telah kami amati pada praktek

morfologi ini, serta kami juga telah memahami bentuk ciri-ciri

pada tanaman jahe.

2. Anatomi Tanaman

Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum kali ini, kami

telah mengetahui struktur-struktur jaringan dari bagian-bagian

tanaman jahe dan dapat melihat bentuk-bentuk dari luar sampai

dalam struktur pada tanaman jahe.

3. Pembuatan herbarium

Berdasarkan praktikum yang telah dilabkan maka dapat

disimpulkan bahwa herbarium merupakan tanaman yang telah

dikeringkan melalui tahapan-tahapan tertentu seperti herbarium


basah dan kering yang akan disimpan pada album herbarium

untuk pengawetan.

4. Pembuatan Simplisia

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa :

a. Proses pembuatan simplisia diperlikan tahapan yaitu

pengumpulan sortasi basah, pencucian, perajangan,

sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan

b. Sampel simplisia yang digunakan adalah bagian rimpang

tanaman jahe

c. Kandungan senyawa rimpang jahe yaitu minyak atsiri

total tidak kurang 0.80% v/b

5. Uji makroskopik simplisia

Pada praktikum uji makroskopis dengan cara diambil bagian

tanaman yang mewakili simplisia dengan cara tersebut kita

dapat mengetahui organoleptik dari sebuah simplisia dengan

mengetahui bentuk warna, rasa, dan bau dari simplisia

menggunakan panca indra

6. Uji mikroskopis simplisia

Pada praktikum uji mikroskopis dilakukan dengan bagian untuk

melihat fragumen spesifik dari serbuk rimpang jahe, dengan

prosedur diambil sedikit serbuk rimpang jahe kemudian

dilettakan diatas objek glass. Kemudian disiksasi diatas lampu


spiritus dan dilihat jangan sampai mendidih kemudian tutup

dengan deg glass kemudian diamati hasil yang diperoleh,

dicatat kemudian disesuaikan dengan literatur resmi. Dengan

uji mikroskopis ini kita dapat beranjak mengetahui fraagmen

spesifik yang terdapat pada serbuk simplisia yaitu berupa

amilum, peridem, dan serabut.

7. Penetapan susut pengeringan, kadar sari larut etanol, dan

kadar sari larut air

Jadi dapat disimpulkan bahwa simplisia rimpang jahe yang ada

pada penetapan susut pengeringan dan kadar sari larut etanol

belum memenuhi persyaratan standarisasi simplisia dan pada

kadar sari larut air telah memenuhi persyaratan standarisasi

simplisia yang tercantum pada farmakope herba indonesia

(FHI). Persyaratan standarisasi simplisia berdasarkan FHI :

a. Penetapan susut pengeringan : ± 10%

b. Kadar sari larut air : ± 15,8%

c. Kadar sari larut etanol : ± 5,7%

8. Uji Histokimia

B. Saran

1. Morfologi Tanaman

2. Anatomi Tanaman

3. Pembuatan Herbarium

4. Pembuatan simplisia
5. Uji Makroskopik Simplisia

6. Uji Mikroskopik Simplisia

7. Penetapan Susut Pengeringan, Kadar Sari Larut Etanol dan

Kadar Sari Larut Air

8. Uji Histokimia
Daftar Pustaka.

Araona K, Elisabetsky E, Farnsworth N, Fong H, dan Hargono D. 1999.


WHO Monographs on Selected Medicinal Plants Volume 1. World
Health Organization. Geneva.
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI, 1989. Materia Medika Indonesia. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta
Eliyanoor, B. 2012. “Penuntun Praktikum Farmakognosi.” (Buku
Kedokteran EGC) Edisi II.
Grosch W dan Belitz H–D. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag.
Heidelberg.
Guenther, E. 1952. The Essential Oil Volume 1. Van Nostrand Reinhold
Company. New York.
Hadiyati, Prasetya, dkk. 2020. Pengenalan Etnobotani melalui Pembuatan
Herbarium Kering di Lingkungan Sekolah MI Muhammadiyah
Plumbon, Wonogiri. Buletin KKN Pendidikan, Vol. 2, No. 2. doi:
10.23917/bkkndik.v2i2.10776
Husain, F., Wicaksono, H., Luthfi, A., Wijaya, A., Prasetyo, K. B., &
Wahidah, B. F. (2019). Berbagi Pengetahuan tentang Herbarium:
Kolaborasi Dosen, Guru dan Siswa di MA Al-Asror Patemon
Gunungpati. Puruhita, 1(1), 76–84. Retrieved from
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/puruhita/article/view/28652/
12533
Kemenkes RI, 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta
Krishnamurthy, K. V. et al. (2015) ‘Meristems and their role in primary and
secondary organization of the plant body’, in Plant Biology and
Biotechnology: Plant Diversity, Organization, Function and
Improvement. doi: 10.1007/978-81-322-2286-6_4.
Masada Y. 1976. Analysis Essential Oil by Gas Chromatography and
Mass. Spectrophotometry.
Nifsi, R. et al. 2021. Anatomi Tumbuhan. Yayasan Kita Menulis.
Novira, 2021. EVALUASI MUTU MAKROSKOPIK, MIKROSKOPIK DAN
KADAR AIR SERBUK SIMPLISIA JAHE YANG DI JUAL DI TOKO
JAMU X DAN Y DI KABUPATEN MALANG [Skripsi]. Malang:
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA
INDONESIA MALANG .
Nur cholis, 2010. Ensiklopedia Obat-obatan Alami. Alprin: Jawa Tengah.
Prasetyo dan Entang Inoriah, 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman
Obat-Obatan (Bahan Simplisia). Badan Penerbit Fakultas Pertanian
UNIB: Bengkulu.
Purseglove. 1981. Tropical Agriculture Series, Spices. Longman. London
and. New York.
Redgrove HS. 1933. Spices and Condiments. Sir Issac Pitman and Sons,
Ltd. London.
Rismunandar, 1988. Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. CV
Sinar Baru. Bandung.
Sangi, M., M.R.J. Runtuwene., H.E.I. Simbala., V.M.A. Makang. 2008.
“Analisis FitokimiaTumbuhan Obat di kabupaten Minahasa Utara.”
01: 47-53.
Setyawan, A. D, Indrowuryatno, Wiryanto, Winanrno, K dan Susilowati, A.
2005. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah. Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Shahidi, F. and M. Naczk. (1995). Food Phenolics : Sources, Chemistry,
Effects, and. Applications. 
Surh YJ. 2002. Anti-tumor promoting potential of selected spice ingridients
with antioxodative and anti-inflammatory activities: a short review.
J. Food and Chemical Toxicology 40: 1091-1097
Syamsul dan Rodame, 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Agriflo.
Tjitrosoepomo, G. (1985). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta. UGM Press.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.Rasyid dan widya 2022
Vickri E dan Imas M, 2022. STANDARISASI MUTU SIMPLISIA JAHE
(Zingiber officinale Roscoe) DENGAN PENGERINGAN SINAR
MATAHARI DAN OVEN. Journal Of Herb Farmacological
Herbapharma, 2022 ; 4 (1):1-10.
Winkanda, 2015. KITAB HERBAL NUSANTARA. Yogyakarta: Katahati.
Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai