Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN I
Ekstraksi dengan Metode Maserasi

DISUSUN OLEH:

NAMA NIM TTD DOSEN/ASISTEN


Afifah Khoirun Nisa F.21.001
Ardita Puspita Haswat F.21.005
Aryatna Febwira Satya A. L F.21.006
Dhea Mirella Putri F.21.011
Glorya Angelita Radha F.21.018
KELAS III. A FARMASI
KELOMPOK V (LIMA)
DOSEN/ASISTEN Inggit Suryaningsih A.Md. Farm
TGL KOREKAI/ACC

LABORATORIUM FARMASI TERPADU


PROGRAM STUDI DIII FARMASI
POLITEKNIK BINA HUSADA
KENDARI
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman

hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh

langsung terhadap kekayaan hutan tropis yang dimilikinya. Kekayaan

hayati yang dimiliki Indonesia berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai

sumber tanaman obat, insektisida alami, minyak, makanan, dan barang-

barang lainnya.

Tanaman obat sudah digunakan oleh masyarakat, sebelum

ditemukan obat sintetik. Bagian tanaman yang digunakan dapat diambil

dari berbagai bagian mulai dari daun, batang, akar, rimpang, buah,

maupun bunganya. Tanaman tertentu digunakan sebagai obat tradisional

oleh masyarakat karena memiliki khasiat yang terbukti secara empiris dan

tanpa efek samping. Hal inilah yang mendorong masyarakat modern untuk

kembali ke alam, karena obat-obat sintetik disamping harganya mahal,

juga telah banyak terbukti memberi efek samping yang tidak

diinginkan.

Obat tradisional adalah obat yang dibuat dari bahan atau paduan

bahan-bahan yang diperoleh dari tanaman, hewan atau mineral yang belum

berupa zat mumi (Agoes dan Jacob, 1996). Obat bahan alam (OBA) terdiri

atas jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara

turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik

dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka adalah sediaan obat

bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah

dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah

distandarisasi (Anonim, 2004).

Tumbuhan mempunyai kandungan senyawa kimia yang kompleks

dan beragam. Kandungan senyawa tersebut dapat dikelompokkan menjadi

senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa

metabolit primer merupakan senyawa hasil metabolisme yang digunakan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu organisme. Biasanya

berupa molekul besar seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam

nukleat. Sedangkan senyawa metabolit sekunder merupakan molekul

kecil hasil metabolisme yang dihasilkan secara terbatas oleh organisme.

Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan pada tanaman sangat

beragam antara tanaman satu dengan yang lain. Pada umumnya senyawa

metabolit sekunder mempunyai bioaktivitas yang spesifik dan berfungsi

juga sebagai pertahanan terhadap hama atau untuk melawan penyakit.

Tumbuhan kumis kucing termasuk salah satu dari suku

Laminaceae (labiatea) yang telah di ekspor sejak Perang Dunia ke-2. Di


Indonesia tumbuhan ini banyak ditemukan di pulau Jawa dan Sumatera.

Tumbuhan kumis kucing biasa digunakan sebagai obat tradisional karena

efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang dibuat

secara sintesis. Di Indonesia daun yang sudah kering biasa dipakai

sebagai obat penyakit kulit maupun penyakit dalam, selain itu tumbuhan

ini juga bersifat sebagai antibakeri (Sofiani, 2003).

Kumis kucing merupakan salah satu tanaman yang dapat

digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional untuk antiinflamasi.

Menurut Dalimartha (2001) herba kumis kucing yang rasanya manis

sedikit pahit, sifatnya sejuk. Berkhasiat sebagai antiradang, peluruh

kencing (diuretik), menghilangkan panas dan lembab, serta

menghancurkan batu saluran kencing. Herba kumis kucing diindikasikan

untuk pengobatan infeksi ginjal akut dan kronis, infeksi kandung kencing,

kencing batu, sembab karena timbunan cairan di jaringan (edema),

kencing manis (diabetes mellitus), tekanan darah tinggi (hipertensi), dan

rematik gout. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hasil ekstraksi daun

kumis kucing dapat menginhibisi radang pada tikus setelah diinduksi

radang selama 60 menit sebesar 54,13% (Sukandar dkk, 1995).

Praktikum ini menggunakan tumbuhan daun kumis kucing.

Pengolahan yang akan digunakan pada praktikum ini adalah maserasi.

Maserasi merupakan proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan.

Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik pada temperature tertentu.


B. Tujuan

Mahasiswa dapat melakukan ekstraksi senyawa metabolit dengan

metode maserasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kumis Kucing

Tanaman kumis kucing memiliki nama latin Orthosphon stamineus.

Di beberapa daerah tanaman ini dikenal dengan beberapa nama lokal yaitu

kutum, mamam, bunga laba-laba, remuk jung, remujung, kumis kucing,

songot koceng.

B. Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum

mengalami perubahan proses apa pun dan umumnya berupa bahan yang

telah dikeringkan. Menurut Herbie (2015), simplisia dibagi menjadi tiga

golongan yaitu:

1. Simplisia Nabati

Simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman,

eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura

Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang

secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja

dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau

bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu

dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.

2. Simplisia Hewani
Simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna

yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,

misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel

depuratum).

3. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah

atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia

murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga. Simplisia tanaman obat

termasuk dalam golongan simplisia nabati. Secara umum pemberian

nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan nama spesies

diikuti dengan nama bagian dari tanaman, misalnya merica dengan

nama spesies Piperis albi maka nama simplisianya disebut Piperis albi

Fructus. Fructus menunjukkan bagian tanaman yang artinya "buah".

C. Ekstraksi

1. Definisi Ekstraksi

Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan

massa dari komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam

pelarut organik yang digunakan. Pelarut organik akan menembus

dinding sel dan selanjutnya akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan

yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut dalam pelarut

organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi masuk ke

dalam pelarut. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan


konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di

luar sel (Marjoni, 2016).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara

yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang

akan diekstraksi dapat berbentuk sampel segar ataupun sampel yang

telah dikeringkan. Sampel yang umum digunakan adalah sampel segar

karena penetrasi pelarut akan berlangsung lebih cepat. Selain itu

penggunaan sampel segar dapat mengurangi kemungkinan terbentuknya

polimer resin atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses

pengeringan. Penggunaan sampel kering juga memiliki kelebihan yaitu

dapat mengurangi kadar air yang terdapat di dalam sampel, sehingga

dapat mencegah kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas

antimikroba (Marjoni, 2016).

2. Tujuan Ekstraksi

Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan

komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam menentukan

tujuan dari suatu proses ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa kondisi

dan pertimbangan berikut ini menurut Marjoni (2016) adalah sebagai

berikut:

a. Senyawa kimia yang telah memiliki identitas

Untuk senyawa kimia telah memiliki identitas, maka

proses ekstraksi dapat dilakukan dengan cara mengikuti prosedur


yang telah dipublikasikan atau dapat juga dilakukan sedikit

modifikasi untuk mengembangkan proses ekstraksi.

b. Mengandung kelompok senyawa kimia tertentu

Dalam hal ini, proses ekstraksi bertujuan untuk

menemukan kelompok senyawa kimia metabolit sekunder tertentu

dalam simplisia seperti alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Metode

umum yang dapat digunakan adalah studi pustaka dan untuk

kepastian hasil yang diperoleh, ekstrak diuji lebih lanjut secara

kimia atau analisa kromatografi yang sesuai untuk kelompok

senyawa kimia yang dituju.

c. Organisme (tanaman atau hewan)

Penggunaan simplisia dalam pengobatan tradisional

biasanya dibuat dengan cara mendidihkan atau menyeduh

simplisia tersebut dalam air. Dalam hal ini, proses ekstraksi yang

dilakukan secara tradisional tersebut harus ditiru dan dikerjakan

sedekat mungkin, apalagi jika ekstrak tersebut akan dilakukan

kajian ilmiah lebih lanjut terutama dalam hal validasi penggunaan

obat tradisional.

d. Penemuan senyawa baru

Untuk isolasi senyawa kimia baru yang belum diketahui

sifatnya dan belum pernah ditentukan sebelumnya dengan metoda

apapun maka, metoda ekstraksi dapat dipilih secara random atau

dapat juga dipilih berdasarkan penggunaan tradisional untuk


mengetahui adanya senyawa kimia yang memiliki aktivitas

biologi khusus.

D. Maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya (Adrian,

2000).

Metode maserasi digunakan untuk menyan simplisia yang

mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak

mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000). Keuntungan cara

penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Adrian, 2000).

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Adrian, 2000):

1. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, yaitu pada suhu 40-50°C. Cara maserasi ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.


Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain kekentalan

pelarut berkurang. yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-

lapisan batas, daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga

pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan

pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan

berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan

berpengaruh pada kecepatan difusi, Umumnya kelarutan zat aktif akan

meningkat bila suhu dinaikkan.

2. Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu

proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi

dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas,

ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasi melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan

penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu

mengalir berkesinambungan melalui serbuk kembali secara simplisia

dan melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi melingkar bertingkat


Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan

secara sempuma, karena pemindahan massa akan berhenti bila

keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi

melingkar bertingkat.

BAB III

METODE KERJA

A. Alat Yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam pembuatan metode ekstraksi maserasi

yaitu sebagai berikut bejana, batang pengaduk, corong, dan wadah

penampung ekstrak.

B. Bahan Yang Digunkan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah simplisia daun

kumis kucing, etanol 70 %, aquadest, kain flanel.

C. Cara Kerja

1. Cara kerja pembutan simplisia

a. Diambil daun kumis kucing dari jam 9 – 12 siang dan diambil 5

bagian dari pucuk dan 5 bagian dari batang utama.

b. Dilakukan sortasi basah dengan cara memisahkan kotoran atau

bagian daun yang rusak pada saat pengambilan.

c. Dicuci daun kumis kucing dengan air mengalir lalu ditiriskan dan

selanjutanya ditimbang bobot basahnya.


d. Di rajang daun kumis kucing menggunakan pisau atau gunting

stanless

e. Di keringkan daun kumis kucing dengan cara diangin anginkan pada

suhu ruang atau menggunakan oven dengan suhu 25°C

f. Dilakukan sortasi kering dengan cara memisahkan kotoran atau

sampel yang rusak pada saat pengeringan lalu Ditimbang bobot

simplisia kering

g. Dihaluskan simplisia yang telah kering menggunakan blender dan

kemudian di ayak lalu ditimbang bobot simplisia halusnya.

2. Cara Kerja Maserasi

a. Disiapkan alat dan bahan.

b. Sampel dibuat dalam bentuk simplisia, yaitu melalui proses

pencucian, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering,

penyerbukkan, terakhir di masukkan dalam wadah.

c. Dimasukkan sampel simplisia sebanyak 68 gram ke dalam bejana

maserasi, kemudian ditambah kan pelarut 1000 mL.

d. Ditutup dan dibiarkan selama 3-5 hari pada temperatur kamar

terlindungi dari cahaya, sambil berulang-ulang di aduk.

e. Setelah 3-5 hari, di saring ke dalam bejana penampung, kemudian

ampasnya di peras.

f. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang

terlindungi dari cahaya selama 2 hari.


g. Kemudian endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya di

uapkan.

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel hasil pengamatan ekstraksi dengan metode maserasi daun kumis

kucing:

Bobot Sampel Volume Penyari


Sampel Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi
Daun Kumis
68 gram 120 gram 1000 ml 900 ml
Kucing

B. Pembahasan

Pada praktikum ekstrasi dengan metode maserasi, alat yang kami

gunakan yaitu modifikasi alat maserasi menggunakan toples yang di tutup

lakban hitam dan di tutup dengan aluminium foil dan penutup toples.

Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan ekstrak kental daun

kumis kucing dengan maserasi. Sebanyak 68 gram serbuk daun kumis

kucing dimasukkan ke dalam wadah kaca atau bejana yang dilengkapi tutup,
kemudian ditambahkan etanol 70 % sebanyak 1000 ml diaduk hingga semua

serbuk simplisia terbasahi cairan penyari, kemudian ditutup dan serbuk

simplisia dibiarkan terendam selama beberapa hari. Proses perendaman ini

bertujuan agar cairan penyari tersebut bisa melarutkan zat-zat aktif yang

terkandung di dalam serbuk simplisia. Selama proses perendaman

berlangsung, sambil sesekali dilakukan pengadukan selama 5 hari berturut-

turut dengan tujuan untuk menjamin bahwa semua permukaan serbuk dapat

kontak dengan cairan penyari, sehingga zat aktifnya dapat terlarut dengan

sempurna, ekstrak yang telah dihasilkan dimasukkan kedalam botol kaca

dan terlindung dari cahaya matahari.

Pada hasil ekstrak sampel yang dihasilkan mengalami kekurangan

volume, hal ini di sebab kan karena beberapa faktor yaitu pada saat

pengadukan yang dilakukan setiap hari selama 5 hari berturut-turut ekstrak

yang di dalam bejana menguap, karena pelarut yang kami gunakan etanol,

digunakan etanol karena bersifat semi polar karena zat aktif yang akan

diambil komponen kimianya belum diketahui sifat kepolarannya apakah

polar ataukah non polar maka dengan itu digunakan etanol, etanol

mempunyai sifat yang mudah menguap sehingga ekstrak mengalami

kekurangan volume dan pada saat ekstrak disaring ke dalam wadah

penampung yang gelap berapa ml ekstrak yang kami tuang tumpah,

sehingga ekstrak yang kita dapat volumenya tidak sesuai dengan penyari

sebelum rendemen.
Setelah dilakukan perendaman serbuk simplisia selama kurang

lebih 5 hari, filtrat atau menstrum yang terbentuk kemudian disaring dan

dipisahkan dari endapannya menggunakan corong, yang pada bagian

atasnya diletakkan kertas saring. Filtrat hasil saringan kemudian ditampung

di dalam botol kaca di tutup dengan lakban. Diperoleh filtrat sebanyak 900

ml. Proses selanjutnya adalah menguapkan ekstrak dengan menggunakan

oven pada suhu 60°C sampai ekstrak cair sampai menjadi ekstrak kental.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ekstraksi dengan alat maserasi modifikasi ini membutuhkan waktu

kurang lebih 3-5 hari untuk mengekstraksi simplisia sampai zat pada

simplisia larut pada penyari dan selanjutnya di uapkan pada oven hingga

kental kemudian di lakukan uji selanjutnya.

Hasil yang di dapat dari ekstraksi dengan metode maserasi daun

kumis kucing bobot sampel yang di per oleh setelah ekstraksi yaitu 120

gram dan volume cairan penyari setelah ekstraksi yaitu 900 ml.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A., dan Jacob T, 1996, Antropologi Kesehatan Indonesia, Jilid I,

ECG, Jakarta.

Dalimartha, S., 2001, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, Trubus


Agriwidya, Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur
Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi 2. Jakarta.

Rukmana, R., 1995, Kumis Kucing, Kanisius, Yogyakarta


 
Tjokronegoro dan Baziad, 1993, Etika Penelitian Obat Tradisional, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Siska, S. H. (2012). Pemanfaatan Daun Kumis Kucing (Orthosiphon Spicatus


B.B.S.) Sebagai Antiglaukoma. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi,
17 (1), 16-20.

Sukandar, E.Y., Suganda, A., U Mar’u, Kumolosari, E., Nuron, S., dan
Anggadireja, K., 1995, Pembuatan Sediaan Fitofarmaka Antiinflamasi
yang Efektif dan Aman.

Van Steenis, C.G.G.J., 2003, Flora, diterjemahkan oleh Surjowinoto, dkk.,


PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
LAMPIRAN 1

1. Perhitungan

Anda mungkin juga menyukai