PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional merupakan suatau
produk pelayanan kesehatan yang strategis karena berdampak positif terhadap
tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Tanaman obat dapat memberikan nilai tambah apabila diolah lebih lanjut
menjadi berbagai jenis produk. Tanaman obat tersebut dapat diolah menjadi
berbagai macam produk seperti simplisia (rajangan), serbuk, minyak atsiri,
ekstrak kental, ekstrak kering, instan, sirup, permen, kapsul maupun tablet.
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagi bahan baku obat
yang mengalami pengolahan atau baru dirajang saja, tetapi sudah dikeringkan.
Permintaan bahanbaku simplisia sebagai bahan baku obat-obatan semakin
meningkat dengan bertambahnya industri jamu. Selain itu, efek samping
penggunaan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit lebih kecil
dibandingkan obat sintetis.
Proses pembuatan simplisia diperlukan beberapa tahapan yaitu
pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencuciab, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan. Agar simplisia memiliki mutu dan
ketahanan kualitas yang baik, selain proses pengumpulan baku, sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan dan sortasi kering, juga perlu diperhatikan
proses pengepakan dan penyimpanan karena sangat berpengaruh pada kandungan
kadar zat aktif dalam simplisia.
Gossypium hirsutum ,nama tumbuhan ini mungkin jarang kita dengar.
Tapi, sebetulnya bentuk tanaman ini tidak seasing namanya. Jika kita perhatikan
dengan seksama, hampir dapat dipastikan orang akan langsung mengenalnya
sebagai tanaman yang sering terdapat di lingkungan sekitar, karena sering
digunakan sebagai alat kesehatan / kosmetika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGANTAR FARMAKOGNOS
1. Sejarah Singkat
Pada awal perkembangan ilmu kedokteran & kefarmasian di dunia
Barat, segala sesuatu yang berkaitan dengan obat & penggunaannya disebut
sebagai “Materia Medica” atau bahan obat. Pada awal abad ke-19 Materia
Medika terbagi menjadi farmakologi & farmakognosi.
Farmakologi → mekanisme kerja obat, Farmakognosi → segala
aspek tentang obat dengan sedikit penekanan pada mekanisme kerja obat.
Pada tahun 1811, J.A. Schmidt menggunakan istilah
Pharmacognosy dalam naskahnya : Lehrbuch der Materia Medica yang
diterbitkan di Vienna. Pada th 1815, C.A. Seydler menggunakan istilah
tersebut dalam disertasinya : Analectica pharmacognostica di Halle,
Jerman.
Seydler (1815), Pharmacognosy → pharmakon = obat, dan gnosis =
pengetahuan
Ganzinger (1982), Pharmacognosy → pharmakon = obat, dan
gignosco = mendapat pengetahuan
Akhir abad ke-19, para kimiawan mulai mensintesis senyawa
organik dgn struktur yang semakin kmpleks.
Pharmacology → efek & mekanisme kerja obat
Pharmacognosy → segala informasi yg berkaitan dengan obat yang
berasal dari bahan alam (tumbuhan, hewan, mineral, mikroorganisme)
Medicinal Chemistry → ilmu sintesis obat.
Sejarah perkembangan obat yang berasal dari tumbuhan di Barat
sangat terbatas. Di Timur, (misal benua Asia) cukup memadai: India dan
CinaIndia dan Cina Ensiklopedia obat ‘ Pen Tsao Kang Mu’ yang
dikumpulkan oleh Lin Shih Chen dan dipublikasikan thn 1596, memuat
2000 obat yang berasal dari alam Di India terdapat ‘Veda-veda’ yaitu
kumpulan syair yang dituliskan 1000 SM, terdapat 1000 jenis jamu.
2. Definisi Farmakognosi
Kata Farmakognosi berasal dari dua perkataan Yunani yaitu
Pharmakon yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau
pengetahuan. Jadi farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat, di
Indonesia farmakognosi dikhususkan ilmu yang mempelajari tentang obat
dari bahan nabati, hewani dan mineral.
Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari
tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai
obat alami yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji
farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika.
Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan
kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang
diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk
praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis,
mikroskopis dan organoleptis yang seharusnya juga mencakup
indentifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang terkandung dalam
simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa. Sebagai
contoh Chloramphenicol dapat dibuat secara sintesa total, yang sebelumnya
hanya dapat diperoleh dari biakkan cendawan Streptomyces venezuela.
Beberapa istilah dalam pelajaran farmakognosi antara lain:
Simplisia : adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia nabati : adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman.
Eksudat tanaman : Adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-
zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya
dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia hewani : adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni.
Simplisia mineral : adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan)
yang belum diolah atau dioleh dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia murni.
Alkaloida : adalah suatu basa organik yang mengandung unsur
Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman , yang mempunyai efek
fisiologis kuat/keras terhadap manusia.
Glikosida : adalah suatu zat yang oleh enzim tertentu akan terurai
menjadi satu macam gula serta satu atau lebih bukan zat gula. Contohnya
amigdalin, oleh enzim emulsin akan terurai menjadi glukosa +
benzaldehida + asam sianida.
Enzim : Adalah suatu biokatalisator yaitu senyawa atau zat yang
berfungsi mempercepat reaksi biokimia / metabolisme dalam tubuh
organisme.
Vitamin : adalah suatu zat yang dalam jumlah sedikit sekali
diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk metabolisme tubuh.
Tubuh manusia sendiri tidak dapat memproduksi vitamin.
Hormon : adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin
yang mampengaruhi faal, tubuh dan mempengaruhi besar bentuk tubuh.
Pemerian : Adalah uraian tentang bentuk, bau, rasa, warna simplisia,
jadi merupakan informasi yang diperlukan pada pengamatan terhadap
simplisia nabati yang berupa bagian tanaman (kulit, daun, akar, dan
sebagainya)
3. Peran Farmakognosi
Penggunaan tumbuhan obat sebagai obat di Indonesia telah
meningkat, akan tetapi dalam penggunaannya masih banyak hanya sebatas
pengalaman yang diturunkan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Disini
peran ilmu farmakognosi yang memilah tanaman yang berkhasiat obat atau
tidaknya dengan berbagai tes yang dilakukan terhadap tumbuhan tersebut
seperti kromatografi, spektrofotometrik dan lain-lain.
4. Ruang Lingkup Farmakognosi
Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa
tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan
menentukan sistimatikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat.
Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah,
diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau
simplisia, disinilah keterkaitannya dengan farmakognosi.
Simplisia yang diperoleh dapat berupa rajangan atau serbuk. Jika
dilakukan uji khasiat, diadakan pengujian toksisitas, uji pra klinik dan uji
klinik untuk menentukan fitofarmaka atau fitomedisin ; bahan – bahan
fitofarmaka inilah yang disebut obat. Bila dilakukan uji klinik, maka akan
diperoleh obat jadi.
Serbuk dari simplisia jika diekstraksi dengan menggunakan berbagai
macam metode ekstraksi dengan pemilihan pelarut , maka hasilnya disebut
ekstrak. Apabila ekstrak yang diperoleh ini diisolasi dengan pemisahan
berbagai kromatografi, maka hasilnya disebut isolat.
Jika isolat ini dimurnikan, kemudian ditentukan sifat-sifat fisika dan
kimiawinya akan dihasilkan zat murni, yang selanjutnya dapat dilanjutkan
penelitian tentang identifikasi, karakterisasi, elusidasi struktur dan
spektrofotometri.
Proses ekstraksi dari serbuk sampai diperoleh isolat bahan obat
dibicarakan dalam fitokimia dan analisis fitokimia. Bahan obat jika
diadakan uji toksisitas dan uji pra klinik akan didapatkan obat jadi.
5. Hubungan Farmakognosi Dengan Ilmu-Ilmu Lain
Sebelum kimia organik dikenal, simplisia merupakan bahan utama
yang harus tersedia di tempat meramu atau meracik obat dan umumnya
diramu atau diracik sendiri oleh tabib yang memeriksa sipenderita,
sehingga dengan cara tersebut Farmakognosi dianggap sebagai bagian dari
Materia Medika. Simplisia diapotik kemudian terdesak oleh perkembangan
galenika, sehingga persediaan simplisia di apotik digantikan dengan
sediaan-sediaan galenik yaitu, tingtur, ekstrak, anggur dan lain-lain.
Kemudian setelah kimia organik berkembang, menyebabkan makin
terdesaknya kedudukan simplisia di apotik – apotik. Tetapi hal ini bukan
berarti simplisia tidak diperlukan lagi, hanya tempatnya tergeser ke pabrik
– pabrik farmasi, Tanpa adanya simplisia di apotik tidak akan terdapat
sediaan-sediaan galenik, zat kimia murni maupun sediaan bentuk lainnya,
misalnya: serbuk, tablet, ampul, contohnya: Injeksi Kinin Antipirin,
Secara sepintas Kinina antipirin dibuat secara sintetis tetapi dari sediaan
tersebut hanya Antipirin saja yang dibuat sintetis sedangkan kinina hanya
dapat diperoleh jika ada Kulit Kina, sedangkan untuk mendapatkan kulit
kina yang akan ditebang atau dikuliti adalah dari jenis Cinchona yang
dikehendaki.
C. MINYAK ATSIRI
1. Definisi Minyak Atsiri
Minyak Atsiri, atau dikenal juga sebagai Minyak Eteris (Aetheric
Oil), Minyak Esensial, Minyak Terbang, serta Minyak Aromatik, adalah
kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu
ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Minyak Atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak
gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, sulingan Minyak
Atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Minyak atsiri (minyak esensial) adalah komponen pemberi aroma
yang dapat ditemukan dalam berbagai macam bagian tumbuhan. Istilah
esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau tanaman asalnya. Dalam
keadaan murni tanpa pencemar, minyak atsiri tidak berwarna.Namun pada
penyimpanan yang lama, minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk
resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah
supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh
cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap .Bejana tersebut
juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan hubungan
langsung dengan udara, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering
dan sejuk.
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman
tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak
ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami
dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta
umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther,
1990).
Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan pewangi, penyedap
(flavoring), antiseptic internal, bahan analgesic, sedative serta stimulan.
Terus berkembangnya penggunaan minyak atsiri di dunia maka minyak
atsiri di Indonesia merupakan penyumbang devisa negara yang cukup
signifikan setelah Cina (Sastrohamidjoyo, 2004).
Ciri-ciri minyak atsiri :
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya
rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat memengaruhi saraf
manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali memberikan efek
psikologis tertentu. Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan
campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda. Karena pengaruh
psikologis ini, minyak atsiri merupakan komponen penting dalam
aromaterapi atau kegiatan-kegiatan liturgi dan olah pikiran/jiwa, seperti
yoga atau ayurveda.
2. Sifat Fisika Minyak Atsiri
Sifat-sifat fisika minyak atsiri, yaitu : bau yang karakteristik, bobot
jenis, indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif.
1) Bau yang karakteristik
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman
tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak
ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami
dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta
umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther,
1990).
2) Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25 0C
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot
jenis menggunakan alat piknometer. Berat jenis minyak atsiri umumnya
berkisar antara 0,800-1,180. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria
penting dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Gunther,
1987).
Uji BNJ menunjukkan bahwa perlakuan Bo dan B1 tidak berbeda
nyata terhadap bobot jenis, tapi keduanya berbeda dengan perlakuan B2.
Nilai bobot jenis minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung
di dalamnya. Semakin tinggi kadar fraksi berat maka bobot jenis semakin
tinggi. Pada waktu penyulingan, penetrasi uap pada bahan berukuran kecil
berlangsung lebih mudah karena jaringannya lebih terbuka sehingga jumlah
uap air panas yang kontak dengan minyak lebih banyak. Kondisi tersebut
mengakibatkan komponen fraksi berat minyaknya lebih mudah dan cepat
diuapkan. Dari segi ukuran bahan, bobot jenis tertinggi (0,9935) diperoleh
dari bahan ukuran kecil, sedangkan dari segi lama penyulingan, bobot jenis
tertinggi (0,9911) diperoleh pada penyulingan 4 jam. Kombinasi perlakuan
yang menghasilkan bobot jenis paling tinggi (0,9979) adalah A1B1C0, yaitu
susunan bahan bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan 4
jam. Nilai bobot jenis semua perlakuan berkisar antara 0,9722 sampai
0,9979.
3) Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam
udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penentuan indeks bias
menggunakan alat Refraktometer. Prinsip penggunaan alat adalah
penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan yang
berbeda, kemudian terjadi pembiasan (perubahan arah sinar) akibat
perbedaan kerapatan media. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat
dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).
Sebagian besar komponen minyak kulit kayumanis terdiri atas
kelompok senyawa terpen-o yang mempunyai berat molekul dan kerapatan
yang lebih tinggi dibanding kelompok senyawa terpen, tetapi relatif mudah
larut dalam air. Semakin lama penyulingan, senyawa terpen-o semakin
banyak terlarut dalam air panas yang mengakibatkan kerapatan minyak
menurun sehingga indeks biasnya lebih rendah. Kombinasi perlakuan yang
menghasilkan indeks bias paling tinggi (1,5641) adalah perlakuan A1B1C0,
yaitu susunan bahan bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan
4 jam. Nilai indeks bias semua perlakuan berkisar antara 1,5515 sampai
1,5641; nilai ini lebih rendah dibanding standar mutu dari Essential Oil
Association of USA (EOA) tahun 1970 yang mensyaratkan nilai 1,5730 –
1,5910.
4) Putaran Optik
Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar bidang
polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang
polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu, dan panjang gelombang
cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat
Polarimeter (Ketaren, 1985).
Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai putaran optik
senyawa penyusunnya. Penyulingan bahan berukuran kecil akan
menghasilkan minyak yang komponen senyawa penyusunnya lebih banyak
(lengkap) dibanding dengan bahan ukuran besar, sehingga putaran optik
yang terukur adalah putaran optik dari gabungan (interaksi) senyawa-
senyawa yang biasanya lebih kecil dibanding putaran optik gabungan
senyawa yang kurang lengkap (sedikit) yang dihasilkan bahan berukuran
besar. Putaran optik minyak dari semua perlakuan bersifat negatif, yang
berarti memutar bidang polarisasi cahaya kekiri. Nilainya antara (-) 5,03
sampai (-) 6,75 derajat. Nilai ini lebih besar dibanding standar EOA (1970)
yang nilainya (-) 2 sampai 0 derajat.
5) Kelarutan Dalam Alkohol
Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang
yang larutdalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan
menggunakan etanolpada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan
kelarutan minyak atsiri jugatergantung pada kecepatan daya larut dan
kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena
lamanya penyimpanan. Halini disebabkan karena proses polimerisasi
menurunkan daya kelarutan, sehinggauntuk melarutkannya diperlukan
konsentrasi etanol yang tinggi. Kondisipenyimpanan kurang baik dapat
mempercepat polimerisasi diantaranya cahaya,udara, dan adanya air bisa
menimbulkan pengaruh yang tidak baik.
Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan
tidak larut dalam air. Berikut adalah hasil pengujian tingkat kelarutan
minyak dalam alkohol yang dipengaruhi oleh semua faktor perlakuan dan
kombinasinya.
Uji BNJ terhadap lama penyulingan menunjukkan bahwa minyak
yang dihasilkan dari penyulingan 6 jam lebih sukar larut dibanding
penyulingan 4 jam.
Semakin lama penyulingan maka senyawa fraksi-fraksi berat dalam
minyak akan lebih banyak sehingga kelarutannya dalam alkohol semakin
rendah. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan minyak yang lebih mudah
larut dalam alkohol dengan nisbah volume alkohol dan minyak 1,25:1
adalah A1B1C0, yaitu perlakuan susunan bahan bertingkat, ukuran bahan
sedang dan lama penyulingan 4 jam. Menurut standar EOA (1970),
kelarutan minyak dalam etanol 70% adalah dalam nisbah volume alkohol
dengan minyak sebesar 3:1 atau lebih.
6) Warna
Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning
muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan
minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther
(1990) mengatakan bahwa minyak akan berwarna gelap oleh aging, bau dan
flavornya tipikal rempah, aromatik tinggi, kuat dan tahan lama.
3. Sifat Kimia Minyak Atsiri
1) Bilangan Asam
Bilangan asam pada minyak atsiri menandakan adanya
kandungan asam organik pada minyak tersebut. Asam organik pada minyak
atsiri bisa terdapat secara alamiah. Nilai bilangan asam dapat digunakan
untuk menentukan kualitas minyak (Kataren, 1985).
2) Bilangan Ester
Bilang ester merupakan banyaknya jumlah alkali yang diperlukan
untuk penyabunan ester. Adanya bilangan ester pada minyak dapat
menandakan bahwa minyak tersebut mempunyai aroma yang baik. Dari
hasil analisis diperoleh bahwa minyak kilemo dari daun yang disuling
dengan metode kukus secara visual mempunyai bilangan ester tertinggi,
sedangkan minyak kilemo dari kulit batang yang disuling dengan metode
rebus menghasilkan bilangan ester terendah.
4. Lokalisasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti didalam
rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya
famili Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada
famili Pinaceae dan Rutaceae).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma
akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis
dari glikosida tertentu.
E. KARBOHIDRAT
1. Definisi Karbohidrat
Karbohidrat biasanya didefinisikan sebagai polihidroksi aldehida
dan keton atau zat yang dihidrolisis menghasilkan polihidroksi aldehidaa
dan keton. Karbohidrat biasa disebut juga karbon hidrat, hidrat arang,
sacharon (sakarida) atau gula. Karbohidrat berarti karbon yang terhidrat.
Rumus umumnya adalah Cx(H2O)y. Karbohidrat dibuat oleh tanaman
melalui proses fotosintesis.
x CO2 + y H2O + energi matahari ͢ Cx (H2O)y + x O2
Karbohidrat adalah senyawa karbonil alami dengan beberapa gugus
hidroksil. Yang tergolong karbohidrat adalah gula (monosakarida) dan
polimernya yaitu oligosakarida dan polisakarida. Berdasarkan letak gugus
karbonilnya, dapat dibedakan 2 jenis monosakarida yaitu: aldosa yang
gugus karbonilnya berada di ujung rantai dan berfungsi sebagai aldehida
dan keosa yang gugus karbonilnya berlokalisasi di dalam rantai.
2. Fungsi Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai beberapa fungsi yakni:
a. Sumber bahan bakar.
b. Sumber energi utama dan dapat diganti dengan sumber energy yang
lain pada beberapa organ tubuh manusia, yaitu otak, lensa mata dan sel
saraf.
c. Bahan sintesis senyawa organic lainnya.
d. Pati dan glikogen berperan sebagai cadangan makanan.
e. Menjaga keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
f. Membantu proses penyerapan kalsium
g. Sebagai materi pembangun.
h. Berperan penting dalam penurunan sifat, misalnya karbohidrat dengan
atom C lima buah merupakan komponen asam nukleat (DNA dan
RNA).
i. Polimer karbohidrat yang tidak larut berperan sebagai unsur struktural
dan penyangga dalam dinding sel bakteri dan tanaman.
j. Sebagai pelumas sendi kerangka.
3. Klasifikasi Karbohidrat
Jika diuraikan, ternyata karbohidrat hanya terdiri dari 3 unsur, yaitu
karbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O). Senyawa yang termasuk
karbohidrat sangat banyak mulai dari senyawa sederhana hingga senyawa
dengan berat molekul 500.000 atau lebih. Senyawa-senyawa tersebut dapat
digolongkan menurut jumlah senyawa penyusunnya yaitu monosakarida,
oligosakarida, oligosakarida dan polisakarida.
a. Monosakarida (gula sederhana/saccharum)
Monosakarida adalah karbohidrat paling sederhana. Jika dihidrolisis,
senyawa-senyawa monosakarida sudah tidak dapat diuraikan lagi menjadi
senyawa gula menjadi senyawa gula yang lebih sederhana.
b. Disakarida
Disakarida terdiri atas dua monosakarida yang terikat satu sama lain
dengan ikatan glikosidik. Ikatan glikosidik biasanya terjadi antara atom C
no. 1 dengan atom C no. 4 dengan melepaskan 1 mol air. Ikatan glikosidik
terdapat pada gugus fungsi dalam karbohidrat, yaitu gugus aldehid pada
glukosa dan gugus keton pada fruktosa. Disakarida dapat terbentuk dari
hasil antara proses hidrolisis oligosakarida dan poli sakarida. Disakarida
biasanya larut dalam air (hidrofilik).
c. Oligosakarida.
Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai moleku 2-10
monosakarida, yaitu trisakarida yang terdiri dari 3 molekul monoskarida
dan tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul monosakarida. Salah
satu trisakarida penting adalah rafinosa tang terdiri atas tiga molekul
monoakarida yamg berikatan yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa. Ikatan
tersebut terbentuk antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dengan
atom karbon 6 pada glukosa. Selanjutnya atom karbon nomor 1 pada
glukosa berikatan dengan atom karbon 2 ada fruktosa.
4. Polisakarida.
Polisakarida terdiri atas banyak molekul monosakarida, sehingga molekul
polisakarida mempunyai berat molekul hingga beberapa ratus ribu.
Polisakarida yang dihasilkan antara monosakarida sejenis (satu macam
monosakarida) disebut homo polisakarida, sedangkan yang mengandung
senyawa lain disebut heteropolisakarida. Polisakarida pada umumnya
berupa senyawa putih dan tidak berasa manis. Beberapa polisakarida dapat
larut dalam air.
F. Definisi glikosida
1. Definisi Glikosida
Menurut Kamus Farmakologi, Glikosida adalah senyawa asal gula
dengan zat lain yang dapat terhidrolisis menjadi penyusunnya.
Menurut Michael Henrich dkk (2010), glikosida adalah istilah
generik untuk bahan alam yang secara kimia berikatan dengan gula. Oleh
karena itu glikosida terdiri atas dua bagian, gula dan aglikon.
Menurut Midian Sirait (2007) glikosida adalah suatu senyawa, bila
dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon ) dan senyawa lain (aglikon
atau genin). Glikosida yang gulanya berupa glukosa disebut glukosida.
Gula pada umumnya berupa glukosa, fruktosa, laktosa, galaktosa, dan
manosa, tetapi dapat juga berupa gula khusus seperti sarmentosa
(sarmentosimarin), oleandrosa (oleandrin), simarosa (simarin), dan
rutinosa (rutin). Aglukosa (genin) adalah senyawa yang mempunyai gugus
OH dalam bentuk alkoholis dan fenolis (Midian Sirait, 2007).
2. Sifat dan pembagian Glikosida
a. Sifat Glikosida
1) Mudah larut dalam air, yang bersifat netral
2) Dalam keadaan murni; berbentuk kristal tak berwarna, pahit
3) Larut dalam alkali encer
4) Mudah terurai dalam keadaan lembab, dan lingkungan asa
Pembagian glikosida
b. Pembagian glikosida menurut glikonnya
Glikon pada senyawa glikosida ini merupakan suatu
karbohidrat baik berupa monosakarida maupun karbohidrat jenis
lainya. Penamaan glikosida yang berdasarkan glikonnya biasanya
hampir sama dengan na glikonya seperti glukosa menjadi glukosida,
fruktosa menjadi fruktosida. Pembagian glikosida menurut aglikonnya:
1) Glikosida saponin
2) Glikosida sterol kardioaktif
3) Glikosida antrakinon
4) Glikosida sianofor
5) Glikosida thisianat
6) Glikosida flavonol
7) Glikosida alkohol
8) Glikosida aldehid
9) Glikosida lakton
10) Glikosida fenol
G. DEFINISI TANIN
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun,
buah yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang
,tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi
tannin. Tanin yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah. Berikut adalah
gambar struktur tanin
1. Sifat-sifat Tanin :
a. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat.
b. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.
c. Tidak dapat mengkristal.
d. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen.
e. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein
tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
2. Sifat kimia Tanin :
a. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang
sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
b. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi. 3. Senyawa fenol
dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna.
Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara :