Anda di halaman 1dari 46

FARMAKOQNOSI

Kata Farmakognosi berasal dari dua perkataan Yunani yaitu


Pharmakon yang berarti obat dan
Gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan.
Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
dua suku kata Pharmakon dan gignosco. Pharmakon artinya
”obat” (ditulis dalam tanda petik karena obat di sini
maksudnya adalah obat alam, bukan obat sintetis) dan
gignosco yang artinya pengetahuan. Jadi, farmakognosi
adalah pengetahuan tenatang obat-obat alamiah.
Jadi farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat, di Indonesia
farmakognosi dikhususkan ilmu yang mempelajari tentang obat dari
bahan nabati, hewani dan mineral.

Istilah farmakognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A. Seydler


(1815), seorang peneliti kedokteran di Haalle Jerman, dalam
disertasinya berjudul Analecta Pharmacognostica.
Pada awalnya masyarakat awan tidak mengenal istilah ”farmakognosi”.
Oleh karenanya, mereka tidak bisa mengaitkan farmakognosi dengan
bidang-bidang yang berhubungan dengan kesehatan. Padahal,
farmakognosi sebenarnya menjadi mata kuliah yang sangat spesifik di
bidang kesehatan dan farmasi. Masyarakat telah mengetahui khasiat
dari opium (candu), kina, penicilin, dan sebagainya. Namun, mereka
tidak sadar bahwa yang diketahui itu adalah bidang dari farmakognosi.
Mereka pun tidak mengetahui kalau bahan-bahan yang berbahaya
seperti minyak jarak, biji saga, dan tempe bongkrek (aflatoksin)
merupakan bagian dari pembicaraan farmakognosi.
Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian
tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami yang telah
melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji toksikologi dan uji
biofarmasetika.

Sebagai contoh Chloramphenicol dapat dibuat secara sintesa total, yang


sebelumnya hanya dapat diperoleh dari biakkan cendawan Streptomyces
venezuela. Pada akhir abad 19 mereka mulai mencoba mensitesis senyawa kimia
yang mempunyai khasiat terapi tersebut dan melakukan modifikasi struktur
senyawa dengan tujuan tertentu. Hal ini yang membidangi lahirnya disiplin ilmu
baru yaitu kimia medisinal.
Dengan demikian, melalui pengetahuan tentang khasiat bahan alam telah
berkembang tiga disiplin ilmu dasar yaitu:
•Farmakologi yang berhubungan dengan aktivitas dan efek obat.
•Farmakognosi yang mencakup semua informasi obat dari sumber bahan alam
“tumbuhan, hewan, mineral, mikroorganisme”.
•Kimia medisinal yang berhubungan dengan semisintesis obat.

Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa tumbuhan, hewan
dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan menentukan sistematikanya maka
diperoleh bahan alam berkhasiat obat. Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini
dikoleksi, dikeringkan, diolah, diawetkan dan disimpan, akan di peroleh bahan yang
siap pakai atau yang disebut dengan simplisia disinilah keterkaitannya dengan
farmakognosi.
Peran Farmakognosi
Penggunaan tumbuhan obat sebagai obat di Indonesia telah meningkat, akan tetapi
dalam penggunaannya masih banyak hanya sebatas pengalaman yang diturunkan dari
nenek moyang bangsa Indonesia. Disini peran ilmu farmakognosi yang memilah
tanaman yang berkhasiat obat atau tidaknya dengan berbagai tes yang dilakukan
terhadap tumbuhan tersebut seperti kromatografi, spektrofotometrik dan lain-lain.
Mata kuliah ini memberikan dasar-dasar dalam mengetahui, memahami, dan mengerti obat yang
berasal dari tumbuhan, hewan maupun mineral serta ruang Iingkupnya dalam praktek
pengobatan modern maupun tradisional. Selain itu, menjelaskan kegunaan obat yang berasal dari
tumbuhan, hewan dan mineral serta pemeriksaan identitas obat alami, termasuk zat aktif yang
mempunyai efek biologi bagi tubuh.

Di dalam kuliah ini dibahas tentang tatanama dan taksonomi tumbuhan, tumbuhan dan hewan sebagai
sumber obat, pendekatan taksonomi untuk mengkaji tumbuhan obat dan hewan untuk obat, aktivitas
farmakologi bahan alami, produksi simplisia, perubahan simplisia dalam penyimpanan, produk alami
dan HTS (High Throughput Screening), senyawa bioaktif dari organisme kelautan, tanaman obat
sebagai bahan dasar penemuan obat baru, metabolit primer dan asal usul metabolit sekunder, asam
organik dan lipida, karbohidrat, glikosida, minyak atsiri dan resin, steroid, isoprenoid, alkaloid,
antikanker dari tumbuhan, obat dengan aktivitas antihepatotoksik dan hipoglikemik, dan identifikasi
obat alami.

Materi yang terkandung dalam mata kuliah ini menjadi acuan dasar dalam proses rasionalisasi
penggunaan obat bahan alam. Banyak penelitian farmakognosi yang menjadi landasan dari ”kenaikan
derajat” obat bahan alam dari yang penggunaan berdasarkan pengalaman orang terdahulu (jamu)
menjadi obat yang telah teruji klinik (fitofarmaka).
BEBERAPA ISTILAH DALAM FARMAKOGNOSI

Simplisia : adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan.

Simplisia nabati : adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman.

Eksudat Tanaman : Adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi
sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia
murni.

Simplisia hewani : adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau
zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni.

Simplisia Mineral : adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang belum
diolah atau dioleh dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Alkaloida : adalah suatu basa organik yang mengandung unsur Nitrogen (N) pada
umumnya berasal dari tanaman , yang mempunyai efek fisiologis kuat/keras terhadap
manusia.

Glikosida : adalah suatu zat yang oleh enzim tertentu akan terurai menjadi satu macam
gula serta satu atau lebih bukan zat gula. Contohnya amigdalin, oleh enzim emulsin
akan terurai menjadi glukosa + benzaldehida + asam sianida.

Enzim : Adalah suatu biokatalisator yaitu senyawa atau zat yang berfungsi
mempercepat reaksi biokimia / metabolisme dalam tubuh organisme.

Vitamin : adalah suatu zat yang dalam jumlah sedikit sekali diperlukan oleh tubuh
manusia untuk membentuk metabolisme tubuh. Tubuh manusia sendiri tidak dapat
memproduksi vitamin.

Hormon : adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin yang mampengaruhi
faal, tubuh dan mempengaruhi besar bentuk tubuh.

Pemerian : Adalah uraian tentang bentuk, bau, rasa, warna simplisia, jadi merupakan
informasi yang diperlukan pada pengamatan terhadap simplisia nabati yang berupa
bagian tanaman (kulit, daun, akar, dan sebagainya).
Obat tradisional
adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun,
berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.
Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat
bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah
dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional
pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak
terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi
lebih lanjut. Bagian dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar,
rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak
dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet.
Penggolongan Obat Tradisional
Dulu pada awalnya Penggolongan hanya berdasarkan
klasifikasi obat kimia, namun setelah berkembangnya obat
bahan alam, muncul istilah obat tradisional, awal mulanya
dibagi menjadi 2, yaitu obat tradisional (jamu) dan
fitofarmaka, seiring perkembangan teknologi pembuatan
obat bisa dalam berbagai bentuk, berasal dari ekstrak dengan
pengujian dan standar tertentu, maka dibagilah obat
tradisional menjadi 3, yaitu :
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang berdasarkan dari pengalaman empiris
secara turun temurun, yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya dari
generasi ke generasi. bentuk obat umumnya disediakan dalam berbagai bentuk
serbuk, minuman, pil, cairan dari berbagai tanaman. Jamu umumnya terdiri
dari 5-10 macam tumbuhan bahkan lebih, bentuk jamu tidak perlu pembuktian
ilmiah maupun klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja.
Contoh : jamu buyung upik, jamu nyonya menier
2. Obat Herbal Terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang telah teruji berkhasiat
secara pra-klinis (terhadap hewan percobaan), lolos uji toksisitas akut maupun
kronis, terdiri dari bahan yang terstandar (Seperti ekstrak yang memenuhi
parameter mutu), serta dibuat dengan cara higienis.
Contoh : Tolak angin
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji
pra-klinis (pada hewan percobaan) dan uji klinis (pada manusia), serta
terbukti aman melalui uji toksisitas, bahan baku terstandar, serta diproduksi
secara higienis, bermutu, sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Contoh : Cursil
Perbedaan Jamu OHT dan Fitofarmaka :

•Jamu --> Obat tradisional terbukti berkhasiat dan aman


berdasarkan bukti empiris turun temurun.

•OHT --> Obat Tradisional terbukti berkhasiat melalui uji


pra-klinis dan teruji aman melalui uji toksisitas, bahan
terstandar dan diproduksi secara higienis.

•Fitofarmaka --> Obat tradisional terbuksi berkhasiat


melalui uji pra-klinis dan uji klinis, teruji aman melalui uji
toksisitas, bahan terstandar, dan diproduksi secara higienis
dan bermutu.
Simplisia
adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan

~Simplisia nabati
adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

~Simplisia hewani
adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat yang berguna
yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

~Simplisia mineral (pelikan)


adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang belum diolah atau diolah dengan
cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
TATA NAMA SIMPLISIA
Dalam ketentuan umum Farmakope Indonesia disebutkan bahwa nama simplisia
nabati ditulis dengan menyebutkan nama genus atau spesies nama tananman,
diikuti nama bagian tanaman yang digunakan. Ketentuan ini tidak berlaku untuk
simplisisa nabati yang diperoleh dari beberapa macam tanaman dan untuk eksudat
nabati.
Contoh :
1. Genus + nama bagian tanaman : Cinchonae Cortex, Digitalis Folium, Thymi Herba,
Zingiberis Rhizoma.

2. Petunjuk spesies + nama bagian tanaman : Belladonnae Herba, Serpylli Herba.

3. Genus+petunjuk spesies+nama bagian tanaman : Capsici frutescentis Fructus.


Keterangan : Nama spesies terdiri dari genus + petunjuk spesies

Contoh :
Nama spesies : Cinchona succirubra
Nama genus : Cinchona
Petunjuk species : succirubra
PEMALSUAN DAN PENURUNAN MUTU SIMPLISIA

“Simplisia dianggap bermutu rendah”


Jika tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan, khususnya
persyaratan kadarnya. Mutu rendah ini dapat disebabkan oleh tanaman asal,
cara panen dan pengeringan yang salah, disimpan terlalu lama, kena pengaruh
kelembaban, panas atau penyulingan.

“Simplisia dianggap rusak”


Jika oleh sebab tertentu, keadaannya tidak lagi memenuhi syarat, misalnya
menjadi basah oleh air laut, tercampur minyak pelumas waktu diangkut dengan
kapal dan lain sebagainya.

“Simplisia dinyatakan bulukan”


Jika kualitasnya turun karena dirusak oleh bakteri, cendawan atau serangga.
TATA NAMA LATIN TANAMAN

1. Nama latin tananman terdidri dari 2 kata, kata pertama mennunjukan genus dan
kata kedua menunjukan spesies, misalnya nama latin pada Oryza sativa, jadi
Oryza adalah genusnya sedangkan sativa adalah spesiesnya. Huruf pertama dari
genus ditulis dengan huruf besar dan huruf pertama dari petunjuk spesies ditulis
dengan huruf kecil.

2. Nama latin tananman tidak boleh lebih dari 2 perkataan, jika lebih dari 2 kata
(3kata), 2 dari 3 kata tersebut harus digabungkan dengan tanda (-). Contoh :
Hibiscus rosa – sinensis

3. Kadang-kadang terjadi penggunan 1 nama latin terhadap 2 tanaman yang


berbeda, hal ini disebut homonim dan keadaan ini terjadi sehingga ahli botani
lain keliru menggunakan nama latin yang bersangkutan terhadap tanaman lain
yang juga cocok dengan uraian morfologis tersebut.
PEMBUATAN SIMPLISIA
1. PENGUMPULAN BAHAN BAKU
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :
1.Bagian tanaman yang digunakan.
2.Umur tanaman yang digunakan.
3.Waktu panen.
4.Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.

2. SORTASI BASAH
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing
lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu
tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar
yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
3. PENCUCIAN
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu
yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali
dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba
awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara
sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal
simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah
mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat
pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba.
Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus,
Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang
atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada
permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan
bersih.
4. PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan
simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur
dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan
alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan
ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap.
Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu
bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis
lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar
minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat
reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari
selama satu hari.
5. PENGERINGAN
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air
dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan
media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel, masih
dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan
simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih
hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena
adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,
transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan
simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam
bahan simplisia dengan etanol 70% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil
penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air
dalam simplisia kurang dari 10%.
PEMBAGIAN CARA PENGERINGAN
A. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

1.Dengan panas sinar matahari langsung.


Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti
kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif
stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia
merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-
tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara.
Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim,
sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau
kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung
dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering
2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung.
Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti
bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.

B. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat
diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau
mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur.
Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu
sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan
dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan
yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan
suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.
Lanjutan Pembuatan Simplisia
6. SORTASI KERING
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman
yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal
pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk
kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan
dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang
melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya
partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus
dibuang sebelum simplisia dibungkus.

7. Pengawetan
Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau
cemaran atau mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4, eter atau pemberian
bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang
membahayakan kesehatan.
Jenis-jenis Simplisia
1. Simplisia Daun 2. Simplisia Buah
a. Kucing-Kucingan (Acalypha indica L) a. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff)
b. Bandotan (Ageratum conyzoides) Boerl.)
c. Lidah Buaya (Aloe Vera L) b. Mengkudu (Morinda Citrifolia L.)
d. Patikan Kebo (Euphorbia hirta L) c. Buah Naga (Hylocereus undatus
e. Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa) (Haw.)Britt.Et R)
f. Tapak Kuda (Ipomoea Batatas) d. Jambu Biji (P. Guajava L.)
g. Daun Sirih (Piper betle L) e. Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lam)
h. Kremi (Portulaca quadrifida L.) f. Kesemek (Diospyros Kaki Thunb.)
g. Nanas (Ananas Cumosus L. Merr)
h. Kepel (Stelechocarpus burahol)
3. Simplisia Biji
a. Lada (Piper nigrum L.)
b. Kopi (Coffea Arabica L.)
c. Biji Bunga Matahari (Helianthus Annus L.)
d. Pinang (Areca Catechu L.)
e. Kapulaga (Elettaria cardamomum (L.) Maton.)
f. Kola (Cola acuminata Schott et Endl.)
g. Mahoni (Swietenia Mahogany Jacq.)
h. Petai China (Leucaena Leucocephala, Lmk. De wit.)
 Simplisia berdasarkan bentuknya :
1. Simplisia bentuk Serbuk
2. Simplisia bentuk Haksel
Haksel merupakan bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, biji
dan lain-lain yang dikeringkan tetapi belum dalam bentuk serbuk.
Pemeriksaan Simplisia
1. Secara Organoleptik
Dengan pancaindera meliputi pemeriksaan bentuk, bau, rasa pada lidah dan tangan,
kadangkala dengan pendengaran. Dalam hal ini harus diperhatikan bentuk, ukuran,
warna bagian luar dan dalam, retakan-retakan atau gambaran-gambaran dan susunan
bahannya berserat-serat, penggumpalan dan sebagainya.
2. Secara Makroskopik
dilakukan dengan melihat simplisia dan serbuk simplisia secara langsung dengan mata
telanjang, memperhatikan bentuk dari simplisia.
3. Secara Mikroskopik
Umumnya pemeriksaan terhadap serbuk dalam irisan melintang.
Pemeriksaan Kimia dan Fisika Simplisia
Secara Fisika :
Meliputi pemeriksaan daya larut, bobot jenis, rotasi optic, titik lebur,
titik beku, kadar air, sifat-sifat simplisia dibawah sinar ultraviolet,
penetapan mikroskopis dengan sinar polarisasi.

Secara Kimia :
Secara kualitatif/identifikasi umumnya berupa reaksi warna atau
pengendapan.
Herbarium
Herbarium merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor
(1700) untuk tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Luca Ghini
(1490-1550) seorang Professor Botani di Universitas Bologna, Italia adalah
orang pertama yang mengeringkan tumbuhan di bawah tekanan dan
melekatkannya di atas kertas serta mencatatnya sebagai koleksi ilmiah
(Ramadhanil, 2003).

Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama,
penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak
disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan
berbentuk herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan
untuk spesimen yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga
dan akar, sedangkan herbarium basah digunakan untuk spesimen yang
berair dan lembek, misalnya buah (Setyawan dkk, 2005).
Manfaat Herbarium
Herbarium dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk
mentakrifkan takson tumbuhan, ia mempunyai holotype untuk
tumbuhan tersebut. Herbarium juga dapat digunakan sebagai bahan
penelitian untuk para ahli bunga atau ahli taksonomi, untuk
mendukung studi ilmiah lainnya seperti survey ekologi, studi
fitokimia, penghitungan kromosom, melakukan analisa perbandingan
biologi dan berperan dalam mengungkap kajian evolusi.
Kebermanfaatan herbarium yang sangat besar ini menuntut
perawatan dan pengelolaan spesimen harus dilakukan dengan baik
dan benar (Setyawan dkk, 2005).
Pembagian Herbarium

Herbarium basah
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu
hasil eksplorasi yang sudah diidentifikasi dan
ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen
tumbuhan yang telah diawetkan disimpan dalam
suatu larutan yang di buat dari komponen macam
zat dengan komposisi yang berbeda-beda.
(Tjitoseopomo,2005).

Herbarium Kering
Herbarium kering adalah awetan yang dibuat
dengan cara pengeringan, namun tetap terlihat
ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati
dan dijadikan perbandingan pada saat determinasi
selanjutnya. (Ardiawan,1990).
Cara Pembuatan

1. Pengumpulan
Pengumpulan Tumbuhan dilakukan dengan melakukan
eksplorasi di lapangan. Selanjutnya masukan tumbuhan
yang diperoleh kedalam vasculum, atau dimasukan saja
kedalam halaman sebuah buku yang tebal. Ambilah
terutama dari bagian tumbuhan yang berbunga atau
malahan yang berbuah. Buatlah sedikitnya 2 sampel yang
lengkap dari tiap jenis. Bagian dari tumbuhan yang besar
sedikitnya panjangnya 30-40 cm dan sedikitnya harus ada
satu daun dan satu inflorescencia yang lengkap, kecuali
kalau bagiannya yang khusus masih terlalu besar.
Lihatlah bagian tumbuhan yang berada dibawah tanah.
Sediakan buku untuk mencatat kehususan seperti :
warna, bau, bagian dalam tanah, tinggi tempat dari
permukaan laut, tempat, banyaknya tanaman tersebut.
(Steenis, 2003).
2.Mengeringkan
Tumbuhan diatur diatas kertas kasar dan kering, yang
tidak mengkilat, misalkan kertas Koran. Letakan diantara
beberapa halaman yang dobel dan sertakan dalam setiap
jenis catatan yang dibuat untuk tanaman tersebut. Juga
biasanya digunakan etiket gantung yang diikatkan pada
bahan tumbuh-tumbuhan, yang nomornya adalah
berhubungan dengan buku catatan lapangan. Tumbuh-
tumbuhan yang berdaging tebal, direndam beberapa
detik dalam air yang mendidih. Lalu tekanlah secara
perlahan-lahan. Gantilah untuk beberapa hari kertas
pengering tersebut. Ditempat yang kelembabannya
sangat tinggi, dapat dijemur dibawah sinar mata hari
atau didekatkan di dekat api (diutamakan dari arang).
Tanaman dikatakan kering kalau dirasakan tidak dingin
lagi dan juga terasa kaku. (Steenis, 2003).
3.Pengawetan
Tumbuhan yang dikeringkan selalu bersifat hygroscopis,
akan mudah sekali terserang jamur. Oleh karena itu,
usahakanlah penyimpanan herbarium di tempat kering
dan jemurlah koleksi tersebut sekali-kali dibawah sinar
matahari. Terhadap serangan serangga, yang juga
memakan tumbuh-tumbuhan yang sangat kering, dapat
dipakai bubukan belerang, naphtaline, atau yang lebih
baik dapat digunakan paradichloorbenzol.
(Tjitrosoepomo, 2005).

4.Pembuatan Herbarium
Tempel Tumbuhan yang di herbariumkan, kalau dapat
pada helaian yang terlepas, sehingga kelak dapat
ditempatkan menurut selera yang dikehendaki.
Tempelkan nama pada kertas dengan kertas label.
Tuliskan diatas kertas herbarium data mengenai tanggal,
tempat ditemukan, tempat mereka tumbuh, nama
penemu, catatan khusus, nama familia dan nama
spesies. (Steenis, 2003).
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan pada
percobaan ini adalah
1.Ageratum conyzoides L. sebagai
bahan percobaan
2.Lem untuk menempelkan hasil
herbarium.
3.Label untuk menandai bagian-bagian
tumbuhan yang diherbariumkan.
Adapun alat yang digunakan adalah :
1.Alat tulis untuk mencatat hasil
herbarium.
2.Gunting untuk menggunting bahan
herbarium yang terlalu besar.
3.Kertas jeruk untuk tempat hasil
herbarium.
4.Kertas Koran untuk membungkus
bahan herbarium agar cepat kering.
Prosedur Percobaan
1.Diambil bahan herbarium yang akan diawetkan.
2.Dibersihkan bahan herbarium dari kotoranyang masih melekat agar hasil herbarium
maksimal.
3.Diletakkan di kertas Koran bahan yang akan diherbariumkan agar kandungan air
cepat kering.
4.Ditimpa dengan kertas Koran lalu ditambahi dengan beban agar tekanan yang
dihasilkan lebih kuat dan tanaman menjadi lebih cepat kering.
5.Dibiarkan minimal 2 minggu atau hingga bahan herbarium benar-benar kering dan
terasa kering bila disentuh.
6.Ditempelkan hasil herbarium pada kertas jeruk lalu setiap bagian-bagiannya diberi
label.
7.Disimpan herbarium dalam plastik setelah di tempel dan diberi data yang jelas,
agar tidak terinfeksi dari jamur

Anda mungkin juga menyukai