Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki kekayaan hayati yang beraneka ragam dan
memiliki manfaat bagi kehidupan. Tingginya keanekaragaman hayati di
Indonesia memungkinkan saat ditemukannya berbagai jenis senyawa kimia.
Beberapa diantara senyawa kimia telah banyak ditemukan dapat membantu
perkembangan kimia organik bahan alam. Keanekaragaman hayati Indonesia
yang menjadikannya sebagai lahan utama bagi mereka yang mengembangkan
penemuan berbagai senyawa kimia yang ditemukan di alam. Hal ini memerlukan
penelitian khusus untuk melakukan isolasi senyawa kimia yang terkandung pada
bahan alam tertentu. Kandungan senyawa kimia dalam bahan alam tertentu dapat
digunakan dalam bidang kesehatan. Berbagai tumbuhan dapat dijadikan sebagai
sumber obat seperti kelompok sayur-sayuran, buah-buahan dan bunga-bungaan
serta tumbuhan liar.
Dan pengobatan tradisional ini terus dikembangkan & dipelihara
sebagai warisan budaya bangsa yang terus ditingkatkan melalui penggalian,
penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan dengan
pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Obat tradisional biasanya
digunakan dalam bentuk pengobatan sendiri atau sebagai obat yang diperoleh
dari pemberi pelayanan pengobatan.
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahan baku, cara
pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan pencampuran dengan bahan kimia.
Beragam upaya dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat dimulai
dari mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung di dalamnya serta
bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan ciri khas. Namun,
tidak semua tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri khas itu dapat
dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Penelitian yang berkembang,
terutama dari segi farmakologi maupun fitokimianya penelitian dilakukan

97
berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian
masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris.
Tanaman merupakan gudang atau tempat penyimpanan bahan kimia
terbesar, dimana ada ribuan jenis senyawa kimia yang terkandung didalam
tanaman, namun sampai dengan saat ini masih begitu banyak peranan dan fungsi
dari senyawa-senyawa kimia ini yang belum terungkap seluruhnya.
Senyawasenyawa kimia tersebut memiliki bioaktivitas yang sangat beragam,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat dalam industri farmasi,
pembuatan peptisida alami dan sebagai hormon pertumbuhan pada tanaman.
Dalam dunia farmasi, mahasiswa dituntut untuk mempelajari ilmu
tumbuhtumbuhan yaitu fitokimia. Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari
berbagai senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu
tentang struktur kimia, biosintetis, perubahan dan metabolisme, penyebaran
secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organik. Fitokimia atau kadang
disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien
yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.
Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit.
Tumbuhan merupakan salah satu komponen terbesar dengan berbagai
keaneka ragamannya yang di miliki oleh alam. Tumbuhan memiliki peranan
yang jauh sangat penting. Pada komunitas flora sendiri, terdapat berbagai
macam klasifikasi tersendiri. Seperti tumbuhan yang familiar karena peranannya
sebagai bahan makanan untuk kelangsungan hidup manusia, hingga tumbuhan
yang bahkan tak dikenal sama sekali, bukan karena tidak memiliki manfaat
tetapi karena pengetahuan tentang manfaatnya yang sangat minim di kalangan
masyarakat. Beberapa dekade ini, pemanfaatan tumbuhan sebagai pengobatan
penyakit semakin marak ditindak lanjuti. Hal yang lebih mencengangkan adalah
bahwa tumbuhan yang pada dasarnya tidak memilki keterkaitan erat dengan
kehidupan manusia justru muncul sebagai obat herbal untuk penanganan
penyakit. Sebut saja kulit batang pisang dalam menghentikan pendarahan pada
luka, atau getah pohon jarak dalam hal yang sama misalnya, pemanfaatan

98
tumbuhan sebagai obat tradisioanal telah digunakan secara turun temurun oleh
masyarakat berdasarkan pengalaman.

I.2 Rumusan Masalah :


1. Bagaimana cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia isolat alkaloid ?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia isolate polifenol
dan tannin ?
3. Bagaimana cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia isolate
flavonoid?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia isolate triterpene
dan steroid ?
5. Bagaimana cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia isolate
glikosida?

I.3 Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia
isolat alkaloid
2. Untuk dapat mengetahui cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia
isolat polifenol dan tannin
3. Untuk dapat mengetahui cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia
isolat flavonoid.
4. Untuk dapat mengetahui cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia
isolat triterpene dan steroid.
5. Untuk dapat mengetahui cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia
isolat glikosida

99
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


Indonesia terkenal akan potensinya sebagai rumah terhadap tanaman
obat. Hal ini dibuktikan dari 40.000 tanaman obat yang telah ditemukan di
seluruh dunia, sekitar 30.000 jenisnya terdapat di Indonesia. Di Asia saja,
Indonesia memiliki sekitar 90% tanaman obat yang terdapat di seluruh Asia.
Meskipun begitu, diperkirakan hanya ada sekitar 9.000 jenis tanaman yang
betul memiliki khasiat sebagai obat. Tanaman Obat sendiri menjadi popular
belakangan ini karena maraknya tren back to nature. Masyarakat beramai-
ramai mengubah pengobatan mereka ke bahan alam karena dinilai memberikan
efek samping yang lebih sedikit. Tanaman Obat sendiri diketahui memiliki
efek preventif dan promotif terhadap tubuh. Hal ini dikarenakan pada tanaman
obat diketahui ada kandungan metabolit sekunder yang dapat meningkatan
daya tahan tubuh. (Salim dan Pranata, 2017).
Tanaman obat adalah segala jenis tumbuhan yang diketahui
mempunyai khasiat baik dalam membantu memelihara kesehatan maupun
pengobatan suatu penyakit. Tumbuhan obat sangat erat kaitannya dengan
pengobatan tradisional, karena sebagian besar pendayagunaan tumbuhan obat
belum didasarkan pada pengujian klinis laboratorium, melainkan lebih
berdasarkan pada pengalaman penggunaan (Harmida dkk, 2011).
Menurut Dewoto (2007) definisi obat tradisional ialah bahan atau
ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional
Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih dikenal dengan nama jamu,
umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Bagian
tanaman yang digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi atau mungkin
juga seluruh bagian tanaman.

100
Tanaman obat dan obat tradisional akan bermanfaat dan aman jika
digunakan dengan mempertimbangkan sekurang–kurangnya enam aspek
ketepatan, yaitu tepat takaran, tepat waktu dan cara penggunaan, tepat
pemilihan bahan dan telaah informasi serta sesuai dengan indikasi penyakit
tertentu. Disamping berbagai kelebihan, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa
tanaman obat dan obat tradisional juga memiliki beberapa kelemahan yang
merupakan kndala dalam pelayanan kesehatan formal. Adapun beberapa
kelemahan tersebut antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum
terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik
dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme (Katno, 2008)
Bangsa Indonesia juga sudah mengenal dan memakai tumbuhan
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan
yang dihadapi yang dikenal dengan pengobatan secara tradisional. Pengobatan
secara tradisional sebagian besar ramuan berasal dari tumbuh-tumbuhann baik
berupa akar, kulit, batang, kayu, daun, bunga atau biji. Pengobatan secara
tradisional dapat dipertanggung jawabkan dengan melakukan penelitian ilmiah
seperti penelitian di bidang farmakologi, toksikologi, identifikasi dan isolasi
zat aktif yang terdapat dalam tumbuhan (Saifudin, 2011).
Dan pengobatan tradisional ini terus dikembangkan & dipelihara
sebagai warisan budaya bangsa yang terus ditingkatkan melalui penggalian,
penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan dengan
pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Obat tradisional biasanya
digunakan dalam bentuk pengobatan sendiri atau sebagai obat yang diperoleh
dari pemberi pelayanan pengobatan (Saifudin, 2011).
Senyawa metabolit sekunder adalah senyawa kimia yang mempunyai
massa, warna dan bau tetapi tidak diperlukan untuk pertumbuhan dasar dan
perkembangan tumbuhan. Metabolit sekunder memberikan kelebihan-
kelebihan kepada tumbuhan- tumbuhan yang menghasilkannya. Fungsinya bagi
tumbuhan yaitu adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan
yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit,
menarik pollinator dan sebagai molekul sinyal (Saifudin, 2011).

101
Selain itu, metabolit sekunder juga terbukti mempunyai manfaat bagi
manusia karena senyawa ini member morfin dan kimia berdasarkan
fannaseutikal seperti finblastini dan toxol Nikotin dan kafein adalah metabolit
sekunder yang digunakan untuk member kesan yang kuat terhadap tubuh kita.
Sedangkan metabolit- metabolit sekunder yang lainmemberikan rasa, warna
dan minyak pati ( Essential) (Saifudin, 2011).
Secara umum,kandungan metabolit sekunder dalam bahan alam hayati
dikelompokan berdasarkan sifat dan reaksi khas tertentu, diantaranya: senyawa
metabolit sekunder merupakan suatu senyawa yang tidak harus ada pada
makhluk hidup yang dapat dihasilkan tumbuhan dan juga dapat dihasilkan pada
tumbuhan makhluk hidup lainnya, serta fungsinya belum dapat diketahui
dengan pasti dan metabolite primer harus ada pada tubuh makhluk hidup
(Saifudin, 2011).
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahan baku, cara
pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan pencampuran dengan bahan
kimia. Beragam upaya dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat
dimulai dari mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung di dalamnya
serta bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan ciri khas.
Namun, tidak semua tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri khas itu dapat
dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Penelitian yang berkembang,
terutama dari segi farmakologi maupun fitokimianya penelitian dilakukan
berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian
masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris (Saifudin, 2011)
Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara
mengekstrasi senyawa aktif dari simplisia baik nabati maupun hewani dengan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan. Ada beberapa jenise kstrak, diantaranya ekstrak
cair merupakan ekstrak yang mengandung kadar air lebih dari 30% dan
biasanya masih bisa dituang, ekstrak kental merupakan ekstrak yang memiliki

102
kadar air kurang dari 30% dan ekstrak kering merupakan ekstrak yang
mengandung kadar air kurang dari 5% (Agung, 2017).
Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia dapat diartikan
sebagai bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi. Faktor yang
berpengaruh pada mutu ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor kimia. Faktor
biologi meliputi spesies tumbuhan, lokasi tumbuhan asal, waktu pemanenan,
penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
sedangkan faktor kimia meliputi faktor internal (jenis senyawa aktif dalam
bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif,
dan kadar total rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi,
perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan,
pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan
pestisida) (Agung, 2017).
Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia merupakan
uji pendahuluan dalam menentukan golongan senyawa metabolit sekunder
yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tumbuhan. Skrining fitokimia
tumbuhan dijadikan informasi awal dalam mengetahui golongan senyawa
kimia yang terdapat didalam suatu tumbuhan. Dalam skrining fitokimia
dilakukan dengan menggunakan pereaksi-pereaksi tertentusehingga dapat
diketahui golongan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut.
Manfaat yang diperoleh adalah dapat digunakan sebagai informasi awal
kandungan metabolit sekunder bahan tumbuhan yang mempunyai aktivitas
biologis. (Djamal, 2008)
Sedangkan Isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan
senyawa bahan alam dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Sejak abad ke-
17 orang telah dapat memisahkan berbagai jenis senyawa dari sumber-sumber
organik. Senyawa-senyawa tersebut dapat berupa senyawa metabolit primer
dan senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa
kimia yang terdapat dalam suatu organisme yang tidak terlibat secara langsung
dalam proses pertumbuhan, perkembangan atau reproduksi organisme seperti

103
terpenoid, steroid, flavonoid dan alkaloid, dll. Senyawa metabolit sekunder
dapat berasal dari tumbuhan, hewan maupun mikroorganisme (Djamal, 2008)
Bahan alam secara khusus dapat diartikan sebagai segala material
organik yang dihasilkan oleh alam yang telah dipelajari dan dibuktikan baik
secara empiris maupun secara tradisional melalui pengalaman penggunaan
turun temurun dan memiliki khasiat tertentu untuk kesehatan baik dalam
bentuk segar, sediaan kering, ekstrak, maupun senyawa tunggal hasil
pemurnian. Pada era modern ini ada kecenderungan pola hidup yang mengarah
pada penggunaan bahan-bahan alami sebagai zat berkhasiat baik untuk
pengobatan, perawatan kesehatan dan kebugaran, kosmetika, makanan
fungsional, maupun untuk produk perawatan tubuh sehari-hari. Fenomena ini
semakin meningkatkan pamor bahan alam sebagai pilihan karena dinilai lebih
aman atau memiliki efek negatif yang lebih rendah. Nilai ekonomis beberapa
bahan alam pun semakin meningkat yang diikuti dengan semakin
berkembangnya berbagai macam penelitian untuk mengembangkan produk-
produk yang berbasis pada bahan alam. Saat ini, bidang penelitian dan industri
bahan alam menjadi salah satu bidang yang prospektif dan memiliki masa
depan yang baik karena kebutuhan akan bahan ini semakin meningkat (Agung,
2017).
Tanaman mengembangkan berbagai jenis adaptasi mekanisme dalam
menanggapi tekanan pada lingkungan. Yang ditingkatkan akumulasi metabolit
sekunder telah diamati di banyak tumbuhan medisinal dan aromatik sebagai
respons terhadap tekanan abiotik yang berbeda. Metabolit sekunder adalah
sekelompok senyawa bioaktif, terutama dihasilkan dari primer metabolit dan
tidak memiliki peran langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman
tetapi terkenal karena perannya dalam pertahanan tanaman dan memiliki
aromatik dan khasiat obat dari tanaman. Juga, ini adalah sumber ampuh
kosmetik, makanan dan obat-obatan. Ada beberapa contoh metabolit sekunder,
yang memiliki signifikansi farmasi (Agung, 2017).
Kajian tentang senyawa bahan alam disebut juga dengan fitokimia
atau kimia tumbuhan. Skrining fitokimia dialkukan untuk mengidentifikasi

104
kandungan senyawa bahan alam yang terdapat dalam suatu tumbuhan. Banyak
analisis tumbuhan yang dicurahkan pada isolasi dan identifikasi kandungan
sekunder dalam jenis tumbuhan khusus atau sekelompok jenis tumbuhan
dengan harapan ditemukannya beberapa kandungan struktur baru atau tidak
biasa. Alasan lain melakukan analisis fitokimia adalah untuk menentukan ciri
senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat yang
ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi. Dalam hal ini,
harus dipantau cara ekstraksi dan pemisahan pada setiap tahap, yaitu untuk
melacak senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnikan. Kadang-kadang keaktifan
hilang selama proses fraksinasi akibat ketidakmantapan senyawa itu dan
akhirnya mungkin saja diperoleh senyawa berupa kristal tetapi tanpa keaktifan
seperti yang ditunjukkan oleh ekstrak asal (Harborne, 1987).
II.2 Uraian Bahan
1. Aquadest (FI III, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Aquadest
RM/BM : H₂O/18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.

2. Asam Asetat Glasial (Dirjen POM: 1979:42)


Nama resmi : ACIDUM ACETICUM GLACIALE
Nama Lain : Asam asetat glasial
RM/BM : CH₃COOH / 60,05
Rumus Struktur :

105
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berbau khas tajam, jika
di encerkan dengan air, rasa asam.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi

3. Asam Asetat Anhidrat / Anhidrat Asetat (Dirjen POM, 1979)


Nama Resmi : ACIDUM ACETIC ANHIDRIDA
Nama Lain : Asam asetat anhidrida
Rumus Molekul : C₄H₆O₃
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, berbau tajam,


mengandung tidak kurang dari 95% C.HO
Kegunaan : Pelarut asam asalisilat dan pemberian gugus pada asetil
dan aspirin
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. Asam Borat (Ditjen,1977. Hal. 49) & (Rowe,2009. Hal.68)


Nama Resmi : ACIDUM BORICUM
Nama Lain : Asam Borat
RM/BM : H₃BO₃/61,83
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak


berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit
kemudian manis.

106
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air
mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%)P dan dalam 5
bagian gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Pengawet antimikroba; agen penyangga.

5. Asam Oksalat (Dirjen POM, 1979)


Nama lain : Asam oksalat.
RM / BM : C₂H₂O₄ / 126,07
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur ,tidak berwarna


Kelarutan : Larut dalam air dan etanol
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

6. Asam sulfat pekat (Ditjen POM, 1979)


Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus kimia : H₂SO₄
Berat Molekul : 98,07
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna, bau


sangat tajam dan porosity.
Kelarutan : Bercampuran dengan air dan dengan etanol, Dengan
menimbulkan panas.
Berat jenis : Lebih kurang 1,84
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

107
7. Aseton (DITJEN POM. 1979. Hal: 655)
Nama resmi : ACETUM
RM/BM : C₃H₆O/58,00
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan Jernih berwarna, tidak mudah menguap, bau


khas, mudah terbakar
Kelarutan : Dapat bercampur, demean air, etanol 95%, ester,
klorofom membentuk larutan jenuh.
Titik didih : Antar 55.5% Dan 57%
Kegunaan : Sebagai sampel

8. Etanol FI III Hal: 65


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alcohol
RM/BM : C₂H₆O/46,07 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, mudah


bergerak, bau khas rasa panas, mudah terbakar, dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P. dan
dalam eter P.
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari
cahaya; ditempat sejuk jauh dari nyala api

9. Eter (FI III, 1979)


Nama Resmi : DIETIL ETER
Nama Lain : Eter P
RM/BM : (C₂H₅)₂O/74,12 g/mol

108
Pemerian : Larutan tidak berwarna, mudah menguap, sangat
mudah terbakar
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air, larut dalam etanol 95% dan
kloroform p
Penyimpanan : Dalam wadah kering, tertutup rapat
Khasiat : Anastesi umum

10. FeCl₃ (Dirjen POM edisi III 1979:659)


Nama resmi : FERII CHLORIDUM
Nama lain : Besi (III) klorida
BM/RM : 162,2/FeCl₃
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas
warna jingga dari garam nitrat yang telah terpengaruhi
oleh kelembaban.
Kelarutan : Larut dalam air, larutan beropalesensi berwarna jingga.
Kegunaan : Pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

11. HCl Dirjen POM, 1979 55)


Nama resmi : ACIDUM HIDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
Rumus molekul : HCI
Berat molekul : 36,46
Rumus Streuktur :

Pemerian : Larutan tidak berwarna, berasap, bau merangsang.


Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi protein

12. Klorofom FI III,1979 (8:151)


Nama resmi : CHOLOROFORNUM

109
Nama lain : Kloroform
RM/BM : CHCl₃/119,38
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan, mudah menguap, tidak berwarna; bau khas;


rasa manis dan membakar
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air mudah larut
dalam etanol mutlak P, dalam minyak atsiri dan dalam
minyak, lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, bersumbat kaca, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : Eluen

13. Methanol ( Ditjen POM edisi III 1979 : 706)


Nama Resmi : METANOL
Nama lain : Metanol
RM/BM : CH₃OH/34,00
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, gliserin, bau khas


Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih
tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Sebagai pelarut

II.3 Uraian Ekstrak


1. Jambu Biji (Suwejito. 2008)
Sub divisi : Angiospermae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Myrtales

110
Family : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.

2. Papaya (Putra, 2019)


Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobiorta
Sub divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnolliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Dileniidae
Ordo : Violales
Family : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.

111
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat
1. Batang pengaduk
2. Lampu UV
3. Penangas air
4. Pipet tetes
5. Tabung reaksi
6. Rak tabung
III.1.2 Bahan
1. Aseton
2. Aquadest
3. Asam borat
4. Asam oksalat
5. Asam asetat anhidrat
6. Asam sulfat pekat
7. Eter
8. Ekstrak
9. FeCl₃
10. Metanol
11. HCl 2 N
12. Kloroform
13. Pereaksi dragendrof
14. Pereaksi mayer
III.2 Prosedur Kerja
1. Alkaloid
Isolat dilarutkan sebanyak 2 ml diuapkan di atas cawan porselin
hingga didapat residu. kemudian dilarutkan dengan 5 ml HCl 2 N. larutan
yang didapat kemudian dibagi ke dalam 3 tabung reaksi tabung pertama

112
ditambahkan dengan HCl 2 N yang berfungsi sebagai blanko. tabung
kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff sebanyak 3 tetes dan tabung
ketiga ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. terbentuknya
endapan jingga pada tabung kedua dan endapan putih hingga kekuningan
pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid.
2. Polifenol dan Tanin
Larutan isolat sebanyak 1 ml direaksikan dengan larutan besi (III)
klorida 10%. jika terjadi warna biru tua, biru kehitaman atau hitam
kehijauan menunjukkan adanya senyawa polifenol dan tanin.
3. Flavonoid
Larutan isolator sebanyak 1 ml diuapkan hingga kering sisanya
dibasahkan dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat
P dan serbuk halus asam oksalat B dipanaskan hati-hati di atas penangas
air dan dihindari pemanasan berlebihan, sisa yang diperoleh dicampur
dengan 10 ml eter P diamati dengan sinar UV 366 nm; larutan
berfluoresensi kuning intensif menunjukkan adanya flavonoid.
4. Triterpen dan Steroid
Isolat dilarutkan dalam 0,5 ml kloroform, lalu ditambahkan
dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat. selanjutnya campuran ini di tetesi
dengan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung tersebut. bila
terbentuk warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol, jika hasil
yang diperoleh berupa cincin kecoklatan atau violet pada pembatas dua
pelarut menunjukkan adanya triterpenoid.
5. Glikosida
Isolat dilarutkan dalam pelarut etanol 90% diuapkan di atas tangas
air dilarutkan sisanya dalam 5 ml asam asetat anhidrat P, dan
ditambahkan 10 tetes asam sulfat P. warna biru atau hijau yang terbentuk
menunjukkan adanya glikosida

113
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Tabel Hasil Pengamatan


No Uji Pereaksi Hasil Gambar
1 Alkaloid 1. Pereaksi (+)
Dragendorff Terdapat
endapan
coklat hingga
kuning

(a) (b)
Ket :
a = larutan blanko
b = ekstrak + pereaksi
dragendroff

2. Pereaksi (+)
Mayer Terdapat
endapan
berwarna
putih
(a) (b)
Ket :
a = larutan blanko
b = ekstrak + pereaksi
mayer

114
2 Polifenol FeCl₃ 10% (+)
dan Tanin Warna hitam
kehijauan

3 Flavanoid Aseton p + (-)


asam borat + Terbentuk
asam oksalat + warna hijau,
10 ml eter seharusnya
menghasilkan
warna jingga

4 Triterpene 0,5 ml (+)


dan kloroform + Terbentuk
Streroid 0,5 ml asam warna hijau
asetat anhidrat agak biru
+ 2 ml H₂SO₄

5 Glikosida Etanol 90% + (+)


5 ml asam Terbentuk
asetat anhidrat warna hijau
+ 10 tetes
H₂SO₄

IV.2 Perhitungan

115
Volume larutan HCl 2 M yang diperlukan untuk membuat 100 ml
larutan HCl 0,5 M adalah sebanyak 25 ml
Jawab
Dik :
N₁ = 2 M
N₂ = 0,5 M
V₂ = 100 ml
Dit : V₁ = ………?
Penyelesaian :
V₁ - N₁ = V₂ - N₂
2 2
V xN
V₁=
N₁
100 ml x 0,5 M
V₁= = 25 ml
2M
IV.3 Pembahasan
Pada percobaan kali ini, dilakukan percobaan identifikasi kandungan
senyawa kimia terhadap ekstrak daun jambu biji (Psidium folium) dan daun
pepaya (Carica folium). Dimana jambu biji memiliki kandungan flavonoid
yang sangat tinggi. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai anti bakteri,
kandungan pada daun jambu biji lainnya seperti saponin, minyak atsiriko
matanin, anti mutagenik, flavonoid dan alkaloid. Terkait hal tersebut, maka
secara empiris daun jambu biji dapat membantu melindungi jantung dari
kerusakan akibat radikal bebas titik Selain itu, ekstrak daun jambu biji dapat
menurunkan tekanan darah, penurunan kolesterol LDL dan peningkatan
kolesterol HDL (Inriani, 2006).
Kemudian sampai yang kedua yang digunakan yakni Carica folium.
Di mana tanaman Ini mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder
diantaranya flavonoid dan alkaloid (Melsyayati, dkk, 2017). Indikasi daun
pepaya untuk penurunan panas, mengurangi nyeri saat menstruasi dan
menghilangkan rasa sakit, mengurangi dismonera kok masih bagi energi

116
kinetik dan dapat menghambat prostaglandin sehingga mengurangi dismonera
(Praditya dan Rezky, 2019)
Menurut (Suwejito, 2008), klasifikasi tanaman jambu biji sebagai
berikut :
Sub divisi : Angiospermae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.

Klasifikasi ilmiah dari tanaman papaya menurut (Putra, 2019) adalah


sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobiorta
Sub divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnolliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Dileniidae
Ordo : Violales
Family : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.

Screening fitokimia merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan


untuk mengidentifikasi kandungan metabolisme sekunder Suatu bahan alam
titik skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan yang dapat
memberikan gambaran mengenai kandungan senyawa tertentu dalam bahan
yang akan diteliti titik skrining fitokimia dapat dilakukan secara kualitatif
semi kualitatif maupun kuantitatif sesuai dengan tujuan yang diinginkan titik

117
metode skrining fitokimia secara kuantitatif dapat dilakukan melalui reaksi
warna dengan menggunakan suatu pereaksi tertentu. Hal penting yang
mempengaruhi dalam proses cleaning fitokimia adalah pemilihan pelarut dan
metode ekstraksi. Dan larutan tidak sesuai kemungkinan senyawa aktif yang
diinginkan tidak dapat tertarik secara baik dan sempurna (Kristianti et al,
2018)
Pada praktikum kali ini, dilakukan skrining senyawa kimia dari
beberapa senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun jambu
biji dan daun papaya. Adapun sinyawa metabolit sekunder yang diidentifikasi
dengan menggunakan ekstrak daun jambu biji yakni alkaloid, polifenol dan
tanin, dan glikosida. Sedangkan untuk ekstrak daun pepaya sinyawa metabolit
sekunder yang diidentifikasi yakni flavonoid, triterpene dan steroid.
Pada praktikum, penguji identifikasi yang pertama yakni identifikasi
kandungan alkaloid pada ekstrak daun jambu biji (Psidium folium). Alkaloid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki atom nitrogen
terbanyak. Alkaliod bersifat basa, sehingga dapat mengganti basa mineral
dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan (Reni, 2021).
Uji alkaloid dilakukan menggunakan dua pereaksi, yaitu pereaksi
Mayer dan pereaksi Dragendorff. Prinsipnya yaitu reaksi pengendapan
dikarenakan penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan
elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi.
Dari Hasil pengujian diperoleh hasil positif pada pereaksi Dragendroff
dengan menghasilkan endapan berwarna kuning hingga kecoklatan dan
terdapatnya endapan putih dengan pereaksi Mayer. Hal ini telah sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Butet 2021) bahwa mendapatkan
hasil positif alkaloid pada daun jambu biji dikatakan bahwa pada ujian koloid
terjadi endapan, karena prinsip dari uji alkaloid yakni reaksi pengendapan
yang terjadi karena adanya ligan. Atom nitrogen yang memiliki pasangan
elektron bebas pada koloid dapat mengganti ion-iodida dalam pereaksi
dengan pereaksi Mayer (Butet, 2021)

118
Selanjutnya, uji alkaloid dengan pereaksi Mayer terbentuk endapan
berwarna putih. Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan
terbentuknya endapan putih (Svehla, 1990). Berdasarkan referensi tersebut
sampel uji negatif mengandung alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi
Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam
K⁺ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kaliumalkaloid
yang mengendap. Reaksi yang terjadi pada uji alkaloid dengan pereaksi
Mayer:

Uji alkaloid dilakukan


menggunakan dua
pereaksi, yaitu
pereaksi Mayer dan
pereaksi Wagner.
Prinsipnya yaitu reaksi
oengendapan dikarenakan
penggantian ligan. Atom
nitrogen yang

119
mempunyai pasangan
elektron bebas pada
alkaloid dapat
mengganti ion iodo
dalam pereaksi
Uji alkaloid dilakukan
menggunakan dua
pereaksi, yaitu
pereaksi Mayer dan
pereaksi Wagner.
Prinsipnya yaitu reaksi
oengendapan dikarenakan
penggantian ligan. Atom
nitrogen yang

120
mempunyai pasangan
elektron bebas pada
alkaloid dapat
mengganti ion iodo
dalam pereaksi
Uji alkaloid dilakukan
menggunakan dua
pereaksi, yaitu
pereaksi Mayer dan
pereaksi Wagner.
Prinsipnya yaitu reaksi
oengendapan dikarenakan
penggantian ligan. Atom
nitrogen yang

121
mempunyai pasangan
elektron bebas pada
alkaloid dapat
mengganti ion iodo
dalam pereaksi

Gambar 1 : Reaksi uji alkaloid dengan pereaksi Mayer


Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu
ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri.
Selanjutnya ion Bi3⁺ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida
membentuk endapan hitam Bismut (III) iodida yang kemudian melarut dalam
kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990).
Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K⁺ yang merupakan ion logam.
Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan pada Gambar 3 (Miroslav, 1971).

Gambar 2 : Reaksi uji Dragendroff


Identifikasi kandungan senyawa yang kedua adalah identifikasi
kandungan senyawa polifenol dan tannin. Di mana ketika ekstrak direaksikan
dengan FeCl₃ 10% terjadi perubahan warna hitam kehijauan, sehingga
menunjukkan positif polifenol dan tannin. Hasil percobaan yang dilakukan

122
sesuai dengan literatur, di mana uji kandungan tanin menunjukkan bahwa
ekstrak daun kering jambu biji (Psidium guajava) positif mengandung
senyawa tanin, yang ditandai keberadaan tanin dengan terbentuknya warna
hijau kecoklatan atau hijau kehitaman. Perubahan warna terjadi karena
senyawa polifenol dan tanin yang terkandung dalam larutan ekstrak bereaksi
dengan larutan FeCl₃, hal ini terjadi karena gugus OH pada polifenol dan
tanin yang bereaksi dengan penambahan larutan Feri klorida (Wiganti, 2018).

Identifikasi kandungan senyawa selanjutnya yakni identifikasi


kandungan flavonoid pada ekstrak daun pepaya (Carica folium). Flavonoid
yang memiliki gugus hidroksil berkedudukan Orto akan memberikan fluensi
kuning intensif pada UV-366 jika bereaksi dengan asam borat. Flavonoid
mempunyai tipe yang beragam dan terdapat dalam bentuk bebas atau aglikon
maupun terikat sebagai glikosida (Harbone, 1987).
Pada pengujian yang dilakukan, didapatkan hasil yang negatif dimana
larutan ekstrak berwarna hijau bukan berwarna jingga. Hal ini tidak sesuai
dengan teori di mana daun pepaya positif mengandung senyawa flavonoid
(Ninda, 2019). Adapun faktor kesalahan dari percobaan ini yakni pelarut yang
digunakan tidak sesuai, karena seharusnya pelarut yang digunakan adalah
metanol. Pemilihan melarut yang sesuai merupakan faktor penting dalam
proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harusnya adalah pelarut yang dapat
menyari sebagian besar metabolit sekunder yang diinginkan simplisia
(Depkes RI, 2008). Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal
sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar-non polar. Metanol

123
dapat menarik senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, saponin dari tanaman
(Thompson, 1985).
Pada pengujian yang dilakukan, didapatkan hasil positif triterpen dan
steroid, dimana ditandai dengan terbentuknya warna hijau agak biru. Hal ini
sesuai dengan teori (Soamole et al, 2018) di mana pada ekstrak daun pepaya
positif mengandung steroid dan triterpen. Analisis senyawa didasarkan pada
kemampuan senyawa tersebut membentuk warna dengan H₂SO₄ dalam
pelarut asam asetat anhidrat (Ciulei, 2018). Menurut Harbone, 2008 bahwa
kandungan terpenoid dalam tumbuhan uji dengan menggunakan metode
Lierbermann-Bucchard yang nantinya akan memberikan warna violet untuk
steroid dan warna biru pada triterpen. Perubahan warna terjadi karena
penambahan H₂SO₄ pada dinding tabung reaksi dan mengakibatkan reaksi
antara anhidrat asetat dengan asam sehingga atom C pada anhidrat
membentuk karbokation. Karbokation yang terbentuk bereaksi dengan atom
C pada gugus OH yang ada pada senyawa terpenoid. Reaksi ini merupakan
reaksi esterifikasi yaitu terbentuk senyawa Ester oleh terpenoid dengan asam
asetat.

Gambar 5 : Reaksi antara pereaksi Liebermann-Buchard dengan steroid


Identifikasi kandungan senyawa yang terakhir adalah identifikasi
kandungan senyawa glikosida pada ekstrak daun jambu biji (Psidium folium).
Di mana ekstrak dilarutkan dengan etanol 90%, kemudian diuapkan di atas
benang air. Hal ini dilakukan karena jembatan Oksigen yang menghubungkan
glicon-aglikon sangat mudah terurai oleh pengaruh asam basa, enzim air dan
panas (Harbone, 1987). Kemudian ekstrak akan dilarutkan sisanya dalam 5
ml asam asetat anhidrat dan ditambahkan 10 tetes H₂SO₄. Hasil yang

124
diperoleh menunjukkan positif glikosida pada ekstrak yang ditandai dengan
terbentuknya warna hijau pada ekstrak. Hal ini sesuai dengan teori di mana
tanaman jambu biji positif mengandung flavonoid, alkaloid, glikosida.
Perubahan warna hijau disebabkan karena adanya gugus kromofor yang
disebabkan oleh absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik
pada ekstrak. Senyawa organik dengan konjugasi yang ekstensif menyerap
panjang gelombang tertentu karena transisi elektron sehingga warna diserap
bukan warna yang tampak melainkan warna komplementernya (Miroslav,
1971).

125
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil pengamatan di praktikum ini adalah :
1. Skrining senyawa kimia merupakan tahapan awal dalam mengidentifikasi
kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan karena tahap ini dapat di
tentukan dengan golongan senyawa kimia yang yang di andung.
2. Pengujian yang dilakukan yaitu uji alkaloid, folifenol dan tanin, triterpen,
steroid dan glikosida. Dimana sampel yang di gunakan adalah daun pepaya
(Carica papaya L.) dan daun jambu buji (Psidium guajava L.)
3. Dan hasil yang didapatkan Psidium folium positif (+) mengandung alkaloid,
polifenol dan tannin serta glikosida dan Cacica folium positif (+)
mengandung senyawa triterpen dan steroid, serta negatif (-) flavanoid.
V.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini sebaiknya lebih memperhatikan
sampel serta bahan – bahan ataupun pelarut yang di gunakan pada praktikum
fitokimia II.

126
DAFTAR PUSTAKA

Agung, N., 2017. Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam. Lambung Mangkurat Univ.
Press. Banjarmasin.
Butet Sinaga 2021. Pengaruh metode pengeringan terhadap kualitas simplisia
daun jambu biji merah (Psidium guajava L). Jurnal jamu kusuma P-
ISSN :2798-0332 vol 1 (2). Stkes RS Anwar medica sidoarjo
Ciulei, J. 2018. Methodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Bucharest:
Faculty of Pharmacy. Pp. 11-26.
Djamal, R. (2008). Prinsip-prinsip dasar kerja dalam kimia bahan alam : FMIPA
Universitas Andalas.
Dewoto, H. R., 2007, Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Fitofarmaka.
Majalah Kedokteran Indonesia, 57(7), 205-211.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Farmakope Herbal Indonesia,
113-115. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Ditjen POM. 1979. "Farmakope Indonesia edisi III". Depkes RI:Jakarta
Duke, JA., 1983. Handbook of Energy Crops. Bucharest: Faculty of Pharmacy.
Pp. 100-109.
Harborne, J.B.1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modem Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.
Harmida, dkk. 2011. Studi Etnofitomedika di Desa Lawang Agung Kecamatan
Mulak Ulu Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Jurusan Biologi FMIPA,
Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains, 14 (1)
Indriani, S.. 2006. Aktivitas Antioksidan Daun Jambu Biji. Jurnal Fitofarmaka
vol.1 (2).ITB ; Bandung.
Katno & Pramono, S., 2008. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat
Tradisional. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Kristianti .A.N et al, 2018. Buku ajar fitokimia. Uncir press: Surabaya
Melsyayati A, Imanuel k. L, et. al 2017 potensiekstrak daun pepaya (Carica
pepaya) Plasmudium falcifarum. Jurnal fakultas kedokteran dan kimia vol
1(3)
Miroslav, V., 1971, Detection and Identification of Organic Compound, Planum
Publishing Corporation dan SNTC Publishers of Technical Literatur, New
York

127
Miroslav, v. 1972. Detection and identification of organic compound. New York:
planum publishing corporation and SNTC Publisher of Technical Literatur
Ninda, Kirana dkk, 2019. Isolasi identifikasi dan uji aktifitas antibakteri alkaloid
pada daun pepaya (Carica pepaya). Jurnal MIPA vol 42 (1)
Praditya dan Rezky, 2019. Identifikasi dan uji aktifitas dari analgetik, antipiretik
pada daun pepaya (Carica pepaya). Jurnal fitofarmaka vol 1, (4) :489-494
Putra, 2019 scrining fitokimia senyawa metabolit sekunder dari ekstrak etanol dan
pepaya (Carica pepaya) dengan metode uji warna. Jurnal media farmasi
vol xll (2). Stkes Nani hisenuddin: Makassar
Reni Aisyah simbolon 2021. Uji kandungan sayur metabolit sekunder ekstrak
daun jambu biji (Psidium guajava L. Ver purnifer) dari kota langsa, aceh.
Jurnal kimia sains dan terpen vol 3 (1). Universitas Scince Aceh
Rika Hardani, 2019. "Potensi Pemberian Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium
guajava L) sebagai Pengawet Alami Ikan Kembung (Rastrelliger sp)"
Jurnal Fitofarmaka vol 7 (2). Universitas Medan Area.
Salim, Z., & Pranata, N. (2017). Maritime Logistics Sector In Asean: Exploring
Opportunities And Addressing Key Challenges. Asean Briefs.
Saifudin A, Viesa R, Hilwan YT. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha
Ilmu. Jakarta
Soamole, F., Abdullatif, Z. & Abdullah, H. (2018). Pengaruh Pertumbuhan Gulma
Krokot, Portulaca Oleracea, terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Bawang Merah Allium ascalonicum “Topo.” Scri. Biol. 5(1): 41.
Suwejito 2008. Budi Daya Jambu Merah. Yogyakarta: Kanisius.
Svehla, G., (1990). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. PT. Klaman Media Pusaka, Jakarta
Thompson E.B., 1985. Drug Bioscreening, Graceway Publishing Company. Inc.
America, 40, 118
Wigati, E. I., Pratiwi, E., Nissa, T. F., & Utami, N. F. (2018). Uji Karakteristik
Fitokimia dan Aktifitas Antioksidan Biji Kopi Robusta ( Coffea canephora
Pierre) dari Bogor, Bandung, dan Garut dengan Metode DPPH (1, 1-
diphenyl-2-picrylhydrazyl). Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi. 8 (1) :
59-66.

128
LAMPIRAN PRAKTIKUM
1. Uji alkaloid
No Perlakuan Gambar Perlakuan
1 Ekstrak dilarutkan sebanyak 2 ml
dan diuapkan di atas cawan
porselin hingga didapat residu.

2 Residu kemudian dilarutkan dengan


5 ml HCl 2 N.

3 Larutan yang didapat kemudian


dibagi ke dalam 3 tabung reaksi.
Tebung pertama ditambahkan HCl
2 N, yang berfungsi sebagai blanko,
tabung kedua ditambahkan pereaksi
Dragendroff 3 tetes dan tabung
ketiga ditambahkan pereaksi Mayer
3 tetes.

129
4 Positif alkaloid yang ditandai
dengan terbentuk endapan coklat
muda hingga kuning pada pereaksi
Dragendroff dan terbentuk endapan
berwarna putih pada pereaksi
Mayer.

2. Uji polifenol dan tannin


No Perlakuan Gambar Perlakuan
1 Ekstrak di masukkan kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan 1
ml methanol.

2 Kemudian ekstrak direaksikan


dengan larutan FeCl₃ 10%.

3 Didapatkan hasil positif polifenol


dan tannin yang ditandai dengan
terbentuknya warna hitam
kehijauan.

3. Uji Flavanoid
No Perlakuan Gambar Perlakuan

130
1 Larutan ekstrak sebanyak 1 ml di
uapkan hingga kering.

2 Sisanya dibasahkan dengan


aseton P dan ditambahkan sedikit
serbuk halus asam borat P dan
serbuk halus asam oksalat P.

3 Dipanaskan dengan hati-hati


dipenangas air dan hindari
pemanasan berlebihan.

4 Sisa yang diperoleh dicampur


dengan 10 ml eter P.

5 Diamati dengan sinar UV 366


nm.

131
6 Hasil yang didapatkan negative
flavonoid dengan terbentuknya
warna hijau, yang seharusnya
kuning intensif.

4. Uji Triterpen dan Steroid


No Perlakuan Gambar Perlakuan
1 Ekstrak dilarutkan dalam 0,5 ml
kloroform dan

2 Ditambah dengan 0,5 ml asam


asetat anhidrat.

3 Campuran ditetesi dengan 2 ml


H₂SO₄ melalui dinding tabung
tersebut.

132
4 Didapatkan positif sterol dengan
terbentuknya warna hijau agak
biru dan posotof triterpene
dengan terbentuknya cincin
violet pada perbatasan dua
pelarut

5. Uji glikosida
No Perlakuan Gambar Perlakuan
1 Ekstrak dilarutkan dalam pelarut
etanol 90%.

2 Ekstrak diuapkan di atas


penangas air.

3 Sisanya dilarutkan dalam 5 ml


asam asetat anhidrat P dan
ditambahkan H₂SO₄ 10 tetes.

133
4 Didapatkan hasil positif
glikosida dengan terbentuknya
warna hijau.

LAMPIRAN JURNAL

1. Uji Alkaloid

134
135
136
2. Uji Polifenol dan Tanin

137
138
3. Uji Flavanoid

139
140
4. Triterpen dan Steroid

141
5.

142
6. Uji Glikosida

143
144

Anda mungkin juga menyukai