Anda di halaman 1dari 15

SAINTIFIKASI dan RASIONALISASI

OBAT TRADISIONAL

Penyusun : Dede Maulana Sidik

3-D farmasi

31116158

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2018

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Melihat pemanfaatan obat tradisional yang telah dilakukan masyarakat sejak


zaman dahulu, secara empiris terbukti bahwa obat tradisiional relatif aman
dikonsumsi manusia. Eskipun demikian, pembuktian ilmiah tetap diperlukan.
Salah satu kelemahan obat tradisional Indonesia adalah kurangnya penelitian
ilmiah yang menjelaskan cara kerja obat tersebut dalam tubbuh manusia.
Penelitian yang sudah banyak dilakukakan hanya mengkaji tanaman obat secara
individual. Penelitian itupun masih terbatas pada beberapa aspek dan tidak
mengupas secara tuntas tentang satu tanaman obat.
Pernanan obat tradisional di Indonesia sangat besar dalam pelayanan
kesehatan masyarkat di Indonesia dan sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Karena memang Negara kita kaya akan tanaman obat-obatan. Namun, sayang
kekayaan alam tersebut tampaknya masih belum dimanfaatkan secara optimal
untuk kesehatan. Padahal saat ini biaya pengobatan modern cukup mahal
ditambah lagi dengan krisis ekonomi yang melanda bangsa ini belum
sepenunya berakhir.
Untuk dapat ikut meningkatkan pelayanan dan meningkatkan pemerintah dan
masyarakat. Selama ini industri obat-obat tradisional bertahan tanpa dukungan
yang memadai dari pemerintah maupun industri farmasi. Sementara itu tantangan
dari dalam negeri sendiri adalah sikap dari dun ia medis yang belum sepenuhnya
menerima obat tradisional. Banyaknya simplisia penyusun obat tradisional
memang menyulitkan proses pengujian berbagai aspek obat tradisional tersebut
pada manusia. Karena itu, produsen obat tradisional harus dibina agar meracik
obat tradisional secara rasional. Salah satu nya, membatasi jumlah simplisia
penyusun obat tradisional. Selain untuk memudahkan penelitian penunjang hal itu
dilakukan untuk mengurangi efek samping yang mungkin muncul. Terlebih lagi
jika obat tradisional tersebut akan dikembangkan menjadi fitofarmaka, sehingga
penelitian penunjang mutlak diperlukan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Saintifikasi dan Rasionalisasi Obat Tradisional

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang Saintifikasi dan Rasionalisasi Obat
Tradisional.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggunaan Obat Herbal


Obat herbal merupakan bagian dari obat tradisional, akan tetapi penggunaan
bahan lebih didominasi tanaman berkhasiat. Semua bagian tanaman dapat
digunakan sebagai obat, tergantung pada kandungan khasiatnya dan kebutuhan.
Di Indonesia Badan Pengawas Obat dan Makanan bertanggung jawab terhadap
peredaran obat tradisional di masyarakat. Saat ini obat tradisional yang beredar
dibedakan menjadi tiga, antara lain
1. Jamu ( Empirical Based Herbal Medicine )
Jamu merupakan obat yang diolah secara tradisional, baik dalam bentuk
serbuk, seduhan, pil, maupun cairan yang berisi seluruh bagian tanaman, higienis
atau bebas cemaran, serta digunakan secara tradisional.
Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup
dibuat dengan berdasarkan pengalaman atau secara empiris yaitu resep tanaman
obat yang memiliki manfaat didapat turun temurun dari nenek moyang. Contoh
produk jamu adalah Lancar Asi, Batugin.
Dalam kemasan jamu produsen farmasi memberikan label atau logo standar
lingkaran hijau dengan gambar rangkaian daun didalamnya.
2. Obat Herbal Terstandar ( Scientific Based Herbal Medicine )
Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih
kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung
dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak.
Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik (uji pada hewan)
dengan mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan
ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji
toksisitas akut maupun kronis. Contoh produk obat herbal terstandar adalah
Diapet, Tolak Angin Cair

4
Logo standar Obat Herbal Terstandar berupa lingkaran hijau dengan gambar
ekstrak kristal didalamnya.
3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang
dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria
memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang
kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat uji memenuhi syarat. Contoh produk
fitofarmaka adalah Stimuno, Hepagard, Tensigard.
Logo standar untuk Fitofarmaka berupa lingkaran berwarna hijau dengan
enam garis melintang didalamnya.
Adanya uji klinis akan lebih meyakinkan profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara
ilmiah.
Bahan alam yang berasal dari tanaman lebih banyak digunakan sebagai obat
karena tersedia dalam jumlah besar. Tanaman obat sering juga disebut sebagai
obat herbal. Indonesia merupakan salah satu dari tujuh negara yang mempunyai
keajaiban keanekaragaman hayati. Maka dari itu penggunaan obat herbal di
Indonesia berkembang semakin pesat.
Penggunaan obat herbal dari pengalaman secara empiris kini telah bergeser
menuju kepada pengembangan fitofarmaka yang dapat digunakan di semua
pelayanan kesehatan secara formal dan legal, sesuai dengan pemenuhan prosedur
ilmiah yang berlaku. Maka sudah menjadi syarat utama jika obat herbal yang
dapat digunakan sebagai fitoterapi harus memenuhi berbagai macam persyaratan
ilmiah.
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah
memenuhi persyaratan yang berlaku (Permenkes, 1992). Penerapan fitofarmaka
sebagai pengobatan disebut fitoterapi.
Dalam sebuah kolom majalah kesehatan, Prof. Dr. Sidik, beliau seorang pakar
fitomedisin Indonesia, mengemukakan bahwa penelitian tanaman obat secara

5
umum bertujuan untuk mengetahui khasiatnya, sehingga dapat mendorong
penelitian penemuan obat baru dan fitofarmaka. Di Indonesia penelitian tanaman
obat terutama bertujuan :
1. Meningkatkan kualitas dan keamanan obat tradisional
2. Meningkatkan mutu simplisia
3. Ekstraksi, isolasi dan identifikasi secara bioaktif dan mengembangkannya
menjadi sediaan obat yang dapat dimanfaatkan menjadi sediaan obat yang
dapat dimanfaatkan dalam sistem kesehatan formal, baik sebagai
fitofarmaka maupun sebagai sumber senyawa murni.
Saat ini banyak negara maju melakukan berbagai macam penelitian ilmiah
dilakukan untuk mengidentifikasi suatu senyawa tanaman, akan tetapi setiap
penelitian harus sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
yang berlaku disetiap negara. Pemerintah Indonesia juga mendorong upaya
penelitian tanaman herbal sehingga dapat mengembangkan dunia kedokteran.
Obat herbal yang telah menjadi Fitofarmaka harus memenuhi persyaratan
fitokimiawi, adanya bukti manfaat klinik (efficacy) obat, keamanan (safety), dan
syarat lain yang telah ditetapkan. (Sidik, 2002).
Fitofarmaka dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses
pembuatannya yang telah distandarisasi serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai
dengan uji klinis pada manusia. (Sukmono, 2009).

6
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Saintifikasi
3.1.1 Definisi
Saintifikasi jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis
pelayanan kesehatan. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
merupakan bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan atau masyarakat.
Pengobatan komplemeter-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang
ditunjukkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat rehabilitatif yang
diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan
efektivitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang
belum diterima dalam kedokteran konvensional.
Ilmu pengetahuan biomedik adalah ilmu yang meliputi anatomi, biokimia,
histologi, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi yang
dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda
pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya untuk menjalankan praktik.
Surat bukti registrasi tenaga kesehatan pengobatan komplementer – alternatif
yang selanjutnya disebut SBR-TPKA adalah bukti tertulis pemberian kewenangan
menjalankan pekerjaan tenaga pengobatan komplementer-alternatif.

7
Surat tugas tenaga pengobatan komplementer-alternatif yang selanjutnya
disebut ST-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga kesehatan
yang telah memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja untuk pelaksanaan
praktik pengobatan komplementer-alternatif.
Surat izin kerja tenaga pengobatan komplementer-alternatif yang selanjutnya
disebut SIK-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga pengobatan
komplementer-alternatif dalam rangka pelaksanaan praktik pengobatan
komplementer-alternatif.

3.1.2 Tujuan
Tujuan pengaturan Saintifikasi Jamu adalah :
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence bosed) penggunaan jamu secara
empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif,
rehabilitative dan palitatif melalui penggunaan jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat yang nyata
yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan
sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

3.1.3 Ruang Lingkup


Sainitifikasi jamu diutamakn untuk upaya preventif, promotif, rehabilitative,
paliatif, sedangkan upaya kuratif dilakukan atas permintaan tertulis pasien.
Persyaratan bahan jamu
 Aman berdasarkan uji toksisitas
 Berkhasiat berdasarkan data empiris yang dibuktikan dengan uji manfaat
praklinik
 Berkualitas sesuai dengan pedoman yang berlaku secara nasional

8
3.1.4 Fasilitas pelayanan
Sanitifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fasilitas pelayanan
kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan
oleh pemerintah atau swasta. Fasilitas ini, meliputi :
Klinik saintifikasi jamu Hortus medicus dibalai besar penelitian dan
pengembangan tanaman obat dan obat tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu
klinik jamu, dapat merupakan praktek dokter atau dokter gigi baik perorangan
maupun berkelompok Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan
Tradisional (SP3T). Balai Kesehatan Tradisional masyarakat (BKTM) / Loka
Kesehatan Tradisional masyarakat (LKTM) Rumah sakit yang ditetapkan.
Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan nomor 003/Menkes/per/1/2010
tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan, klinik
saintifikasi jamu Hortus Medikus di B2P2TO2T tawangmangu termasuk dalam
klinik jamu tipe A. klinik jamu harus memiliki izin dari kepala dinas kesehatan
kabupaten kota setempat. Izin tersebut diberikan selama 5 tahun dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
Klinik jamu harus memiliki kerja sama rujukan pasien dengan rumah sakit.
Untuk rujukan pelayanan jamu dilakukan di rumah sakit yang memberikan
pelayanan dan penelitian komplementer-alternatif, sedangkan untuk rujukan
pengobatan pasien dilakukan di rumah sakit pada umumnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan berlaku.
3.1.5 Ketenagaan
Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainya yang memberikan layanan
tamu pada fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki :

Dokter : STR : surat izin praktik

apoteker : STRA

Tenaga pengobat komplementer-alternatif :

SBR, TPKA, ST-TPKA/SIK-TPKA

9
Tenaga kesehatan lainya: surat izin /registrasi,surat izin kerja/surat izin praktik

Tenaga pengobatan tradisional : surat terdaftar/surat izin sebagai tenaga pengobat


tradisional.

3.1.6 Pembinaan dan Pengawasan


Pembinaan dan pengawasan saintifikasi jamu dilakukan oleh meteri, kepala
dina kesehatan provinsi/kabupaten/kota yang dalam pelaksanaannya membentuk
komisi nasional/daerah saintifikasi jamu.
Keanggotaan komisi nasional/daerah saintifikasi jamu terdiri dari pakar atau
ahli yang berasal dari institusi yang berkaitan dengan jamu, organisasi profesi,
produsen jamu dan masyarakat.

3.2 Rasionalisasi
Penggunaan obat herbal dalam dunia kedokteran semakin terlihat nyata,
produsen dan peneliti kefarmasian semakin bersemangat untuk menemukan
khasiat dan zat murni obat baru yang berasal dari herbal. Sediaan obat herbal pun
dibuat semakin exclusive dan menarik, sehingga layak jika digunakan sebagai
terapi modern yang tepat sasaran.
Masyarakat dan medis mulai melirik kebaradaan obat herbal karena adanya
kepercayaan obat herbal lebih aman karena telah terbukti kemanannya selama
bertahun-tahun. Selain itu juga disebabkan karena adanya keputusasaan terhadap
penggunaan obat modern yang tidak didapatkan efek yang diinginkan, bahkan
tidak jarang menimbulkan permasalahan yang baru.
Penelitian obat herbal mempunyai peran yang sangat besar untuk menentukan
ketepatan penggunaan suatu sediaan. Hasil uji penelitian merupakan bukti ilmiah
yang dapat digunakan sebagai dasar terapi. Meskipun demikian sebelum
memberikan terapi herbal sebaiknya dokter meresepkan dengan beberapa
pertimbangan.
Berdasarkan fungsinya tujuan terapi herbal dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Terapi Komplementer
Terapi komplementer merupakan terapi herbal yang digunakan sebagai terapi
penyerta yang mendukung terapi primer, tanpa mengubah fungsi obat kimia

10
sebagai terapi utama pasien. Biasanya digunakan untuk terapi yang membutuhkan
tambahan obat untuk tercapai hasil yang diharapkan.
2. Terapi Alternatif
Terapi alternatif merupakan terapi herbal yang digunakan sebagai pengganti
terapi primer. Biasanya sering digunakan untuk mengatasi gangguan penyakit
kronis.
Pada akhirnya dari berbagai macam pengalaman dan penelitian dapat difahami
bahwa obat herbal secara signifikan semakin memberikan manfaat dalam dunia
pengobatan. Obat herbal tidak lagi dianggap sebelah mata sebagai obat kuno,
tetapi mampu disejajarkan dengan obat modern. Perlu dukungan dari berbagai
pihak agar terapi herbal dapat dikembangkan sebagai warisan kekayaan Indonesia.

Contoh Rasionalisasi Jamu


a. Jamu pegal Linu
Rasionalisasi menurut pedoman rasionalisasi komposisi obat tradisional ditjen
BPOM 1993
Indikasi : - Mengurangi rasa nyeri
- Penyegar badan
- Penenang/pelelap tidur
Komposisi dan kegunaan
Ekstrak :
1. Languatis Rhizoma 40 mg
Kegunaan : batuk, bronkritis, demam, kolera, diare, mual, mulas,
napas/mulut bau, nifas, radang tenggorokan, rematik, sakit kepala.
2. Zingiberis Aromaticae 40 mg
Kegunaan : Asi, batuk, membangkitkan nafsu makan, mulas, perut
kembung, serbat, mencegah kelesuan.
3. Retrofacti fructus 40 mg
4. Kegunaan : demam, tonik, sakit kuning, mencegah kelesuan, pegel
linu.
5. Curcumae Rhizoma

11
Kegunaan : cacar air, demam, kolesterol tinggi, batu empedu,
batu ginjal, nyeri haid, nyeri sendi, sembelit, pegel linu.

b. Jamu galian singset


Indikasi : untuk mengurangi obesitas, mengencangkan merampingkan dan
menyegarkan badan.

Komposisi dan kegunaan

1. Guazumae folium
Kegunaan : diaforetik, tonik, dan astringen, daun berkhasiat sebagai
obat pelangsing tubuh.
2. Curcumae Rhizoma
Kegunaan : berkhasiat untuk memperlancar air susu ibu, penyegar
badan, pelega perut, dan obat kejang.
3. Phylanti herba
Kegunaan : diuretik, ekspektoran, emenagog.
4. Melaleucae fructus
5. Kegunaan : buah dan daun berkhasiat sebagai obat masuk angin dan
untuk penghangat badan.

Dalam upaya pembinaan industri obat tradisional, pemerintah melalui direktur


jendral pengawasan obat dan makanan depatemen kesehatan yang kemudian
berubah menjadi badan pemeriksaan obat dan makanan (Badan BPOM) telah
memberikan petunjuk pembuatan obat tradisisonal dengan komposisi rasional
melalui pedoman rasionalisasi komposisi obat tradisional dan petunjuk
formularium obat tradisisonal. Petunjuk itu terkait dengan masih banyaknya obat
tradisional yang tidak rasional ditinjau dari jumlah bahan penyusunnya.
Umumnya sejumlah simplisia penyususn tersebut merupakan beberapa simplisia
yang mempunyai khasiat sama. Karena itu, perlu diketahui racikan simplisi yang
rasional agar ramuan yang diperoleh mempunyai khasiat sesuai dengan maksud
pembuatan jamu tersebut.

12
Komposisi obat tradisional yang biasa diproduksi oleh industri jamu dalam
bentuk jamu sederhana, umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak
dan bervariasi. Sementara itu obat dalam bentuk herbal terstandar dan fitofarmaka
biasanya tersusun dari simplisia tunggal atau maksimum lima macam bahan
tanaman obat. Pembahasan ini lebih ditekankan pada penyusun obat tradisonal
sederhana atau jamu, mengingat banyak berdar jamu denga komposisi yang tidak
rasional. Misalnya, menggunakan campuran bahan dengan khasiat sejenis pada
satu ramuan dan menggunakansimplisia yang tidak sesuai dengan manfaat yang
diharapkan.

Tujuan pemanfaatan jamu umumnya tercermin dari nama umum jamu. Jamu
yang diproduksi dan didistribuasikan di Indonesia dikenai aturan yang ditetpkan
BPOM. Salah satunya, dalam pengemasannya diberi label yang menjelaskan
tentang obat tersebut, termasuk tentang manfaat atau khasiatnya. Penjelasan
tentang manfaat jamu hanya boleh disampaikan dalam bentuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan yang dialami seseorang, bukan menyembuhkan suatu
diagnosa penyakit. Secara umum, jamu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu yang
bertujuan untuk menjaga kesehatan dan yang dimanfaatkan untuk mengobati
keluhan penyakit.

13
BAB 4

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Saintifikasi obat tradisional adalah pembuktian ilmiah obat tradisional melalui


penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang merupakan bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
Rasionalisasi terhadap obat tradisional sangatlah harus dikedepankan untuk
meningkatkan penggunaan terhadap obat tradisional dikalangan masyarakat luas.
Pemberian wawasan dan meyakinkan masyarakat menjadi kunci untuk
rasionalisasi terhadap obat tradisional. Sebab selama ini efektivitas dari obat
tradisional masih dianggap lemah dan memang lama dalam proses penyembuhan,
dan biaya pembelian obat tradisional juga masih cukup tinggi. Sehingga hal
tersebut menjadikan tingkat rasionalisasi obat tradisional masih tergolong rendah.

14
PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 761 /MENKES/SK/IX/1992 Tentang


Pedoman Fitofarmaka

Sidik. 2002. Fitofarmaka dan Hak atas Intelektual. Jakarta : Amythas Publicita.

Sukmono,R.J. 2009. Mengatasi Aneka Penyakit dengan Terapi Herbal. Jakarta:


Agromedia Pustaka

Kementrian Kesehatan republik Indonesia badan penelitian dan pengembangan


kesehatan balai besar penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat
tradisional. 2018. Saintifikasi Jamu. Diperoleh 30 September 2018. Dari
http://www.b2p2toot.litbang.kemkes.go.id/

15

Anda mungkin juga menyukai