OBAT TRADISIONAL
3-D farmasi
31116158
2018
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
1.2 Rumusan Masalah
Saintifikasi dan Rasionalisasi Obat Tradisional
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang Saintifikasi dan Rasionalisasi Obat
Tradisional.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Logo standar Obat Herbal Terstandar berupa lingkaran hijau dengan gambar
ekstrak kristal didalamnya.
3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang
dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria
memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang
kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat uji memenuhi syarat. Contoh produk
fitofarmaka adalah Stimuno, Hepagard, Tensigard.
Logo standar untuk Fitofarmaka berupa lingkaran berwarna hijau dengan
enam garis melintang didalamnya.
Adanya uji klinis akan lebih meyakinkan profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara
ilmiah.
Bahan alam yang berasal dari tanaman lebih banyak digunakan sebagai obat
karena tersedia dalam jumlah besar. Tanaman obat sering juga disebut sebagai
obat herbal. Indonesia merupakan salah satu dari tujuh negara yang mempunyai
keajaiban keanekaragaman hayati. Maka dari itu penggunaan obat herbal di
Indonesia berkembang semakin pesat.
Penggunaan obat herbal dari pengalaman secara empiris kini telah bergeser
menuju kepada pengembangan fitofarmaka yang dapat digunakan di semua
pelayanan kesehatan secara formal dan legal, sesuai dengan pemenuhan prosedur
ilmiah yang berlaku. Maka sudah menjadi syarat utama jika obat herbal yang
dapat digunakan sebagai fitoterapi harus memenuhi berbagai macam persyaratan
ilmiah.
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah
memenuhi persyaratan yang berlaku (Permenkes, 1992). Penerapan fitofarmaka
sebagai pengobatan disebut fitoterapi.
Dalam sebuah kolom majalah kesehatan, Prof. Dr. Sidik, beliau seorang pakar
fitomedisin Indonesia, mengemukakan bahwa penelitian tanaman obat secara
5
umum bertujuan untuk mengetahui khasiatnya, sehingga dapat mendorong
penelitian penemuan obat baru dan fitofarmaka. Di Indonesia penelitian tanaman
obat terutama bertujuan :
1. Meningkatkan kualitas dan keamanan obat tradisional
2. Meningkatkan mutu simplisia
3. Ekstraksi, isolasi dan identifikasi secara bioaktif dan mengembangkannya
menjadi sediaan obat yang dapat dimanfaatkan menjadi sediaan obat yang
dapat dimanfaatkan dalam sistem kesehatan formal, baik sebagai
fitofarmaka maupun sebagai sumber senyawa murni.
Saat ini banyak negara maju melakukan berbagai macam penelitian ilmiah
dilakukan untuk mengidentifikasi suatu senyawa tanaman, akan tetapi setiap
penelitian harus sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional
yang berlaku disetiap negara. Pemerintah Indonesia juga mendorong upaya
penelitian tanaman herbal sehingga dapat mengembangkan dunia kedokteran.
Obat herbal yang telah menjadi Fitofarmaka harus memenuhi persyaratan
fitokimiawi, adanya bukti manfaat klinik (efficacy) obat, keamanan (safety), dan
syarat lain yang telah ditetapkan. (Sidik, 2002).
Fitofarmaka dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses
pembuatannya yang telah distandarisasi serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai
dengan uji klinis pada manusia. (Sukmono, 2009).
6
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Saintifikasi
3.1.1 Definisi
Saintifikasi jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis
pelayanan kesehatan. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
merupakan bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan atau masyarakat.
Pengobatan komplemeter-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang
ditunjukkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat rehabilitatif yang
diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan
efektivitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang
belum diterima dalam kedokteran konvensional.
Ilmu pengetahuan biomedik adalah ilmu yang meliputi anatomi, biokimia,
histologi, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi yang
dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda
pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya untuk menjalankan praktik.
Surat bukti registrasi tenaga kesehatan pengobatan komplementer – alternatif
yang selanjutnya disebut SBR-TPKA adalah bukti tertulis pemberian kewenangan
menjalankan pekerjaan tenaga pengobatan komplementer-alternatif.
7
Surat tugas tenaga pengobatan komplementer-alternatif yang selanjutnya
disebut ST-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga kesehatan
yang telah memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja untuk pelaksanaan
praktik pengobatan komplementer-alternatif.
Surat izin kerja tenaga pengobatan komplementer-alternatif yang selanjutnya
disebut SIK-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga pengobatan
komplementer-alternatif dalam rangka pelaksanaan praktik pengobatan
komplementer-alternatif.
3.1.2 Tujuan
Tujuan pengaturan Saintifikasi Jamu adalah :
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence bosed) penggunaan jamu secara
empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif,
rehabilitative dan palitatif melalui penggunaan jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat yang nyata
yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan
sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
8
3.1.4 Fasilitas pelayanan
Sanitifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan izin atau
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fasilitas pelayanan
kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi jamu dapat diselenggarakan
oleh pemerintah atau swasta. Fasilitas ini, meliputi :
Klinik saintifikasi jamu Hortus medicus dibalai besar penelitian dan
pengembangan tanaman obat dan obat tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu
klinik jamu, dapat merupakan praktek dokter atau dokter gigi baik perorangan
maupun berkelompok Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan
Tradisional (SP3T). Balai Kesehatan Tradisional masyarakat (BKTM) / Loka
Kesehatan Tradisional masyarakat (LKTM) Rumah sakit yang ditetapkan.
Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan nomor 003/Menkes/per/1/2010
tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan, klinik
saintifikasi jamu Hortus Medikus di B2P2TO2T tawangmangu termasuk dalam
klinik jamu tipe A. klinik jamu harus memiliki izin dari kepala dinas kesehatan
kabupaten kota setempat. Izin tersebut diberikan selama 5 tahun dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
Klinik jamu harus memiliki kerja sama rujukan pasien dengan rumah sakit.
Untuk rujukan pelayanan jamu dilakukan di rumah sakit yang memberikan
pelayanan dan penelitian komplementer-alternatif, sedangkan untuk rujukan
pengobatan pasien dilakukan di rumah sakit pada umumnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan berlaku.
3.1.5 Ketenagaan
Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainya yang memberikan layanan
tamu pada fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki :
apoteker : STRA
9
Tenaga kesehatan lainya: surat izin /registrasi,surat izin kerja/surat izin praktik
3.2 Rasionalisasi
Penggunaan obat herbal dalam dunia kedokteran semakin terlihat nyata,
produsen dan peneliti kefarmasian semakin bersemangat untuk menemukan
khasiat dan zat murni obat baru yang berasal dari herbal. Sediaan obat herbal pun
dibuat semakin exclusive dan menarik, sehingga layak jika digunakan sebagai
terapi modern yang tepat sasaran.
Masyarakat dan medis mulai melirik kebaradaan obat herbal karena adanya
kepercayaan obat herbal lebih aman karena telah terbukti kemanannya selama
bertahun-tahun. Selain itu juga disebabkan karena adanya keputusasaan terhadap
penggunaan obat modern yang tidak didapatkan efek yang diinginkan, bahkan
tidak jarang menimbulkan permasalahan yang baru.
Penelitian obat herbal mempunyai peran yang sangat besar untuk menentukan
ketepatan penggunaan suatu sediaan. Hasil uji penelitian merupakan bukti ilmiah
yang dapat digunakan sebagai dasar terapi. Meskipun demikian sebelum
memberikan terapi herbal sebaiknya dokter meresepkan dengan beberapa
pertimbangan.
Berdasarkan fungsinya tujuan terapi herbal dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Terapi Komplementer
Terapi komplementer merupakan terapi herbal yang digunakan sebagai terapi
penyerta yang mendukung terapi primer, tanpa mengubah fungsi obat kimia
10
sebagai terapi utama pasien. Biasanya digunakan untuk terapi yang membutuhkan
tambahan obat untuk tercapai hasil yang diharapkan.
2. Terapi Alternatif
Terapi alternatif merupakan terapi herbal yang digunakan sebagai pengganti
terapi primer. Biasanya sering digunakan untuk mengatasi gangguan penyakit
kronis.
Pada akhirnya dari berbagai macam pengalaman dan penelitian dapat difahami
bahwa obat herbal secara signifikan semakin memberikan manfaat dalam dunia
pengobatan. Obat herbal tidak lagi dianggap sebelah mata sebagai obat kuno,
tetapi mampu disejajarkan dengan obat modern. Perlu dukungan dari berbagai
pihak agar terapi herbal dapat dikembangkan sebagai warisan kekayaan Indonesia.
11
Kegunaan : cacar air, demam, kolesterol tinggi, batu empedu,
batu ginjal, nyeri haid, nyeri sendi, sembelit, pegel linu.
1. Guazumae folium
Kegunaan : diaforetik, tonik, dan astringen, daun berkhasiat sebagai
obat pelangsing tubuh.
2. Curcumae Rhizoma
Kegunaan : berkhasiat untuk memperlancar air susu ibu, penyegar
badan, pelega perut, dan obat kejang.
3. Phylanti herba
Kegunaan : diuretik, ekspektoran, emenagog.
4. Melaleucae fructus
5. Kegunaan : buah dan daun berkhasiat sebagai obat masuk angin dan
untuk penghangat badan.
12
Komposisi obat tradisional yang biasa diproduksi oleh industri jamu dalam
bentuk jamu sederhana, umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak
dan bervariasi. Sementara itu obat dalam bentuk herbal terstandar dan fitofarmaka
biasanya tersusun dari simplisia tunggal atau maksimum lima macam bahan
tanaman obat. Pembahasan ini lebih ditekankan pada penyusun obat tradisonal
sederhana atau jamu, mengingat banyak berdar jamu denga komposisi yang tidak
rasional. Misalnya, menggunakan campuran bahan dengan khasiat sejenis pada
satu ramuan dan menggunakansimplisia yang tidak sesuai dengan manfaat yang
diharapkan.
Tujuan pemanfaatan jamu umumnya tercermin dari nama umum jamu. Jamu
yang diproduksi dan didistribuasikan di Indonesia dikenai aturan yang ditetpkan
BPOM. Salah satunya, dalam pengemasannya diberi label yang menjelaskan
tentang obat tersebut, termasuk tentang manfaat atau khasiatnya. Penjelasan
tentang manfaat jamu hanya boleh disampaikan dalam bentuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan yang dialami seseorang, bukan menyembuhkan suatu
diagnosa penyakit. Secara umum, jamu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu yang
bertujuan untuk menjaga kesehatan dan yang dimanfaatkan untuk mengobati
keluhan penyakit.
13
BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
14
PUSTAKA
Sidik. 2002. Fitofarmaka dan Hak atas Intelektual. Jakarta : Amythas Publicita.
15