Anda di halaman 1dari 36

Hari/Tanggal :

Waktu :
Tempat :

IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT EKSTRAK BATANG


KADUDI NDOKE DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS
TIPIS ( KLT)

Usulan Penelitian Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Oleh :

HENING NOVITA SARI


F.17.028

Kepada

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

POLITEKNIK BINA HUSADA

KENDARI

2020
IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT EKSTRAK BATANG
KADUDI NDOKE DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS
TIPIS ( KLT)

Usulan Penelitian Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Oleh :

HENING NOVITA SARI


F.17.028

Kepada

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

POLITEKNIK BINA HUSADA

KENDARI

2020
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH

“IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT BATANG KADUDI


NDOKE DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
(KLT)”

Oleh :

HENING NOVITA SARI


F.17.028

Untuk Dipertahankan Di Hadapan Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah


Program Studi Diploma III
Politeknik Bina Husada
Kendari

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Karmilah S.Farm.,M.Si Selfyana Austin Tee, M.Farm., Apt


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL………………………………………………….. i

HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN……………………….………..………… iii

DAFTAR ISI………………………………………………..………..…. vii

BAB I.PENDAHULUAN……………………………………………….. vi

A. Latar Belakang Penelitian………………………………………..vii


B. Rumusan Masalah………………………………………………. xiii
C. Tujuan Penelitian………………………………….……………..
D. Manfaat Penelitian……………………………………………….

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… vi

A. Rujukan Penelitian………………..…………………………….. vii


B. Landasan Teori…………………………………………….……. xiii
1. Uraian kadudi ndoke………………………………………...
2. Uraian senyawa metabolit…………………………………...
3. Uraian ekstrak……………...………………………………..
4. Penapisan fitokimia………………...………………………..
5. Metode KLT……………………………………...………….

BAB III.METODOLOGI PENELITIAN……………………………….. xiii

A. Jenis penelitian………………………………………………….. xiii


B. Desain penelitian…………………………………………….….. xiii
C. Waktu dan tempat penelitian……………………………………. xiii
D. Populasi dan sampel penelitian…………………………………. xiii
E. Kerangka konsep penelitian……………………………………...xiii
F. Variable penelitian………,,……………………………………...xiii
G. Definisi operational penelitian…………………………………...xiii
H. Prosedur penelitian………………………………………………xiii

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia adalah Negara dengan hutan tropis terbesar ketiga didunia.

Keanekaragaman hayati merupakan basis berbagai macam pengobatan serta

penemuan industri farmasi dimasa mendatang. Jumlah tumbuhan yang berkhasiat

obat di Indonesia diperkirakan sekitar 1.260 jenis tumbuhan (Yuhernita dan

juniarti,2011). Menurut world health organization(WHO) pemanfaatan

keanekaragaman hayati sangat besar sekali, sekitar 80% penduduk terutama disekitar

negara berkembang masih menggantungkan dirinya pada tumbuh-tumbuhan sebagai

bahan obat untuk menjaga kesehatannya. Akhir-akhir ini di Indonesia ada

kecenderungan untuk kembali kepada pengobatan yang menerapkan konsep back to

nature atau kembali ke alam,yakni dengan memanfaatkan bahan-bahan alami secara

optimal baik tumbuhan maupun hewan untuk menjaga kesehatan dan pengobatan

(Chairu dkk, 2003). Ada banyak pengobatan dengan bahan alam sebagai solusi untuk

mengatasi berbagai penyakit salah satunya ialah penggunaan ramuan obat berbahan

herbal (Kardinan dan kusuma,2004). Salah satu tumbuhan yang telah digunakan

secara empiris untuk pengobatan herbal yaitu kadudi ndoke.

Kadudi ndoke merupakan tumbuhan yang ditemukan tumbuh dikawasan

muna Sulawesi tenggara. Kadudi ndoke ini digunakan masyarakat muna secara

empiris untuk pengobatan berbagai penyakit seperti menyembuhkan penyakit TBC

(Tubercolosis),kanker ,kista ,tumor, diabetes, kolesterol dan menyembuhkan luka.


Salah satu penelitian mengenai senyawa metabolit yang berkhasiat sebagai

obat adalah batang bajakah tampala, tumbuhan ini mengandung senyawa

fenolik,flavanoid,tannin dan saponin yang berkhasiat untuk mengobati berbagai

penyakit seperti penyembuhan luka.Senyawa metabolit terbagi menjadi dua yaitu

senyawa metabolit primer ( karbohidrat,lemak dan protein ) dan metabolit sekunder

(fenolik, alkaloid dan terpenoid) (Purwantini,2002).

Metabolit sekunder merupakan molekul-molekul kecil bersifat

spesifik,mempunyai struktur yang bervariasi serta setiap senyawa memiliki fungsi

atau perananya yang berbeda-beda. Pada umumnya senyawa metabolit sekunder

berfungsi untuk mempertahankan diri atau mempertahankan eksistensinya di

lingkungan tempatnya berada. Senyawa metabolit sekunder yang pada umum terdapat

pada tanaman adalah alkaloid,flavanoid,steroid,saponin,terpenoid dan

tannin(Harborne, 1987).

Penggunaan Metode kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode

pemisahan fitokimia,yang didasari pada perbedaan distribusi molekul-molekul

komponen diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak yang berbeda tingkat

kepolarannya. Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planer yang

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa ysng sifatnya hidrofobik seperti

lipida-lipida dan hidrokarbon(Sastrohamidjojo, 1991).

Penapisan fitokimia dilakukan dengan maksud untuk pemeriksaan

pendahuluan tentang senyawa metabolit kandudi ndoke ini. Berdasarkan uraian diatas

bahwa tanaman kandudi ndoke sudah banyak dimanfaat dalam pengobatan secara
empiris dimasyarakat muna Sulawesi tenggara maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul” IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT KADUDI

NDOKE DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana kandungan senyawa metabolit ekstrak kadudi ndoke ?

2. Bagaimana pemisahan senyawa kadudi ndoke dengan menggunakan metode KLT?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi senyawa metabolit kadudi ndoke

2. Untuk memisahkan senyawa kadudi ndoke dengan metode KLT

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Bagi diri sendiri, menambah pengetahuan dan keahlian terhadap proses identifikasi

senyawa pada tanaman kadudi ndoke yang akan diuji.

2. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi mengenai senyawa metabolit

sekunder yang terkandung dalam kadudi ndoke sebagai tanaman obat.

3. Bagi masyarakat, memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat terhadap

tanaman kadudi ndoke yang berpotensi sebagai tanaman obat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rujukan Penelitian

Penelitian yang menjadi rujukan atau referensi dalam penelitian ini antara lain

adalah :

1. Saputera dan ayuchecaria (2018) yang berjudul “ uji efektivitas ekstrak

etanolik batang bajakah tampala(Spatholobus littoralis Hassk.) terhadap

waktu penyembuhan luka. Dalam penelitian ini mengatakan bahwa bajakah

tampala mengandung senyawa fenolik,flavanoid,tannin serta saponin dan hasil

penelitian ini menunjuhkan bahwa salep ekstrak batang bajakah tampala

memiliki efektivitas terhadap luka sayat pada tikus putih jantan.

2. Diana riana ningsih,dkk (2016) yang berjudul “identifikasi senyawa metabolit

sekunder serta uji aktivitas ekstrak daun sirsak sebagai antibakteri”

menunjuhkan adanya senyawa golongan alkaloid,steroid,saponin dan tannin

dan hasil spektrofotometer IR menunjuhkan bahwa ekstrak kloroform daun

sirsak memiliki gugus fungsi OH, C-H alifatik, C=O, C=C aromatic, CH 3 C-O

eter dan C-H diluar bidang.

3. Yuda,dkk (2017) yang berjudul skrining fitokimia dan analisis kromatografi

lapis tipis ekstrak tanaman patikan kebo(Euphorbia hirta L.) diperoleh hasil

herba patikan kebo mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder

diantaranya flavanoid,tannin,steroid,dan antrakuinon.


B. Landasan Teori

1. Uraian Kadudi ndoke

a. Morfologi

Kadudi ndoke yang terdapat dimuna sulawesi tenggara memiliki

kemiripan morfologi dengan bajakah tampala dipedalaman Kalimantan

tengah yakni pohon yang tinggi merambat, batang kuat berwarna

kecoklatan, tekstur keras dan memiliki daun yang lonjong berbentuk hati.

Gambar 1 : kadudi ndoke

b. Kandungan kimia

Berdasarkan kemiripan morfologi dengan bajakah tampala, kadudi

ndoke ini diduga memiliki senyawa fenolik,flavanoid, tannin serta

saponin.

c. Manfaat

Kadudi ndoke secara empiris dimasyarakat muna Sulawesi tenggara

dimanfaatkan sebagai obat penyakit TBC (Tubercolosis), kista, tumor,

diabetes, kolesterol dan menyembuhkan luka.


2. Uraian Senyawa Metabolit

a. Senyawa metabolit primer dan sekunder

Tumbuhan memiliki 2 jenis senyawa metabolit yaitu metabolit primer dan

sekunder. Metabolit primer merupakan molekul dengan BM (berat molekul) yang

tinggi serta memiliki struktur yang relatif sama disetiap organisme, seperti

karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan asam nukleat. Meskipun metabolit

primer juga merupakan bahan yang diproduksi oleh alam, namun secara umum

tidak disebut sebagai bahan alam, dan lebih dekat sebagai nutrisi atau bahan

pangan (foods) (Nugroho, 2017). Adapun ciri-ciri dari metabolit primer menurut

Saifudin (2014) yaitu:

1) Terlibat langsung dalam fungsi fisiologis normal seperti protein dan enzim.

2) Terdapat di dalam organisme atau sel.

3) Dikenal dengan istilah metabolit sentral.

4) Berat molekul (BM) dari kecil dalam bentuk monomer hingga sangat besar

polimer ( > 1500 Dalton).

Sedangkan metabolit sekunder adalah merupakan komponen utama dari

bahan alam yang dapat didefinisikan sebagai senyawa dengan berat molekul

rendah yang ditemukan dalam jumlah minor pada organisme yang

memproduksinya karena tidak berfungsi sebagai komponen esensial dalam

metabolisme atau penopang pokok dari kelangsungan hidup dari organisme

tersebut, melainkan lebih berfungsi sebagai penunjang seperti agen pertahanan

diri, perlawanan terhadap penyakit atau kondisi kritis, ataupun berperan sebagai
hormon (Nugroho, 2017). Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan

melalui beberapa jalur biosintesis yang bersumber atau berawal dari metabolit

primer yang merupakan hasil proses fotosintesis. Berikut gambar jalur biosintesis

metabolit sekunder pada tumbuhan.

Adapun ciri-ciri dari metabolit sekunder menurut Saifudin (2014) yaitu:

1) Tidak terlibat langsung dalam metabolisme atau kehidupan dasar:

pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi.

2) Tidak esensial, ketiadaan jangka pendek tidak berakibat kematian. Ketiadaan

jangka panjang mengakibatkan kelemahan dalam pertahanan diri, survival,

estetika, menarik serangga.

3) Golongan metabolit sekunder distribusi hanya pada spesies pada filogenetik

atau familia tertentu.

4) Seringkali berperan di dalam pertahanan terhadap musuh.

5) Senyawa organik dengan berat molekul 50-1500 Dalton. Sehingga disebut

mikro molekul.

6) Penggolongan utama: terpenoid, fenil propanoid, poliketida, dan alkaloid

adalah metabolit sekunder.

b. Jeni-jenis senyawa metabolit sekunder:

1) Alkaloid

Alkaloid merupakan metabolit sekuder terbesar yang banyak

ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi dan mempunyai susunan basa

nitrogen, yaitu 1 atau 2 atom nitrogen. Alkaloid sering beracun bagi manusia
dan mempunyai efek fisiologis yang menonjol, sehingga sering digunakan

untuk pengobatan (Harborne, 1987). Alkaloid dibentuk berdasarkan prinsip

pembentukan campuran dan terbagi menjadi 3 bagian, yaitu elemen yang

mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid, elemen tanpa N yang

ditemukan dalam molekul alkaloid dan reaksi yang terjadi untuk pengikatan

khas elemen-elemen pada alkaloid (Sirait, 2007). Fungsi alkaloid dalam

tumbuhan belum diketahui secara pasti. Namun alkaloid berfungsi sebagai

pengatur tumbuh atau penghalau dan penarik serangga (Harborne, 1987).

2) Triterpenoid dan steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6

satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualena. Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berebentuk

kristal, seringkali mempunyai titik leleh tinggi dan aktif optik yang umunya

sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya (Harborne, 1987).

Streroid adalah senyawa alam yang terdiri dari 17 atom karbon,

dengan membentuk struktur 1,2-siklopentenoperhidrofenantren. Stroid yang

paling banyak adalah sterol yang merupakan steroid yang mempunyai gugus

hidroksi. Selain dalam bentuk bebasnya, sterol juga sering dijumpai sebagai

glikosida atau sebagai ester dengan asam lemak. Glikosida sterol sering

disebut sterolin. Tanaman yang mengandung steroid umunya beracun, racun

tersebut mampu memberi perlindungan kepada tumbuhan dari gangguan

beberapa serangga tertentu. Secara biogenetik, steroid yang terdapat di alam


berasal dari triterpen. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan, berasal

dari lanosterol, sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal

dari sikloartenol (Endarini, 2016).

3) Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah didteksi lebih

dari 90 genus pada tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula

pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Banyak saponin yang

mempunyai satuan gula sampai 5 dan komponen yang umum ialah asam

glukuronat. Adanya sapoin dalam tumbuhan ditujukan dengan pembentukan

busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak

(Harborne, 1987).

Sapogenin dan bentuk glikosidanya yang dikenal sebagai saponin.

Glikosilasi biasanya terjadi pada posisi C3. Saponin adalah senyawa yang

dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air (karena sifatnya yang

menyerupai sabun, maka dinamakan saponin). Pada konsentrasi yang rendah,

saponin dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam bentuk larutan

yang sangat encer, saponin sangat beracun untuk ikan (Endarini, 2016).

4) Fenol

Fenol adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mengandung

cincin aromatik dengan satu atau 2 gugus hidroksil. Fenol cenderung mudah

larut dalam air karena berikatan dengan gula sebagai glikosida atau terdapat

dalam vakuola sel (Harborne, 1987). Sebagian besar senyawa organik bahan
alam adalah senyawa aromatik yang disebut fenol. Dari segi biogenetik,

senyawa fenol pada dasarnya dapat dibedakan atas dua jenis utama. Yang

pertama adalah senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat malonat.

Ditemukan juga golongan senyawa fenol lain yang berasal dari kombinasi

antara kedua jalur biosintesis ini, yaitu senyawa flavonoid. Kelompok

senyawa fenol yang berasal dari jalur sikhimat yang utama adalah

fenilpropanoid. Senyawa fenol banyak ditemukan pada tumbuhan tingkat

tinggi (Endarini, 2016).

5) Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar

seperti kromofor dasar pada benzokuinon, yang terdiri dan 2 gugus karbonil

yang berkonjugasi dengan 2 ikatan rangkap. Kuinon untuk tujuan identifikasi

dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu benzokuinon (kuinon dengan kromofor

yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang berkonjugasi dengan 2 ikatan rangkap

karbon-karbon), naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga

kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta

mungkin secara in vivo terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai

glikosida atau dalam bentuk kuinon tanpa warna dan terkadang juga dalam

bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan

kuinon bebasnya. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai gliosida mungkin

larut sedikit dalam air, tetapi umunya kuinon lebih mudah larut dalam lemak
dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama denan karatenoid dan

klorofil (Harborne, 1987).

6) Flavanoid

Flavanoid merupakan senyawa yang banyak ditemukan dialam.

Flavanoid banyak ditemukan karena berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi

atau glikoksilasi pada struktur tersebut. Senyawa-senyawa ini merupakan zat

warna merah, ungu, biru dan sebagian zat warna kuning yang terdapat dalam

tanaman. Zat warna tersebut akan menarik perhatian serangga sehingga

membantu proses penyerbukan. Fungsi flavanoid yakni sebagai zat pengatur

tumbuh, pengatur proses fotosintesis, zat antimikroba, antivirus dan

antiinsektisida. Flavanoid diketahui memiliki efek fisiologis tertentu, sehingga

dipakai dalam pengobatan tradisional. Berdasarkan strukturnya, terdapat

beberapa jenis flavonoid yang bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan,

yaitu kalkon, flavan, flavanol (katekin), flavanon, flavanonol, flavon,

flavanon, antosianidin, auron (Endarini, 2016).

Selain itu, flavanoid merupakan senyawa fenol, sehingga ketika

ditambahkan zat basa atau amoniak warnanya akan berubah (Harborne, 1987).

7) Tanin

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang

memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk

kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi

2 kelas yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisiskan (Hegerman, 1992).


Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat

tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendapan protein hingga penghelat

logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hegerman,

1992).

3. Uraian Ekstrak

a. Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh

dari sinar matahari langsung. Cara pembuatan ekstrak diawali dengan

proses penyarian. Penyarian simplisia dilakukan dengan cara maserasi,

perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan

campuran etanol dan air dapat dilakukan dengan cara maserasi atau

perkolasi (Aspan, dkk, 2008).

b. Jenis-jenis Ekstrak

Ada beberapa jenis ekstrak yaitu : (Voigt, 1994).

1) Ekstrak cair, jika hasil ekstrak masih bisa dituang, biasanya kadar air

lebih dari 30%.

2) Ekstrak kental, jika memiliki kadar air antara 5-30%.

3) Ekstrak kering, jika mengantuk air kurang dari 5%.

c. Definsi Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya

dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan


ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut

dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut

dipisahkan dari sampel dengan penyaringan(Mukhriani, 2014).

Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan

adalah sebagai berikut :

1) Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan

penggilingan bagian tumbuhan.

2) Pemilihan pelarut

3) Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.

4) Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.

5) Pelarut nonpolar: n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan sebagainya.

d. Jenis-jenis ekstraksi

1) Maserasi

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak

digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala

industry. Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman

dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada

suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan

antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam

sel tanaman.

Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan

penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah


memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan

besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa

senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di

sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-

senyawa yang bersifat termolabil.

Pemilihan pelarut berdasarkan kelarutan dan polaritasnya

memudahkan pemisahan bahan alam dalam sampel. Pengerjaan

metode maserasi yang lama dan keadaan diam selama maserasi

memungkinkan banyak senyawa yang akan terekstraksi.

Ekstraksi menggunakan pelarut berdasarkan kelarutan komponen

terhadap komponen lain atau polaritasnya dalam campuran. Etanol

95% umumnya digunakan dalam ekstraksi antosianin karena

kepolarannya hampir sama dengan polaritas antosianin sehingga

mudah melarutkan antosianin.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi seperti :

a) Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah yaitu,pada suhu 40-500 C. cara maserasi ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap panas.

b) Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus,waktu

proses maserasi yang dipersingkat menjadi 6-24 jam.


c) Remaserasi

Cairan penyari dibagi . seluruh simplisia dimaserasi dengan

cairan penyari pertama,sesudah itu dituang dan diperas,ampas

dimaserasi kembali lagi dengan cairan penyari yang kedua.

d) Maserasi melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengawasi agar cairan penyari

selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu

mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk

simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

e) Maserasi melingkar bertingkat

Pada maserasi melingkar ini tidak dapat dilaksanakan secara

sempurna karena pemindahan masa akan berhenti bila

keseimbangan telah terjadi pada sampel.

2) Perkolasi

Pada metode perkolasi, serbuk sam-pel dibasahi secara

perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi

dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada

bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada

bagian bawah.

Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh

pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam

perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau


seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut

dan memakan banyak waktu. .

3) Soxhletasi

Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel

dalam sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam

klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor.

Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas

diatur di bawah suhu reflux.

Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang

kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi

sehing-ga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan

banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil

dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus

berada pada titik didih.

4) Reflux dan Destilasi Uap

Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke

dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan

hingga mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam

labu.

Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya

digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai

senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan


destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)

ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor.

Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang bersifat

termolabil dapat terdegradasi.

4. Penapisan fitokimia

a. Metode tabung(pengendapan dan reaksi warna)

Metode tabung adalah suatu analisa kualitatif yang dilakukan

dengan cara mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada tanaman

atau bagian tanaman menggunakan pereaksi tertentu untuk mendapatkan

senyawa bioaktif yang diinginkan.

5. Metode kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan

fisikokimia yang didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul

komponen diantara dua fasa ( fase gerak/eluen dan fase diam/adsorben)

yang berbeda tingkat kepolarannya. KLT merupakan bentuk kromatografi

planas yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya

hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon( Sastrohamidjojo, 1991).

Prinsip dari pemisahan kromatografi lapis tipis adalah adanya perbedaan

sifat fisik dan kimia dari senyawa yaitu kecenderungan dari molekul untuk

melarut dalam dalam cairan(kelarutan),kecenderungan molekul untuk

menguap dan kecenderugan molekul untuk melekat pada

permukaan(adsorpsi/penyerapan) (Hendayana,2006). Dalam penelitian


serta pengembangan kimia dalam tumbuhan metode klt dapat digunakan

dalam menentukan pelarut yang optimum untuk ekstraksi, memisahkan

ekstrak kasar pada tumbuhan tanpa pemurnian terlebih dahulu, untuk

mengidentifikasi senyawa yang tidak diketahui memilih senyawa yang

aktif secara biologi(Waksmunda,dkk 2008)

a. Fase diam

Fase diam adalah lapisan tipis yang penyerapannya seragam atau

media yang terpilih digunakan sebagai media pembawa, penjerap

diletakkan pada penyangga sebagai pelapis untuk mendapatkanlapisan

yang stabil dengan ukuran yang sesuai,penjerap yang sering digunakan

adalah silica gel,alumina dan selulosa(Tounchstone dan

dobbins,1983).

b. Fase gerak

Fase gerak yang digunakan tidak boleh mempengaruhi secara

kimia atau melarutkan fase diam karena dapat menyebabkan

perubahan pada system kromatografi, mudah dihilangkan dari lapisan

adsorben dan harus kompatibel dengan metode deteksi tidak boleh

menghasilkan perubahan kimia dari suatu senyawa yang

dipisahkan(Waksmunda-hajnos,dkk.2008).

c. Penotolan sampel

Pada pemisahan dengan metode KLT yang optimal maka

diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil


dan sesempit mungkin. Jika sampel yang digunakan terlalu banyak

maka akan menurunkan resolusi(Ganjar dan rohman,2007).

d. Pengembangan

Setelah sampel ditotolkan pada lempeng, lempeng tersebut

dibenamkan dalam fase gerak dengan sampel diatas cairan. Gaya

kapiler yang akan menyebabkan fase bergerak melewati media dalam

proses yang disebut pengembangan dan setelah fase gerak hampir

mencapai ujung dari lempeng atas maka lempeng dipindahkan dan

dikeringkan sebelum proses deteksi(Tounchstone dan dobbins,1983).

e. Metode deteksi

Pada umumnya pemisahan pada KLT memiliki hasil bercak yang

tidak berwarna dimana penentuaanya dapat dilakukan dengan dua cara

yakni secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah

dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara

penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas sedangkan cara fisika

yang biasa digunakan yaitu menampakkan bercak dengan pencacahan

radioaktif dan berfluoresensi sinar ultraviolet(waksmunda-hajnos

dkk,2008).
Dari kromatogram diukur jarak migrasi dari masing-masing bercak dan

dibandingkan dengan jarak migrasi fase gerak. Nilai ini dikenal dengan istilah

factor retardasi(Rf).

jarak fase diam


Rf =
jarak fase gerak

Angka Rf antara 0,00 sampai dengan 1,00 dan ditentukan dalam dua

decimal. Penjelasan hRf merupakan angka Rf dikalikan factor 100(h), yang

menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100(Gritter dkk,1991).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Pre-experimental design

dengan model one-shot case study yaitu penelitian dengan perlakuan satu model,

hasil perlakuan dilakukan observasi (pengamatan), dan penelitian deskriptif, yaitu

memberikan gambaran hasil pengamatan dan klarifikasi dengan cara

mendeskripsikan hasil pengamatan.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam identifikasi senyawa metabolit

kadudi ndoke dengan metode KLT adalah sebagai berikut :

X O

Keterangan :
X = Treatment (perlakuan) terhadap ekstrak
O = Observasi hasil perlakuan melalui pengamatan hasil yang diperoleh,
pencatatan, penyimpulan.
Table 1 : Desain penelitian

No Pengujian Hasil

1. Identitas bahan baku


a. Nama latin
b. Sinonim
c. Bagian Sampel
d. Deskripsi Makroskopik
2. Deskripsi Organoleptik
a. Sampel Segar
b. Simplisia kering
c. Ekstrak kadudi ndoke
5. Identitas bahan baku obat
a. Penapisan Fitokimia
b. KLT

C. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan maret-juni 2020 bertepat

dilaboratorium kimia terpadu politeknik bina husada kendari dan laboratorium

farmasi universitas halu oleo

D. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman kadudi ndoke yang

diperoleh didaerah muna, Sulawesi tenggara.

2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ekstrak kadudi ndoke yang telah

diuapkan

E. Kerangka konsep penelitian

Variabel terikat
Variabel bebas
Pengujian identitas kadudi ndoke,penapisan
Ekstrak batang kadudi ndoke fitokimia dan identifikasi senyawa metabolit
dengan metode KLT

Gambar 2 : Kerangka konseptual

F. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Ekstrak batang kadudi ndoke

2. Variabel terikat : Pengujian identifikasi senyawa metabolit

G. Definisi Operasional variabel

1. Kadudi ndoke merupakan jenis tumbuhan yang ditemukan dikawasan

pedalaman muna, Sulawesi tenggara.

2. Ekstrak batang kadudi ndoke adalah ekstrak cair yang diperoleh dari hasil

maserasi kemudian hasil ekstrak batang kadudi ndoke tersebut diuapkan

dirotary evaporator sehingga menjadi ekstrak kental.

3. Penapisan fitokimia dengan menggunakan metode tabung adalah analisa

kualitatif yang terdiri dari reaksi pembentukan endapan dan reaksi warna

yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat


pada batang kadudi ndoke menggunakan pereaksi tertentu untuk

mendapatkan senyawa bioaktif yang diinginkan.

4. Metode kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode

pemisahan komponen yang menggunakan fase diam berupa plat dengan

lapisan bahan adsorben inert.

H. Prosedur Penelitian

1. Alat dan bahan

a. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Alumunium foil,

Batang pengaduk, Bejana maserasi, Botol kaca, Botol semprot, Chamber,

Gelas ukur, Gunting, Kain flanel, Kertas saring, Lakban , Pipet tetes, Pipet

ukur, Parang, Rak tabung reaksi, Rotary evaporator, Sendok tanduk,

Spektrofotometer infra merah, Tabung reaksi, Timbangan digital.

b. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Aquadest,

Ammonia, Asetat anhidrat, Aseton, B- sitosterol ,Cofein, Ekstrak kadudi

ndoke, Etanol 96%,Etil asetat, FeCl3 1%, FeCl3 5%, Gelatin 1%, HCl 2 N,

HCl pekat, Asam sulfat (H2SO4) 2 N, Kueresetin,Kloroform, Lempeng

KLT, Metanol, NaCl 10%, N-heksan, NaOH 1 N, Pereaksi dragendroff,

Pereaksi liberman-bouchardat, Pereaksi mayer,Pereaksi molish, Pereaksi

bouchardat dan Serbuk Mg.


2. Prosedur kerja

a. Pengambilan sampel

Sampel batang kadudi ndoke diperoleh dari kawasan pedalaman

muna, Sulawesi tenggara.

b. Pengujian Identitas ekstrak (Depkes RI, 2000)

1) Nama ekstrak (generik, dagang, paten)

2) Nama latin tumbuhan

3) Bagian Tumbuhan yang digunakan

4) Nama Indonesia tumbuhan

5) Deskripsi makroskopik

c. Pegujian Organoleptik (Depkes RI, 2000)

Dilakukan menggunakan panca indra dengan cara mendeskripsikan

bentuk,warna, dan bau.

d. Pembuatan simplisia kadudi ndoke (Azahra, 2015)

1) Bahan baku kadudi ndoke diperoleh dengan mengambil batang kadudi

ndoke dengan menggunakan parang.

2) Dilakukan sortasi basah

3) Dicuci dengan menggunakan air mengalir hingga bersih.

4) Kemudian ditiriskan dan ditimbang

5) Setelah itu dirajang untuk memperkecil ukuran sampel

6) Lalu dikeringkan di bawah sinar matahari

7) Setelah itu simplisia disortasi kering dan siap untuk dimaserasi.


8) Simplisia batang kadudi ndoke diektraksi dengan cara maserasi.

Sebanyak 10.000 gram sampel kadudi ndoke

9) Dimasukkan dalam wadah bejana ditambah pelarut etanol 96%

sebanyak 75000 mL atau 75 L ,ditutup dan dibiarkan selama 3-5 hari

terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk. Setelah 3-5 hari,

campuran tersebut disaring dengan kain flanel.

10) Selanjutnya, dilakukan remaserasi yaitu sampel yang telah disaring

ditambahkan cairan penyari etanol 96% yang baru sebanyak 250 ml, lalu

ditutup dan terlindung dari sinar matahari selama 3-5 hari.

11) Remaserasi dilakukan sampe larutan jenuh atau jernih, kemudian

disaring dengan kain flanel. Semua hasil cairan ekstrak dikumpulkan

dan selanjutnya diuapkan menggunakan rotary evaporator pada

temperatur 70º C hingga diperoleh ekstrak kadudi ndoke yang

diinginkan(Azahra, 2015)

e. Penapisan fitokimia

1) Identifikasi Alkaloid (Yuda,dkk.2017).

2 mL Sampel ekstrak dilarutkan dalam 2 mL asam klorida

dipanaskan 5 menit dan disaring. filtrate yang diperoleh ditambahkan 2-

3 tetes pereaksi dragendorff. adanya senyawa alkaloid ditunjukkan

dengan dengan warna jingga(Burhan,dkk.2016) kemudian ditambahkan

3 tetes pereaksi mayer(melalui dinding tabung) jika terbentuk endapan

kuning maka menunjuhkan adanya alkaloid.


2) Identifikasi Flavanoid (Yuda,dkk.2017)

2 mL sampel dilarutkan dalam 2 mL methanol, kemudian

ditambahkan serbuk Mg melalui dinding tabung dan HCl pekat

sebanyak 5 tetes. adanya senyawa falvanoid ditunjukkan dengan

terbentuknya warna merah atau jingga (Burhan,dkk.2016) kemudian

ditambahkan 1 mL pb asetat jika terdapat edapan berwarna kuning maka

positif mengandung flavanoid.

3) Identifikasi Saponin (Burhan,dkk.2016).

2 mL sampel dilarutkan dalam aquadest pada tabung reaksi

ditambahkan 10 tetes KOH dan dipanaskan dalam penanggas air 50 oC

selama 5 menit, kemudiaan dikocok selama 10 detik jika terbentuk busa

menunjukkan adanya senyawa saponin

4) Identifikasi Triterpenoid (Burhan,dkk.2016)

2 mL sampel diuapkan kemudian ditambahkan 0,5 mL kloroform

dan 0,5 mL asam asetat glacial dan 2 mL asam sulfat P melalui

dinding tabung jika terbentuk cincin kecoklatan atau warna ungu

menunjukkan positif Triterpenoid.

f. Metode uji kromatografi lapis tipis (KLT)

Pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan

menggunakan plat siliki gel. Ekstrak dari sampel ditotolkan pada jarak ±

1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler, kemudian dikeringkan dan

elusi dengan masing-masing fase gerak golongan senyawa. Eluen yang


digunakan yaitu n-hexan : etil asetat dengan perbandingan ( 9:1,8:2 dan

7:3 ) dan eluen kloroform : methanol : air dengan perbandingan ( 20:6:1,

15:6:1 dan 10:6:1). Setelah fase gerak naik sampai pada garis atas maka

elusi dihentikan. Adapun reagen penguji masing-masing golongan

senyawa adalah sebagai berikut :

1) Uji alkaloid (Harborne,1987)

a) Digunakan penampak noda dengan pereaksi dragendorf

b) jika timbul noda yang terdapat pada plat KLT berwarna hitam

kecoklatan menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak

2) Uji Saponin (Harborne,1987)

a) Digunakan penampak noda pereaksi H2SO4 2 N .

b) jika timbul noda yang terdapat pada plat KLT berwarna merah

muda menunjukkan adanya saponin pada ekstrak.

3) Uji tannin (Hayati,dkk.2010)

a) Digunakan penampak noda FeCl3 1%

b) Jika timbul noda yang terdapat pada plat KLT berwarna coklat

kehijauan atau ungu kemerahan maka menunjuhkan adanya tannin

dalam ekstrak.

4) Uji flavanoid (Marliana,2005)

a) Digunakan penampak noda ammonia

b) Jika timbul noda yang terdapat pada plat KLT berwarna kuning

muda dan biru menunjuhkan adanya flavanoid didalam ekstrak.


3. Analisa Data

a. Sifat data

Kualitatif adalah metode riset yang sifatnya memberikan penjelasan

dengan menggunakan analisis. Pada pelaksanaanya, metode ini bersifat

subjektif dimana proses penelitian lebih diperlihatkan dan cendrung lebih

fokus pada landasan teori. Kuantitatif adalah suatu proses menemukan

pengetahuan yang menggunakan data berupa angka, tabel dan gambar.

Data kuantitatif merupakan penelitian yang secara primer menggunakan

paradigma dalam mengembangkan ilmu pengetahuan(seperti pemikiran

tentang sebab akibat, reduksi kepala variable, hipotesis dan pertanyaan

spesifik menggunakan pengukuran dan observasi serta pengujian teori)

b. Sumber data

Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di

laboratorium Fitokimia Politeknik Farmasi Bina Husada dan laboratorium

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Kendari, sedangkan data

sekunder yaitu data yang berasal dari literatur yang digunakan sebagai

penunjang untuk mendukung penelitian.

c. Teknik pengumpulan data

Data penelitian ini diperoleh dari hasil uji identifikasi senyawa

metabolit ekstrak batang kadudi ndoke dengan penapisan fitokimia dan

metode kromatografi lapis tipis (KLT)


d. Penyajian data

Data yang telah di analisa akan disajikan dalam bentuk tabel dan

dijabarkan dalam bentuk narasi.

e. Pengelolahan data

Data dikumpulkan dari hasil pengujian identifikasi bahan baku,

deskripsi organoleptik, uji kadar senyawa larut air, uji kadar senyawa

larut etanol dan identifikasi senyawa metabolit setelah itu data yang

diperoleh dianalisa dengan metode deskriptif


5) Skema jalannya penelitian
Pengambilan sampel

Determinasi
sampel

Pembuatan
simplisia
1. Kadudi ndoke dicuci dengan air
mengalir
2. Dikecilkan ukuran dengan
perajangan
3. Dikeringkan dibawah sinar matahari
4. Dilakukan sortasi kering
Simplisia kadudi ndoke

Kadudi ndoke diekstraksi


menggunakan etanol 96% selama 3-5
hari
Ekstrak cair ditampung dan diuapkan
menggunakan rotary evaporatory suhu 700 C
Cevaporator

Ekstrak kental

Identitas tumbuhan Penapisan fitokimia Reaksi Identifikasi senyawa metabolit


kadudi ndoke pengendapan dan warna dengan metode KLT

Hasil dan pembahasan

kesimpulan
Daftar pustaka

Ergina,siti nuryanti dan indarini dwi pursitasari.2014, Jurnal akademika kimia

Volume 3, 165-172.

Harborne, J.B. 1987. Metode fitokimia : penuntun cara modern menganalisis

tumbuhan. Institusi teknologi bandung.

Hagerman, A. E. 1992. Tanin-protein interaction. Phenolic eompounds in food and

their effects on health I. American chemical society. Washington DC

Hayati, E. K., Fasyah, A. G., Saadah.2010. fraksinasi dan identifikasi senyawa tannin

pada daun belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi L.) jurusan kimia fakultas sains

dan teknologi. Universitas islam negeri maulana malik Ibrahim malang.

Yuda putu era sandhi kusuma, erna cahyaningsih dan niluh putu yuni.2017,

medicamento vol.3, 6 1-67.

Ningsih dian riana,zusfahair dan dwi kartika. 2016, identifikasi senyawa metabolit

sekunder serta uji aktivitas ekstrak daun sirsak sebagai antibakteri. Vol 11.

101-111.

Anda mungkin juga menyukai