FITOKIMIA
PERCOBAAN KE III
ISOLASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Disusun Oleh :
Diah Lintangati 1708067053
Dianita Ulfi Anggraini 1708067054
Ellisa Septama 1708067055
Evi Nurul Latifah 1708067056
Galuh Putri Prastiwi 1708067057
Lathifah Nur Fitriani 1708067058
LABORATORIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2019
i
HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
PERCOBAAN III
A. Tujuan
Mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi flavonoid
dari temulawak dan mengetahui isolat yang diperoleh.
B. Dasar Teori
1. Temulawak
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Wijayakusuma, 2007).
b. Kandungan
1
antioksidan dari temulawak adalah fenol dan kurkumin (Jayaprakasha
et al., 2006).
2
penyakit degenerative dengan cara mencegah terjadinya proses
peroksidasi lemak (Waji, 2009).
c. Manfaat
3
2. Maserasi
4
Farmakope Herbal Indonesia (2008) menyebutkan bahwa ekstraksi
temulawak dengan refluks kurang praktis dan efisien karena membutuhkan
peralatan khusus, waktu yang relatif lebih lama, energi, dan bahan kimia
yang cukup banyak. Oleh karena itu, diperlukan alternatif ekstraksi yang
lebih sederhana, cepat, efisien, dan tidak mahal, namun tetap memenuhi
kaidah-kaidah analisis. Ekstraksi secara sonikasi sangat tepat diterapkan
pada analisa dalam jumlah massif dengan waktu yang terbatas. Sedangkan
maserasi merupakan cara yang sangat sederhana dan tidak membutuhkan
peralatan khusus sehingga dapat diterapkan di semua laboratorium. Selain
itu, maserasi mungkin akan memberi hasil yang lebih baik karena akan
mengurangi terjadinya dekomposisi atau degradasi komponen karena
pengaruh suhu (Sidik, 1985).
5
berisi eluen n-heksan : etila asetat (1:9). Bercak diamati dibawah sinar UV
366 nm, kemudian disemprot dengan reagen atau pereaksi spesifik.
Pereaksi yang sering digunakan untuk identifikasi flavonoid sebagai
pereaksi semprot dalam KLT adalah AlCl3 dan sitroborat yang akan
memberikan warna kuning (Yulianti et al., 2014.)
Fase diam dalam KLT berupa silika gel (biasanya berupa plat silika
gel GF 254) yang mampu mengikat senyawa yang akan dipisahkan.
Sedangkan fase geraknya berupa berbagai macam pelarut atau campuran
pelarut. Proses pengembangan atau elusi ialah proses pemisahan campuran
cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan fase
diam. Jarak hasil pemisahan senyawa pada kromatogram biasanya
dinyatakan atau harga Rf KLT dapat digunakan untuk perhitungan
kualitatif dalam pengujian sampel dengan menggunakan harga Rf dimana
harga Rf dinyatakan dengan (Sastrohamidjojo, 2007).
Rf =
Angka Rf berjarak antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya ditentukan dua
desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai
berjangka 0 sampai 100 (Stahl, 1985).
Alat Bahan
1. Seperangkat alat maserasi 1. Simplisia Temulawak
2. Seperangkat alat KLT 2. Etanol
3. Beaker glass 3. Etil asetat
4. Stirer 4. Heksan
5. Rotavapour 5. Standar kuersetin
6. Cawan porselin
6
D. Cara Kerja
Timbang 40 g serbuk
Rimpang Temulawak
FILTRAT
LARUTAN
ISOLAT
(diuapkan)
ISOLAT
7
Isolat
Penotolan pada
Silika gel GF 254
5-10x Pembanding kuersetin
dalam etanol
Catat harga Rf
Bandingkan dengan
Rf standar kuersetin
E. Hasil
Minggu ke 1
Nama simplisia : Curcumae Rhizoma
Metode ekstraksi : Maserasi
Pelarut : Alkohol 70%
Jumlah Pelarut : 200 mL
Durasi Pengadukan : 1 jam
Durasi Maserasi : 7 hari
Minggu ke 2
Pemerian ekstrak
Aroma : Bau khas temulawak
Warna : Coklat kekuningan
Bentuk/tekstur : Cairan kental
8
Rendemen ekstrak : Berat cawan kosong : 36,09 gram
Berat cawan + ekstrak : 42,82 gram
Berat ekstrak : 6, 73 gram
Pembanding : Kuersetin
Harga Rf =
Bercak sampel
yang dikerok
Keterangan :
9
F. Pembahasan
10
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sehingga konsentrasi di luar dan di
dalam sel akan sama, apabila konsentrasi sudah sama maka maserasi
dinyatakan selesai. Ekstrak kemudian disaring dengan kertas saring untuk
memisahkan dari kotoran dan padatan, diperoleh filtrat yang berwarna coklat
kekuningan.
11
bersama larutan kuersetin dibagian yang berbeda sebagai pembanding
standar. Plat yang telah ditotoli lalu dielusi dalam larutan heksan : etil asetat
(4:1).
G. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Kelloff, G. J., Crowell, J. A., Steele, V. E., Libert, R. A., Malone, W. A., Boone C.
W., Kopelobich, L., Hawk, E. T., Liberman, J. A. 2000. Cancer
Chemoprevention: Development of Diet-derived Chemopreventive Agent.
Symposium on Diet, Natural Products and Cancer Prevention: Progress and
Promise. J Nutr. American Society for Nutririras Science 130(2): 467-471.
Koirewoa, Yohanes Aditya., Fatimawali., Wiyono, W. I. 2010. Isolasi dan
Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.).
Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Redha, A. 2010. Flavonoid : Struktur, Sifat Antioksidatif dan Perannya Dalam
Sistem Biologis. Jurnal Belia. 9:196-202.
Rukmana, R. 1995. Temulawak Tanaman Obat dan Rempah. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.14-17.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sastrohamidjojo, H. 2007. Kromatografi. Yogyakarta: UGM Press.
Sayuti, Kesuma., Rina, Yenrina. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Padang:
Andalas University Press.
Sidik. 1985. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Jakarta: Yayasan
Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam.
Simpen, I. N. 2008. Isolasi Chaseus Nu Shell Liquida dari Kayu Biji Jambu Mete
(Anacardium occidentale L) dan Kajian Beberapa Sifat Fisiko-Kimianya.
Jurnal Kimia 2 (2): 71-76. ISSN 1992-0075.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatorafi dan Mikroskopi, diterjemahkan
oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. ITB: Bandung. 3-17.
Thi, H. L., Phoung Lan P. T., Chin, D.V., Noguchi, H. K. 2008. Allelopathic
Potensial of Cucumber (Curcumis sativus) on Barnyardgrass (Echinochioa
crus-galli). Weed Biology and Managemen 8(2): 129-132.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh
Soendani N. S. Yogyakarta: UGM Press.
Waji, R. A., Sugrani, A. 2009. Flavonoid (Quercetin). Laporan Kimia Organik
Bahan Alam Program S2 Kimia. Makasar: Universitas Hasanuddin.
Wijayakusuma, M. 2007. Penyembuhan dengan Temulawak. Jakarta: Sarana
Pustaka Prima. Hlm. 23-7.
14
Yasni, S. K., Imaizumi, K., Sin, M. Sugono, Nonaka. G., Sidik. 1994.
Identification of An Antive Priciple in Essential Oils an Hexane-solube
Fractions of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Showing Triglyceride-lowering
Action in Rats. Food Chem. Toxicol. 32(3): 273-278.
Yulianti, Rizki., Dahlia, A., Ahmad, A. R. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid
Total dari Ekstrak Etanolik Daun Benalu Mangga. Jurnal Fitofarmaka
Indonesia, Vol 1(1).
Yulinas, E. M., Sinaga, O. 2005. Pengaruh Pemberian Tepung Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam Ransum Terhadap Kualitas Ayam
Broiler Umur 6 Minggu. Jurnal Agribisnis Peternakan 1(2): 62-66.
Yustina, L. 2008. Daya Antibakteri Campuran Ekstrak Etanol Buah Adas
(Foeniculum vulgare Mill.) dan Kulit Batang Pulasari (Alyxia reinwartii),
http://usd.ac.id/06/publ_dosen/far/yustina.pdf, diakses 1 September 2015.
15
LAMPIRAN
16
Penjenuhan fase gerak heksan:etil asetat Sampel ektrak untuk KLT
17
Proses elusi sebelum KLT identifikasi Hasil setelah dielusi
18
Pertanyaan dan Jawaban dalam Diskusi:
19