Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PERCOBAAN KE-3
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID TEMULAWAK

Disusun Oleh :
FENDI WIBAWA 1708067009
FIKA DEBI ASHARI 1708067010
HARI SETYAWATI 1708067011
IDHEN AURA MOERDHANITA 1708067012
KHOIRU NISA’ FITRIA SALAMAH 1708067014

AKADEMI FARMASI INDONESI YOGYAKARTA


YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN

Laporan praktikum FITOKIMIA percobaan ke-3 dengan judul Isolasi dan


Identifikasi Flavoid dari Temulawak adalah benar sesuai dengan hasil praktikum
yang telah dilaksankan. Laporan ini kami susun berdasarkan data hasil praktikum
yang telah dilakukan.

Yogyakarta, 24 Juni 2019


Dosen pembimbing Ketua Kelompok

(Andi Wijaya, M.Farm., Apt) (Fendi Wibawa)

Data Laporan (Diisi dan diparaf oleh Dosen/Laboran/Asisten)


Hari, Tanggal Praktikum Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan

Nilai Laporan (Diisi oleh Dosen)


No. AspekPenilaian Nilai
1. Ketepatan waktu pengumpulan (10)
2. Kesesuaian laporan dengan format (5)
3. Kelengkapan dasar teori (15)
4. Skematika kerja (10)
5. Penyajian hasil (15)
6. Pembahasan (20)
7. Kesimpulan (10)
8. Penulisan daftar pustaka (5)
9. Upload data via blog/wordpress/scribd/ academia.edu (10)

TOTAL

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN ........................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK (Curcuma
xanthorriza) ............................................................................................................. 5
A. Tujuan Praktikum ..................................................................................... 5
B. Dasar Teori ............................................................................................... 5
C. Alat dan Bahan ......................................................................................... 9
D. Cara Kerja................................................................................................. 9
E. Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 10
F. Kesimpulan ............................................................................................ 13
G. Hasil Diskusi .......................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
LAMPIRAN .......................................................................................................... 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kimia Kurkumin ..................................................................... 7


Gambar 2. Skema Ekstraksi Temulawak ................................................................ 9
Gambar 3. Skema Isolasi Flavonoid Temulawak ................................................... 9
Gambar 4. Skema Identifikasi Flavonoid Temulawak .......................................... 10
Gambar 5. Maserasi dengan stirrer....................................................................... 10
Gambar 6. Proses penguapan dengan rotary evaporator ...................................... 11
Gambar 7. Ekstrak temulawak setelah diuapkan .................................................. 12
Gambar 8. Isolasi dengan KLT Preparatif ............................................................ 12
Gambar 9. Identifikasi Flavonoid dengan KLT .................................................... 13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan rendemen ekstrak temulawak ....................................... 17

iv
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI TEMULAWAK
(Curcuma xanthorriza)

A. Tujuan Praktikum
Dapat mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi
dan melakukan identifikasi flavonoid dari temulawak dan mengidentifikasi
isolat yang diperoleh.

B. Dasar Teori
1. Klasifikasi tanaman temulawak
Klasifikasi tanaman temulawak menurut Wijayakusuma (2007) :
Divisi : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Scitamineae
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorhiza roxb
2. Morfologi temulawak
Temulawak batang pohonya berbentuk batang semu dan tingginya
dapat mencapai 2 meter. Daunnya lebar dan pada setiap helaian
dihunungkan dengan pelepah dan tangkai aun (Haryanto, 2009). Rimpang
temulawak terdiri atas 2 jenis, yaitu rimpang induk (empu) dan rimpang
cabang. Rimpang induk berwarna kuning tua, cokelat kemerahan, dan
bagian dalamnya berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang tumbuh keluar
dari rimpang induk, berukuran lebih kecil, dan memiliki warna lebih
muda. Akar temulawak memiliki ujung akar yang melebar (Dalimartha,
2000).

5
6

3. Farmakologi tanaman
Temulawak diketahui mempunyai banyak dimanfaatkan dalam
pengobatan. Temulawak dapat digunakan dalam pengobatan sakit limpa,
sakit ginjal, sakit pinggang, asma, sakit kepala, masuk angin, maag, sakit
perut, memperbanyak produksi ASI, menambah napsu makan, mengatasi
sembelit, nyeri haid, sakit cangkrang, cacar, sariawan an jerawat (Suparni
dan Ari, 2012).
4. Kandungan tanaman
Rimpang temulawak mengandung bahan aktif yakni minyak atsiri
fellandren, turmerol, kamfer, glukosida, foluymetik karbinol dan kurkumin
(Thomas, 2012). Menurut Sidik dkk. (1992) rimpang curcuma sebagian
besar terdiri dari pati, kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid
memberikan warna kuning pada rimpang, terdiri dari zat kurkumin dan
desmetoksi. Kurkumin adalah suatu persenyawaan fenolitik, termasuk
golongan senyawa polifenol dengan rumus molekul C21H20O6 (Widodo
dkk., 2006). Fenol merupakan senyawa yang mempunyai sebuah cincin
aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol
dikelompokkan menjadi fenol sederhana dan asam folat, turunan asam
hidroksi sinamat dan flavonoid (Widiyanti, 2006). Flavonoid adalah
senyawa polifenol dengan inti terdiri dari 15 atom Carbon, tersusun atas
dua cincin gugus benzen yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier
yang terdiri dari 3 atom Carbon (Sovia, 2006). Berdasarkan penjelasan
tersebut kurkumin dapat digolongkan sebagai flavonoid karena termasuk
senyawa polifenol.
Kurkumin memiliki kelarutan praktis tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik (Majeed dkk., 1995), dalam suasana asam
kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga, dalam suasana basa
berwarna merah. Bila kurkumin terpapar cahaya dapat terjadi dekomposisi
struktur berupa degradasi struktur (Tonnesen, 1992).
7

Gambar 1. Struktur Kimia Kurkumin

Sumber: Widodo dkk., 2006.


5. Maserasi
Metode ekstraksi maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia
dengan cara merendam bahan nabati menggunakan pelarut bukan air atau
pelarut seperti etanol encer selama waktu tertentu tanpa pemanasan,
dilakukan pada suhu kamar selama waku tertentu dengan sesekali diaduk
atau digojok. Pinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutkan zat aktif
berdasarkan sifat kelarutannya (like dis-solved like) (Marjoni, 2016).
Keuntungan menggunakan metode ekstraksi maserasi yaitu
prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana, metode ekstraksi
maserasi tidak dipanaskan sehingga bahan alam tifak akan terurai,
ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, lebih hemat
penyari, biaya operasionalnya relatif rendah. Kekurangan metode ini
adalah memerlukan banyak waktu, proses penyariannya tidak sempurna
karena zat aktif hanya tersari 50%, beberapa senyawa sulit diekstraksi
dalam suhu kamar (Marjoni, 2016).
Menurut Sembiring dkk. (2006) proses ekstrasi temulawak
dilakukan dengan mengestrak serbuk temulawak dengan menggunakan
pelarut alkohol 70% selama 6 jam, kemudian didiamkan semala 24 jam.
Setelah didiamkan selama 24 jam ekstrak disaring kemudian filtrat yang
didapat diuapkan sehingga dihasilkan ekstrak kental.
Penggunaan etanol dimaksudkan agar semua senyawa kimia baik
yang kurang polar dapat terekstraksi semaksimal mungkin. Umumnya
etanol dapat mengekstraksi senyawa alkaloid, sterol, saponin, flavonoid,
antrakuinon dan glikosida (Harbone, 1996). Rendemen ekstrak temulawak
dalam penelitian Sembiring dkk. (2006) didapat sebesar 16,65-32,49%
dengan waktu ekstraksi selama 6 jam dan didiamkan selama 24 jam.
8

6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Prinsip dari KLT merupakan metode pemisahan komponen kimia
berdasarkan adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh fase diam
(adsorbsen) dan fase gerak (toluen). Komponen kimia akan naik mengikuti
fase gerak akibat daya adsorbsi dari fase diam. Dalam kromatografi lapis
tipis sebagai fase diam digunakan zat padat yang disebut adsorben
(penyerap) dan fase gerak adalah zat cair yang digunakan sebagai
pengembang yang sesuai dengan bahan yang akan dipisahkan.
Kromatografi lapis tipis hanya membutuhkan bahan dalam jumlah sedikit,
dapat memisahkan campuran senyawa menjadi senyawa murni dan waktu
analisis yang lebih cepat (Marjoni, 2016). Fase gerak harus diatur
sedemikian rupa sehingga harga Rf solut terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan. Fase diam salah satunya adalah silika gel GF
254 yang berflouresensi pada λ 254 (Rahman, 2009).
Berdasarkan penelitian Mujahid (2011) fase diam yang digunakan
adalah Silica gel F254 Merck, sampel ditotolkan menggunakan Camag
Linomat 5 dengan jarak dari dasar 10mm, jarak antar totolan 10mm, lebar
totolan 2 mm. Baku kurkuminoid ditotolkan sejumlah 0,1;0,2;0,4;0,6 dan
0,8 μl atau setara dengan 17,08; 34,15; 68,30; 102,45 dan 135,5 ng/spot,
sedangkan sampel masing-masing ditotolkan 0,5 μl. Fase gerak berupa
campuran n-heksan etil asetat (1:1), jarak pengembangan 8 cm. Dideteksi
dengan Camag TLC Scanner 3 menggunakan progam Wincats versi 1.4.4
pada panjang gelombang 425 mm. Hasil Identifikasi KLT didapat nilai Rf
0,35-0,40 baik pada baku maupun sampel dengan tingkat kesesuaian
96,83%.
9

C. Alat dan Bahan


Alat :
1. Seperangkat alat maserasi 4. Stirrer
2. Seperangkat alat KLT 5. Rotary evaporator
3. Beaker glass 6. Cawan Porselin
Bahan :
1. Simplisia Temulawak 3. Heksan
2. Etanol 70% 4. Etil asetat

D. Cara Kerja
1. Ekstraksi
Rimpang temulawak yang telah dihaluskan sebanyak 40 gram
dimasukkan kedalam beaker glass, ditambahkan 200 ml etanol

Aduk selama 1 jam menggunakan stirrer (proses pelarutan menggunakan


pelarut)

Hasil campuran disaring

Diuapkan dengan rotary evaporator (suhu 60⁰C) hingga volume ± 10mL

Ekstrak yang didapat dipindahkan ke dalam cawan porselin


Gambar 2. Skema Ekstraksi Temulawak

2. Isolasi
Ekstrak kental ditotolkan pada silika gel GF254

Pengembang menggunakan heksan : etil asetat (4:1)

Dideteksi dengan lampu UV 254 nm

Bercak pita ditandai, lalu dikerok dan dilarutkan dengan etanol 70%
Gambar 3. Skema Isolasi Flavonoid Temulawak
10

3. Identifikasi
Padatan yang telah dilarutkan dengan etanol 70% ditotolkan pada silika
gel GF254

Pengembang menggunakan heksan : etil asetat (4:1)

Deteksi dengan lampu UV 254 nm

Catat harga Rf dan dibandingkan dengan harga Rf pembanding


Gambar 4. Skema Identifikasi Flavonoid Temulawak

Fase diam : silika Gel GF254


Fase gerak : heksan : eti asetat (4:1)
Cuplikan : larutan sampel dan larutan pembanding kuersetin/rutin dalam
etanol
Deteksi : UV 254 nm

E. Hasil dan Pembahasan


Isolasi dan identifikas merupakan kegiatan dalam praktikum Fitokimia
untuk menguji ada tidaknya senyawa kimia pada suatu simplisia. Praktikum
yang telah dilaksanakan melakukan isolasi flavonoid dari rimpang
temulawak. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 70% menggunakan alat stirrer.

Gambar 5. Maserasi dengan stirrer

Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi memiliki prinsip


melarutkan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya. Proses ektraksi
11

menggunakan metode maserasi dikarenakan peralatan dan pengerjaannya


relatif mudah dan sederhana, biaya yang dibutuhkan relatif murah, dapat
digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang termolabil. Proses ekstraksi
menggunakan pelarut etanol 70% karena bersifat lebih selektif, dapat
menghambat pertumbuhan kapang dan bakteri, tidak beracun, daya
absorbsinya baik, membutuhkan panas yang rendah untuk pemakatan, dan
etanol dapat melarutkan berbagai zat aktif tanpa melarutkan zat pengganggu
sepeti lemak (Marjoni, 2016) diharapkan penggunaan etanol 70% dapat
melarutkan senyawa kurkumin yang larut dalam pelarut organik (Majeed
dkk., 1995). Hasil ekstraksi disimpan selama 5 hari dengan kondisi tertutup
menggunakan plastic wrap untuk mencegah kontaminasi, selanjutnya
diuapkan dengan rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak yang kental.
Prinsip dari rotary evaporator adalah menurunkan tekanan dari suatu pelarut
sehingga dapat menguap pada suhu yang jauh dibawah titik didihnya
(Marjoni, 2016). Proses penguapan dilakukan pada suhu 60⁰C karena etanol
memiliki titik didih 78⁰C (Departemen kesehatan RI, 1995).

Gambar 6. Proses penguapan dengan rotary evaporator

Ekstrak kental yang didapat diuapkan kembali di atas waterbath karena


ekstrak yang didapat sebelumnya kurang kental untuk proses identifikasi.
Ektrak yang didapat memiliki warna kuning kecoklatan dengan bau aromatis,
didapat rendemen sebanyak 25,85% dari 40 gram serbuk temulawak yang
digunakan. Ekstrak kental yang didapat kemudian diisolasi dengan KLT
preparatif. KLT Preparatif dilakukan untuk memisahkan senyawa flavonoid
12

dengan senyawa lain. Hasil bercak pita yang didapat dari KLT preparatif
dikerok dan dilarutkan dengan etanol 70% kemudian dilakukan identifikasi.
Identifikasi dengan Kromatografi Lapis tipis dengan panjang gelombang 254
nm, menggunakan fase diam silika gel GF254 karena bersifat polar, fase
gerak menggunakan heksan dan etil asetat karena memiliki sifat nonpolar
yang diharapkan dapat menarik senyawa yang akan diidentifikasai yaitu
flavonoid. Identifikasi tidak menggunakan pembanding kuersetin karena
pembanding tidak tersedia.

Gambar 7. Ekstrak temulawak setelah diuapkan

Gambar 8. Isolasi dengan KLT Preparatif


13

Hasil identifikasi yang didapat dengan KLT tidak dapat dihitung harga Rf-
nya karena membentuk bercak yang berekor, yang dapat mengakibatkan
kesalahan-kesalahan pada harga Rf. Hasil yang demikian dapat disebabkan
karena jumlah cuplikan yang diteteskan terlalu banyak.

Gambar 9. Identifikasi Flavonoid dengan KLT

F. Kesimpulan
Hasil elstraksi didapatkan ekstrak temulawak dengan warna kuning
kecoklatan dengan bau aromatis, rendemen yang didapat sebanyak 25,85%.
Identifikasi flavonoid dengan metode Kromatografi Lapis Tipis tidak dapat
dihitung harga Rf karena bercak yang didapat tampak berekor karena jumlah
cuplikan yang diteteskan terlalu banyak.

G. Hasil Diskusi
Pertanyaan 1: (Dicky Prasetya Nugraha 1708087007)
- Bagaimana perbedaan hasil KLT yang tampak berekor dengan hasil yang
baik?
Jawab:
- Hasil KLT yang baik adalah adanya bercak tunggal menunjukkan bahwa
isolat telah murni (gambar a) (Suhendi, 2011). Hasil yang tampak berekor
dikatakan tidak baik karena dapat mempengaruhi harga Rf (gambar b).
14

(a) (b)
Pertanyaan 2: (Defry Romadhona 1708067007)
- Apakah hasil ekstraksi disimpan sebelum diuapkan? Berapa lama
penyimpanan yang baik?
Jawab:
- Hasil ekstraksi disimpan selama 5 hari. Menurut Sembiring dkk. (2006)
ekstrak temulawak yang telah diekstraksi selama 6 jam kemudian
disimpan selama 24 jam menghasilkan rendemen dengan jumlah 16,65-
32,49%.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta :


Departemen Kesehatan RI.
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta : Trubus
Agriwidya.
Harbone, J.B .1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Diterjemahkan Oleh : Kosasih Padmawinata dan Imam Sudiro.
Edisi II. Bnadung : ITB.
Haryanto, S. 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Cetakan I. Yogyakarta :
PALMALL.
Majeed, M. dkk. 1995. Curcuminoids Antioxidants Phythonutrients. Nutriscience.
New Jersey : Publ. Inc. Piscatawaw.
Marjoni, R. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta : CV. Trans Info Media.
Mujahid, R., Awal PKD., Nita, S. 2011. Maserasi Sebagai Alternatif Ekstraksi
Pada Penetapan Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb). Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Tawangmangu.
Rahman, M.N. 2009. Aktivitas Antibakteri Senyawa Hasil Biotransformasi
Kurkumin Oleh Mikroba Endofit Asal Kunyit. Skripsi. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Sembiring, B.Br., Ma’mun dan Edi I.G. 2006. Pengharuh Kehaulusan Bahan dan
Lama Ekstraksi Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma
xanthorriza). Bul. Littro. Vol. XVII. No. 2. Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik.
Sidik., Mulyono M.W., dan Muhtadi A. 1992. Temulawak (Curcuma xanthorriza
Roxb.). Jakarta : Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedika.
Sovia, L. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida. Karya
Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Medan :
Universitas Sumatera Utara.

15
16

Suhendi, A., Landyyun, R.S., dan Dedi, H. 2011. Isolasi dan Identifikasi
Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.). PHARMACON.
Vol. 12. No. 2. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suparni, I., dan Ari, W. 2012. Herbal Nusantara 1001 Ramuan Tradisional Asli
Indonesia. Edisi I. Yogyakarta : Rapha Publishing.
Thomas, A.N.S. 2012. Tanaman Obat Tradisional I. Yogyakarta : Kanisius.
Tonnesen, H.H dan Karlsen, J. 1992. Studies On Curcumin and Curcuminoids.
VI. Kinetics of Curcumin Degradation in Aqueous Solution, Z. Lebensm,
Unters. Forsch. International Journal of Pharmaceutics. Volume 87.
Issues 1-3. Institute of Pharmacy.
Widodo, D.S., Kuncaka, A., dan Siswanta, D. 2006. Sistesis Organik Dengan
Pendekatan Elektrokimia : Reduksi Kurkumin. Jurnal Semnas Kimia dan
pendidikan Kimia. Jurusan Kimia F. MIPA UNNES. Semarang.
Widiyanti, R. 2006. Analisa Kandungan Antioksidan dan Fenol pada Jahe.
Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia.
Wijayakusuma, M. 2007. Penyembuhan Dengan Temulawak. Jakarta : Sarana
Pustaka Prima.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan rendemen ekstrak temulawak

Jumlah simplisia = 40 gram


Bobot Ekstrak = 10,339 gram

Rendemen = x

17

Anda mungkin juga menyukai