Disusun Oleh :
KELOMPOK A1-1
Alwi Robiyanto (152210101022)
Berylian Arief Kurniawan (152210101058)
Ratih Dewi Widharma (162210101047)
Karima Pratiwi (162210101059)
Permata Sari Pratiwi (162210101069)
Anis Fitri Anggraeni (172210101003)
Yuniar Aisyah Ismayanti (172210101004)
Herwindhiarti Intansari (172210101005)
Dina Permatasari (172210101006)
Auryca Ninda Ayu A. (172210101011)
Abim Syaifullah (172210101013)
Tazkiyatul Fithriyah (172210101014)
Arini Dwi Lestari (172210101016)
LABORATORIUM FITOKIMIA
BAGIAN BIOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2019
DAFTAR ISI
i
BAB I PENDAHULUAN
Jambu biji merupakan salah satu tumbuhan tropis yang secara empiris digunakan oleh
masyarakat sebagai obat. Tumbuhan ini termasuk dalam familia Myrtaceae. Beragam
penelitian terkini telah membuktikan bahwa jambu biji memiliki beragam khasiat kesehatan
seperti antidiare, meningkatkan kadar trombosit darah, menurunkan kadar kolesterol total,
menurunkan gula darah, antibakteri, dan anti kanker. Keseluruhan bagian dari tumbuhan
jambu biji memiliki efek farmakologis yang dapat berguna bagi kesehatan. Hanya saja
kandungan zat aktif dan khasiatnya berbeda-beda
Daun jambu biji diyakini memiliki efek astringen, penyembuhan luka, anti alergi,
memperbaiki kulit yang rusak, dan memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri yang
umumnya menyebabkan infeksi pada luka bedah dan jaringan lunak lainnya seperti
Staphylococcus aureus, Streptococcus spp, Escherichia coli, Salmonella typhi, Proteus
mirabilis, dan Shigella dysenteria. Secara klinikal dan histologi, luka pada tikus yang
diberikan ekstrak daun jambu biji sembuh lebih cepat dibandingkan kelompok yang diberikan
kortikosteroid. Sehingga dapat digunakan sebagai fitoterapi yang bisa berkontribusi dalam
pemulihan jaringan.
Salah satu kandungan kimia dari daun jambu biji, yaitu kuersetin, termasuk senyawa
flavonoid yang mempunyai fungsi menghambat fusi membran gamet landak laut saat terjadi
fertilisasi. Kuersetin juga menghambat aktivitas hialuronidase sehingga spermatozoa tidak
dapat menembus kumulus menjelang fertilisasi. Dilaporkan pula bahwa kuersetin juga dapat
menghambat enzim sitokrom P-450 III A 4 dalam proses hidroksilasi estradiol -17β menjadi
estron dan selanjutnya menjadi estriol.
Senyawa kimia di alam umumnya terdapat dalam bentuk campuran, oleh sebab itu
diperlukan pemisahan, fraksinasi adalah proses pemisahan suatu zat dari campuran beberapa
zat, pemisahan dilakukan dengan tehnik yang bermacam macam seperti kromatografi (KKt,
1
KLT, KCKT, KCV, KK, KGC) dan ekstraksi cair-cair. Terkadang digunakan kombinasi
keduanya, seringkali dilakukan secara berulang-ulang agar didapat fraksi zat yang lebih
banyak.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jambu Biji
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ekstrak daun jambu biji atau
Psidii Folium dari Psidium guajava
Taksonomi tumbuhan jambu biji yaitu :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Pemerian : Bau khas aromatik, rasa kelat
Makroskopis :Daun: tunggal, bertangkai pendek, panjang tangkai daun
0,5cm-1cm, helai daun berbentuk bundar telur agak menjorong
atau bulat memanjang, panjang 5-13 cm, lebar 3-6 cm, pinggir
daun rata agak mengubang ke atas, permukaan atas agak licin,
warna hijau kelabu.
Serbuk :Warna hijau keabu-abuan. Fragmen pengenal adalah banyak
terdapat rambut penutup yang terlepas, hablur kalsium oksalat,
stomata tipe anomositik, mesofil dengan kelenjar lisigen.
Mengandung tanin 5% .
Kandungan zat kimia :Daun jambu biji mengandung tanin, eugenol (minyak atsiri),
minyak lemak, damar, zat samak, triterpenoid dan asam afel.
3
Buahnya mengandung asam amino (triptofan, lisin), kalsium,
fosfor, besi, belerang, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C
(Muhlisah, 2007).
2.2 Kuersetin
Kuersetin (suatu aglikon) adalah salah satu zat aktif kelas flavanoid yang secara
biologis amat kuat. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka quersetin
memiliki aktivitas antioksidan 4,7. Flavanoid merupakan sekelompok besar antioksidan
bernama polifenol yang terdiri atas antosianin, biflavon, katekin, flavanon, flavon dan
flavonol. Kuersetin termasuk ke dalam kelompok flavonol.
Kuersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, kuersetin dan glikosidanya
berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Kuersetin dipercaya dapat
melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative dengan cara mencegah
terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin memperlihatkan kemampuan mencegah
proses oksidasi dari Low Density Lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal
bebas dan menghelat ion logam transisi.
Ketika flavonol kuersetin bereaksi dengan radikal bebas, kuersetin mendonorkan
protonnnya dan menjadi senyawa radikal, tetapi elektron tidak berpasangan yang
dihasilkan didelokalisasi oleh resonansi. Hal ini membuat senyawa kuersetin radikal
memiliki energi yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif.
Struktur Kuersetin
Tiga gugus dari keursetin yang membantu dalam kestabilan dan bertindak sebagai
antioksidan ketika bereaksi dengan radikal bebas yaitu:
1. Gugus O-dihidroksil pada cincin B
4
2. Gugus 4-oxo dalam konjugasi dengan alkena 2,3
3. Gugus 3- dan 5-hidrosil
Gugus fungsi tersebut dapat mendonorkan electron pada cincin yang akan meningkatkan
jumlah resonansi dari struktur benzene senyawa kuersetin.
2.3 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair. Fraksinasi
dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar, semi
polar, dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non
polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan
larut kedalam pelarut polar. Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan menggunakan
metode corong pisah atau kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu
metode pemurnian senyawa dengan menggunakan kolom. Corong pisah merupakan
peralatan laboratorium yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dalam
campuran antara dua fase pelarut yang memiliki massa jenis berbeda yang tidak
tercampur.
Ekstrak yang telah dilarutkan dalam aquades, nantinya akan dimasukkan ke dalam
corong pisah dan dicampur dengan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya. Setelah itu
corong pisah dikocok. Pelarut yang memiliki massa jenis lebih tinggi akan berada di
lapisan bawah, dan yang memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di lapisan atas.
Senyawa yang terkandung dalam ekstrak nantinya akan terpisah sesuai dengan tingkat
kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa akan tertarik oleh pelarut yang tingkat
kepolarannya sama dengan dengan senyawa tersebut.
2.4 Kromatografi Kolom
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai kromatografi pertama
kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli biotani Rusia yang bekerja di
Universitas Warsawa Pada saat itu, Michael Tswett melakukan pemisahan klorofil dari
pigmen- pigmen lain dari ekstrak tanaman menggunakan kromatografi kolom yang berisi
dengan kalsium karbonat. Pada kromatografi, komponen- komponen yang akan
dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam ( stationary ) dan fase bergerak
( mobile ). Fase diam adalah fase yang akan menahan komponen campuran sedangkan
fase gerak adalah fase yang akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
5
mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal atau tidak bergerak sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat ( Sudarmadji, 2007 ).
Kromatografi kolom bertujuan untuk purifikasi dan isolasi komponen dari suatu
campurannya. Metode pembuatan kolom terbagi menjadi 2 yaitu untuk metode kering,
kolom pertama diisi dengan kering fase diam bubuk, diikuti dengan penambahan fase
mobile. Metode basah, sebuah bubur disiapkan dari eluent dengan fase diam bubuk dan
kemudian dengan hati-hati dituangkan ke dalam kolom. Lapisan ini biasanya ditutupi
dengan lapisan pasir kecil atau dengan kapas atau wol kaca untuk melindungi bentuk
lapisan organik dari kecepatan baru ditambahkan eluent. Eluent perlahan-lahan melewati
kolom untuk memajukan bahan organik (Roy, 1991).
Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didasarkan pada afinitas
kepolaran analite dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu memiliki kepolaran yang
berbeda dengan fase diam. Pada sebagian besar kromatografi kolom menggunakan fase
diam yang bersifat polar dengan fase gerak yang non-polar dengan begitu waktu retensi
akan menjadi lebih singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan
waktu yang diperlukan untuk bergerak di sepanjang kolom. Laju aliran kolom dapat
ditingkatkan dengan memperluas aliran eluent di dalam kolom dengan mengisi fase diam
pada bagian bawah atau dikurangi dengan mengontrol keran. Laju aliran yang lebih baik
dapat dicapai dengan menggunakan pompa atau dengan menggunakan gas dengan
kompresi (misalnya udara,nitrogen, argon) untuk mendorong pelarut melalui kolom.
Kolomnya (tabung gelas) diisi dengan bahan seperti alumina, silika gel atau pati yang
dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom. Larutan sampel
kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga sampel diasorbsi oleh adsorben.
Kemudian pelarut (fasa mobil; pembawa) ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom.
Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa mobil) dan pelarut
yang teradsorbsi oleh adsorben (fasa stationer). Selama perjalanan turun, zat terlarut akan
mengalami proses adsorpsi dan partisi berulang-ulang. Laju penurunan berbeda untuk
masing-masing zat terlarut dan bergantung pada koefisien partisi masing-masing zat
terlarut (Sastrohamidjojo, 2005).
Keuntungan kromatografi kolom yaitu dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi
preparative, digunakan unruk menentukan jumlah komponen campuran digunakan untuk
memisahkan dan purifikasi substansi. Kerugian kromatografi kolom yaitu untuk
6
mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual, metode ini sangat
membutuhkan waktu yang lama (time consuming).
7
BAB III METODELOGI
Alat Bahan
Labu alas bulat Ekstrak daun jambu biji
Pipa kapiler Lempeng KLT
Vial 25ml Metanol
Erlenmeyer HCL 57%
Kolom kromatografi Etanol 96%
Kapas Kloroform
Beaker glass Aseton
Asam Formiat
Silica gel
Sampel 0,3 gram ditambah 25 ml metanol dan 0,7 ml HCl 57% v/v
(pengenceran HCl pekat dengan air), lalu dimasukkan labu alas bulat.
Standar kuersetin dan ekstrak daun jambu biji yang telah dicuci dilarutkan
dalam etanol 96% dan ditotolkan 2-5 μl pada lempeng KLT
Lalu dieluasi dengan eluen yang sesuai di dalam bak kromatografi sampai
batas. Diamati pada lampu UV 254 nm & 365 nm.
Silika gel 100x bobot ekstrak dimasukkan erlenmeyer & ditambah eluen ± 2
cm diatas permukaan silika gel, dikocok pelan hingga merata & dimasukkan
hati-hati dalam kolom kromatografi yang bawahnya sudah diberi glass wool.
sebelum penuangan, dinding luar kolom kromatografi disemprot etanol. lalu
kolom didiamkan 1 hari untuk memampatkan & dilihat ada tidaknya retakan
Jika kolom tidak retak, tambah eluen 0,5 cm diatas permukaan silika gel. Jika
retak diulangi lagi. Lalu kolom ditabah ekstrak yang telah dicampur silika gel
(1% bobot silika)
Dialirkan eluen & ditampung ± 50 ml dala erlenmeyer. Lalu kran dibuka &
diatur penetesannya (1 tetes/detik) & ditampung dalam vial 25 ml (10 vial).
Setiap vial diuji KLT untuk melihat noda yang dihasilkan. Jika nodanya
sama, vial -vial tersebut digabung. Penetesan dihentikan jika vial sudah tidak
lagi memberikan noda saat diuji KLT
9
BAB IV HASIL
a. Hasil dari Preparasi Ekstrak Daun Jambu Biji
10
Panjang eluen 8 cm
Hasil panjang sampel dan Rf dari masing-masing sampel
1. Sampel 1
Panjang sampel : 7,2 cm
7,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,9
8 𝑐𝑚
2. Sampel 2
Panjang sampel : 7,2 cm
7,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,9
8 𝑐𝑚
3. Sampel 3
Panjang sampel : 6,4 cm dan 7,2 cm
6,4 𝑐𝑚 7,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,8 ; = 0,9
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
4. Sampel 4
Panjang sampel : 4,2 cm ; 6,4 cm ; dan 7,2 cm
4,2 𝑐𝑚 6,4 𝑐𝑚 7,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,5252 ; = 0,8 ; = 0,9
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
5. Sampel 5
Panjang sampel : 4,2 cm dan 1,2 cm
1,2 𝑐𝑚 4,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,15 ; = 0,5252
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
6. Standar Kuersetin
Panjang sampel : 4,2 cm
4,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,5252
8 𝑐𝑚
7. Sampel 6
11
Panjang sampel : 1,2 cm dan 4,2 cm
1,2 𝑐𝑚 4,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,15 ; = 0,5252
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
8. Sampel 7
Panjang sampel : 1,2 cm dan 4,2 cm
1,2 𝑐𝑚 4,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,15 ; = 0,5252
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
9. Sampel 8
Panjang sampel: 2 cm dan 4,2 cm
2 𝑐𝑚 4,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,25 ; = 0,5252
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
10. Sampel 9
Panjang sampel : 1,2 cm ; 2 cm ; dan 4,2 cm
1,2 𝑐𝑚 2 𝑐𝑚 4,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,15 ; = 0,25 ; = 0,5252
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
11. Sampel 10
Panjang sampel : 1,2 cm ; 2 cm ; dan 4,2 cm
1,2 𝑐𝑚 2 𝑐𝑚 4,2 𝑐𝑚
Rf = = 0,15 ; 8 𝑐𝑚 = 0,25 ; = 0,5252
8 𝑐𝑚 8 𝑐𝑚
Tampak noda warna kuning pada vial 5, 6, dan 7 pada panjang sampel 1,2 cm (rf =
0,15) yang diuapkan dengan uap amonia 25%. Sedangkan pada standar tampak
noda warna kuning pada panjang sampel 4,2 cm (rf = 0,5252)
Hasil penggabungan fraksi
(vial rendeman – vial kosong)
Fraksi 1 (vial 1,2) = 16,3365 g
Total berat sampel = 16,3894-16,3365 = 0,00529 g
Fraksi 2 (vial 3,4) = 16,8979 g
Total berat sanpel = 16,9006-16,8979 = 0,0027 g
Fraksi 3 (vial 5,6, dan 7) = 16,4542 g
Total berat sampel = 16,5019-16,4542= 0,0477 g
Fraksi 4 (vial 8) =16,8072 g
Total berat sampel = 16,8696-16,8072 = 0,0624 g
Fraksi 5 (vial 9,10) = 16,8154 g
Total berat sampel = 16,8427-16,8154 = 0,0273 g
Pada praktikum kali ini, belum bisa memisahkan kuersetin. Mungkin karena beberapa
faktor saat mengerjakannya. Seperti kesalahan saat proses fraksinasi.
12
BAB V PEMBAHASAN
13
ditunggu sampai ekstrak turun kebawah lalu diatur penetesannya (1tetes/detik) dan
ditampung dalam 10 vial yang berkapasitas 25 ml. Selama proses pemisahan dengan
kromatografi kolom berlangsung, eluen harus tetap dijaga dan di tambahkan agar selalu
berada diatas sampel ekstrak. Jika eluen dibiarkan habis hingga berada diawah permukaan
sampel ekstrak, maka kemungkinan terperangkapnya udara di dalam kolom menjadi
semakin besar. Akibatnya, kolom menjadi retak. Silica gel berfungsi sebagai fase diam
sedangkan eluen (kloroform, aseton, dan asam formiat) berfungsi sebagai fase gerak.
Golongan senyawa yang lebih mudah terikat pada fase gerak akan keluar terlebih dahulu
dari kolom kromatografi, sebaliknya golongan senyawa yang lebih mudah terikat pada fase
diam akan keluar pada saat-saat terakhir.
Untuk praktikum kali ini, kelompok kami dapat menampung 10 vial eluen masing-
masing sejumlah 25 ml. Ke 10 vial tersebut lalu di uapkan pelarut/ eluen nya hingga di dapat
hasil yang pekat. 10 vial dan standart kuersetin masing-masing di totolkan pada lempeng
KLT. Setelah ditotolkan lalu dilakukan eluasi, sebelum dilakukan eluasi yakni pembuatan
eluen untuk fase gerak pada KLT (kloroform, aseton dan asam formiat) lalu masukkan ke
dalam chamber, tutup chamber dan biarkan jenuh, tujuan membuat chamber jenuh yakni
agar tekanan didalam dan diluar chamber sama. Saat eluasi sudah mencapai batas atas,
lempeng dikeluarkan dan dikeringkan untuk menghilangkan penguap pada lempeng KLT,
setelah itu dilihat di bawah sinar UV. Dilihat noda noda yang timbul, noda-noda yang ada di
beri tanda . lalu di tentukan fraksi-fraksi yang ada. Pada lempeng KLT di dapatkan 5 fraksi,
fraksi pertama yaitu vial 1 dan 2; fraksi kedua yaitu vial 3 dan 4; fraksi ketiga yaitu vial 5, 6
dan 7; fraksi keempat yaitu vial 8; fraksi kelima yaitu vial 9 dan 10.
Setiap vial diuji dengan KLT untuk melihat noda yang dihasilkan. Jika menghasilkan
noda yang sama vial-vial tersebut digabung. Dalam praktikum ini, 10 vial dan standar
kuersetin masing-masing ditotolkan pada lempeng KLT. Lalu dikeringkan dan dilihat
nodanya pada panjang gelombang 254 nm. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat empat
fraksi diantaranya adalah:
fraksi I yang terdiri dari vial 1 dan 2 dengan berat sampel 0,00529 g
fraksi II yang terdiri dari vial 3 dan 4 dengan berat sampel 0,0027 g
fraksi III yang terdiri dari vial 5, 6, dan 7 dengan berat sampel 0,0477 g
fraksi IV yang terdiri dari vial 8 dengan berat sampel 0,0624 g
fraksi V yang terdiri dari vial 9 dan 10 dengan berat sampel 0,0273 g
14
Dapat dilihat bahwa Fraksi I merupakan fraksi yang memiliki daya kelarutan yang
tinggi terhadap fase gerak dan kurang terserap atau terabsorbsi pada fase diam sehingga
fraksi tersebut lebih cepat bergerak keluar melalui kolom. Dan sebaliknya untuk Fraksi V
merupakan fraksi yang kurang larut dalam fase gerak dan lebih kuat terserap atau terabsorbsi
pada fase diam sehingga fraksi tersebut lebih lambat bergerak keluar melalui kolom.
Sehingga fraksi I merupakan fraksi yang bersifat non polar karena larut dalam fase gerak
yang memiliki sifat non polar. Sedangkan fraksi V merupakan fraksi yang kepolarannya
paling tinggi. Fraksi yang mengandung kursetin adalah fraksi III. Hal tersebut dikarenakan
noda pada fraksi III memiliki Rf yang sama dengan Rf standar kuersetin yakni 0,525.
Hasil pengamatan pada lempeng KLT menunjukkan adanya noda yang bertumpuk. Hal
tersebut menandakan keterpisahan yang tidak baik. Noda yang bertumpuk tersebut
dikarenakan oleh pemilihan komposisi fase gerak yang tidak tepat, ketidakjenuhan chamber,
serta eluasi yang miring.
1. Pada saat pembuat silica gel harus benar benar rapat dalam menutupnya karena bisa
menyebakan pelarut merembes dan menyebabkan silica gel kering dan menyebabkan
silica menjadi retak
2. Pada saat fraksinasi sampel yang digunakan harus benar benar kering sebelumnya agar
senyawa yang didapatkan berupa kuersetin
3. Penuangan silica gel dalam kolom kromatografi tidak boleh terlalu cepat maupun
terlalu lambat karena dapat menyebabkan silika gel menjadi pecah
4. Pada eluasi penempatan klt dalam chamber harus tepat agar tidak mempengaruhi hasil
5. Tingkat kejenuhan eluen sangat mempengaruhi hasil
6. Pengaruh pengotor sangat mempengaruhi hasil sehingga klt hasilnya bertumpuk
15
BAB VI PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis menggunakan kromatografi lapis tipis, ekstrak yang kami isolasi
mengandung lima fraksi. Fraksi I dari vial nomor 1 dan 2 dengan berat sampel 0,00529 g;
fraksi II dari vial nomor 3 dan 4 dengan berat sampel 0,0027 g; fraksi III dari vial nomor
5, 6 dan 7 dengan berat sampel 0,0477 g; fraksi IV dari vial nomor 8 dengan berat sampel
0,0624; dan yang terakhir fraksi V dari vial nomor 9 dan 10 dengan berat sampel 0,0273
g. Dari kelima fraksi tersebut, noda kuersetin muncul pada vial 5,6, dan 7 pada Rf 1,2 cm.
Pada standard kuarsetin, noda muncul pada Rf 4,2 cm sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada praktikum ini kami belum bisa memisahkan kuarsetin.
16
DAFTAR PUSTAKA
Roy A, et al. 1991. The AGA1 product is involved in cell surface attachment of the
Saccharomyces cerevisiae cell adhesion glycoprotein a-agglutinin. Mol Cell
Biol 11(8):4196-206
Sudarmadji. S. dkk. 2007. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sirait, Midran .1980. Materia Medika Indonesia Jilid I .Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Voigh, Rudolf. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi kelima. Yokyakarta : UGM
Press
17
LAMPIRAN
Persiapan alat dan bahan Kalibrasi Ekstrak dimasukkan dalam Dicuci methanol
labu alas bulat
Kolom diberi kapas yang Dinding luar kolom Memasukkan silika pada Kolom dibilas dengan
dibashi eluen kromatografi disemprot kolom eluen
etanol
18
Dikeringkan dengan Masukkan cawan Ditambahkan silica (0,25 g) Dirotav kembali
rotavapor suhu 50 derajat 0,2503
Dituang kedalam labu alas Ditambah pelarut methanol Hasil setelah rotavapor Dimasukkan oven
bulat ditaruh cawan ditunggu 1 hari sampi
ekstrak kering
19
10 vial sampel yang sudah Sampel ditotolkan di no 1-5 UV 254 nm
disimpan di LAB dan 7-11 standar pada nomor
6
20