Disusun Oleh :
Karima Pratiwi 162210101059
Dosen Pengampu :
apt. Dwi Nurahmanto, S.Farm., M.Sc.
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
Anatomic and Physiological Consideration in Oral Drug Absorption
1. Apakah yang menyebabkan perbedaan kecepatan dan jumlah obat yang diabsorbsi
dari berbagai area GIT?
kelarutan obat dalam pH, tempat sasaran obat, daya tembus obat pada dinding sel
jaringan GIT, enzim yang terlibat dalam proses absorpsi GIT.
2. Mengapa semua tipe obat baik asam, basa, atau netral baik diabsorbsi di usus?
Karena di usus halus memiliki luas permukaan yang besar dan absorpsi di usus tidak
dipengaruhi pH sehingga tipe obat asam, basa, netral dapat terabsorbsi dengan baik.
3. Obat- obat apa sajakah yang memerlukan waktu pengosongan lambung yang cepat?
Obat dengan onset cepat, misal sedative
Disolusi obat yang terjadi di saluran cerna, misal salut enteric
Obat yang tidak stabil dalam cairan lambung, misal penisilin G dan eritromisin
Obat yang baik diserap di bagian distal usus halus, misal vitamin B12
4. Apakah yang menyebabkan peningkatan absorbsi dan penundaan absorbsi studi
biofarmasi dilakukan pada sukarelawan dalam keadaan perut kosong?
Kehadiran makanan dapat menunda, mengurangi, meningkatkan atau mungkin tidak
mempengaruhi absorpsi obat.
Penundaan absorbsi obat setelah makan terjadi karena:
Pengosongan lambung yang tertunda, memengaruhi obat-obatan yang tidak
stabil di perut, mis. penisilin, eritromisin
Pembentukan kompleks yang tidak larut dan tidak dapat diserap, mis.
tetrasiklin-kalsium
Viskositas meningkat karena makanan sehingga mencegah pembubaran obat
dan/atau difusi menuju tempat absorpsi
Studi biofarmasi dilakukan pada sukarelawan dalam keadaan perut kosong karena
obat-obatan lebih baik diserap di bawah kondisi puasa tanpa adanya penghambat
makanan yang mencegah absorpsi dari obat. Dilakukan dalam keadaan perut kosong
untuk menghindari gangguan dari luar yang mempengaruhi absorpsi obat, biasanya
digunakan untuk menentukan parameter selain dari luar yang mempengaruhi absorpsi
obat dalam saluran cerna misal enzim pencernaan, flora usus, dan garam empedu.
Perut kosong (lambung kosong) akan mempermudah absorbsi obat pada lambung
dan usus, karena sudah tidak ada sesuatu yang menghalangi perjalanan obat untuk
menembus membran atau mukosa lambung. Sedangkan jika lambung dalam keadaan
terisi kemungkinan terjadi peningkatan pH yang dapat menunda penyerapan obat.
1. Berapakah nilai permeabilitas suatu obat yang baik? Apakah setiap uji absorbsi
memiliki kriteria permeabilitas tertentu untuk suatu obat?
Permeabilitas obat yang baik apabila nilai log P (koefisien partisi) sebesar 0-3. Jika
nilai log P negative maka permeabilitasnya cenderung hidrofilik, sedangkan nilai log
P positif permeabilitasnya cenderung lipofilik. Jika zat aktif yang berada di lambung
bersifat asam lemah maka nilai ionisasinya rendah dan permeabilitasnya baik,
sedangkan jika zat aktif berada di usus dan bersifat asam lemah nilai ionisasinya
tinggi dan permeabilitasnya buruk.
Ya, setiap uji absorbs memiliki kriteria permeabilitas tertentu.
2. Rangkumlah kelebihan & keterbatasan metode uji permeabilitas yang sudah
disebutkan dalam slide diatas!
a. Metode Ex Vivo
Keuntungan:
Sederhana dan reproducible
Bisa membedakan antara difusi aktif dan pasif. Yang terjadi itu difusi pasif
Menentukan daerah usus kecil dimana penyerapan optimal
Keterbatasan:
Usus dikeluarkan dari hewan dan tak ada suplai darah normal pada
kondisi tersebut, maka permeabilitas membran berubah
Tingkat tarnsportasi mungkin lebih lambat daripada hewan yang utuh
b. Metode In Situ
Keuntungan:
Suplai darah hewan tetap utuh sehingga absorpsi lebih realistis daripada
teknik in vitro
Memprediksi penyerapan pada media pasif dan media pembawa
c. Metode In Vitro
Keuntungan:
Aman, jarang sebabkan reaksi sistemik
Mempunya korelasi yang baik dengan tes intradermal
Keterbatasan:
Penghilangan obat mencerminkan penyerapan obat dapat memberikan data
yang kurang valid
Keterbatasan:
Lebih menyakitkan
Tidak reproducible
d. Caco-2 monolayer
Keuntungan:
Berdiferensiasi spontan untuk mengekspresikan karakteristik morfologis
dan fungsional dari enterosit usus kecil yang sudah matang
Resistensi transepitel yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel HT 29/
sel kanker usus besar manusia
Terdapat berbagai enzim metabolisme obat
Jaringan dalam villi mengandung lebih dari satu jenis sel sehingga bisa
membuat proses absorpsi berbeda
Tidak menghasilkan lendir dan air yang tidak tercampur
Tidak ada enzim metabolisme obat P-450
Mahal: butuh ruang; metode khusus
Membuang waktu/waktu lebih lama
Perlu kuantifikasi HPLC atau LC/MS
Terganggu oleh P-gp
e. MDCK
Keuntungan:
Relatif mudah untuk pembiakan dan pemeliharaan sel
Tumbuh dan berdiferensiasi lebih cepat
Kerugian:
Kerugian:
3. Apa sajakah kegunaan uji permeabilitas dengan metode yang sudah disebutkan
diatas?(3)
Untuk meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas obat
Untuk mempelajari pengaruh bahan terhadap profil transport obat
Untuk memperoleh parameter kinetic transport obat melalui usus
Untuk mendapatkan obat lipofilik dalam bentuk aman dan berkhasiat
4. Untuk uji menggunakan sel Caco-2 bagaimanakah cara mengidentifikasi transport
obat yang terjadi secara paraselular?
Pada difusi paraselular, molekul obat dengn BM <500 akan berdifusi ke dalam
penghubung yang ketat atau ruang antar sel epitel usus. Dalam absorpsi usus, obat
bergerak secara difusi pasif dari daerah konsentrasi tinggi (GIT) ke konsentrasi
rendah (sistemik) agar tercipta kondisi sink.
5. Bagaimanakah cara menentukan bahwa sel intestine yang digunakan dalam uji
everted gut sac atau using chamber masih viable?
Sel intestine tidak mengalami kebpocoran apabila masih memiliki daya serap yang
baik.
Bisa cek kebocoran/tidak dengan uji integritas.
Untuk menentukan tingkat transfer obat, seluruh volume larutan serosal dikeluarkan
dari kantung pada setiap interval dengan bantuan jarum suntuk lalu diganti dengan
larutan buffer yang baru untuk menciptakan terjadinya gradien konsentrasi dan difusi
pasif tetap berjalan
Kim, Kwang Jin dan Carsten Ehrhardt. 2011. Drug Absorption Studies: In Situ, In Vitro and
In Silico Models. Springer. Vol VII