Anda di halaman 1dari 14

COLON TARGETED DRUG DELIVERY SYSTEM

1. Pengertian Colon Targeted Drug Delivery System

Rute oral dianggap rute yang paling nyaman untuk pemberian obat kepada pasien.
Obat larut dalam cairan gastrointestinal dan diserap pada daerah gastrointestinal tersebut
dimana kedua proses ini tergantung pada sifat fisikokimia senyawa obat. Colon Targeted
Drug Delivery System adalah sistem penghantaran obat yang bertujuan menghantarkan
obat menuju daerah kolon dari saluran gastrointestinal untuk mengobati suatu penyakit
yang terlokalisasi di daerah tersebut.

Penghantaran obat ke kolon tidak hanya untuk penghantaran obat yang berupa
protein atau peptida (terdegradasi oleh enzim pencernaan dalam lambung dan usus halus)
tetapi juga untuk penghantaran senyawa obat dengan berat molekul yang rendah yang
digunakan untuk mengobati penyakit yang berhubungan dengan usus besar (kolon),
seperti kolkitis ulserativa, diare, dan kanker usus besar. Sistem ini juga dapat digunakan
untuk pengobatan penyakit asma, angina, dan reumathoid arthritis serta untuk
penghantaran senyawa steroid dimana terabsorbsi di kolon.

Colon Targeted Drug Delivery System harus mampu melindung obat selama
perjalannya melewati saluran gastrointestinal bagian atas seperti lambung dan usus halus
menuju kolon agar pelepasan dan penyerapan obat hanya terjadi di daerah kolon dan
menghindari obat terdegradasi di daerah selain kolon.

2. Manfaat Colon Targeted Drug Delivery System

Manfaat dari dikembangnya sistem penghantaran obat di kolon adalah sebagai


berikut :

- Mengurangi efek samping dari pengobatan penyakit kolon, seperti ulceratif


kolkitis, kanker kolorektal, Chron's disease, dll.
- Mengurangi metabolisme first pass dari steroid
- Mengurangi iritasi lambung yang disebabkan oleh penggunaan oral obat NSAID
- Menunda pelepasan obat untuk mengobati penyakit angina, reumathoid arthritis,
dan asma.
- Mengurangi frekuensi dosis sehingga meminimalisir biaya yang dikeluarkan
untuk obat-obat yang mahal.
- Meningkatkan kepatuhan pasien

1
- Cocok untuk obat yang bersifat polar dan/atau rentan terhadap degradasi kimia
maupun enzim pada saluran GI
- Memberikan lingkungan yang sesuai untuk protein dan peptida yang sensitif
terhadap cairan lambung dan enzim pencernaan.

3. Keterbatasan Colon Targeted Drug Delivery System

Keterbatasan dari dikembangnya sistem penghantaran obat di kolon adalah sebagai


berikut :
- Sulit untuk mengakses obat sampai kolon
- Cairan yang terdapat di kolon sedikit dan viskositasnya lebih tinggi daripada pada
saluran gastrointestinal bagian atas
- Luas permukaan pada kolon kecil dan tingginya viskositas di kolon menyebabkan
transport obat menjadi terbatas untuk mencapai sistemik
- Adanya mikroflora di dalam usus besar dapat mempengaruhi degradasi obat
- Bioavailabilitas obat dapat menurun karena oat dapat berikatan dengan residu
makanan, sekresi usus, lendir atau feses.

4. Kebutuhan untuk Colon Targeted Drug Delivery System


Penghantaran obat tertarget di kolon untuk memastikan pengobatan langsung
pada penyakit lokal yang ada di kolon dengan dosis yang lebih rendah dan
meminimalisir efek samping.
Sistem penghantaran obat tertarget harus diberikan secara oral pada obat berupa
peptide dan protein. Formulasi penghantaran obat ke kolon digunakan untuk
memperlama penghantaran obat.
Kolon merupakan tempat dimana penghantaran lokal maupun sistemik dapat
tercapai. Hal ini sangat cocok untuk mengobati penyakit yang serius seperti
kanker kolon sehingga obat secara efektif tertarget menuju kolon.
Formulasi obat untuk penghantaran obat tertarget pada kolon juga cocok untuk
senyawa obat yang bersifat polar dan/atau untuk senyawa-senyawa yang mudah
terdegradasi oleh enzim pencernaan di saluran GI atas.

2
5. Faktor-faktor Mempengaruhi Pengembangan Colon Targeted Drug Delivery System
5.1. Faktor Fisiologis
5.1.1. Pengosongan Lambung
Penghantaran obat ke kolon dengan rute peroral tergantung pada
pengosongan lambung dan waktu transit bowel. Setelah mencapai kolon,
waktu transit bentuk sediaan tergantung pada ukuran partikel. Ukuran
partikel yang lebih kecil mempunyai waktu transit lebih besar dibandingkan
dengan partikel yang besar. Pasien diare mempunyai waktu transit yang
sebentar daripada pasien yang konstipasi.

Tabel 2. Waktu transit pada bagian dari saluran GI

5.1.2. pH Colon
pH pada saluran gastrointestinal bervariasi tergantung pada organ yang
terdapat saluran gastrointestinal tersebut. Pola makan, penyakit, dan asupan
makanan dapat mempengaruhi pH pada cairan gastrointestinal. Perubahan

3
pH di sepanjang saluran gastrointestinal dapat digunakan sebagai basic
untuk merancang suatu bentuk sediaan dengan sistem penghantaran obat
tertarget pada kolon.

Tabel 3. Perbedaan pH tiap bagian organ pada saluran GI

5.1.3. Mikroflora dan Enzim pada Kolon


Terdapat banyak bakteri aerob maupun anaerob yang terdapat pada
saluran GI yang dapat menghasilkan enzim yang berguna untuk
metabolisme. Pertumbuhan mikroflora dikonrol oleh kandungan zat dan
gerak peristaltik pada saluran GI. Enzim pada intestinal digunakan sebagai
trigger pelepasan obat pada beberapa bagian organ di saluran GI. Enzim
tersebut digunakan untuk mendegradasi penyalut atau matriks dari suatu
obat. Konsentrasi bakteri pada kolon manusia sekitar 1000 CFD/mL.
bakteri anaerobik yang paling penting adalah bacteroides, bifidobacterium,
eubacterium, peptococcus, peptostreptococcus, ruminococcus, and
clostridium (Krishnaiah et al., 2001).

Tabel 4. Perbedaan mikroflora, enzim yang dihasilkan dan kerjanya

5.2. Faktor Farmasetika


7.2.1 Kandidat Obat

4
Karena tingginya waktu retensi pada colon/usus, colon menyebabkan
peningkatan absorbsi dari absorban yang kurang baik seperti peptides,dll.
obat yang digunakan untuk pengobatan penyakit radang usus, dll. Sistem
penghantaran obat tertarget cocok untuk digunakan pada usus.

7.2.2 Pembawa Obat

Pemilihan untuk pembawa obat terhadap CDDS tergantung pada


kandungan obat tersebut, dan juga penyakit yang diderita. Berbagai faktor
fisikokimia dapat mempengaruhi zat pembawa obat, seperti

1) Sifat kimia alami


2) Stabilitas
3) Koefisien partisi
4) Gugus fungsional molekul obat, dan lain-lain

Pendekatan untuk obat yang ditargetkan pada usus :

1. Pendekatan primer :
a. sistem penghantaran obat yang di salut polimer yang sensitif
terhadap pH
b. Sistem penghantaran obat tertunda
c. Sistem penghantaran yang dipicu mikroba
- pendekatan prodrug
- sistem berbasis polisakarida

2. Pendekatan baru :

a. Sitem penghantaran yang dikontrol tekanan atau Pressure controlled


drug delivery system (PCDDDS)
b. CODE
c. Osmotic controlled drug delivery system (OROS-CT)
d. Pulsatile
- Pulsincap system
- Port system

5
e. Azo hydrogels
f. Multiparticulate system based drug delivery

a. pH sensitive polymer coated drug delivery system


Variasi pH pada gastrointestinal/pencernaan.

Tempat pH
pH normal di perut diantara 1-2 pada saat puasa
di bagian proksimal usus halus 6,5
Di bagian distal 7,5,
di bagian caecum/usus buntu 6,4
di ascenden 5,7
di bagian colon trnsfersum 6,6
di colon descending 7,0

pH ini tergantung pada kelarutannya, pH polimer berbeda dg pH range. pH


polimer tidak larut dalam pH yang bernilai rendah, dan akan terlarut pada saat pH
meningkat. Sebagai polimer yang tidak larut pada pH yang bernilai rendah,
polimer dapat melindungi formulasi di dalam lambung dan sampai batas tertentu
di bagian usus halus. Dengan cara ini polimer dapat diubah dan dapat di
formulasikan sebagai obat yang dikendalikan pelepasannya.

b. Sistem Penghantara Obat Lepas Tunda dan Pelepasan Terkontrol


Sistem penghantaran obat terkontrol termasuk sustained released atau
delayed release. Pada sistem ini pelepasan obat yang tertunda atau penghantaran
obat dengan target kolon didapatkan dengan memperpanjang lag time. Waktu
transit beragam pada bagian yang berbeda pada saluran cerna. Waktu transit
inilah yang bertanggungjawab pada penundaan pelepasan obat. Kekurangan pada
sistem penghantaran ini yaitu perbedaan waktu transit setiap individu dan jumlah
asupan makanan, juga variasi gerakan peristaltik atau kontraksi pada saluran
pencernaan

c. Sistem Penghantaran Obat yang Dipicu dengan Mikroba


Berbagai mikroflora yang terdapat pada kolon yaitu Bacteroides,
Bifidobacteria, Eubacteria, Clostridia, Enterococci, Enterobacteria dan
Ruminococcus. Mikroflora ini bergantung pada fermentasi bahan yang tidak
terdigesti di usus halus untuk energi yang dibutuhkan. Mikroflora ini melakukan
fermentasi dengan memproduksi enzim dalam jumlah besar seperti
glucoronidase, xylosidase, arabinosidase, galactosidase, nitroreductase,

6
deaminase dan urea dehydroxylase. Enzim yang biodegradable ini mampu untuk
mendegradasi polimer yang digunakan untuk sistem penghantaran obat di kolon.
Polimer yang berbeda digunakan untuk mencegah pelepasan obat pada
lambung dan usus halus. Ketika formula terselubung mencapai usus, polimer
biodegradable terdegradasi oleh enzim yang diproduksi oleh enzim mikroflora
dan obat dapat dilepaskan pada lokasi target.
Prodrug merupakan pendekatan utama dari sistem penghantaran obat yang
dipicu oleh mikroba dimana pelepasan obat dari formula dipicu oleh keberadaan
mikroflora pada usus. Prodrug merupakan bentuk inactive dari obat active yang
akan melewati transformasi enzimatik untuk melepaskan obat aktif. Prodrug
disiapkan dengan menghubungkan obat aktif dengan molekul setengah hidrofobik
seperti asam amino, asam grukoronat, glukosa, galaktosa, selulosa dan lainnya.
Prodrug dapat terhidrolisis dengan adanya enzim yang dilepaskan oleh
mikroflora.

Tabel. 1 Contoh Prodrug pada Sistem Penghantaran Obat di Kolon

(Danda et. Al, 2013)

Kelemahan utama dari pendekatan ini adalah formulasi yang bergantung


pada gugus fungsi yang tersedia pada separuh obat untuk berikatan kimia.
Prodrug yang terbentuk akan berikatan dan menghasilkan bentuk senyawa kimia
baru yang khas dan dibutuhkan banyak evaluasi sebelum menggunakannya
sebagai carrier. Pendekatan Prodrug yang secara luas digunakan yaitu
metabolisme senyawa azo oleh bakteri usus. Sistem penghataran berbasis
polisakarida seperti guar gum, xanthan gum, kitosan, alhinat dan lainnya juga

7
digunakan pada sistem penghantaran target. Polisakarida ini hancur oleh
mikroflora kolon menjadi monosakarida

Tabel.2 Macam-macam Polimer yang digunakan untuk CDDS, Microbial


drug delivery system
(Danda et. Al, 2013)

d. Sistem Penghantaran Obat dengan Denyut Kolon


1. Pulsincap System
Pada sistem ini formula dikembangkan dalam bentuk kapsul. Penyumbat
diletakan pada kapsul pengontrol pelepasan obat. swellable hydrogel digunakan
sebagai segel isi obat. Kapsul dapat mengembang ketika kontak dengan cairan
disolusi dan setelah lag time, penyumbat akan terdorong dari kapsul dan obat
akan dilepaskan. Polimer seperti polymethylmethacrylate and polyvinyl acetate
digunakan sebagai penyumbat. Lag time dikontrol oleh panjang dan batas titik
temu penyumbat pada kapsul

Gambar 1. Pulsincap System

8
(Danda et. Al, 2013)
2. Port system

Gambar 2. Port System


(Danda et. Al, 2013)
Pada sistem ini badan kapsul tertutup oleh membran semipermeable.
Badan kapsul teridiri dari penyumbat tak larut, agen aktif osmotik dan formula
obat. Ketika kapsul kontak dengan cairan disolusi, membran semipermeable
membiarkan cairan mesuk kedalam kapsul sehingga terjadi perkembangan
tekanan pada badan kapsul yang kemudian memicu pelepasan obat
dikarenakan penghempasan penyumbat. Obat dilepaskan secara berkala
dengan gap waktu antara interval berurutan.

Gambar 3. Mekanisme pelepasan obat dari Port System

(Danda et. Al, 2013)

9
e. Sistem Penghantaran Obat Dikontrol dengan Tekanan yang Dikendalikan

Proses pencernaan dalam saluran pencernaan melibatkan aktivitas


kontraktil dari perut dan gerakan peristaltic. Kontraktilitas pergerakan lambung
mengarah ke pencernaan atau pemecahan partikel yang lebih besar ke yang
lebih kecil yang kemudian ditransfer ke usus.

Gelombang peristaltik yang kuat di usus besar yaitu durasinya pendek,


terjadi hanya tiga sampai empat kali sehari. Namun, dapat meningkatkan
tekanan luminal dalam usus besar. Peningkatan tekanan luminal ini adalah kunci
dalam pengembangan sistem penghantaran obat terkontrol. Tekanan luminal
dihasilkan dari gerak peristaltik yang lebih tinggi di usus besar dibandingkan di
usus kecil, karena perbedaan viskositas. Pada usus kecil, jumlah air banyak
dalam cairan pencernaan. Tetapi di usus besar, viskositas meningkat secara
signifikan karena reabsorpsi air dari lumen dan pembentukan kotoran.

Takaya et al. (1995) telah mengembangkan tekanan obat terkontrol di


usus, yang mana kapsul disusun menggunakan etil selulosa, yang tidak larut
dalam air. Dalam sistem tersebut, pelepasan obat terjadi setelah disintegrasi
polimer kapsul tidak larut air karena tekanan dalam lumen usus besar. Ketebalan
membran etil selulosa adalah factor yang paling penting untuk desintegrasi.
Ketebalan dari dinding kapsul biasanya sekitar 35-60 m.

f. CODES System

Metode ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah sistem


penghantaran obat yang terkait dengan pH dan waktu. Dalam sistem ini polimer
sensitif pH digunakan bersama dengan polisakarida yang terdegradasi hanya
dengan bakteri tertentu dalam usus. Sistem ini terdiri dari inti tablet yang
dilapisi dengan tiga lapisan lapisan polimer.

Lapisan luar terdiri dari lapisan polimer Eudragit L. Lapisan Ini akan
dilarutkan setelah tablet melewati pyloric dan duodenum. Lapisan berikutnya
terdiri dari Eudragit E. Lapisan ini memungkinkan pelepasan laktulosa di inti
dalam. laktulosa dilepaskan dan dimetabolisme menjadi asam lemak rantai
pendek yang menurunkan pH sekitarnya yang mana lapisan Eudragit E larut.

10
Polisakarida yang digunakan bersama dengan obat dalam tablet inti yaitu
manitol, maltosa, dll. Bakteri dalam usus besar bertanggung jawab untuk
mendegradasi polisakarida yang dilepaskan dari inti tablet. Hasil degradasi
polisakarida dalam pembentukan asam organik yang menurunkan pH isi di
sekitar tablet.

g. Sistem Penghantaran Obat Terkontrol dengan Tekanan Osmotik

OROS-CT (Alza korporasi) dapat digunakan untuk menargetkan obat


secara lokal di usus besar. System OROS-CT ini dapat berupa unit osmotic
tunggal atau dapat menggabungkan sebanyak 5-6 unit push-pull, masing-masing
4 mm, yang dienkapsulasi dalam kapsul gelatin keras. Pompa osmotik dikenal
dengan oros atau sistem terapi gastrointestinal.

Pertama dijelaskan oleh Theewes dan Yum melalui perusahaan Alza


Corporation. Sistem pelepasan obat osmotik menggunakan tekanan osmotik
sebagai gaya penggerak untuk pelepasan obat terkendali, suatu pompa osmotik
sederhana terdiri dari sebuah inti osmotik (yang mengandung obat dengan atau
tanpa zat osmotik) yang disalut dengan suatu membran semipermiabel,
membran semipermiabel ini mempunyai lubang untuk pelepasan obat dari
pompa. Pergerakan air menghasilkan peningkatan tekanan dalam larutan &
tekanan yang berlebih disebut dengan tekanan osmotic. Tekanan osmotic ini
digunakan untuk memompa obat keluar dengan kecepatan konstan pada system
penghantaran. Kecepatan pelepasan obat konstan (orde nol) sampai obat yang

11
tidak terlarut terkuras. Kecepatan pelepasan menurun secara paraboilik menuju
nol.

Kecepatan pelepasan menurun secara paraboilik menuju nol. Bentuk


pelepasan diperlambat dengan pengaruh perubahan pH. Lapisan terlarut setelah
mencapai usus kecil karena pH tinggi (> 7). Air masuk melalui membran
permeabel yang menyebabkan push lapisan membengkak. Pembengkakan push
kompartemen memaksa obat masuk ke lingkungan di sekitarnya melalui lubang
itu. sistem penghantaran obat terkontrol osmotik ini memberikan obat pada
tingkat yang konstan hingga 24 jam Dengan sistem oros ini,kecepatan pelepasan
fenobarbital yang ditempatkan dalam cairan lambung buatan pH 2 dan
cairan usus buatan pH 7,5 ditemukan bebas dari pengaruh pH.

Kecepatan pelepasan tablet oros dapat dirubah dengan perubahan sifat


alami membran permiabel Selama berjalannya tarikan unit melalui GIT lapisan
membrane semi permeabel

h. Penghantaran Obat dengan Sistem Multi Partikulat

Berbagai keuntungan dari sistem partikulat yaitu dapat meningkatkan


bioavailabilitas, mengurangi risiko iritasi lokal, mengurangi risiko toksisitas
sistemik. Berbagai partikulat termasuk mikropartikel, dan nanopartikel. Sistem
multiparticulates lebih disukai dari bentuk dosis tunggal. Sistem multiparticulat
memungkinkan obat untuk mencapai usus besar cepat dan dipertahankan dalam
usus untuk jangka waktu yang panjang. Sistem ini melewati GIT dengan mudah
karena ukurannya yang lebih kecil. System multiparticulat tersebar lebih merata
di GIT yang mengakibatkan penyerapan obat lebih seragam.

12
Nanopartikel

Penyusunan nanoparticles yang sederhana mampu melindungi protein dan


peptida obat dari bahan kimia dan degradasi enzimatik di GIT yang
mengakibatkan peningkatan stabilitas dan penyerapan melalui epitel usus.
Polimer nanopartikel disusun oleh berbagai teknik seperti polimerisasi,
nanoprecipitation, mikroemulsi. Metode itu melibatkan penggunaan pelarut
organik, panas dan agitasi. Kelemahan ini metode adalah bahwa panas, agitasi
berbahaya bagi protein dan obat peptide. Teknik gelasi ionic adalah metode yang
paling banyak digunakan untuk protein dan obat peptide.

i. Hidrogel azo

PH monomer azo sensitif dan membentuk cross linking di hidrogel yang


menghasilkan spesifisitas usus. Selama lintasnya melalui GIT, hidrogel ini
membengkak dengan meningkat pH. Pembengkakan hidrogel membuat cross
linking dalam jaringan hidrogel yang menyebabkan pelepasan obat terperangkap
dalam hidrogel. hidrogel ini disusun oleh N- substituted (meth) acrylamides, N-
tert- butyl acrylamide dan acrylic acid with 4, 4-di (methacryloylamino)
azobenzene as cross linking agents. Tingkat degradasi hidrogel dikaitkan dengan
derajat pembengkakan dan berbanding lurus dengan berat cross linking.

6. Evaluasi In Vitro
Tidak ada teknik evaluasi standar yang tersedia untuk evaluasi CDDS yang ideal
dalam model in vitro yang memenuhi kondisi in vivo dari GIT seperti pH, volume,
gerakan, bakteri, enzim, aktivitas enzim dan komponen makanan. Kondisi ini di
pengaruhi oleh diet dan tekanan fisik. Evaluasi in vitro didtem penghantaran obat target
kolon meliputi uji disolusi dan uji enzimatik.
1. Uji disolusi in-vitro

Pengujian disolusi dilakukan dengan menggunakan metode keranjang


konvensional. Pengujian dosolusi dilakukan di buffer yang berbeda. Media yang
berbeda yang digunakan untuk pengujian disolusi obat. PH 1,2 untuk
mensimulasikan cairan lambung, pH 6,8 untuk mensimulasikan usus kecil, pH 7,4
untuk mensimulasikan usus besar.

2. Uji enzimatik in vitro

13
Ada 2 cara uji invitro enzimatik, yaitu :
Sistem pembawa obat diinkubasi dalam fermentor yang mengandung media yang
cocok untuk bakteri. Jumlah obat yang dilepaskan pada interval waktu yang
berbeda ditentukan.
Studi pelepasan obat dilakukan dalam medium buffer yang mengandung enzim
pektinase,dekstranase atau isi cecal tikus atau marmut atau kelinci. Jumlah obat
yang dilepaskan dalam waktu tertentu berbanding lurus terhadap laju degradasi
polimer pembawa.

7. Evaluasi in vivo
Uji in vivo CDDS dilakukan pada anjing, marmut, tikus & babi karena anatomi dan
fisiologi mereka menyerupai kondisi, mikroflora GIT manusia.
Distribusi berbagai enzim dalam GIT tikus dan kelinci sebanding dengan manusia

8. Kesimpulan
Sistem penghantaran obat yang ditargetkan pada kolon memiliki manfaat dapat
memberikan efek lokal dan sistemik.
Keuntungan utama CDDS adalah kolon memiliki pH mendekati netral, waktu transit
yang lama, aktivitas enzim yang rendah, dan meningkatkan absorpsi.
Pendekatan baru lebih spesifik dibandingkan pendekatan primer
Polimer biodegradabel digunakan sebagai sistem penghantaran obat spesifik kolon
Untuk evaluasi invitro, teknik disolusi tidak cocok
Penelitian yang ada mengembangkan metode disolusi yang cocok untuk
mengevaluasi sistem penghantaran obat target kolon.

14

Anda mungkin juga menyukai