Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI 1

IDENTIFIKASI SENYAWA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Dosen Pembimbing : Athina Mardatillah , M.Farm.,Apt

Disusun oleh :
Kelompok 7
Wahyu Kandhi 331171097
Ine Rosmala Dewi 331171096
Ayu Sri Gandasari 331171098
Muhammad Luthfi 331171113
Vivi Purnama 331171118
Farmasi – C
Jam Praktikum 07.00 – 09.50 WIB

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Percobaan


Pemisahan berdasarkan adsorpsi senyawa pada fase diam dan migrasinya oleh fase gerak.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Memperkenalkan cara analisis senyawa obat dengan KLT.
2. Melatih kemampuan untuk melakukan KLT dan menerapkannya dalam analisis senyawa
obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan


perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromtografi, komponen-komponennya akan
dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan
komponen campuran, sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang
mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. (Imam Haqiqi, Sohibul, 2008).
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan perambatan
komponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai kromatografi pertama kali dijelaskan oleh
Michael Tswett, seorang ahli botani Rusiayang bekerja di Universitas Warsawa. Pada saat itu,
Michael Tswett melakukan pemisahan klorofil dan pigmen-pigmen lain dari ekstrak tanaman
menggunakan kromatografi kolom yang berisi dengan kalsium kabonat. Pada komatografi,
komponen-komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase, yaitu fase dian (stasionary)
dan fase gerak (mobile). Fase diam adalah fase yang akan menahan komponen campuran,
sedangkan fase gerak adalah fase yang akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal atau tidak bergerak, sedangkan komponen
yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. (Sudarmadji, 2007).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana dan banyak digunakan.
Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastic yang ditutupi penyerap atau
lapisan tipis dan keringbentuk silica gel, alumina, selulosa, dan polianida. Untuk menotolkan
larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya digunakan mikro pipet atau pipa kapiler.
Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelupkan pada larutan pengelusi di dalam wadah yang
tertutup (Chamber). (Rudi, 2010).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938.
KLT mrupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis.
Bereda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya.
Pada KLT, fase diamnya berupa lapisan yang beragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, plat alumunium, atau plat plastic. Meskipun demikian,
kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
(Rohman, 2007).
KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau
partisi oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang. Pada pasarnya KLT sangat mirip
dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaannya ada pada fase
diam atau media pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Bahan adsorben sebagai fase diam digunakan silica gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel
silica gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan
hydrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk KLT sering juga mengandung sbstansi
yang mana dapat berpender flour dalam sinat ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai. (Rudi, 2010).
Penentu jumlah komponen senyawa dideteksi dengan kromatografi lapis tipis dengan plat
KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf
tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia dengan
menggunakan kolom kromatografi dan sebagi fase diam dapat digunakan silica gel dan eluen
yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT akan lebih baik jika kepolaran eluen
pada kolom kromatografi dibawah kepolaran eluen pada KLT. (Sofia, 2006).
KLT biasanya digunakan pada analisis kualitatif untuk untuk menentukan jumlah komponen
campuran, atau penentuan suatu zat. Sehingga KLT merupakan teknik analisis yang cukup
mudah dan praktis. HPTLC (High Performance Thin-Layer Chromatography) digunakan untuk
analisis secara kuantitatif. HPTLC merupakan salah satu pengembangan KLT. Akan tetapi
peralatan HPTLC sangat mahal dan cukup rumit. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan
analisis kuantitatif kromatografi lapis tipis dengan biaya yang relatif murah dengan hasil yang
akurat (Hess, Amber. 2004).
Ada berbagai cara penggolongan teknik kromatografi, pertama berdasarkan perbedaan teknik
pengerjaan dikenal kromatografi elusi, partisi dan pendesakan. Kedua berdasarkan jenis fasa
yang dipakai (mobil-stasioner) yaitu a) kromatografi gas-cair, b) kromatografi gas padat, c)
kromatografi cair-cair dan d) kromatografi cair-padat. Teori dasar kromatografi pertama kali
dikembangkan untuk kromatografi cair-cair oleh Martin dan Synge. Metoda kromatografi planar
meliputi kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas. Setiap metode ini memerlukan lapis
tipis materi berbentuk bidang datar, yang dapat langsung dipakai untuk pemisahan atau harus
dilapiskan di atas lempeng kaca atau plastik atau logam. Fasa mobil bergerak melalui fasa
stasioner berdasarkan kerja kapiler kadang-kadang dibantu tarikan gravitasi. Kromatografi lapis
tipis dilakukan pada lempeng kaca yang dilapisi dengan selapis tipis partikel-partikel halus.
Lapis tipis ini berfungsi sebagai fasa stasioner.
KLT merupakan cara analisis cepat yang memerlukan bahan sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa yang hidrofobik seperti lemak
dan karbohidrat. KLT dapat digunakan untuk menentukan eluen pada analisis kromatografi
kolom dan isolasi senyawa murni dalam skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang pada
KLT disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Sebagai fase diam digunakan
silika gel, karena tidak akan bereaksi dengan senyawa atau pereaksi yang reakstif. (Adam
Wiryawan, 2008).
Data yang diperoleh dari analisis dengan KLT adalah nilai Rf, nilai Rf berguna untuk
identifikasi suatu senyawa. Nilai Rf suatusenyawa dalam sampel dibandingkan dengan nilai Rf
dari senyawa murni. Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase
gerak (Adam Wiryawan, 2008).
Beberapa keuntungan dari kromatografi lapisan tipis ini yaitu; kromatografi lapisan tipis
banyak digunakan untuk tujuan analisis, identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan
dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
Kemudian metode pemisahan senyawa yang cepat, mudah dan menggunakan peralatan
sederhana dalam menentukan kadar. Serta dapat digunakan sampel yang sangat kecil (mikro). (Z.
Abidin, 2011).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan:
1. Chamber
2. Pipa kapiler
3. Plat kromatografi

3.1.2 Bahan yang digunakan:


1. Eluen a (n-hexane, kloroform, butanol) dan eluen b (kloroform, metanol)
2. Sampel No. 7
3. Pembanding ( Sulfadimidin, sulfadiazin, sulfametoksazol)

3.2 Prosedur
1. Pembuatan larutan pembanding Sulfadiazin
100 zat
- dilarutkan dalam 5 ml amoni pa
(+) metanol ad 25 ml
Larutan pembanding Sulfadiazin

2. Pembuatan larutan pembanding Sulfametoksazol & Sulfadimidin

50 mg zat
- dilarutkan dalam 5 ml amoni pa
(+) metanol ad 25 ml
Larutan pembanding Sulfametoksazol & Sulfadimidin
3.
Penjenuhan bejana kromatografi
(+) dimasukkan eluen kedalam bejana
- diamkan 30 menit (untuk bejana kecil)
- Hitung jumlah eluen yang dibutuhkan
Bejana kromatografi yang jenuh

4.
Plat KLT ( dengan fasa diam silika gel dan fasa pendukung kertas alumunium)
- diberi tanda, untuk menandai totolan sampel
dan tanda batas aliran eluen
- ditotolkan zat ( sampel/pembanding) pada
garis awal sebanyak 3 kali
- dikeringkan setiap penotolan zat
- masukkan pada bejana dengan eluen, dimana
tinggi eluen < tanda totolan
- elusi hingga eluen membasahi seluruh
permukaan
- keluarkan kromatografi dari bejana
- keringkan di angin angin
- semprot kromatografi dengan pelarut
penampak bercak
- hitung nilai Rf setiap bercak
- analisis jenis sampel

Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Nilai a Nilai b Rg
No. Sampel/Pembanding Nilai Rf
(Jarak noda) (Jarak eluen)
S1 = 3,2 cm S1 = 0,582 S1 = 1,037
1. Sampel 5,5 cm
S2 = 4,1 cm S2 = 0,745 S2 = 1,025
2. Sulfadiazine (P1) 3,1 cm 5,5 cm 0,563
3. Sulfametoksazol (P2) 4,3 cm 5,5 cm 0,782
4. Sulfadimidin (P3) 4 cm 5,5 cm 0,727

4.2 Pembahasan
Pada praktikum Kimia Analis kali ini dilakukan percobaan identifikasi senyawa
kromatografi lapis tipis yang bertujuan untuk mempelajari dan memahami metode
kromatografi lapis tipis serta mengetahui bagaimana cara menentukan nilai Rf
komponen-komponen yang dipisahkan dan mengidentifikasi zat yang dipisahkan.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel
yang ingin diidentifikasi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran. Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis ini ialah memisahkan
sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Metode ini menggunakan fase diam dari silica dan fase geraknya disesuaikan dengan
jenis sampel. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Eluen
berfungsi untuk membawa komponen campuran agar terpisah dan menjenuhkan bejana
agar proses elusi berjalan dengan baik.
Fungsi penjenuhan sendiri adalah untuk membantu mempercepat proses elusi. Ciri
karakteristik sulfonamida yang tidak berwarna maka dibantu dengan menyemprotkan
penampak bercak noda dengan menggunakan pereaksi p-DAB. Penyemprotan dilakukan
dengan jarak kurang lebih 30 cm agar hasilnya terlihat lebih jelas. jika totolan yang
dihasilkan tidak begitu jelas atau tidak dapat ditentukan titiknya, maka dapat kita ambil
titik beratnya agar dapat ditentukan jarak yang dihasilkan dari sampel maupun zat
pembandingnya
Dalam proses percobaan digunakan tiga pembanding yaitu sulfadiazine,
sulfametoksazol, dan sulfadimidin. Adapun eluen yang digunakan terdiri dari: eluen a
yaitu n-heksana-kloroform-bitanol dengan perbandingan 2 mL : 2 mL : 2mL dan eluen b
yaitu methanol-kloroform dengan berbandingan 0,5 mL : 4,5 mL.
Plat yang digunakan harus terlebih dahulu diberi tanda batas di bagian bawah 1 cm
dan dibagian atas 0,5 cm dari plat tersebut. Lalu diberi titik atau tanda pada garis batas
bagan bawah untuk mentotolkan sampel. Setelah itu sampel dan pembanding ditotolkan
pada plat yang kemudian dimasukkan ke dalam chamber. Alat yang digunakan untuk
pentotolan adalah pipa kapiler, karena pipa kapiler dapat menarik larutan larutan zat
sampel dan pembanding dengan sendirinya karena mempunyai gaya kapilaritas yang
baik. Berjalannya proses kromatografi ditandai dengan adanya aliran eluen mulai dari
bawah hingga selesai ketika eluen telah membasahi plat hingga tanda dibagian atas
Kemudian, plat yang telah mengalami proses kromatografi di amati dibawah sinar
UV untuk dilihat bercak hasil kromatografi di panjang gelombang 254 nm. Ketika UV
dinyalakan, UV akan mengeksitasi atom atom sulfonamid. Proses penampakan bercak
berikutnya dengan menyemprotkan p-DAB HCl untuk melihat bercak atau noda lebih
jelasnya. Pereaksi Erlich akan bereaksi spesifik dengan gugus amina pada sulfonamida
dan memberi warna merah kuning jingga. Hasil menunjukkan bercak kuning jingga
dengan jarak bercak yang berbeda-beda dari masing-masing zat. Dari hasil tersebut,
diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki
jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya berbeda. Nilai perhitungan tersebut
adalah nilai Rf. Nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relative antar sampel.
Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga
sering juga disebut factor retensi.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya
sampel tersbut pada plat kromatografi lapis tipis. Semakin besar nilai Rf dari sampel
maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi
lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi
yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi
nila Rf memiliki nilai yang sama atau memiliki selisih yang tidak terlalu jauh, maka
senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip dengan
pembanding. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan
merupakan senyawa yang berbeda.
Jika nilai Rf sudah didapat, maka kita dapat menetukan Rg (rentang fase gerak).
Karena pada sample terdapat dua zat, maka terlihat ada dua bercak yang memiliki jarak
berbeda, namun dalam satu jalur.
Dari hasil percobaan didapatkan dua bercak yang berfluoresensi hijau .Salah satu
bercak sampel 1/bercak 1 memiliki Rf yang hampir sejajar dengan pembanding 1 , yaitu
sulfadiazin dengan nilai RfS1 = 0,582 dan dengan nilai RfP1 = 0,563 sedangkan pada
bercak yang satunya lagi yaitu Sulfadimidin memiliki bercak sampel 2/bercak 2 memiliki
Rf yang hampir sejajar dengan pembanding 3 , dengan nilai RfS2 = 0,745 dan dengan
nilai RfP3 = 0,727
Rf merupakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan yang ditempuh
fase gerak. Nilai Rf merupakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Nilai Rf
yang besar menandakan bahwa senyawa tersebut memiliki daya pisah zat terhadap
solvent pada kondisi maksimum, sedangkan nilai Rf yang kecil menandakan bahwa
solvent memiliki daya pisah zat yang minimum. Bila nilai Rf sama maka senyawa
tersebut memiliki ciri yang sama, sedangkan jika nilai Rf berbeda maka senyawa tersebut
berbeda.
Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa sampel mengandung senyawa
Sulfadiazin dan Sulfadimidin. Dari perhitungan Rg, dapat diketahui bahwa sample 1
merupakan sulfadiazin dengan Rg 1,034 dan sample 2 adalah sulfadimidin dengan Rg
1,025.
Dalam kromatografi, fasa diam yang polar akan mengikat lebih kuat komponen yang
relatif polar, sedangkan fasa diam yang tak polar akan mengikat lebih kuat komponen-
komponen yang juga tak polar. Hal yang sama berlaku bagi fasa gerak; fasa gerak yang
polar akan melarutkan lebih baik komponen yang juga polar, sebaliknya fasa gerak yang
tak polar akan melarutkan relatif lebih baik komponen yang juga tak polar. Dari referensi,
diketahui bahwa kloroform bersifat semipolar dan metanol bersifat nonpolar. Sementara,
golongan sulfanamida sendiri bersifat nonpolar. Karena pada praktikum ini eluen yang
digunakan berisi kloroform yang lebih banyak dibandingkan dengan metanol, maka jarak
bercaknya tidak terlalu jauh. Hal tersebut dikarenakan sulfanamida bersifat nonpolar dan
kloroform bersifaat semipolar. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen
maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut :
1. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin
diidentifikasi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran.
2. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nila Rf
memiliki nilai yang sama atau memiliki selisih yang tidak terlalu jauh, maka senyawa
tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip dengan pembanding.
3. Dari hasil percobaan dengan eluen A, bahwa sampel mengandung senyawa Sulfadiazin dan
Sulfadimidin. Dari perhitungan Rg, dapat diketahui bahwa sample 1 merupakan sulfadiazin
dengan Rg 1,034 dan sample 2 adalah sulfadimidin dengan Rg 1,025.
4. Dalam kromatografi, fasa diam yang polar akan mengikat lebih kuat komponen yang relatif
polar, sedangkan fasa diam yang tak polar akan mengikat lebih kuat komponen-komponen
yang juga tak polar.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2011. Kadar Larutan Temulawak Menggunakan Metode TLC. Jakarta : UI.
Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. (cited 2012 September, 28). Available
from: http://d4him.files.com/2009/02/paper-kromatografi-lapis-tipis.pdf. Akses : 18 April
2019.
Hess, Amber. 2004. Digitally-Enhanced ThinLayer Chromatography: An Inexpensive, New
Technique for Qualitative and Quantitative Analysis.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rudi, L. 2010. Penentu Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari : Universitas Haluoleo.
Sofia Lenny. 2006. Isoali dan Uji Bioaktivitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan
Metode Uji Sudarmadji, S, dkk, 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta : Liberty.
Brine Shrimp. Sumatera Utara : USU Repository.
Wiryawan, Adam . 2008. Kimia Analitik. Jakarta : Direktoat Pembinaan Srkolah.
LAMPIRAN

Perhitungan
Spot 3,2
RfS1 = P
= 5,5 = 0,582

4,1
RfS2 = 5,5
= 0,745

3,1
RfP1 = 5,5
= 0,563

4,3
RfP2 = 5,5 = 0,782

4
RfP3 = 5,5
= 0,727

RfS1 0,582
RgS1 = RfP1 = 0,563 = 1,034

RfS2 0,745
RgS2 = RfP3 = 0,727
= 1,025

Dokumentasi

Eluen A Eluen B

Anda mungkin juga menyukai