Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARDISASI BAHAN ALAM

PERCOBAAN 4
PENETAPAN INDEKS PEMBUSAAN DAN ANGKA IKAN

Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 2/B

Anggun Putri Nur A 10060316041


Adellya Fardiani 10060316043
Syifani Khalda Maisa 10060316044

Asisten: Ruhdiana Eka P., S.Farm., Apt.

Tanggal praktikum: 1 Maret 2018


Tanggal pengumpulan: 8 Maret 2018

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018/1439 H
PERCOBAAN IV

“PENETAPAN INDEKS PEMBUSAAN DAN ANGKA IKAN”

I. Tujuan Percobaan

Mengukur banyaknya senyawa yang dapat menghasilkan busa dalam

simplisia dan menentukan indeks ikan

II. Alat dan Bahan

No Alat Bahan

1 Beker glass 500ml Aquadest

2 Corong Kertas saring

3 Labu takar Simplisia

4 Pemanas

5 Penggaris

6 Pipet ukur 10ml

7 Stopwatch

8 Tabung reaksi

9 Timbangan analitis
III. Prosedur Percobaan

3.1 Penetapan Indeks Busa

Aquadest didihkan sebanyak 120ml di dalam gelas kimia 250ml suhu

diatas 200oC . Kemudian bahan simplisia dihaluskan menjadi ukuran lebih kecil

dan mengeluarkan cairan lengket, lalu ditimbang dengan tepat sebanyak 1gr.

Setelah aquadest sudah mendidih, suhu diturunkan kurang dari 200oC lalu

simplisia dimasukkan ke dalam gelas kimia dan waktu dihitung 30 menit.

Kemudian bahan simplisia yang telah mendidih tersebut didinginkan dan filtrat

disaring dan ditampung ke dalam labu takar 100 ml, dan digenapkan volume

hingga 100 ml dengan penambahan aquadest melalui kain kasa. Dibuat seri

pengenceran dalam tabung reaksi dengan menandai tabung reaksi dengan no 1

sampai no 10 dengan konsentrasi simplisia dan aquadest tertentu.

No. Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Rebusan simplisia (ml) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Aquadest (ml) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -

Kemudian tabung reaksi ditutup dan dikocok ke arah memanjang selama

15 detik dengan frekuensi 2 kocokan per detik dan dibiarkan selama 15 menit dan

diukur tinggi busa dan dilakukan analisis :

a. Jika tinggi busa pada setiap tabung kurang dari 1 cm, maka indeks busanya

kurang dari 100.

b. Jika tinggi busa 1 cm terdapat pada salah satu tabung, maka volume dekokta

(rebusan) bahan tumbuhan dalam tabung tersebut ditetapkan sebagai

parameter “a” yang nantinya akan digunakan untuk menentukan indeks busa.
c. Jika tabung terpilih merupakan tabung nomor 1 atau nomor 2 dari seri

tersebut, maka harus dilakukan pengenceran kembali yang lebih rinci untuk

mendapatkan hasil yang lebih akurat.

d. Jika tinggi busa pada setiap tabung lebih dari 1 cm, maka indeks busanya

lebih dari 1000. Dalam hal ini ulangi pengujian dengan menggunakan

rangkaian seri baru dari dekokta untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

3.2 Penetapan Indeks Ikan

Ditimbang dengan seksama 2 gram bahan simplisia. Lalu dibuat dekokta

bahan simplisia dengan dididihkan dengan aquadest dalam 120 ml air dalam gelas

kimia 250 ml pada suhu diatas 200oC. Setelah aquadest sudah mendidih, suhu

diturunkan kurang dari 200oC lalu simplisia dimasukkan ke dalam gelas kimia dan

waktu dihitung 30 menit. Kemudian ampas dari filtrat disaring sehingga diperoleh

ekstrak uji, kemudian dibuat 3 buah larutan dengan konsentrasi yang berbeda-

beda pada gelas kaca 250 ml.

Konsentrasi Larutan Uji (%) Pembuatan

0,5 50 ml ekstrak + aquades ad 200ml

0,1 10 ml ekstrak + aquades ad 200ml

0,04 4 ml ekstrak + aquades ad 200ml

Diperhatikan pada konsentrasi berapa yang mengakibatkan 2 dari 3 ikan

mati (dicatat sebagai a) dan dihitung indeks ikan dengan rumus :


1
Indeks Ikan = 𝑎
IV. Data Pengamatan

Nama simplisia : Buah Lerak

Nama latin simplisia : Sapindus Fructus

Nama latin tumbuhan : Sapindus rarak Dc

4.1 Data Pengamatan Indeks Busa

Tabel 4.1.1 Data pengamatan pembuatan indeks busa larutan ekstrak buah lerak serta
pengencerannya

Prosedur Gambar Hasil pengamatan

Buah lerak dihaluskan


Haluskan bahan
menjadi ukuran yang lebih
simplisia dengan
kecil dan banyak
cara dirajang mengeluarkan cairan yang
lengket berwarna coklat.

Ditimbang dengan
tepat sebanyak 1gr
Dimasukkan ke Terjadi perubahan warna
dalam gelas kimia menjadi berwarna kecoklatan
250 ml yang berisi dengan terdapatnya busa
120 ml aquadest, disekitar dinding dalam gelas
dibiarkan mendidih
selama 30 menit

Busa yang semula menempel


Hasil simplisia yang disekitar dinding labu kimia
di dihkan lalu di berkurang
dinginkan
Filtrat yang sudah dingin
Tampung filtrat ke dimasukkan ke dalam labu
dalam labu takar 100 takar 100 ml. Setelah
ml di saring ditambahkan aquadest
menggunakan sampai tanda batas
corong dan kain menimbulkan banyak busa.
kasa / kain saring

Filtrat atau hasil penyaringan


Buat satu seri dimasukkan ke dalam
pengenceran dalam berbagai tabung reaksi yang
tabung reaksi didalamnya telah diisikan
dengan aquadest berbagai
volume. Selanjutnya
dilakukan pengocokan tiap
tabung selama 15 detik dan
menghasilkan busa lebih dari
1 cm.

Tabel 4.1.2 Data pengamatan pengujian indeks pembusaan terdapat larutan buah lerak
No Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Rebusan Simplisia (ml) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Aquadest (ml) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -

Tinggi Busa (cm) 3 4,4 4,5 4,3 5,9 4,6 5,3 5,4 5,2 5,6
4.2 Data Pengamatan Indeks Ikan

Tabel 4.2.1 Data pengamatan pembuatan indeks ikan dan konsentrasi larutan uji

Prosedur Gambar Hasil pengamatan

Buah lerak dihaluskan


Haluskan bahan
menjadi ukuran yang lebih
simplisia dengan
kecil dan banyak
cara dirajang mengeluarkan cairan yang
lengket berwarna coklat.

Ditimbang dengan
tepat sebanyak 2gr
Dimasukkan ke Terjadi perubahan warna
dalam gelas kimia menjadi berwarna kecoklatan
250 ml yang berisi dengan terdapatnya busa
120 ml aquadest, disekitar dinding dalam gelas
dibiarkan mendidih kimia
selama 30 menit

Hasil simplisia yang Busa yang semula menempel


di dihkan lalu di disekitar dinding gelas kimia
dinginkan berkurang
Tampung filtrat ke
dalam 3 gelas kimia
yang dengan
konsentrasi yang
berbeda-beda

Kondisi 2 dari 3 ikan yang


telah mati di konsentrasi
larutan uji 0.5%

Kondisi 2 dari 3 ikan yang


telah mati di konsentrasi
larutan uji 0.1%
Kondisi 2 dari 3 ikan yang
telah mati di konsentrasi
larutan uji 0.04%

Tabel 4.2.2 Data pengamatan pengujian indeks angka ikan terdapat larutan buah lerak
Waktu Kematian Ikan konsentrasi
4,03 0,5
12,35 0,1
20,31 0,04

Tabel 4.2.3 Data pengamatan dilakukan selama lebih kurang 21 menit.


Ikan Konsentrasi Larutan Uji (%)
ke- 1 2 3
1 X X X
2 X X X
3 X X X

Keterangan:

V = ikan tetap hidup

X = ikan mati
V. Perhitungan

5.1. Penetapan Indeks Busa

Seperti gambar yang tercantum pada tabel 4.1.2 semua tabung memiliki

tinggi busa lebih dari 10 mm (1 cm) dengan tinggi busa minimum 30 mm (3 cm).

Jadi indeks busa buah lerak adalah > 1000.

5.2. Penetapan Indeks Ikan

1
Indeks Ikan =
𝑎

1
=
0,04 %

1
= 0,04
100

100
=
0,04

= 2500

Keterangan:

a = konsentrasi terkecil di mana 2-3 ikan mati


VI. PEMBAHASAN

Percobaan praktikum ini mengenai penetapan indeks pembusaan dan

angka ikan dengan metode dekokta. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat

dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90˚C selama 30 menit.

Dekokta merupakan proses ekstraksi yang mirip dengan proses infundasi, hanya

saja infuns yang dibuat membutuhkan waktu lebih lama dan suhu pelarut sama

dengan titik didih air (Depkes RI. 1995). Praktikum ini berprinsip pada mengukur

tinggi busa yang dihasilkan filtrat sampel dan pengamatan kematian ikan pada

konsentrasi larutan uji yang berbeda-beda. Nilai indeks pembusaan tersebut dapat

mengindikasikan aman tidaknya suatu tanaman untuk dijadikan sediaan obat.

Namun pada konsentrasi tinggi, saponin memiliki efektoksin yang dapat

mengancam kehidupan sebagian hewan terutama hewan berdarah dingin

(Foerster, 2006 : 31). Simplisia yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah

Buah Lerak (Sapindus Fructus).

Untuk menjamin bahwa kualitas simplisia sama pada setiap pembuatannya

dan memenuhi standar minimal maka harus ada penetapan standar dari hulu ke

hilir. Syarat utama suatu obat dikatakan baik yaitu harus aman (safety), bermutu

(quality), dan bermanfaat (efficacy) (Bajaj et al, 2012 : 129-138).

Dalam rangka standardisasi obat bahan alam, diperlukan parameter standar

yang mencakup parameter mutu simplisia dan ekstrak yang digunakan sebagai

bahan baku obat bahan alam. Parameter strandar terbagi atas parameter spesifik

dan non spesifik (Depkes RI, 2000).


Parameter nonspesifik merupakan tolak ukur baku yang dapat berlaku

untuk semua jenis simplisia, tidak khusus untuk jenis simplisia dari tanaman

tertentu ataupun jenis proses yang telah dilalui. Adapun beberapa parameter

nonspesifik yang ditetapkan untuk simplisia dalam penelitian ini antara lain

penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang larut dalam asam, penetapan

kadar abu yang larut dalam air, penetapan kadar air dan penetapan susut

pengeringan. Parameter spesifik merupakan tolak ukur khusus yang dapat

dikaitkan dengan jenis tanaman yang digunakan dalam proses standarisasi.

Parameter spesifik yang akan ditetapkan pada penelitian ini adalah indentitas

simplisia, untuk organoleptis (pemerian), uji mikroskopik, penetapan kadar sari

yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan

kandungan minyak atsiri, dan penetapan kadar bahan aktif simplisia (Depkes RI,

2000). Percobaan ini termasuk ke dalam parameter spesifik karena termasuk pada

pengujian untuk organoleptis, kadar senyawa terlarut, dan kandungan.

Selain penetapan indeks pembusaan dan angka ikan, metode skrining

fitokimia juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya golongan senyawa

saponin (Teyler, 1988 : 193-210). Skrining fitokimia merupakan cara untuk

mengidentifikasi bioaktif yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan

yang dapat dengan cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki

kandungan fitokimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan

fitokimia tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu

penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode
skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan

menggunakan suatu pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam

skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Harborne, J.B.

1987 : 354).

Pada praktikum ini digunakan Sapindus Fructus (buah lerak) sebagai

sampelnya. Menurut Cronquist dalam Dasuki (1991 : 13-28) klasifikasi dari lerak

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Genus : Sapindus

Spesies : Sapindus rarak Dc

Saponin merupakan detergen alami yang ditemukan di banyak tanaman

serta merupakan glikosida non nitrogen, glikosida kompleks atau metabolit

sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan

dengan aglikon atau sapogenin. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai

dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok

menimbulkan buih yang stabil. Saponin mengandung aglikon polisiklik yang


khasnya adalah berbuih saat dikocok dengan air. Kemampuan berbusa saponin

disebabkan oleh bergabungnya sapogenin nonpolar dan sisi rantai yang larut

dalam air. Sapogenin ini berasal dari saponin pada hidrolisis yang menghasilkan

suatu aglikon yang dikenal sebagai “sapogenin” (Thalib, 1996 : 17-21).

Saponin memiliki suatu karakteristik, yaitu dapat menimbulkan busa pada

saat dikocok dalam air, karakteristik inilah yang menjadi dasar dalam penetapan

indeks pembusaan simplisia. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan

pada air, maka indeks pembusaan ini menunjukan bahwa saponin yang

terkandung dapat menurunkan tegangan permukaan antara air dan udara sehingga

terbentuk busa. Saponin yang bersifat polar akan menarik udara ke dalam air

sehingga udara terdispersi ke dalam air dalam bentuk busa. Jadi semakin besar

indeks pembusaan suatu simplisia, maka kandungan saponin dalam simplisia

tersebut semakin besar.

6.1 Penetapan Indeks Busa

Pada percobaan penetapan indeks pembusaan, tahap pertama yang harus

dilakukan setelah mendapatkan simplisia Sapindus Fructus (buah Lerak) adalah

melakukan perajangan untuk memperkecil partikel simplisia dan memperlebar

luas permukaan simplisia sehingga simplisia mudah terbasahi oleh pelarut dan

memudahkan pengeluaran isi kandungan dari simplisia tersebut, kemudian

dilakukan penimbangan. Simplisia ditimbang sebanyak 1 gram.

Tahap kedua adalah masukkan simplisia Sapidus Fructus (buah lerak) ke

dalam gelas kimia yang berisi 120 ml aquadest, dibiarkan mendidih selama 30

menit (diekstraksi). Ekstraksi adalah penyaringan zat-zat aktif dari bagian


tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi, yaitu untuk menarik komponen kimia

yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa

komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada

lapisan antarmuka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses

pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organic akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat

akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi

keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Sudjadi,

1986).

Pendidihan ini bertujuan agar kandungan yang terdapat pada simplisia

Sapindus Fructus (buah lerak) dapat mengeluarkan kandungan utamanya yaitu

saponin. Perebusan simplisia ini disebut dekok dan hasilnya disebut dekokta

(setelah disaring). Perebusan simplisia menggunakan aquadest yang merupakan

pelarut dari buah lerak. Buah lerak yang mengandung saponin memiliki sifat polar

yang dapat larut dalam pelarut polar yaitu aquadest. Sesuai dengan prinsip “like

dissolve like” perolehan senyawa kimia didasarkan pada kesamaan sifat kepolaran

terhadap pelarut yang digunakan (Harborne, 1987 : 104).

Simplisia Sapindus Fructus (buah lerak) didinginkan sampai suhu kamar.

Kemudian, dilakukan penyaringan dengan mengunakan kertas saring, tetapi pada

praktikumnya menggunakan kain kasa. Sebelum dilakukan penyaringan dengan

menggunakan kain kasa, terlebih dahulu dibilas menggunakan air. Hal ini

bertujuan agar ekstrak dari buah lerak tidak akan menempel pada kain kasa
sehingga ekstrak Sapindus Fructus (buah lerak) yang diperoleh akan semakin

banyak. Pada proses ekstraksi ini ekstrak Sapindus Fructus (buah lerak) yang

diperoleh ditampung dalam labu ukur 100 ml dan digenapkan hingga volume

genap 100 ml dengan penambahan aquades.

Selanjutnya dibuat 10 larutan seri pengenceran dalam tabung reaksi. Hal

ini bertujuan agar dapat dipilih volume (ml) dekokta yang memiliki tinggi busa 1

cm sehingga dapat ditentukan indeks pembusaannya. Kemudian tabung reaksi

ditutup dan dikocok ke arah memanjang selama 15 detik dengan frekuensi 2

kocokan per detik. Pengocokan ini berfungsi agar terbentuk busa yang

diakibatkan kontak air dengan saponin. Dari hasil pengamatan pada simplisia

Sapindus Fructus (buah lerak) tinggi busa pada tabung reaksi 1 sampai dengan 10

lebih dari 1 cm, maka harus dilakukan pengenceran, yang berarti bahwa simplisia

Sapindus Fructus (buah lerak) mengandung banyak saponin. Hal ini sesuai dengan

literatur yang ada, buah lerak megandung senyawa saponin. Zat inilah yang

menghasilkan busa dari buah lerak, saponin adalah kelas senyawa kimia yang

memiliki kemampuan untuk membersihkan dan menunjukan bahwa dari senyawa

saponin, alkaloid, steroid dan triterpenoid pada lerak masing-masing berurutan

mengandung bahn aktif sebesar 12%, 1%, 0,036% dan 0,029% (Fatmawati. 2014 :

24-31).

6.2 Penetapan Indeks Ikan

Pada praktikum penetapan indeks ikan, bertujuan untuk mengetahui

saponin yang terkandung dalam tanaman (buah lerak) sebagai racun bagi hewan

berdarah dingin. Saponin merupakan senyawa yang berasa pahit menusuk,


menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir.

Saponin juga bersifat bias menghancurkan butir darah merah lewat reaksi

hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya

digunakan sebagai racun ikan. (Chaieb, 2010:39-50)

Pada percobaan penetapan angka ikan pertama dilakukan penimbangan

simplisia sebanyak 2 g hasil rajangan dimasukan ke dalam gelas kimia 250 mL

berisi 120 mL air mendidih dan dibiarkan mendidih selama 30 menit. Hasil

rebusannya disaring menggunakan kain kasa. Kemudian, dibuat 3 tipe

pengenceran di dalam gelas kimia 250 ml (dengan volume total masing-masing

200 ml) yaitu 0,5% (50 ml filtrat dan 150 ml aquadest), 0,1% (10 ml filtrat dan

190 ml aquadest), 0,04% (4 ml filtrat dan 196 ml aquadest). 3 ekor ikan

dimasukan ke dalam masing-masing gelas kimia, lalu diamati pada konsentrasi 2-

3 ekor ikan mati (konsentrasi ini ditetapkan sebagai a).

Dilihat dari hasil pengamatan pada ikan yang telah diberikan larutan uji

buah lerak dengan berbagai konsentrasi, semakin tinggi angka ikan, semakin kecil

konsentrasi ikan dan sebaliknya semakin tinggi konsentrasi maka angka ikan

semakin rendah, terbukti pada percobaan ini ikan yang disimpan pada larutan uji

dengan konsentrasi 0,5% ; 0,1% dan 0,04% semua ikan mati. Pada konsentrasi

yang paling tinggi ikan lebih cepat mati karena semakin tinggi konsentrasi maka

semakin tinggi kandungan saponinnya. Hal ini disebabkan karena pada buah lerak

mengandung banyak saponin yang bersifat toksik bagi hewan berdarah dingin,

contohnya ikan.
VII. Kesimpulan

1. Saponin adalah senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya busa yang


dapat bertahan lama ketika bahan tumbuhan tersebut direbus dalam air dan
kemudian dikocok.
2. Kemampuan pembusaan rebusan air dari bahan tumbuhan dan ekstraknya
diukur dengan istilah indeks pembusaan.
3. Saponin memiliki karakteristik berupa buih, mudah larut dalam air dan
tidak larut dalam eter, dan memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan
bersin serta iritasi pada selaput lendir.
4. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan banyak
diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat keras
atau racun biasa disebut sebagai Sapotoksin.
DAFTAR PUSTAKA

Bajaj, S., et al. 2012. Stability testing of Pharmaceutical Products. Journal of


Applied Pharmaceutical Science 02 (03) hlm. 129-138.

Chaieb I. 2010. Saponin as insecticides: a review. Tunisian Journal of plant


Protection. 5(3): 39-50.

Dasuki, U.A. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. ITB : Bandung. Hlm. 13-28

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Fatmawati, I., 2014, Efektivitas Buah Lerak (Sapindus Rarak De Cadole) sebagai
bahan pembersih logam Perak, Perunggu, dan Besi, Jurnal Konservasi Cagar
Budaya Borobudur, 8(2) hlm. 24-31

Foerster, Hartmut. 2006. MetaCyc Pathway: Saponin Biosynthesis I. Sudjadi.


1986. Metode Pemisahan. UGM Press: Yogyakarta. Hlm. 31

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Terbitan Kedua, ITB : Bandung. Hlm. 104, 354

Teyler, V.E., Lynn, R.B and Robbers, J.E. 1988. Pharmacognosy Lea and
Febiger: Philadelphia. Hlm. 193-210

Thalib, A., Y. Widiawati, H. Hamid, D. Suherman And M. Sabrani. 1996. The


effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and
performance of sheep. JITV 2: Hlm. 17-21

Anda mungkin juga menyukai