Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIKUM 1

IDENTIFIKASI SIMPLISIA

I. TUJUAN
a. Memahami dan melakukan identifikasi simplisia secara makroskopik
b. Memahami dan melakukan identifikasi simplisia secara mikroskopik

II. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan.
Diantara jenis-jenis tumbuhan tersebut ada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat.
Orang-orang dulu meyakini bahwa tumbuhan tersebut memiliki khasiat obat karena penyakit dan
naluri untuk mempertahankan hidup. Walaupun dalam bentuk yang sederhana, namun khasiatnya
tidak diragukan lagi. Identifikasi secara makroskopis maupun mikroskopis dan komposisi sediaan
simplisia penting untuk dilakukan. Berdasarkan hal itu, kita dituntut untuk dapat mengenali bentuk
morfologi ataupun anatomi serta kandungan kimia dari suatu simplisia. Hal itu disebabkan karena
dengan diketahuinya kandungan simplisia, sehingga dapat dianalisis kandungan zat serta dapat
mempelajari kemampuan efek terapi dari kandungan simplisia.
Simplisia umumnya dibagi menjadi 3 golongan yaitu sebagai berikut :
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman,
eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari
selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan / diisolasi dari tanamannya.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna
yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni
3. Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia
murni.
Mutu dari simplisia yang digunakan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
yaitu secara makroskopik (organoleptis) dan mikroskopik. Pemeriksaan makrosopik
dilakukan dengan menggunkan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat. Cara ini
dilakukan untuk mencari kekhususan bentuk, warna, bau dan rasa simplisia. Pemeriksaan
mikroskopik meliputi anatomi simplisia yang memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan
pemeriksaan spesifik penyusun suatu simplisia ataupun haksel. Sebelum melakukan

Page 1
pemeriksaan mikroskopik harus dipahami bahwa masing-masing jaringan tumbuhan berbeda
bentuknya. Ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan rimpang umumnya memiliki
jaringan penyususn primer yang hampir sama yaitu epidermis, korteks dan endodermis,
jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutnya. Tipe berkas pengangkut umumnya
mengacu pada kelas tumbuhan seperti monokotil yang memiliki tipe berkas pengangkut
terpusat (konsentris) dan pada dikotil tersebar (kolateral). Sedangkan jaringan sekunder
pada organ batang, akar dan rimpang berupa periderm dan ritidorm. Rambut penutup dan
stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe sel idioblas seringkali
menunjukkan ciri spesifik suatu tumbuhan.
Berdasarkan jurnal, salah satu pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik merupakan pemeriksaan
organoleptik. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan bantuan mikroskop
binocular menggunakan pelarut kloralhidrat dengan perbesaran 100 kali.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
~ Mikroskop
~ Objec glass
~ Cover glass

2. Bahan :
~ Amylum Manihot
~ Amylum Solani
~ Cinnamomi Cortex
~ Curcumae Rhizoma

IV. PROSEDUR
a. Melakukan identifikasi simplisia secara makroskopik
Pengamatan dilakukan secara visual meliputi bentuk, warna, rasa dan bau.

b. Melakukan identifikasi simplisia secara mikroskopik


1. Amylum Manihot
Amylum manihot disimpan di atas objec glass, tambahkan aquadest secukupnya, tutup
dengan cover glass. Amati dengan microscop dengan pembesaran 100 kali.

Page 2
2. Amylum Solani
Amylum solani disimpan di atas objec glass, tambahkan aquadest secukupnya, tutup
dengan cover glass. Amati dengan microscop dengan pembesaran 100 kali.

3. Cinnamomi Cortex
Serbuk kayu manis di simpan di atas objec glass, tambahkan larutan chloral hidrat 70%,
tutup dengan cover glass. Amati dengan microscop dengan pembesaran 100 kali.

4. Curcumae Rhizoma
Serbuk temulawak di simpan di atas objec glass, tambahkan larutan chloral hidrat 70%, tutup
dengan cover glass. Amati dengan microscop dengan pembesaran 100 kali.

V. HASIL PENGAMATAN
1. Amylum Manihot (Pati Singkong)
Makroskopik : Serbuk halus warna putih, tidak berbau, tidak berasa.
Mikroskopik : Butiran tunggal berbentuk lonjong seperti topi baja, ukuran 5-25 um, ada nampak
hilus ditengah seperti titik/ segitiga, butiran ada yang bergerombol.
Gambar

2. Amylum Solani (pati kentang)


Makroskopik : Serbuk, warna putih, tidak berbau, tidak berasa.
Mikroskopik : Terlihat butiran berbentuk bulat telur atau oval, ukuran 30-100 um, ada nampak
lamela di tengah.
Gambar

Page 3
3. Cinnamomi Cortex (Kulit kayu manis)
Makroskopik : Berupa bagian dalam kulit batang, bau harum, rasa pedas dan manis,
berwarna kuning kecoklatan.
Mikroskopik : Terlihat serbuk sklerenkim berwarna kuning kecoklatan atau tidak berwarna,
terdapat sel batu.
Gambar

4. Curcumae Rhizoma (Rimpang Temulawak)


Makroskopik : Keping tipis, bentuk bulat, ringan, keras, rapuh, berwarna coklat kekuningan,
rasa pahit.
Mikroskopik : Terlihat butiran amylum, fragmen trachea, fragmen jaringan gabus, fragmen
parenkim, kelenjar sekret.
Gambar

VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini yaitu tentang identifikasi simplisia secara makroskopik dan mikroskopik.
Tujuan praktikum ini yaitu untuk memahami dan mlakukan identifikasi simplisia secara
makroskopik dan mikroskopik. Simplisia merupakan hasil proses sederhana dari herba tanaman
obat yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri obat. Simplisia dalam arti lain adalah
bahan alam yang telah dikeringkan dan digunakan untuk pengobatan serta belum mengalami
proses pengolahan. Pembuatan serbuk simplisia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Page 4
1. Bahan yang akan dijadikan simplisia harus bebas serangga, fragmen hewan dan kotoran
hewan
2. Bahan yang akan dijadikan simplisia tidak boleh menyimpang dari bau dan warna
3. Bahan yang akan dijadikan simplisia tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau
berbahaya
4. Bahan yang akan dijadikan simplisia tidak boleh mengandung lendir, cendawan atau
menunjukkan tanda pengotor lain (Depkes RI, 1979)
Simplisia yang dilakukan uji yaitu : Amylum Manihot, Amylum Solani, Cinnamomi Cortex, dan
Curcumae Rhizoma. Simplisia yang mulanya berbentuk haksel (irisan tipis-tipis) kemudian diolah
menjadi serbuk halus. Cara penghalusan serbuknya yaitu dengan menggunakan blender dan
diayak dengan ayakan. Sehingga dihasilkan serbuk halus. Pada saat penghalusan menggunakan
blender, diusahakan agar tidak terlalu panas. Hal itu disebabkan karena pemanasan dapat
menghilangkan atau merusak zat aktif (zat berkhasiat) tanaman tersebut. Tahapan-tahapan
pembuatan simplisia secara garis besar yaitu :
1. Pemgumpulan bahan baku Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda
tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman, waktu panen, dan lingkungan
tempat tumbuh
2. Sortasi basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran dari bahan simplisia
3. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat
pada bahan simplisia. Pencucuian dilakukan dengan air bersih yang mengalir
4. Perajangan Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan
5. Pengeringan Tujuan pengeringan yaitu untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak
hingga waktu lama
6. Sortasi kering Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing yang masih
melekat pda simplisia kering
7. Penegepakan dan penyimpanan Simplisia dapat rusak dan berubah mutunya karena faktor luar
dan dalam, antara lain seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, serangga atau kapang dan
pengotor lainnya.
Pemeriksaan makroskopik merupakan pemeriksaan karakteristik suatu tanaman atau
simplisia yang dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat.
Tujuannya yaitu untuk mengenal dan mengidentifikasi kekhususan simplisia yang berupa bentuk,
warna, bau dan rasa simplisia. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik meliputi anatomi simplisia
yang memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan pemeriksaan spesifik penysun suatu
simplisia ataupun haksel. Tujuannya yaitu untuk mengetahui anatomi bagian tumbuhan baik itu
pada bagian akar, daun maupun kayunya.

Page 5
Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopik harus dipahami bahwa masing-masing
jaringan tumbuhan berbeda bentuknya. Ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan
rimpang umumnya memiliki jaringan penyususn primer yang hampir sama yaitu epidermis, korteks
dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutnya. Tipe berkas pengangkut
umumnya mengacu pada kelas tumbuhan seperti monokotil yang memiliki tipe berkas pengangkut
terpusat (konsentris) dan pada dikotil tersebar (kolateral). Sedangkan jaringan sekunder pada
organ batang, akar dan rimpang berupa periderm dan ritidorm. Rambut penutup dan stomata
merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe sel idioblas seringkali menunjukkan ciri spesifik
suatu tumbuhan.
Langkah kerja pada percobaan uji makroskopik yaitu diamati karakterisktiknya yang meliputi
bentuk, warna, rasa dan bau. Lakukan pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 100
kali.

VII. KESIMPULAN
Kesimpulan Kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan makrosopik dilakukan dengan menggunkan kaca pembesar atau tanpa
menggunakan alat yang dilakukan untuk mencari kekhususan bentuk, warna, bau dan rasa
simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik yaitu Amylum manihot (pati singkong): serbuk halus
warna putih, tidak berbau, tidak berasa. Amylum Solani (pati kentang) : serbuk, warna putih,
tidak berbau, tidak berasa. Cinnamomi Cortex (Kulit kayu manis) : Berupa bagian dalam kulit
batang, bau harum, rasa pedas dan manis, berwarna kuning kecoklatan. Curcumae Rhizoma
(Rimpang Temulawak) : Keping tipis, bentuk bulat, ringan, keras, rapuh, berwarna coklat
kekuningan, rasa pahit.
2. Pemeriksaan mikroskopik meliputi anatomi simplisia yang memiliki karakteristik tersendiri dan
merupakan pemeriksaan spesifik penyusun suatu simplisia ataupun haksel. Hasil pemeriksaan
mikroskopik yaitu Amylum manihot (pati singkong): butiran tunggal berbentuk lonjong seperti topi
baja, ukuran 5-25 um, ada nampak hilus ditengah seperti titik/ segitiga, butiran ada yang
bergerombol. Amylum Solani (pati kentang) : terlihat butiran berbentuk bulat telur atau oval,
ukuran 30-100 um, ada nampak lamela di tengah. Cinnamomi Cortex (Kulit kayu manis) : terlihat
serbuk sklerenkim berwarna kuning kecoklatan atau tidak berwarna, terdapat sel batu. Curcumae
Rhizoma (Rimpang Temulawak) :Terlihat butiran amylum, fragmen trachea, fragmen jaringan
gabus, fragmen parenkim, kelenjar sekret.

Page 6
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Azizah, D. N., K. Endang & F. Fahrauk. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3 Pada
Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (2) : 45-49.

Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Penebar swadaya. Jakarta.

Gunawan, D & S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Soegiharjo, C. J. 2013. Farmakognosi. Citra Aji Parama. Yogyakarta. Widyaningrum, H. 2011.


Kitab Tanaman Obat Nusantara. Medpress. Yogyakarta.

Page 7
PRAKTIKUM 2
FRAKSINASI EKSTRAK DENGAN ECC ( EKSTRAKSI CAIR-CAIR )

I. TUJUAN
a. Melakukan fraksinasi ekstrak dengan ekstraksi cair-cair (ECC)
b. Menentukan pelarut yang digunakan untuk ECC
c. Menghitung rendemen fraksi

II. PENDAHULUAN
Fraksinasi ekstrak merupakan pemisahan komponen-komponen ekstrak berdasarkan
perbedaan kepolarannya. Fraksinasi ekstrak umumnya dilakukan dengan metode corong pisah
atau kromatografi kolom. Fraksi yang dihasilkan memiliki komponen senyawa yang lebih
sederhana dibandingkan ekstrak.
Fraksinasi dengan corong pisah merupakan jenis ekstraksi cair-cair. Metode ini lebih
sederhana dan mudah dilakukan dibandingkan dengan kolom dengan hasil fraksinasi yang lebih
kompleks. Oleh karena itu, pada pemisahan atau isolasi senyawa bahan alam, sebelum fraksinasi
dilakukan dengan kolom, biasanya dilakukan fraksinasi dengan corong pisah terlebih dahulu.
Corong pisah digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran antara
dua fase pelarut yang memiliki massa jenis yang berbeda yang tidak bercampur. Pelarut yang
memiliki massa jenis lebih tinggi berada di bagian bawah, sedangkan pelarut yang memiliki massa
jenis lebih rendah berada di bagian atas. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak akan terpisah
sesuai dengan kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa akan tertarik oleh pelarut yang
memiliki kepolarn yang relatif sama dengan pelarut tersebut.
Pada ekstraksi cair-cair berlaku hukum distribusi Nernst yang menyatakan bahwa Suatu zat
terlarut X akan mendistribusikan dirinya ai antara dua pelarut yang tidak saling bercampur,
sedemikian rupa sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai perbandingan konsentrasi X
di dalam kedua fasa pada suhu konstan merupakan suatu tetapan. Menurut hukum ini, apabila
kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua
pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian kelarutan. Solut akan terdistribusi dengan
sendirinya setelah solut tersenut dikocok dan kedua pelarut dibiarkan terpisah. Pada suhu yang
tetap, perbandingan konsentrasi solut dalam kedua pelarut tersebut adalah mempunyai nilai
tertentu. Nilai ini disebut sebagai koefisien distribusi.
KD = ( A )1
( A )2
Keterangan :
KD = Koefisien distribusi
( A )1 = Konsentrasi solut A pada pelarut 1

Page 8
( A )2 = Konsentrasi solut A pada pelarut 2
Hukum ini berlaku pada kondisi ideal dimana tidak terjadi asosiasi solut X pada kedua pelarut.
Dari segi efektivitas, ekstraksi yang dilakukan berulang lebih efektif dibandingkan dengan
ekstraksi yang dilakukan hanya sekali dengan total volume pelarut yang sama. Jadi ekstraksi
dengan 3 x 50 ml pelarut menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan 1 x 150
ml pelarut.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
~ Corong pisah
~ Gelas kimia
~ Gelas ukur
~ Gelas arloji
~ Timbangan analitik
~ Spatel logam
~ Erlemeyer
~ Alumunium foil

2. Bahan :
~ Ekstrak kental temulawak
~ Heksan
~ Aquadest

IV. PROSEDUR
1. Timbang 0,5 gram ekstrak kental temulawak pada kaca arloji, larutkan dengan 50 ml
aquadest.
2. Siapkan corong pisah, pastikan kran corong berfungsi dengan baik dan dalam kondisi
tertutup.
3. Masukkan larutan ekstrak kedalam corong pisah, tambahkan 50 ml heksan.
4. Kocok corong pisah dengan posisi kran menghadap ke atas selama kurang lebih 15 menit,
buka keran sesekali pada saat pengocokan.
5. Letakkan corong pisah dalam posisitegak, diamkan hingga kedua fasa terpisah.
6. Tampung fasa bagian bawah terpisah dengan bagian atas.
7. Uapkan pelarut dari masing-masing fraksi sehingga diperoleh fraksi kental
8. Hitung prosentase fraksi heksan yang diperoleh.

Page 9
V. HASIL PENGAMATAN
Berat gelas kimia = 51,57 gram
Berat gelas arloji = 11,61 gram
Berat gelas arloji + ekstrak = 12,12 gram
Berat ekstrak = 12,12 - 11, 61 = 0,51 gram
Berat fraksi heksan = gram = x 100% = %
0,51 gram

Gambar 1

VI. PEMBAHASAN
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan
bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas dasar perbedaan
kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Jika analit berada
dalam pelarut anorganik, maka pelarut yang digunakan adalah pelarut organik dan sebaliknya
Percobaan kali ini dilakukan yaitu ekstrak temulawak. Ekstrak temulawak sebagai sampel
ditambah aquadest 50 ml, dimasukkan ke dalam corong pisah ditambahkan heksan sebanyak 50
ml sebagai pelarut organik membentuk dua lapisan, dimana lapisan pertama berwarna kuning pekat
dan lapisan kedua kuning muda/ bening. Penambahan heksan berfungsi sebagai pelarut organik
yang bersifat semi polar yang tidak saling larut dengan pelarut air (H2O) sehingga pelarut organik
akan terikat ke dalam ekstrak temulawak karena daya tarik sampel lebih kuat dari pada pelarut
organik.

Page 10
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode pemisahan dengan cara ekstraksi pelarut adalah suatu metode pemisahan atau
pengambilan zat terlarut dalam larutan (pelarut air) dengan menggunakan pelarut lain (pelarut
organik).
2. Berat fraksi heksan

VIII. DAFTAR PUSTAKA

PRAKTIKUM 3

Page 11
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

I. TUJUAN
a. Melakukan KLT pada ekstrak dan fraksi
b. Menganalisa kromatogram dan membandingkannya dengan pustaka

II. PENDAHULUAN
Pemantauan ekstrak dilakukan untuk mengetahui komponen yang ada dalam ekstrak. Salah
satu metode yang umum digunakan adalah kromatografi lapis tipis (KLT). KLT adalah suatu teknik
pemisahan yang melibatkan fase gerak (zat cair) dan fase diam (zat padat atau cairan yang
menutupi permukaan zat padat). Fase diam adalah massa yang terikat pada pendukung,
sedangkan fase gerak adalah massa yang bergerak di sepanjang fase diam.
Fase diam yang umum digunakan dalam KLT adalah silica gel, alumina, kiselgur dan
selulosa. Sedangkan fase geraknya merupakan campuran pelarut (non polar, semi polar, dan
polar) dengan perbandingan tertentu. Fase gerak yang digunakan pada KLT sangat bergantung
kepada kepolaran komponen dalam ekstrak yang ingin dipisahkan.
Jika KLT menggunakan zat padat sebagai fase diam maka pemisahan terjadi melalui
mekanisme adsorpsi. Sedangkan jika KLT menggunakan cairan yang menutupi permukaan zat
padat sebagai fase diam maka pemisahan terjadi melalui mekanisme partisi. Senyawa yang akan
dipisahkan ikut bergerak bersama fase gerak. Selama senyawa bergerak terjadi partisi komponen
di antara fase gerak dan fase diam atau terjadi adsorpsi senyawa oleh adsorben yang bertindak
sebagai fase diam. Perbedaan koefisien partisi dan/atau afinitas adsorpsi antar senyawa
menyebabkan perbedaan kecepatan gerak senyawa sehingga senyawa-senyawa dapat terpisah.
Berdasarkan kepolaran fase diam yang digunakan, terdapat dua jenis kromatografi, yaitu
kromatografi fase normal dan terbalik. Kromatografi fase normal menggunakan fase diam berupa
senyawa polar, sedangkan kromatografi fase terbalik menggunakan fase diam berupa senyawa
non polar. Pada KLT fase normal, senyawa non-polar akan naik lebih cepat daripada senyawa
yang lebih polar. Hal yang sebaliknya terjadi pada KLT fase terbalik, senyawa yang lebih polar
akan naik lebih cepat dibandingkan senyawa non polar.
Setiap noda/ bercak yang muncul pada KLT akan dikarakterisasi dengan harga Rf ( Raffort
frontal ). Nilai Rf merupakan ukuran relatif letak suatu bercak senyawa dalam kromatogram
terhadap garis akhir pergerakan fase gerak.

Rf = jarak yang ditempuh oleh senyawa


jarak yang ditempuh oleh pelarut

Page 12
Noda / bercak yang dihasilkan pada kromatogram dapat dideteksi secara visual,
menggunakan sinar UV 254 dan 366 nm, atau menggunakan pereaksi penampak bercak. Deteksi
di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm dapat digunakan untuk senyawa-senyawa yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi dan berflouresensi. Pereaksi penampak bercak universal yang dapat
digunakan adalah asam sulfat 10% dalam methanol/ etanol, sedangkan penampak bercak spesifik
antara lain adalah vanilin sulfat, dragendorff, asam borat, dan anisaldehid.
KLT dapat digunakan untuk beberapa tujuan berikut :
~ Pemurnian senyawa dalam jumlah kecil
~ Penjajakan sistem fase gerak yang sesuai untuk kromatografi kolom
~ Uji kemurnian senyawa
~ Menentukan jumlah komponen dalam suatu campuran
~ Analisa kualitatif dan kuantitatif sampel.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
~ Kertas saring
~ Plat
~ Pipa kapiler
~ Chamber
~ Gelas kimia
~ Gelas ukur
~ Penggaris
~ Pensil

2. Bahan
~ Ekstrak temulawak
~ Toluen
~ Etil asetat

IV. PROSEDUR
1. Isi bejana KLT dengan fase gerak ( larutan pengembang ) hingga ketinggian 1 cm,
gantungkan kertas saring di sepanjang dinding chamber, tutup dan biarkan hingga bejana
menjadi penuh.
2. Siapkan larutan ekstrak dan pipa kapiler
3. Siapkan plat KLT silica gel GF 254, beri tanda titik pada batas bawah dan garis pada batas
atas menggunakan jarum. Jangan menggunakan pensil / pulpen.

Page 13
4. Totolkan ekstrak pada batas bawah dengan menggunakan pipa kapiler hingga bercak cukup
tebal ( dapat terlihat nyata secara visual ) dan biarkan mengering. Usahakan agar diameter
bercak tidak terlalu besar.
5. Masukkan plat secara tegak lurus / vertikal kedalam bejana yang telah jenuh. Pastikan
bahwa batas bawah tidak terendam oleh larutan pengembang
6. Biarkan plat KLT dalam bejana hingga larutan pengembang mencapai batas atas.
7. Segera angkat plat KLT dan keluarkan dari bejana. Biarkan plat KLT mengering di udara
terbuka.
8. Lakukan pengamatan bercak secara visual, di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Tandai
bercak yang teramati menggunakan pensil. Dokumentasikan.
9. Semprot plat KLT dengan penampak bercak asam sulfat pekat 10% dalam metanol lalu
dipanaskan secara hati-hati di atas kompor listrik. Amati bercak yang terbentuk dan
bandingkan dengan jumlah bercak yang teramati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm,
dokumentasikan.
10. Hitung Rf tiap bercak dan bandingkan dengan pustaka.

V. HASIL PENGAMATAN
Nama ekstrak / fraksi : Ekstrak temulawak
Fase diam : heksan
Fase gerak (pengembang) : Toluen dan etil asetat ( 93 : 7 )
Ukuran plat KLT :
Jarak rambat pengembang : 6,1
Penampak bercak : ~ Sinar UV 254 nm dan 366 nm
~ Larutan asam sulfat pekat 10%

1. Nilai Rf tiap komponen / bercak yang terlihat pada lempeng KLT

No UV 254 UV 366 nm Asam sulfat Rf Senyawa marker Rf


Bercak nm 10% (pustaka) (pustaka)
1 v 0,54
2 v 0,70
3 v 0,87

Page 14
Gambar 2

VI. PEMBAHASAN
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang akan
dipisahkan didistribusikan antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase stasioner (diam),
dan yang lainnya berupa fasa mobil (fasa gerak).Fase gerak dialirkan menembus atau sepanjang
fase stasioner. Fase diam cenderung menahan komponen campuran, sedangkan fasa gerak
cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fasa diam dan
perbedaan kelarutannya dalam fasa gerak, komponen-komponen suatu campuran dapat
dipisahkan. komponen yang kurang larut dalam fasa gerak atau yang lebih kuat terserap atau
terabsorpsi pada fasa diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang
terserap akan bergerak lebih cepat.
Pada percobaan ini sample yang digunakan adalah ekstrak dari temulawak yang diperoleh dari
proses ekstraksi cair-cair. Sample tersebut ditotolkan pada plat KLT lalu dicelupkan ke dalam
gelas chamber yang telah berisi pelarut dalam jumlah tidak terlalu banyak ketika bercak dari
campuran tersebut mengering. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis
dimana posisi bercak berada. Ada 2 pelarut yang digunakan yaitu toluen dan etil asetat.
Setelah plat KLT yang telah ditotolkan dengan sample ini dimasukkan ke dalam gelas chamber,
maka segera ditutup gelas ini dengan menggunakan kaca.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia
terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya
ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia
dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Pelarut organik naik disepanjang lapisan tipis zat padat diatas lempengan dan bersamaan
dengan pergerakan pelarut tersebut, zat terlarut sample dibawa dengan laju yang tergantung pada

Page 15
kelarutan zat terlarut tersebut dalam fasa bergerak dan interaksinya dengan zat padat. Setelah
diamati beberapa saat, maka terbentuk warna kuning pada plat KLT tersebut. Yang menyebabkab
warna dari senyawa-senyawa pada kromatografi lapis-tipis adalah perbedaan tingkat kepolaran
warna dari senyawa-senyawa yang sejauh mana tingkat kepolaran itu mempengaruhi perbedaan
atau pemisahan yang ditandai dengan tebentuknya spot-spot senyawa dalam kromatografi
lapis-tipis itu tergantung dari migrasi pelarut (fase mobil/fase gerak) terhadap fasa diamnya, yaitu
kromatografi lapis-tipis tersebut.
Dua sifat yang penting untuk penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya karena
adhesi terhadap penyokong sangat bergantung kepada mereka. Contoh penyerap yang digunakan
untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi lapis tipis ialah misalkan silica atau alumina.
Silica gel kebanyakan digunakan dengan diberi pengkilat (binder) yang dimaksud untuk
memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang
digunakan kebanyakan adalah kalsium sulfat, tetapi biasanya dalam perdagangan silica gel telah
diberi pengikat. Silica ini digunakan untuk memisahkan asam amino, alkaloid, gula, asam, lemak,
lipida, minyak essensial, anion dan kation organic, sterol dan terpenoid. Selain silica ada juga
penyerap lainnya seperti alumina, bubuk selulosa, pati, dan sphadex.
Setelah letak noda komponen diketahui dan diberi tanda batas, maka harga Rf (Retardation
factor) dapat dihitung. Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada
kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Harga
Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka
pelarut dari titik awal.
Rf = Jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang ditempuh pelarut
Nilai Rf bersifat karakteristik dan menunjukkan identitas masing-masing komponen. Komponen
yang paling mudah larut dalam pelarut harganya akan mendekati satu. Sedangkan komponen
yang kelarutannya rendah akan mempunyai Rf hamper nol. Ada beberapa factor yang
menentukan harga Rf yaitu pelarut, suhu, ukuran dari bejana, kertas dan sifat dari campuran.
Nilai Rf digunakan untuk identifikasi kualitatif dari senyawa yang tidak diketahui dengan
membandingkan terhadap senyawa standard. Bila harga Rf-nya sama, berarti kedua senyawa
tersebut identik. Pada percobaan ini, nilai Rf senyawa yang diuji adalah 0,54 , 0,70 dan 0,87.
Kemungkinan kesalahan terjadi karena praktikan kurang terampil dalam menotolkan sample pada
plat KLT dan praktikan kurang teiti dalam mengukur jarak yang ditempuh sample maupun pelarut
pada plat KLT.

Page 16
VII. KESIMPULAN
Dari percobaaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
~ Kromatografi lapis tipis yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng gelas atau
alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan serbuk lainnya.
~ Sampel yang digunakan yaitu minyak kurkumin dari temulawak, sedangkan pelarutnya
yaitu kloroform dan dietil eter
~ Nilai Rf senyawa yang diuji adalah 0,54, 0,70 dan 0,87 sedangkan nilai Rf senyawa
standard yaitu 0, 8679. karena pebedaan nilai keduanya sangat jauh maka dapat
disimpulkan bahwa kedua senyawa tersebut tidak sama.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Page 17

Anda mungkin juga menyukai