Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

METODE PEMBUATAN DAN PERALATAN


PRODUKSI SEDIAAN SEMI PADAT
Dosen : Ika Andriana. S. Farm., M. Farm., Apt.

Disusun Oleh :

ERISA APRILIYANI (1704101002)


SITI NURAINI (170410100 )

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS


UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita, sehingga dalam menyusun makalah Metode Pembuatan
Dan Peralatan Produksi Sediaan Semi Padat ini kita mampu mempelajari dengan
baik serta menyelesaikannya dengan lancar. Sholawat serta salam kita tujukan
kepada Nabi Muhammad SAW. yang dengan jasanyalah kita mampu terbebas dari
belenggu jaman kejahiliyahan menuju jaman yang terang benderang.
Makalah ini disusun untuk pembaca memperluas pengetahuan mengenai
Metode Pembuatan Dan Peralatan Produksi Sediaan Semi Padat. Walaupun
makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan, tapi juga memiliki
detail yang cukup jelas bagi pembaca dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.
Terimakasih.

Madiun, 30 September 2019


Hormat kami,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1. Latar belakang ...................................................................... 1
2. Rumusan masalah ................................................................. 2
3. Tujuan penulisan .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3
1. Sediaan Solida ...................................................................... 3
2. TABLET............................................................................... 6
3. KAPSUL .............................................................................. 8
4. SUPPOSITORIA .................................................................. 10
5. Preformulasi sediaan tablet .................................................. 10
6. Formulasi sediaan solida ...................................................... 15
BAB III. PENUTUP ............................................................................... 20
1. Kesimpulan ................................................................................. 20
2. Saran ............................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi, perkembangan
di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan
ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan.
Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah
dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri. Ahli farmasi mengembangkan obat untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi
obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan
semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan
suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu
praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.
Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah
satu diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan
tersebut, para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi
sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah- langkah
yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara
melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan
konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan denganbaik dan
benar.

B. Tujuan
Untuk mengetahui tentang metode pembuatan dan alat produksi sediaan semi solid
dari krim, lotion, gel, salep dan pasta.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari krim, lotion, gel, salep dan pasta?
2. Bagaimana cara pembuatan dalam sediaan krim, lotion, gel, salep dan pasta?
3. Apa saja alat yang digunakan untuk produksi dari sediaan krim, lotion, gel, salep dan
pasta?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. SALEP
1. Pengertian salep / ointment
FI III : sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan obat luar.
FI IV : sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput.
2. Syarat pembuatan salep :
a) Pemerian : Tidak boleh berbau tengik
b) Kadar : Kecuali dinyatakan lain untuk salep yang mengandung obat
keras/narkotik, kadar obat adl 10%
c) Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, basis salep adalah vaselin (vaselin
album)
d) Homogenitas, jika dioleskan pd sekeping kaca atau bahan transparan lain yg cocok
harus menunjukkan susunan yg homogeny
3. Penggolongan salep menurut sifat farmakologi / teraupetik & penetrasinya
a) Salep epidermis/S.penutup
- Untuk melindungi kulit & menghasilkan efek lokal, tidak diabsorbsi
- Kadang ditambah antiseptik, astringen, anastesi lokal
- Dasar salep yang baik dasar salep Senyawa hidrokarbon
b) Salep endodermis
- Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam kulit tetapi tidak melalui kulit,
terabsorbsi sebagian
- Digunakan untuk melunakkan kulit/selaput lendir
- Dasar salep yang baik : minyak lemak (adeps lanae, lanolin, minyak
tumbuh2an)
c) Salep diadermis
- Salep yg bhn obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit &
mencapai efek yang diinginkan (merkuri iodida, beladona)
- Dasar Salep : larut dalam air, emulsi based
4. Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Dasar salep hidrokarbon, yaitu terdiri dari antara lain:

5
i. Soft Paraffin Basis diperoleh melalui pemurnian hidrokarbon semisolid dari
minyak bumi digunakan untuk zat aktif yang tidak berwarna, putih,
atau berwarna pucat.
ii. Hard Paraffin Merupakan campuran bahan-bahan hidrokar-bon solid yang
diperoleh dari minyak bumi. Biasanya digunakan untuk memadatkan basis
salep.
iii. Liquid Paraffin merupakan campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi
digunakan untuk menghaluskan basis salep dan mengurangi viskositas
sediaan krim.
iv. Vaselin Putih adalah campuran yang dimurnikan dari
hidrokarbon setengah padat, diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau
hampir keseluruhan dihilangkan warnanya. Dapat mengandung stabilisator
yang sesuai.
v. Vaselin Kuning Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari
hidrokarbon setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat
mengandung zat penstabil yang sesuai. 6. Campuran Vaselin Dengan
Malam Putih & Malam Kuning Salep kuning: terdiri dari 50 g lilin kuning dan
950 g vaselin putih untuk tiap 1000 g. Salep putih: Tiap 1000 g
mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih.
Pertimbangan pemilihan basis hidrokarbon
1. Basis hidrokarbon bersifat kompatibel dengan banyak zat aktif karena inert,
2. Sedikit atau tidak mengandung air,
3. Serta tidak mengabsorbsi air dari lingkungannya.
4. Kandungan airnya yang sangat sedikit dapat mencegah hidrolisis zat
aktif seperti beberapa antibiotik
5. Kemampuan menyerap air yang rendah menyebabkan basis ini
dapat meningkatkan hidrasi kulit sehingga meningkatkan absorbsi zat
aktif secara perkutan.
6. Oleh karena itu, basis hidrokarbon merupakan basis dari salep dasar dan
jika tidak disebutkan apa-apa maka basis hidrokarbon yang digunakan
sebagai salep dasar adalah vaselin putih.
Contoh salep basis hidrokarbon Acid Salicylici Unguentum (Salep Asam
Salisilat) dan Acid Salicylici Sulfuris Unguentum (Salep Asam Salisilat
Belerang).

6
b) Dasar salep serap,yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain:
Tipe basis serap :
- Tipe 1 dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air
dalam minyak. Contohnya adalah Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat.
- Tipe 2 emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah
larutan air tambahan. Contoh tipe ini adalah Lanolin.
Kelebihan & kekurangan basis serap
- Keuntungan dasar salep absorpsi ini, walaupun masih mempunyai sifat-
sifat lengket yang kurang menyenangkan, tetapi mempunyai sifat yang lebih
mudah tercuci dengan air dibandingkan dasar salep berminyak.
- Kekurangan dasar salep ini ialah kurang tepat bila dipakai sebagai
pendukung bahan-bahan antibiotik dan bahan-bahan lain yang kurang stabil
dengan adanya air.
c) Dasar salep dapat dicuci dengan air
- Dasar Salep Emulsi M/A (vanishing cream)
- Emulsifying Ointment B.P
- Hidrophilic ointment
- Fase minyak (fase internal) terdiri dari petrolatum bersamaan dengan satu
atau lebih alkohol BM tinggi, seperti cetyl atau stearyl alcohol.
- Asam stearat mungkin termasuk dalam fase minyak jika emulsi
tersebut dalam bentuk sabun.
- Petrolatum dalam fase minyak juga dapat mempertahankan kestabilan air
dalam keseluruhan formulasi
- Fase air (fase eksternal) dari basis tipe ini terdiri dari:
bahan pengawet : metilparaben, propilparaben, benzil alkohol, dan asam
sorbat.
- Humektan : gliserin, propilen glikol, atau polietilen glikol. emulsifier
(biasanya menjadi bagian yg paling banyak), bisa non-ionik kationik,
anionik, atau amfoter. juga terdiri dari komponen yg larut dalam air,
stabilizer, pengontrol p , atau bahan lain yang berhubungan dengan sistem
air.
d) Dasar salep larut dalam air Sifat basis larut air:

7
Larut dalam air, Dapat dicuci, Tidak berminyak, Bebas lipid, Tidak
mengiritasi, Komponen utama : polietilen glikol = carbowax OC 2 (C 2OC
2nC 2O (ada gugus polar dan ikatan eter yang banyak).
6. Kualitas salep yang baik adalah
a) Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh
suhu dan kelembaban kamar.
b) Lunak,semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan
seluruh produk harus lunak dan homogen.
c) Mudah dipakai atau mudah dioleskan.
d) Dasar salep yang cocok.
e) Dapat terdistribusi merata.
7. Metode pembuatan salep
a) Aturan umum pembuatan salep
a. Bagian – bagian yang dapat larut dalam sejumlah campuran lemak yang
diperuntukkan bilamana perlu dilarutkan dengan pemanasan di dalamnya.
Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada
dalam vaselin. Champora, Mentholum, Phenolum, Thymolum dan
Guayacolum lebih mudah dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan
minyak lemak. Bila dasar salep mengandung vaselin, maka zat-zat tersebut
digerus halus dan tambahkan sebagian (+ sama banyak) Vaselin sampai
homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan bagian dasar salep yang lain.
Champora dapat dihaluskan dengan tambahan Spiritus fortior atau eter
secukupnya sampai larut setelah itu ditambahkan dasar salep sedikit demi
sedikit, diaduk sampai spiritus fortiornya menguap.
Bila zat-zat tersebut bersama-sama dalam salep, lebih mudah dicampur
dan digerus dulu biar meleleh baru ditambahkan dasar salep sedikit demi
sedikit.
Contoh Resep
R/ Camphora 1
Vaselin. Flav 9
S.Ungt.Champhoratum

Hal – hal yang perlu diperhatikan :

8
1. Jangan mengganti phenol dengan phenolum liquefactum, sebab phenol liq
merupakan larutan air dalam phenol. Phenol yang dilarutkan dalam minyak,
bekerja kurang merangsang kulit dibandingkan dengan adanya air
2. Dalam unguentum Methylis salicylas compositum, Salycilas methylicus
dapat dimanfaatkan untuk melarutkan menthol
Contoh Resep
R/ Mentholi 10
Methylis salicylas 10
Adeps Lanae 100
m.f.unguentum
3. Garam alkaloid mudah larut air, sedangkan basisnya mudah larut dalam
minyak seperti ephedrin
Contoh Resep
R/ Ephedrin 0,100
Cocain Hcl 0,1
Antypirin 0,5
Praffin liq 5
Lanolin 15
S. Ungt
4. Anthralinum dan Chrysarobin dilarutkan dalam dasar salep dengan
pemanasan diatas tangas air.
5. Pelidol dilarutkan dulu dalam chloroform sama banyak, setelah itu
dicampur dulu dengan bagian lain dasar salep, biarkan Chloroform
menguap dengan jalan salep diaduk-aduk sampai homogen
Bila mengandung minyak, pelidol digerus dulu dengan minyak. Pelidol
dapat larut dalam vaselin 1% dan dalam minyak lemak 7% dengan
pemanasan.
Contoh Resep
R/ Pellidol 0,1
Zincy Oxyd Ungt 20
m.d.s.ad.us.ext
6. Cannabis Indica Ext. Digerus dengan minyak akan segera larut. Bila harus
dicampur dengan vaselin maka lebih dulu ditambah sedikit ethanol 96%
digerus lalu ditambah sedikit demi sedikir vaselinya

9
7. Beta Naptholum dalam salep sering terdapat bersama sapo kalinus. Maka
itu larutkan Beta Naptholum dalam Sapo Kalinus dulu dengan jalan digerus
sama banyak baru dicampur dengan sisa sapo kalinus dan bagian lain. Ingat
beta naphtholum untuk kulit ada dosis maksimumnya, maka salep tersebut
harus dibagi.
Contoh Resep
R/ Beta naptholi 1
Calcii carbon 2,5
Sapo kalini 5
Adeps lanae ad 25
m.d.s.ad.us.ext
b. Zat-zat yang mudah larut dalam air kecuali ditentukan lain ,
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air
yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam sebagian dulu dalam air dan
dicampur dengan bagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh
obat dalam air terserap, baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep,
digerus dan diaduk hingga homogen.
Dasar salep yang dapat menyerap air antara lain ialah Adeps lanae,
Unguentum Simplex, hydrophilic ointment. Dan dasar salep yang sudah
mengandung air antara lain Lanoline (25% air), Unguentum Leniens (25%),
Unguentum Cetylicum hydrosum (40%).
Contoh Resep 1
R/ Kalii iodiid 3
Lanolin 16
Ugt simplex ad 30
m.d.s.ad.us.ext
Penyelesaian : Ambil air dari lanolin untuk melarutkan KI
Contoh Resep 2
R/ Procain hcl 0,100
Aq rosae 1
Adeps Lanae 3
Zincy Oxyd 3
Vaselin ad 30
m.d.s.us.ext

10
Penyelesaian: Larutkan Procain HCl dalam Aq.rosae dan zincy oxyd diayar
dahulu
Dalam keadaan terpaksa penambahan air adalah perlu, maka perlu
dijelaskan dan dimintakan persetujuan dokter yang menulis resep, jumlah air
yang ditambahkan dikurangkan pada bagian dasar salep. Digunakan air bila
dalam resep salep tertulis obat :
a) Iodium
Disini dibuat seperti resep tersebut (Ph.Ned.V)
R/ Iodi 2
Kalii Iodii 3
Aquades 5
Ungt Simplex 90
Larutkan KJ dalam air lalu ditambahkan iodium hingga larut, setelah itu
tambahkan Unguentum Simplex hingga homogen. Penimbangan Iodium
dengan kaca arloji dua yang satu untuk tutup dan jangan menggunakan
spatel logam.
b) Argentum Coloidae (Collargol)
Digerus lama dengan aqua sama banyak sampai larut
c) Argenytum Proteinicum (Protargol)
Ditaburkan dalam air sama banyak, lalu dibiarkan selama 30 menit baru
digerus dengan masa salep. Bila dalam masa salep ada Glycerin, maka
Protargol dapar digerus langsung dengan Glyerin. Hal tersebut merupakan
upaya agar sifat koloidnya tidak pecah.
d) Ekstrak Kental
Digerus dulu dengan sedikit air, seperti Belladonae Extractum dan
Hyoscyami Extractum. Bila dalam salep ditulis Glycerin maka dapat
dicampurkan unruk menggerus exstrak, air yang digunakan dikurangkan
masa salep.
e) Retanhiae Extractum
Ditaburkan dulu dalam air sama banyak, setelah itu dibiarkan 15 menit baru
digerus dan diaduk
f) Tanin
Sukar larut dalam air, bila air yang tersedia tidak cukup lebih baik tidak
dilarutkan tapi diserbuk dan digerus dengan dasar salep

11
g) Adanya Iodium atau Tanin dengan garam alkaloida dalam larutan maka
akan mengendapkan alkaloid base. Maka kedua macam tersebut dipisah,
dengan masing-masing dicampur sendiri-sendiri dengan sebagian dasar
salep baru keduanya salep tersebut dicampur.
Contoh Resep
R/ Cocaini Hcl 0,150
Belldonae extrac 0,250
Iodii 0,5
Lanolin
Vaselin flav aa 10
s.ad.us.ext

c. Zat-zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep
Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak
no.100. setelah itu serbuk dicampur baik-baik dengan sama berat masa salep,
atau dengan salah satu bahan dasar salep. Bila perlu bahan dasar salep tersebut
dilelehkan terlebih dahulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang lainditambahkan
sedikit demi sedikit sambil digerus dan diaduk hingga homogen. Untuk
pencegahan pengkristalan pada waktu pendinginan, seperti Cera flava, Cera
alba, Cetylalcoholum dan Paraffinum solidum tidak tersisa dari dasar salep
yang cair atau lunak.
Pembuatan salep dengan Asam borat tidak diizinkan dibuart dengan
pemanasan :
Contoh Resep
R/ Zinci Oxyd 1
Vaselin album 9
m.d.s.ad.us.ext
Ayak ZnO dengan pengayak no 100 dan timbang serbuk yang telah diayak
tersebut 1gr. Panaskan mortir dan stamfer dengan dituangi air panas. Masukan
1gr vaselin dalam mortir panas, diaduk dan digerus sampai homogen.
Zincy Oxydum dan Acidum boricum selalu diayak dahulu sebelum ditimbang
Untuk membuat salep yang homogen dan terbaginya zat padat yang
merata dalam salep dapat digunakan alat penggilas salep (Zalf Molen)
Contoh Resep

12
R/ Acidi borici 10
Vaselin 90
SUE
Dibuat tanpa pemanasan.
d. Apabila unguenta dibuat dengan perlelehan, maka campurannya harus diaduk
sampai dingin.
Pembuatan salep ini dibuat dengan cawan porselin sebagai pengaduk
digunakan batang gelas atau spatel kayu. Massa yang melekat pada dinding
cawan dan spatel atau batang gelas kaca selalu dilepas dengan kertas film
Bahan salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diamnil
bagian lemaknya, sedang air ditambahkan setelah masa salep diaduk sampai
dingin
Contoh Resep 1
R/ Sulfadiazin
Alchoholcetylici aa 2,5
Zincy Oxydum 5
Oleum sesami 20
Acidum Borici 4
Vaselin 16
s.ad.us.ext
Penyelesaian :
- Lebur Alcoholcetylicum, vaselinum dan ol.sesami
- Zincy Oxydum diayak dahulu
- Campur serbuk dengan leburan dasar salep
Contoh Resep 2
R/ Kalii iodi 2
Cera Flavi 3
Ol. Sesami 3
Lanolini 10
s.ad.us.ext
Penyelesaian :
- Lanolin diambil airnya untuk melarutkan kalium iodii
- Cera flava, ol.sesami, Adeps lanae dilebur, diaduk sampai dingin

13
- Campur keduanya
Bila bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh
perlu disaring denga kasa. Masa kolatur ditampung dalam mortir panas dan
diaduk sampai dingin. Pada pengkoliran akan terjadi massa yang hilang, maka
itu bahan harus dilebihi 10-20%
b) Cara Pembuatan Salep dengan bahan tertentu
1. Oleum Cacao
Karena sifatnya polimorfis, maka bila oleum cacao dilelehkan sampai
mencair, semua pada waktu mendinginkan akan memakan waktu yang lama.
Maka dari itu bila salep mengandung lebih dari 10% oleum cacao perlu hati-
hati pada waktu melelehkan. Oleum cacao dilelehkan sampai meleleh, tetapi
belum mencair seperti minyak, setelah itru diturunkan dari penangas air lalu
ditambah minyak dingin atau masa salep dan digerus. Bila kurang daroi 10%
maka dapat dibuat seperti pada pembuatan salep peleburan.
2. Sapo Kalinus
Tidak ikut dipanasi, sebelum dicampu dengan masa salep , maka digerus
dahulu dalam mortir.
3. Styrax
Supaya dimurnikan dulu dengan dipanasi diatas tangas air pada temperatur
tidak lebih dari 75derajat setelah dikolir. Dalam perdagangan sudah ada
styrax yang telah dimurnikan. Bila styrax perlu dicolir harus diyimbang lebih
bear 100% karena diperkirakan 50% hilang pada waktu styrax dikolir.
4. Coloponium
Digerus halus dulu dimortir, setelah itu serbuk coloponium ditaburkan pada
bagian-baguian salep yang telah dilebur dahulu, dimana serbuk coloponium
dapat larut. Setelah itu, seluruhnya dipanasi diatas tangas air, coloponium
dapat larut dalam lemak, minyak, cera dam adeps lanae.
Contoh Resep
R/ Acid salicyl 1
Suld praecip 6
Sapo kalinus 6
Cera flava 3
Ol. Arachud ad 30
s.ad.us.ext
14
Penyelesaian :
- Lebur cera flav dan ol.arachidids aduk sampai dingin
- Acid sal ditambah separo campuran tersebut
- Separo campuran yang lain ditambah sapo kalinus dan sulfur
- Campur kedua campuran tersenut
- Dibuat dua masa karena sapo kalinus dan acid sal akan keluar air, salep jai
lembek
5. Balsamum Peruvianum
Jngan ikut dipanasi, ditambahkan pada mas salep yang telah dingin dan
dicampur terakhir. Bila ada ol.ricini dalam resep, digerus dulu ol.ricini
Contoh Resep
R/ Procaini HCL 0,250
Bals peruvianum
Ol. Ricini aa 5
Ung simplex ad 25
Penyelesaian :
- Buat unguentum simplex dulu
- Larurkan Procain HCl dalam air kurangkan dalam basis
- Tambahkan ol.ricini terahir balsam peruvian ( jangankeras menggerus)
Zat zat yang ditambahkan terakhir pada salep yang telah dingin ialah
ichtamolum, tumenol amommum, pix litantracihs, Oleum. Fagi
empyreumatycum depuratum,dan oleum lunipoeri empyrerumaticum
depuratuim. Oleum lecoris aseli,minyak- minyak eteris,dan zat yang mudah
menguap, seperty camphora, menthol dan lainya.
c) Pembuatan Salep secara Khusus
1. Hydragyrum
Menurut Ph.ned V (Farmakope Belanda) hydragyrum digerus dengan adeps
lanae sampai tidak terlihat partikel hydragyrum yaitu diperoleh partikel
Hg<20iu. Penimbangan Hg dilakukan dengan menggunakan kertas yang
dilipat dengan corong, lubangnya dapat diatur besarnya, dengan memukul tepi
kertas dengan jari maka HG dapat diatur keluarnya melalui lubang.
2. Hydragiri Oxydum Flavum

15
Hydragiry Oxydi yang terjadi dan masih basah digerus dulu dengan adeps
lanae setelah itu dicampur vaselin
3. Hydragyri Aminochloridum
Serbuk yang masih basah dicampur dengan adeps lanae, setelah itu dicampur
vaselin.

B. PASTA
1. Pengertian pasta
Pasta adalah sediaan berupa massa lunak yang dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam
jumlah besar dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak
yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik
atau pelindung kulit.
2. Kelebihan Pasta
a) Pasta mengikat cairan secret, pasta lebih baik dari unguentum untuk
luka akut dengan tendensi mengeluarkan cairan
b) Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya
kerja local
c) Konsentrasi lebih kental dari salep
d) Daya adsorpsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan dengan
sediaan salep.
3. Kekurangan Pasta
a) Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya tidak
sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.
b) Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis. Dapat
menyebabkan iritasi kulit.
4. Komposisi Formula
Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam
jumlah besar dengan vaselin atau paraffin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak
yang dibuat dengan gliserol, musilago, atau sabun.
5. Penggolongan
a) Pasta kering
Suatu pasta bebas lemak mengandung + 60% zat padat (serbuk)
R/Bentonit 1

16
Sulfur praecip 2
Zinci Oxydi 10
Talci 10
Ichthamoli 0,5
Glycerin
Aqua aa 5
S.ad.us.ext
b) Pasta dari gel fase tunggal mengandung air
Pasta Na- karboksimetil selulosa (Na-CMC)
c) Pasta pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal Salep
Tiga Dara
R/ Zinci oxydi
Olei olivae
Calcii hidroxydi Sol aa 10
d) Pasta berlemak
- merupakan salep padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh
- berfungsi sebagai lapisan pelindung pd bagian yg diolesi
- Pasta Zn-oksida
e) Pasta gigi (pasta dentifriciae)
- Campuran kental terdiri dari serbuk dan glycering
- digunakan utk pelekatan pd selaput lendir agar memperoleh efek lokal
sebagai pembersih gigi
- Pasta gigi Triamsinolon asetonida
6. Basis
Basis yang digunakan untuk pasta adalah basis berlemak atau basis air.
Macam basis yang dapat digunakan:
a) Basis hidrokarbon
- Tidak diabsorbsi oleh kulit
- Tertinggal diatas ulit berupa lapisan dan bersifat oklusif
- Tidak campur air
- Sukar dibersihkan
- Lengket

17
- Waktu kontak kulit lama
- Inert
- Daya absorbsi rendah
b) Basis absorbs
Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air. Terbagi 2 kelas:
a) Basis non emulsi
- Dapat menyerap air membentuk emulsi A/M.
- Kelebihan dibanding hidrokarbon:
 Kurang oklusif namun emolien bagus
 Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit
 Lebih mudah menyebar/mudah dioles
b) Basis emulsi A/M
- Menyerap air lebih banya dari basis non emulsi.
- Terdiri dari:lanolin, oily cream
c) Basis air-miscible
Keuntungan:
– Bercampur dengan eksudat luka
– Mengurangi gangguan fungsi kulit
– Kontak baik dengan kulit karena surfaktannya
– Penerimaan secara kosmetik yang baik
– Mudah dibersihkan untuk area berambut
d) Basis larut air
• Keuntungan :
– Larut air
– Absorbsi baik oleh kulit
– Mudah melarutkan bahan lain
– Bebas dari rasa lengket
– Nyaman digunakan
– Kompatibel dengan berbagai obat dermatologi
• Kerugian :
– Uptake air terbatas
– Kurang lunak dibanding paraffin
– Mengurangi aktivitas beberapa antimikroba

18
7. Metode pembuatan pasta
Bahan dasar yang berbentuk setengah padat dicairkan lebih dulu, baru
dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih tercampur dan homogen.
Pembuatan pasta baik dalam ukuran besar maupun kecil dibuat dengan dua
metode:
a) Pencampuran
Komponen dari pasta dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai
sediaan yang rata tercapai.
b) Peleburan.
Semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan melebur
bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang mengental. Komponen-
komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang
sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk.
Metode pembuatan pasta menurut macam pasta :
a) Pasta Berlemak
Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk). Sebagai Sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin, parafin cair. Bahan
tidak berlemak seperti Glycerinum, Mucilago, atau sabun digunakan sebagai
antiseptik atau pelindung kulit.
Karena itu merupakan salep yang tebal, kaku, keras dantidak meleleh
padasuhu badan. Komposisi salep ini memungkinkan penyerapan pelepasan cairan
berair yang tidak normal dari kulit.
Karene jumlah lemak lebih sedikit dibanding serbuk padatanya supaya
homogen lemak –lemak harus dilelehkan dahulu
Contoh :
- Acidi salicilicy Zincy Oxydi pasta (F.N.1978) = Pasta Zincy Oxid salicylata
(Ph.Ned.Ed.VI)
R/ Acydi Salicylici 2
Zincy Oxyd 25
Amyli Tritici 25
Penyelesaian : Mengayak Zincy Oxyd lalu lelehkan vaselin flavum
- Pasta Zincy Oxyd (Ph.Ned.ed.VI) = Zincy Pasta (FN.1978)
R/ Zincy Oxyd 25
Amyli Tritici 25

19
Vaselin Flavi 50
Penyelesaian : Mengayak zincy oxyd lalu vaselin flavum dilelehkan kemudian
campur keduanyaa
b) Pasta Kering
Suatu pasta bebas lemak yang mengandung kurang lebih 60% zat padat
(serbuk). Dalam pembuatan akan terjadi kesukaran bila dala resep tertulis
Ichthamolum atau tumenol amommum.
Adanya zat tersebut akan menjadikan pasta menjadi encer
R/ Bentoniti 1
Sulf praecip 2
Zincy oxyd 10
Talci 10
Ichtamolum 0,5
Glycerin
Aquae aa 5
S.ad.us.ext
Supaya tidak terjadi kering, salep ditempatkan ditempat yang kedap. Bentonit
ditambahkan sebagai stabilisator, disini bentonit dicampur dengan serbuk yang lain
baru ditambahkan cairan yang tersedia.
c) Pasta pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal dengan
salep tiga dara
R/ Zincy Oxyd
Oleum olivae
Calcii Hydroxydy sol aa 10
Cara pembuatan :
Gerus serbuk zincy oxyd lalu diayak dengan ayakan no 100. Setelah itu
ditambahkan dalam mortir Aqua Calcis dan campur baik-baik. Setelah itu
ditambahkan minyaknya sekaligus, diaduk sampai diperoleh massa salep yang
homogen.
Tipe emulsi yang terjadi A/M untuk penstabilan sebagai minyak kira-kira 3%
diganti dengan cera alba. Penggerusan massa salep jangan lama-lama karena dapat
terjadi pecahnya emulsi.

20
Penstabilan dapat dilakukan pula dengan penambahan acidum oleinicum
crudum (1 tetes per 5gr minyak) dicampur dulu pada minyak. Pada pencampuran
dengan aqua calcis akan terbentuk sabun Ca-Oleat yang akan menstabilkan emulsu
A/M setelah itu ditambah ZnO dan dicampur.

C. KRIM
1. Pengertian Krim :
- Menurut Farmakope Indonesia III definisi Cream adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
- Menurut Farmakope Indonesia, Cream adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai.
- Menurut Formularium Nasional Cream adalah sediaan setengah
padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60 % dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2. Komposisi Formula Krim
a) zat pengemulsi
- Emulgit
- lemak bulu domba
- setaseum
- setilalkohol
- steril alcohol
- terietanolaminil stearat
- dan golongan sorbitan
- polisorbat
- polietilenglikol
- sabun.
b) Pengawet
- Metil paraben (nipagin) : 0,12 – 0,18%
- Propil paraben (nipasol) : 0,02 – 0,05%
3. Basis
Krim itu adalah salep dengan basis emulsi. Emulsi sendiri ada 2 tipe, tipe minyak
dalam air (m/a) yaitu mengandung banyak air dan minyak terbagi rata di dalam air,

21
dan tipe air dalam minyak (a/m) yaitu mengandung banyak minyak dan butir-butir
air terbagi di dalam minyak.
a) Tipe M/A
Biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai
pengemulsi campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga bisa mengatur
konsistensi.
Sifat Emulsi M/A:
Dapat diencerkan dengan air. Mudah dicuci dan tidak berbekas. Untuk
mencegah terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang mudah
bercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen glikol). Formulasi yang
baik adalah cream yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab
lain sehingga membantu hidrasi kulit.
Contohnya : sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera.
b) Tipe A/M
Mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lanae, wool alcohol,
atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi
dua.
Sifat Emulsi A/M :
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan
fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang
dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat
diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit
bercampur/dicuci dengan air.
Contohnya :Sabun monovalen (TEA, Na stearat, K stearat, Amonium stearat),
Tween, Na lauril sulfat, kuning telur, Gelatin, Caseinum, CMC, Pektin,Emulgid.
4. Pembuatan Krim
Pembuatan krim dapat dilakukan dengan dua metode
berbeda.
a) Metode pertama yaitu bahan-bahan yang larut dalam minyak (fase
minyak) dilebur bersama di atas penangas air pada suhu 70 0C sampai semua
bahan lebur, dan bahan-bahan yang larut dalam air (fase air) dilarutkan terlebih
dahulu dengan air panas juga pada suhu 70 0C sampai semua bahan larut,
kemudian baru dicampurkan, digerus kuat sampai terbentuk massa krim.

22
b) Metode kedua, semua bahan, baik fase minyak maupun fase air dicampurkan untuk
dilebur di atas penangas air sampai lebur, baru kemudian langsung digerus sampai
terbentuk massa krim.
Baik metode pertama maupun metode kedua, sama-sama menghasilkan
sediaan krim yang stabil, bila proses penggerusan dilakukan dengan cepat dan
kuat dalam mortar yang panas sampai terbentuk massa krim. Tetapi dengan
metode kedua, kita dapat menggunakan peralatan yang lebih sedikit daripada
metode pertama
1. Contoh Resep
R/ Acidi stearinici 15
Cera Alba 2
Vaselin Album 8
Triethamolum 1,5
Propylen glicol 8
Aq dest 65,5
s.vanishing cream
Penyelesaian :
a. Lelehkan cera alba, vaselinum dan acid stearicum
b. Taambahkan larutan Triathanolaminum + Propylen glycol dalam air hangat
dan campurkan pada lelehan tersebut diatas.
2. Contoh Resep
R/ Acid Stearic 20
Kalii hydroxidi 1,4
Ol. Rosae qs 80
Penyelesaian :
Taburkan bentonit dalam campuran aqua dan glycerin hangat, aduk biarkan
sampai bentonit larut

D. LOTION
1. Pengertian Lotion
Lotion adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi, digunakan sebagai
obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk sebuk halus dengan bahan
pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air (o/w atau m/a) dengan
surfaktan yang cocok (FI III,1979)

23
2. Kegunaan Lotion
Lotion dapat diaplikasikan ke kulit dengan kandungan obat/agen yang
berfungsi sebagai:
a. Antibiotik
b. Antiseptik
c. Anti jamur (anti fungi)
d. Kortikosteroid
e. Anti- jerawat
f. Menenangkan, smoothing (pelembut), pelembab atau agen pelindung (seperti
calamine )
g. Pijat
h. Memperbaiki kulit (estetika)
Selain penggunaan untuk medis, lotion banyak digunakan untuk perawatan
kulit serta kosmetik

3. Jenis Lotion
a. Larutan detergen dalam air
b. Emulsi tipe M/A atau O/W (tipe emulsi dimana tetes minyak terdispersi merata
kedalam fase air)

Menurut The British Pharmaceutical Codex Lotio dapat digolongkan berdasar


penggunaan
1) Lotion untuk irigasi aural
- dimaksudkan untuk menjadi syringe lembut ke telinga
- digunakan pada suhu tidak lebih dari 55o C
- diberikan untukmenghindari injeksi udara
2) Lotion untuk mencuci mulut
- digunakan dengan air hangat/panas
- dipertahankan selama beberapa menit di dalam mulut
3) Lotion untuk irigasi hidung
- diterapkan dengan douche kaca/jarum suntik dengan konstruksi yang cocok
4) Lotion untuk uretra dan vaginal
- disuntikkan dengan menggunakan jarum suntik

24
4. Bahan Tambahan dalam pembuatan Lotion
 Zat Aktif ( vitamin, ekstrak, whithening/pemutih, dsb)
a. Pengental
b. Pengawet
c. Pewangi
d. Pewarna
 Bahan Pengental dalam Lotion
a. Gum xanthan
b. Gum guar
c. Karbomer
d. PEG-6000 distearat
e. PEG-120 metil glukosa dioleat
f. Gelatin
g. Petroleum jelly
 Tujuan ditambahkan bahan pengental:
a. Membuat kental campuran
b. Penstabil terhadap perubahan panas dan Ph
c. Memperbaiki viskositas
5. Proses Pembuatan Lotion
Proses pembuatan Lotion secaca garis besar adalah mencampurkan fase minyak dengan
fase air (emulsifikasi).
1. Fase air dan emulgator dihomogenkan.
2. Ditambahkan Fase minyak. Kedua fase masing-masing dipanaskan hingga larut
kemudian baru dicampur.
3. Setelah keduanya tercampur baru ditambahkan pengawet (sebagai anti
mikroorganisme)dan pewangi. Pengawet & Pewangi ditambahkan setelah suhu
camp. turun hingga 40o sd. 30o C.
Contoh Resep
Lotio Kummerfel,Di.
(aqua cosmetika kummerfeldi)
(Obat kukul)
Resep stadart
R/ Sulf praec 20

25
Camph 3
Mucil Gum Arab 10
Sol. Calc Hidrat 134
Aq. Rosae 133
s.u.e
Penyelesaian :
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disetarakan timbangan
3. Dikalibrasi botol 60ml
4. Ditimbang champora, diasukkan dalam motir, ditambahkan 3 tetes spiritus fort
dan digerus ad homogen.
5. Ditimbang sulf. Praicipitat dimasukkan kedalam no. 4, digerus ad homogen.
Dipindahkan dalam kaca arloji, dan dibasahi dengan gliserin
6. Ditimbang PGA dimasukkan kedalam mortar digerus, ditambahkan aqua rosae
1,2ml digerus ad terbentuk mucilage
7. Ditambahkan no. 5 kedalam mortar no. 6 diaduk ad homogen
8. Ditambahkan sol calc hidrat diaduk ad homogen
9. Diencerkan hasil no 8 dengan aqua rosae, dimasukan dalam botol
10. Diadkan dengan aqua rosae ad tanda kalibrasi, lalu di tutup dan kocok ad homogen
11. Tutup dengan cup, diberi etiket biru dan label.

E. GEL
1. Pengertian Gel
 Farmakope Indonesia edisi IV : Gel kadang kadang disebut jeli, merupakan
sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
 Formularium Nasional : Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi
yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa
organik, masing masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
 Ansel : Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau
molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan.

26
2. Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua
yaitu:
A. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar ,
massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit.
Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika
dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu
sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
B. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik
misalnya karboner atau dari gom alam misanya tragakan.
Gel berdasarkan sifat pelarutnya:
a) Hidrogel (pelarut air)
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang
saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik,
ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik.
Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel
mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan
sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel
menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan dengan
berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan
iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya.
Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah
setelah mengembang. Contoh: bentonit magma, gelatin
Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh: plastibase (suatu polietilen
dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara
shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam minyak.
b) Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai
xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa sisa
kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula

27
dengan penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel.
Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan
polystyrene
4. Dasar Gel
Dasar gel yang umum digunakan adalah :
a) Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel partikel anorganik, bila
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua
fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan
menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).
b) Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul molekul organik yang besar dan
dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. istilah
hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari
bahan bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan
hidrofobik.
Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas
yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen
bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1994).
5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Formulasi
Penampilan gel :
a. Transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan
jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur
tiga dimensi.
b. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada
kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat
anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan zat kationik tersebut).
c. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam formulasi.
d. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida
bersifat rentan terhadap mikroba.
e. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat
soliditas tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat
penggunaan topikal.

28
f. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan
viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
g. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan
dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air
mengambang diatas permukaan gel).
h. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar
pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.
6. Syarat-syarat Sediaan Gel
a. Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi, tidak mudah mengalir pada permukaan
kulit
b. Memiliki sifat tiksotropi, mudah merata bila dioleskan Memiliki derajat kejernihan
tinggi (efek estetika)
c. Tidak meninggalkan bekas atau hanya berupa lapisan tipis seperti film saat
pemakaian
d. Mudah tercucikan dengan air
e. Daya lubrikasi tinggi
f. Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat digunakan (Formularium Nasional,
hal 315).
7. Sifat dan Karakteristik Gel
Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
a. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman
dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
b. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik
selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau
daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama
penggunaan topical.
c. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang
diharapkan.
d. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar
dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.
e. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel
terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC
dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental
dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.

29
f. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system,
vol 2 hal 497):
a. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi
larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara
matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel
kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang
dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
b. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang
terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel
terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme
terjadinya kontraksiberhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis
pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan
mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan
bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun
organogel.
c. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan
temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu
tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin
membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk
gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
d. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik
dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan
koloid digaramkan(melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi
elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk
menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. GelNa-alginat akan segera
mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena
terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

30
e. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama
transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan
peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap
perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat
bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
f. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non–
newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
8. Metode Pembuatan Gel
Menurut Khristantyo (2010), pada prinsipnya metode pembuatan sediaan semisolid
dibagi menjadi dua :
a. Metode pelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan
bersamadan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini perlu
diperhatikan stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan.
b. Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis.
Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat
aktifnya,kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.\
Contoh Resep
R/ Piroxicam gel 20 g
SUE
Teori Pendukung :
Tragakan 2%
Gliserol 25%
Aqua Dest ad 100 g
Nipagin q.s
Mf gellones
Penyelesaian
1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang Tragakan tambahkan dengan air diamkan beberapa menit lalu gerus ad
terbentuk jelling agent

31
3. Timbang Piroxicam masukan ke dalam mortir sambil digerus ad homogen, encerkan
dengan sedikit air
4. Timbang glicerol tambahkan pada mortir sambil di gerus ad homogen
5. Masukkan dalam wadah yang sesuai dan beri etiket

Peralatan Produksi Sediaan Semi Padat

1. Spatula
Spatula biasanya digunakan untuk memindahkan bahan padat seperti serbuk, salep,
atau krim. Mereka juga digunakan untuk mencampur bahan bersama-sama menjadi
campuran homogen. Spatula tersedia dalam stainless steel, plastik dan hard rubber.
Jenis spatula yang digunakan tergantung pada apa yang sedang dipindahkan atau
dicampur (Madinah, 2008).

Gambar 2. Spatula

2. Mortar dan Stamper


Mortar dan stamper digunakan untuk menggiling partikel ke dalam bubuk halus
(triturasi). Penggabungan cairan (levigasi) dapat mengurangi ukuran partikel lebih
lanjut. Mortar dan stamper terbuat dari kaca, porselin, wedgwood atau marmer. Kaca
lebih baik digunakan untuk pencampuran bentuk sediaan cairan dan semi padat
(Madinah, 2008).

Gambar 3. Mortar dan stamper

32
3. Ointment Slab
Sama halnya dengan mortar, stamper, dan spatula, ointment slab merupakan andalan
di pengaturan farmasi. Ointment slab memberikan permukaan yang keras dan bersih
untuk pencampuran senyawa. Sebagian besar ointment slab berupa plat kaca yang
permukaannya non-absorbable. Untuk beberapa peracikan, apotek banyak membeli
kertas perkamen yang melayani tujuan yang sama ketika ditempatkan di atas slab
salep, tapi mudah dibuang setelah digunakan tanpa pembersihan yang diperlukan
termasuk antara campuran (Madinah, 2008).

Gambar 4. Ointment slab


4. Blender
Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan kecepatan
tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan dalam wadah
sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium dispersinya. Selain
itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan memperkecil ukuran partikel.
Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya tumbukan antarpartikel
dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi transfer massa sehingga
ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel yang kecil biasanya sukar
homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga cendrung memisah. Namun
kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/busa yang dapat menggangu
pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon akan membuat
makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat mempengaruhi
kestabilan emulsi yang terbentuk (Lieberman HA & Lachmann, 1994).

Gambar 5. Blender

33
5. Homogenizer
Homogenizer paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian
meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas
emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer
bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu
celah yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada
peniti-peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umumnya terdiri
dari pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500-5000 psi, dan suatu
lubang yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada
tempat katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan
dan sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat (dudukan) katup. Pada
titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara
spontan sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidrolik. Cara
kerja homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-
rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi
sehingga dibutuhkan pendinginan (Lieberman HA & Lachmann, 1994).

Gambar 6. Homogenizer

6. Mixer
Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel tapi
efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat
emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat digunakan dalam
pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan
memilih mixer sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur.
Sebagai contoh: salah satu aspek desain mixer yang penting adalah seberapa baik/tahan
dinding internal dari mixer. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja
tahan karat dari mixer sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk
memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer. Atau dengan kata lain, mata

34
pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang melekat
pada dinding mixer tanpa merusak dinding mixer. Jika proses pengadukan tidak
berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mixer),
maka hasil pencampurannya tidak akan homogen. Oleh karena mixer mempunyai
aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak
dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain
spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara
yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang
menggangu saat melakukan pembacaan volume sedimentasi (Lieberman HA &
Lachmann, 1994).

Gambar 7. Mixer

7. Agitator Mixers
Secara prinsip mirip dengan mixer pengaduk yang digunakan untuk cairan dan untuk
serbuk, memang mixer gerakan planetary sering digunakan untuk semi
padat. Mixers dirancang khusus untuk semi padat yang biasanya memiliki bentuk lebih
berat untuk menangani bahan dengan konsistensi lebih besar. Lengan pengaduk
dirancang untuk menarik, meremas, membentuk dan bergerak sedemikian rupa
sehingga bahan dibersihkan dari semua sisi dan sudut tempat pencampuran (Bhatt &
Agrawal, 2007).
Salah satu bentuk umum yang digunakan untuk menangani konsistensi plastik semi
padat dikenal sebagai mixer lengan sigma, karena mixer menggunakan dua bilah mixer,
dengan bentuk yang menyerupai huruf Yunani, sigma (∑). Kedua bilah berputar
terhadap satu sama lain dan beroperasi di sebuah tempat pencampuran yang memiliki
bentuk bak double, masing-masing bilah menyesuaikan bak. Dua bilah berputar pada
kecepatan yang berbeda, yang satu biasanya sekitar dua kali kecepatan yang lain,
menghasilkan penarikan lateral bahan dan terbagi ke dalam kedua bak. Bentuk bilah
dan perbedaan kecepatan menyebabkan gerakan end-to-end. Dengan bentuk yang
kokoh dan daya yang lebih tinggi, bentuk mixer ini dapat menangani bahkan bahan

35
plastik terberat, dan produk-produk seperti massa pil, massa tablet granul, dan salep
yang telah siap dicampur. Salah satu masalah yang dihadapi dalam pencampuran semi
padat adalah masuknya udara. Mixer lengan sigma dapat ditutup dan dioperasikan pada
tekanan rendah, yang merupakan metode terbaik untuk menghindari masuknya udara
dan dapat membantu dalam meminimalkan dekomposisi bahan oxidisable, tetapi harus
digunakan dengan hati-hati jika campuran mengandung bahan yang mudah menguap
(Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 8. Agitator mixer

8. Shear Mixers
Mesin yang dirancang untuk pengurangan ukuran ini dapat digunakan untuk
mencampur. Tetapi meskipun gaya gesernya baik, efisiensi pencampuran umumnya
buruk. Bentuk rotary mungkin digunakan dan colloid mill memiliki stator dan rotor
dengan permukaan kerja kerucut. Rotor bekerja pada kecepatan antara 3.000-15.000
rpm dan pembersihan dapat diatur antara 50-500 mikrometer. Suspensi campuran kasar
atau dispersi dimasukkan melalui corong dan dikeluarkan antara permukaan kerja
dengan gaya sentrifugal (Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 9. Shear mixer

36
9. Planatory Mixer
Planatory mixer digunakan untuk pencampuran dan mengaduk bahan kental dan seperti
bubur, planatory mixer tersebut masih sering digunakan untuk operasi dasar
pencampuran dalam industri farmasi. Planatory mixer digunakan dengan kecepatan
rendah untuk pencampuran kering dan kecepatan lebih cepat untuk peremasan yang
diperlukan dalam granulasi basah (Bhatt & Agrawal, 2007).

Keuntungan: planatory mixer bekerja pada berbagai kecepatan. Hal ini lebih berguna
untuk granulasi basah dan lebih menguntungkan dibandingkan sigma mixers.

Kerugian:
 Planatory mixer membutuhkan daya tinggi.
 Panas mekanik dibangun dalam campuran bubuk.
 Penggunaan terbatas hanya pada pekerjaan batch (Bhatt & Agrawal, 2007)

Gambar.10 planatory mixer

10. Double Planetary Mixers


Double planetary mixers mencakup dua bilah yang berputar pada sumbu mereka
sendiri, sementara mereka mengorbit tempat mencampur pada sumbu umum. Bilah
terus maju di sepanjang pinggiran tempat, menghapus bahan dari dinding tempat dan
membawanya ke bagian interior. Berlawanan dengan conventional planetary mixer,
negosiasi kedua konsfigurasi bilah menyapu dinding tempat searah jarum jam dan
memutar dalam arah yang berlawanan pada sekitar tiga kali kecepatan
perjalanan. Shear blades menggantikan bahan dari dinding tempat dan oleh aksi
tumpang tindih mereka pusat membawa partikel ke arah agitator shafts, sehingga
menghasilkan gaya geser yang luas. Dengan menggunakan bahan ini bahkan bahan
yang sangat kental dan kohesif dapat dicampur secara efisien (Bhatt & Agrawal,
2007).

37
Gambar 11. Double planetary mixers

11. Sigma mixer


Sigma mixer berisi pencampuran elemen (blades) dari dua tipe sigma dalam jumlah
yang kontra berputar ke dalam untuk mencapai sirkulasi ujung ke ujung serta
menyeluruh dan pencampuran yang seragam di pembersihan dekat atau tertentu
dengan wadah. Produk campuran dapat dengan mudah diberhentikan dengan
memiringkan wadah dengan tuas tangan secara manual baik dengan sistem roda gigi
yang dioperasikan secara manual atau bermotor. Mixer yang lengkap dipasang pada
baja dibuat dari kekuatan yang sesuai untuk menahan getaran dan
memberikan performance (Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 12. Sigma mixer

Sigma mixer digunakan untuk proses granulasi basah dalam pembuatan tablet, massa
pil dan salep. Hal ini terutama digunakan untuk pencampuran padat-cair meskipun
bisa digunakan untuk campuran padat-padat juga.

Keuntungan:
 Bilah sigma mixer menciptakan jarak kematian minimal selama pencampuran.
 Ada toleransi dekat antara bilah dan dinding samping maupun bawah mixer shell.

Kerugian: Sigma mixer bekerja dengan kecepatan tetap (Bhatt & Agrawal, 2007).

38
12. Ultrasonic Mixers
Metode yang efektif untuk menangani bentuk-bentuk tertentu dari masalah
pencampuran adalah untuk permasalahan bahan terhadap getaran ultrasonik. Hal ini
memiliki aplikasi khusus dalam pencampuran dalam preparasi emulsi (Bhatt &
Agrawal, 2007).

Gambar 13. Ultrasonic mixer

13. Colloid Mill


Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan merusak
aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim, pulp,
minyak, dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan kerusakan
aglomerat atau dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan halus yang berukuran
sekitar 1 mikron. Bahan yang diproses diisi oleh gravitasi untuk dipompa sehingga
lewat di antara elemen rotor dan stator dimana ia mengalami gaya geser dan hidrolik
tinggi. Bahan dibuang melalui gerbong dimana ia dapat diresirkulasi untuk perlewatan
kedua, biasanya untuk bahan yang memiliki kepadatan lebih tinggi dan isi serat
cakram beralur berbentuk kerucut. Terkadang pengaturan pendinginan dan pemanasan
juga ditentukan dalam penggilingan ini yang tergantung pada jenis bahan yang
diproses. Kecepatan rotasi rotor bervariasi dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak
kemampuan penyesuaian yang sangat halus antara rotor dan stator bervariasi dari
0.001-0.005 inci tergantung pada ukuran alat. Colloid mills memerlukan pengisian air
yang banyak, cairan dipaksa melalui celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur
spiral. Dalam penggilingan ini hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi
panas dan gaya geser terlalu dapat meningkatkan suhu produk. Oleh karena itu,
sebagian besar colloid mills dilengkapi dengan jaket air dan itu adalah juga diperlukan
untuk mendinginkan bahan sebelum dan setelah melewati penggilingan (Bhatt &
Agrawal, 2007).

39
Gambar 14. Colloid mills

Dalam colloid mill primer, aksi geser intens diproduksi antara running rotor pada
beberapa ribu rpm dengan permukaan kerjanya dalam proxim yang dekat ke stator.
Sebuah rotor berdiameter 5 inci berjalan pada 9000 rpm dan memiliki output 40-60
galon tergantung pada viskositas cairan. Kesenjangan antara dua permukaan
disesuaikan dari 0,3-0,002 inci. Campuran mentah dimasukkan melalui gerbong ke
pusat rotor. Bahan dikeluarkan dan berhenti setelah homogenisasi di seluruh
permukaan shearing. Bahan harus diberikan pada tingkat yang jarak antara rotor dan
stator menjaga keseluruhan pengisian dengan cairan. Colloid mills digunakan dalam
produksi salep, krim, gel dan cairan kental tinggi untuk grinding, membubarkan dan
homogenisasi dalam satu operasi (Bhatt & Agrawal, 2007).

Keuntungan:
–Distribusi partikel sangat halus melalui gaya geser yang optimal.
–Kapasitas yang tinggi dengan kebutuhan ruang minimal.
–Penanganan cepat dan memudahkan pembersihan.
–Aplikasi hampir terbatas karena sistem homogenisasi fleksibel yang tinggi (Bhatt &
Agrawal, 2007).
14. Triple-Roller Mill
Berbagai jenis roller mill biasanya digunakan terdiri dari satu atau lebih rol,
terutama triple-roller mill. Alat ini dilengkapi dengan tiga rol yang terdiri dari bahan
tahan abrasi keras. Mereka dilengkapi sedemikian rupa sehingga mereka datang dalam
kontak dekat satu sama lain dan berputar pada kecepatan yang berbeda. Materi yang
datang di antara rol dihancurkan dan ukuran partikelnya dikurangi. Penurunan ukuran
partikel tergantung pada gap antara rol dan perbedaan kecepatannya. Bahan masuk
melewati gerbong A, diantara rol B dan C dimana ia mengurangi ukuran. Kemudian

40
bahan tersebut lewat di antara rol C dan D dimana ia kemudian mengurangi ukuran
partikel dan menghasilkan campuran yang halus. Gap antara rol C dan D biasanya
kurang dari celah antara B dan C, setelah melewati materi antara rol C dan D bahan
halus terus dihapus dari rol D oleh sarana scraper E, dari mana ia dikumpulkan dalam
penerima (Bhatt & Agrawal, 2007). Pada skala besar, roller mill salep mekanik
digunakan untuk mendapatkan salep halus dan tekstur yang seragam. Perlakuan salep
kasar dipaksa untuk lewat melalui rol stainless steel di mana ia mengurangi ukuran
partikel dan produk halus yang seragam dalam komposisi dan tekstur yang diperoleh.
Untuk skala kecil kerja, pabrik salep kecil tersedia (Bhatt & Agrawal, 2007).

Keuntungan: triple-roller mill menghasilkan dispersi yang sangat seragam dan cocok
untuk terus menerus memproses (Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 15. Triple-roller mills

41
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

42
DAFTAR PUSTAKA

Agoes G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi, Institut Teknologi Bandung


Press, Bandung.
Anief M., 2006, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anief M., 1997, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anief, M., 1997, Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit, 1, 2, 5, 73,
74, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ansel H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Diterjemahkan oleh
Ibrahim, F., Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesis Edisi III, Depkes RI,
Jakarta.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia Jilid 5, Depkes RI, Jakarta.
Effendi, C., 1999, Perawatan Pasien Luka Bakar, 1, 4, 5, 13, 25, 26, 28, 46,
49,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Fessenden R.J. and Fessenden J.S., 1986, Kimia Organik Edisi Ketiga,
Diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A. H., Penerbit Erlangga, Jakarta.
Joenoes. (1990).Ars Prescribendi Resep yang Rasional. Surabaya: Penerbit
Airlangga University Press. Hal 147.
Lachman L., Lieberman H.A. and Kanig J.L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri II, Diterjemahkan oleh Suyatmi, S., Penerbit Universitas Indonesia.
Lestari, H. (2006). Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Jakarta: Penerbit
Agromedia Pustaka. Hal 1-5.
Rahmat S., 2008, Pengetahuan Bahan Polimer, Fakultas Teknik Universitas
Indonesia, Jakarta.
Rowe R.C., Sheskey P.J. and Owen S.C., 2006, Handbook of Pharmaceutical
Excipient, Fifth Edit., Pharmaceutical Press, Washington, USA.
Sulaiman, T.N., & Kuswahyuning, Rina, 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan
Semi Padat, Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit EGC. Hal 146-147.

43
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Famasi, diterjemahkan oleh Soewandi,
S.N., 314, 335, 559, 561, 564, 570, 571, 583, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Wade, A., & Weller, P.J., 1999, Handbook of pharmaceutical Exipient, second
edition, The Pharmaceutical Press, London

44

Anda mungkin juga menyukai