TUKAK LAMBUNG
Kelas C
Kelompok 2
Disusun Oleh:
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa sumber
segala hikmah dan ilmu pengetahuan karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah Farmakoterapi mengenai Tukak Lambung.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam segi moral, moril
maupun materiil sehingga terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar belakang.. 1
B. Tujuan . 2
A. Definisi ... 3
B. Prevalensi .... 3
C. Etiologi dan faktor resiko ... 4
D. Klasifikasi ... 14
E. Patogenesis .. 15
F. Gejala klinis 18
G. Diagnosa . 19
H. Komplikasi . 20
I. Terapi . 21
J. Panduan terapi 25
K. Terapi pada kondisi khusus 29
A. Kesimpulan . 31
B. Saran 32
Daftar pustaka . 33
Lampiran . 35
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
NSAID merupakan yang paling serius. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya penangganan tukak lambung yang tepat.
2.1 DEFINISI
2
lambung adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
dibawah epitel. Menurut Simadibrata (2009), tukak lambung adalah
kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa, sampai lapisan otot
daerah saluran pencernaan makanan yang bermandikan cairan lambung asam
pepsin, dengan batas tajam dan bersifat jinak.
2.2 PREVALENSI
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah
3
Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami
penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk ulkus duodenum, dan
jumlah meningkat pada wanita usia tua (Ponijan, 2011). Di Indonesia
ulkus gaster ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun (Nasif et
al,2007) dan dari data WHO menyebutkan bahwa kematian akibat ulkus
gaster di Indonesia mencapai 0,99 persen yang didapatkan dari angka
kematian 8,41 per 100,000 penduduk (WHO, 2011). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (BPPK) Depkes (2008) menyatakan bahwa
pada tahun 2005-2008, ulkus gaster menempati urutan ke-10 dalam
kategori penyebab kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-
laki (2,7%).
Pada umumnya tukak lambung terjadi karena kehadiran asam dan pepsin,
Halobacteri Pylori, penggunaan obat AINS, atau faktor lain yang mengganggu
pertahanan mukosa dan proses penyembuhan normal. Hipersekresi asam adalah
mekanisme patogenik utama yang menyebabkan hipersekresi asam seperti pada
pasien Zollinger-Ellison syndrome (ZES) (Dipiro, dkk, 2008).
Penyebab umum
- Infeksi Helicobacter pylori
- Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid (AINS)
- Penyakit kritis (stress-berhubungan dengan kerusakan
mukosa)
Penyebab khusus
- Hipersekretasi asam lambung (seperti Zollinger-Ellison
syndrome)
- Infeksi virus (seperti cytomegalovirus)
- Insufisiensi vaskular (terkait gila kokain
- Radiasi
- Kemoterapi (seperti infusi arteri hepatik)
- Subtipe genetik langka
- Idiopatik
4
Lokasi tukak (luka) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor etiologinya.
Tukak lambung jinak dapat terjadi dimanapun pada bagian perut, namun
bagian yang paling sering berlokasi di kurvatura minor (lesser curvature),
hanya distal ke persimpangan dari antral dan sekresi asam pada mukosa (lihat
gambar 1). Tukak usus paling banyak terjadi pada bagian pertama duodenum
(duodenal ulcer) (Dipiro, dkk, 2008).
5
Pendarahan Tidak berat, Lebih berat, Lebih berat, kapiler
sal. Cerna pembuluh tunggal pembuluh tunggal mukosa dangkal
H. pylori, Helicobacter pylori; AINS, antiinflamasi non steroid; SRMD, stress-related mucosal
damage (stress-berhubungan dengan kerusakan mukosa).
Menurut Dipiro dkk (2008), faktor resiko dari penyakit tukak lambung
adalah sebagai berikut.
6
Gambar 2. Riwayat alami dari infeksi Helicobacter
pylori di dalam pathogenesis dari
tukak lambung dan tukak usus 12 jari,
mukosa-terkait jaringan limfoid
(MALT) limfoma, dan kanker
lambung.
Prevalensi dari H.pylori bervariasi tergantung lokasi geografis,
kondisi sosial-ekonomi, tingkat etnis, dan usia. Di Negara berkembang,
pravalensi H.pylori melebihi 80% pada orang dewasa dan berhubungan
dengan rendahnya kondisi sosial-ekonomi. Di Negara maju, pravalensi
H.pylori pada orang dewasa antara 20% sampai 50%. Pravalensi H.pylori
di Amerika Serikat pada orang dewasa adalah 30% sampai 40%, namun
tetap lebih tinggi pada kelompok etnis seperti Afrika dan Amerika Latin.
Selama beberapa tahun terakhir, kejadian akibat H.pylori telah
dideklamasikan secara berlebihan di Negara berkembang, kebanyakan
seperti sebagai konsekuensi dari perbaikan standar hidup dan kondisi
sosial-ekonomi. Adanya penurunan pravalensi H.pylori dengan usia, tapi
dengan gambaran utama penerimaan selama invasi dan masa kanak-kanak
sebelumnya. Daftar penularan tidak berbeda dengan jenis kelamin dan
status merokok.
7
Bakteri H. pylori adalah bakteri yang sangat suka pada kondisi
kelembapan yang tinggi, memerlukan karbondioksida yang lumayan
banyak, butuh sedikit oksigen, dan bersifat sangat patogenik. Bakteri ini
juga mempunyai keunggulan yakni dapat bertahan dan berkembang biak
dalam lambung. Secara umum, ada 3 mekanisme infeksi bakteri H. pylori
yang menyebabkan tukak lambung. Pertama, H. pylori menginfeksi bagian
bawah lambung antrum. Kedua, setelah infeksi akan terjadi peradangan
bakteri yang mengakibatkan peradangan mukosa lambung (gastritis),
peristiwa ini seringkali terjadi tanpa penampakan gejala (asimptomotik).
Ketiga, terjadinya peradangan dapat berimplikasi terjadinya tukak
lambung atau usus 12 jari. Hal ini bisa terjadi komplikasi akut, yaitu luka
dengan pendarahan dan luka berlubang (Fauzi dan Rani, 2006).
Bakteri H.pylori ditularkan antar manusia melalui 3 kemungkinan;
feses-oral, oral-oral, dan gastro-oral. Penularan dari organisme paling
sering melalui rute feses-oral, baik secara langsung dari orang yang
terinfeksi maupun secara tak langsung dari feses yang mengkontaminasi
air atau makanan. Anggota satu tempat tinggal bisa terinfeksi ketika salah
seorang diantaranya terinfeksi. Faktor resiko H.pylori termasuk kondisi
tempat tinggal yang padat, jumlah anak yang banyak, air yang tidak bersih,
dan konsumsi sayuran mentah. Penularan melalui rute oral-oral telah
dipublikasikan, namun hal ini tidak seperti rute penularan. H.pylori dapat
ditularkan melalui rute gastro-oral dari muntahan atau saat pemeriksaan
lambung dengan endoskopi yang kurang steril.
8
Indometasin,
Obat AINS non-selektif piroksikam, ibuprofen,
(tradisional) naproksen, sulindak,
ketoprofen, flubiprofen
Non-Salisilat* Etodolak, nabumetone,
Obat AINS selektif
meloksikam,
sebagian
celexocib, diklofenak
Rofecoxib**,
Inhibitor selektif COX-2
valdecoxib**
Asetilasi Aspirin
Salisilat
Non-asetilasi Salisilat, trisalisilat
*Berdasarkan pada rasio selektifitas COX-1/COX-2
**Diambil dari pasar Amerika Serikat
9
Dosis tinggi obat AINS
Penggunaan multiple obat AINS atau penggunaan obat
AINS tambah aspirin
Pilihan obat AINS
Aspirin (termasuk dosis kardioprotektif)
Penggunaan bersama antikoagulan atau coagulophaty
Penggunaan bersama obat antiplatelet seperti
dopidogrel
Penggunaan bersama bisfosfonat
Penggunaan bersama inhibitor reuptake serotonin
selektif
Penyakit kronis (seperti kelainan kardiovaskular)
Obat AINS-berhubungan dengan dyspepsia
Faktor resiko Infeksi Helicobacter pylori
yang mungkin Artritis rheumatoid (perpanjangan dari disabilitas)
Konsumsi alcohol
Faktor resiko
Merokok
yang diragukan
Kombinasi faktor resiko yang aditif
10
obat AINS lain meningkatkan resiko komplikasi lambung-usus tertinggi
menjadi semakin parah daripada penggunaan obat lain tunggal.
Hubungan obat AINS dengan dyspepsia belum terbukti oleh
pengobatan yang dianjurkan sebagai tukak atau komplikasi tukak, tapi
dyspepsia tidak berhubungan secara langsung dengan luka pada mukosa
atau kejadian klinis. Kortikosteroid, ketikan digunakan sendiri tidak
meningkatkan resiko tukak atau komplikasi, namun resiko tukak
meningkat dua kali lipat pada pengguna kortikosteroid yang juga
menggunakan obat AINS secara bersama. Resiko pendarahan lambung-
usus menandai peningkatan ketika obat AINS digunakan bersama dengan
antikoagulan, dan dapat meningkat dengan penggunaan bersama inhibitor
reuptake serotonin. Apakah infeksi H.pylori adalah faktor resiko dari obat
AINS yang menginduksi tukak, hal ini masih diperdebatkan.
Bagaimanapun H.pylori dan efek obat AINS sendiri dapat meningkatkan
resiko tukak dan tukak yang berhubungan dengan pendarahan dan
tampaknya memiliki efek tambahan. Kejadian tukak lambung diketahui
lebih tinggi pada pengguna obat AINS yang positif terinfeksi H.pylori
dengan dua faktor yang dikombinasi. Adanya sedikit bukti untuk
mendukung perbedaan penting secara klinis mengenai frekuensi tukak dan
komplikasi lambung-usus parah diantara sebagian besar tersedia
nonaspirin, obat AINS non selektif (lihat tabel 3) ketika digunakan dosis
setara yang poten sebagai antiinflamasi. Bagaimanapun, salisilat non-
asetilasi (seperti salisilat) dan sebagian obat AINS selektif (etodolak,
nebumaton, meloksikam, diklofenak, dan celexocib) dapat berhubungan
dengan penurunan kejadian dari toksisitas lambung-usus. Obat-obat AINS
yang secara selektif menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2)
menurunkan kejadian tukak lambung-usus dan yang berhubungan dengan
komplikasi lambung-usus ketika dibandingkan dengan obat-obat AINS
non-selektif. Penggunaan dari pelindung atau aspirin yang dibuat lapis
tipis tidak menambah perlindungan terhadap tukak ataupun komplikasi
lambung-usus.
11
3. Perokok
Bukti epidemiologis menghubungkan merokok dengan penyakit tukak
lambung, namun hal ini belum pasti apakah merokok menyebabkan tukak
lambung. Resiko sebanding dengan jumlah rokok yang dipakai dan masih
wajar jika kurang dari 10 rokok dipakai per hari. Jumlah kematian tertinggi
antara pasien adalah pada yang merokok dibandingkan pasien tidak
merokok. Meskipun begitu hal ini belum diketahui apakah peningkatan
gambaran kematian akibat penyakit tukak lambung atau penyakit jantung
dan paru akibat merokok. Mekanisme tepatnya yang mana kontribusi
rokok terhadap penyakit tukak lambung masih belum jelas. Mekanisme
yang mungkin termasuk penundaan pengosongan lambung oleh material
padat dan cair, menghambat sekresi bikarbonat pankreatik, menambah
keasaman bulbus duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat
relaksasi sfringer pylorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak, dan
reduksi dalam produksi prostaglandin mukosal. Merokok meningkatkan
pengeluaran asam lambung, namun efek ini tidak tetap. Apakah nikotin
atau komponen lain dari rokok memberikan respon terhadap perubahan
psikologisnya masih belum diketahui. Asap rokok dapat menyediakan
lingkungan hidup untuk infeksi H.pylori.
4. Tekanan psikologis
Pentingnya tidaknya pengaruh faktor psikologis seseorang (stres)
terhadap kondisi ulkus peptikum masih kontroversial. Pengamatan klinis
menunjukan adanya hubungan berbanding lurus antara kondisi ulkus dan
kondisi stres psikologis seorang pasien, namun studi terkontrol
memberikan hasil yang bertentangan dan gagal untuk mendokumentasikan
hubungan sebab akibatnya. Ada kemungkinan bahwa stres akan memicu
seseorang untuk melakukan hal-hal yang mencetuskan faktor resiko ulkus
seperti merokok atau konsumsi alkohol dan kemungkinan meningkatkan
penggunaan AINS, atau mengubah respon proses peradangan atau
resistansi pada infeksi H.pylori. Peranan stress dan bagaimana efeknya
12
terhadap penyakit tukak lambung sangatlah rumit dan kemungkinan
berasal dari banyak faktor.
5. Faktor diet
Peranan diet dan nutrisi dalam penyakit tukak lambung tidak pasti, namun
dapat menjelaskan keragaman regional. Kopi, teh, minuman bersoda,
minuman beralkohol, susu, dan makanan pedas dapat menyebabkan
dyspepsia, namun tidak meningkatkan resiko penyakit tukak lambung.
Minuman terlarang dan diet makanan lunak tidak mengubah frekuensi
kambuhnya tukak. Walaupun kafein menstimulasi asam lambung, unsur
pokok dalam kopi atau teh non-kafein, minuman bersoda bebas kafein,
minuman beralkohol, dan minuman anggur juga meningkatkan
pengeluaran asam lambung. Dalam konsentrasi tinggi, proses pencernaan
alkohol berhubungan dengan kerusakan mukosa lambung akut dan
pendarahan lambung-usus parah. Bagaimanapun, adanya ketidakcukupan
bukti untuk memperkuat bahwa alkohol menyebabkan tukak.
13
2.4KLASIFIKASI
Menurut dipiro (2008), tukak lambung diklasifikasikan menjadi:
a. Tukak lambung akut
Tukak lambung akut dapat disebabkan stress yang berhubungan dengan
kerusakan mukosa.
b. Tukak lambung kronis
Tukak lambung kronis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri Helicbacter
pylori dan penggunaan obat AINS.
14
Gambar 2.3 Tukak Lambung
2.5PATOGENESIS
Secara garis besar tukak peptik akan terjadi apabila faktor agresif dari
asam klorida dan pepsin tidak dapat diimbangi oleh faktor defensif dari
lapisan mukosa, sehingga akan timbul luka-luka mikro pada permukaan
saluran cerna yang akan mengakibatkan peradangan dan menjadi tukak.
Faktor agresif tebagi menjadi faktor endogen (HCl, pepsin) dan faktor agresif
eksogen (obatobatan, alkohol, infeksi). Faktor defensif meliputi mukus
bikarbonat dan prostaglandin. Keadaan dan lingkungan individu juga
memberikan kontribusi dalam terjadinya tukak yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan sekresi asam lambung atau melemahnya barier
mukosa.
Tukak lambung dapat disebabkan oleh sekresi asam lambung dan
pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau berkurangnya
kemampuan sawar mukosa gastroduodenalis untuk berlindung dari sifat
pencernaan dari kompleks asam-pepsin (Guyton dan Hall, 2007).
Secara normal sawar begitu resisten terhadap difusi ion hidrogen,
bahkan ion hidrogen berkonsentrasi tinggi dari cairan lambung, rata-rata
sekitar 100.000 kali konsentrasi ion hidrogen dalam plasma, jarang berdifusi
bahkan melalui lapisan epitel yang paling tipis dalam epitel lambung sendiri.
Jika epitel lambung rusak, ion hidrogen kemudian akan berdifusi ke dalam
epitel lambung, mengakibatkan kerusakan tambahan dan menimbulkan suatu
15
lingkaran setan kerusakan dan atrofi progresif mukosa lambung. Peristiwa ini
juga mengakibatkan mukosa lambung rentan terhadap pencernaan peptida,
sehingga terbentuk ulkus yang lebih hebat (Guyton dan Hall, 2007).
Insiden tukak peptik yang jauh lebih rendah pada wanita tampaknya
menunjukkan pengaruh kelamin. Telah diduga bahwa obat-obatan tertentu
seperti aspirin, alkohol, indometasin, fenil butazon dan kortikosteroid
mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan menimbulkan
tukak. Obat lain, seperti kafein akan meningkatkan pembentukan asam. Stres
emosi dapat juga memegang peranan dalam patogenesis tukak peptik, dengan
meningkatkan pembentukan asam sebagai akibat perangsangan vagus
(Wilson dan Price, 2005).
Faktor herediter, pada tukak peptiklebih sering terjadi 23 kali dari
keluarganya yang mendapat tukak peptik dibanding dari populasi normal.
Pada golongan darah O didapatkan 34% lebih sering dari golongan darah
lainnya dan tukak peptiknya lebih sering di duodenum (Kurniati, 2004).
Fungsi Sphincter pilorus yang abnormal mengakibatkan refluks
empedu dan dianggap merupakan mekanisme patogenetik timbulnya tukak
lambung. Empedu mengganggu sawar mukosa lambung, menyebabkan
gastritis dan peningkatan kepekaan terhadap pembentukan tukak (Wilson dan
Price, 2005).
Selain itu, adanya infeksi H. pylori dapat menghancurkan sawar
mukosa gastroduodenale sehingga terjadi difusi balik asam-pepsin lewat
mukosa yang terluka dan berkembang menjadi ulkus (Guyton dan Hall,
2007).
16
Gambar 2.4 Patogenesis Infeksi H.pylori
17
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak
mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga
memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan
jaringan terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang
sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas
kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar
protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan
terjadinya hemoragi intertisial dan pendarahan. Sawar mukosa tidak
dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropin, tetapi difusi balik
dihambat oleh gastrin.
18
Gambar 2.5 Mekanisme Kerja NSAID
19
Gambar 2.7 Mekanisme Tukak Stres (SRMD)
Menurut Tjay dan Kirana (2007), gejala awal tukak lambung dapat berupa
rasa terbakar dan perih di lambung selama 15-60 menit setelah makan,
adakalanya memancar ke punggung.
20
Menurut (Wilson dan Price, 2005), gejala tukak lambung yang muncul
diantaranya adalah yeri epigastrum intermiten kronis biasanya timbul 2-3 jam
setelah makan atau pada saat perut kosong, mual, muntah, anoreksia,
penurunan berat badan, pendarahan, eksaserbasi dan remisi (paling khas pada
ulkus peptikum).
Rasa sakit epigastrik meliputi daerah dari bawah tulang dada hingga
daerah sekitar pusar, jarang melebar ke bagian belakang tubuh (Sukandar,
2008).
21
dari pinggiran kawah tukak memberi kesan lebih jinak. Tukak lambung yang
besar, yaitu yang berdiameter lebih besar dari 3 cm lebih sering ganas dari
pada yang lebih kecil. Tukak dalam suatu massa seperti ditentukan secara
radiogenik juga memberi kesan keganasan. Kira-kira 4% tukak lambung yang
tampaknya jinak secara radiologik terbukti ganas (dengan biopsi endoskopik
atau pada operasi) (McGuigan, 2000).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan rasa sakit epigastrik meliputi daerah
dari bawah tulang dada hingga daerah sekitar pusar, jarang melebar ke
bagian belakang tubuh.
Tes laboratorium
o Tes laboratorium yang rutin tidak menolong menegakkan
diagnosis ulkus tanpa komplikasi. Hematokrit, hemoglobin dan
Hemoccult test (tes untuk mendeteksi darah pada tinja)
digunakan untuk mendeteksi perdarahan. Hematokrit dan
hemoglobin yang rendah dengan perdarahan, dan tes tinja
Hemoccult positif.
o Diagnosis dari H.pylori dapat dengan menggunakan tes invasif
dan non invasif. Tes invasif dengan melakukan endoskopi dan
22
biopsi mukosa atas lambung untuk histologi, kultur bakteri dan
mendeteksi aktivitas urease. Endoskopi
(esophagogastroduodenoscopy) mendeteksi lebih dari 90% dari
tukak lambung dan memungkinkan pemeriksaan langsung,
biopsi, visualisasi erosi dangkal, dan situs perdarahan aktif. Tes
noninvasif meliputi uji pernafasan urea dan tes deteksi antibodi.
Uji pernafasan urea berdasarkan produksi urease oleh H.pylori.
Deteksi antibodi berguna untuk mendeteksi IgG yang mengatasi
H.pylori, tetapi tes tidak biasa dilakukan untuk mengetahui
teratasinya H.pylori, karena titer antibodi memerlukan waktu
0,5-1 tahun untuk kembali ke kisaran tidak terinfeksi. Tes
deteksi antibodi adalah awal dari tes skrinning karena prosesnya
cepat, tidak mahal dan kurang invasif dibandingkan tes biopsi
endoskopi.
o Diagnosis ulkus tergantung dari visualisasi dari lubang tukak
melalui radiografi saluran cerna atas. Teknik kontras tunggal
barium rutin mendeteksi 30% dari tukak lambung yang hilang;
optimasi radiografi kontras ganda mendeteksi 60% sampai 80%
dari tukak. Radiografi lebih dipilih sebagai prosedur diagnosis
awal pada pasien yang dicurigai menderita tukak tanpa
komplikasi. Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi,
maka keganasan harus dipastikan dengan visualisasi
endoskopik langsung dan histologi.
o Studi sekretorik asam lambung
o Puasa pada konsentrasi serum gastrin hanya direkomendasikan
untuk pasien yang tidak responsif terhadap terapi, atau bagi
mereka yang hipersekresi
o Pengujian Helicobacter pylori
Tabel 2.2 Tes Deteksi Helicobekter pylori
Tes Deskripsi Keterangan
Tes Endoskopi
Histologi pemeriksaan mikrobiologi Emas standar; 95% sensitif dan spesifik;
menggunakan berbagai memungkinkan klasifikasi gastritis;
23
noda hasilnya tidak langsung; tidak
dianjurkan untuk diagnosis awal; tes
untuk infeksi HP aktif; antibiotik,
Budaya Budaya biopsi
bismuth, dan PPI dapat menyebabkan
hasil negatif palsu.
24
antibodi sangat bervariasi antar individu
dan mengambil 6 bulan sampai 1 tahun
untuk kembali ke kisaran yang tidak
terinfeksi; tidak terpengaruh oleh PPI
atau bismut; antibiotik diberikan untuk
indikasi yang tidak terkait dapat
Deteksi Mendeteksi antibodi IgG menyembuhkan infeksi tetapi tes
antibodi untuk HP di seluruh darah antibodi akan tetap positif.
(dapat atau fingerstick.
Kualitatif; cepat (dalam waktu 15
dilakukan di menit); tidak dapat menentukan apakah
kantor atau antibodi yang berhubungan dengan
dekat pasien) infeksi aktif atau disembuhkan;
kebanyakan pasien tetap seropositif
HP urease memecah selama minimal 6 bulan ke posting 1
tes napas tertelan berlabel C-urea, tahun HP pemberantasan; tidak
25
PPI dapat menyebabkan hasil negatif
palsu, tetapi pada tingkat lebih rendah
daripada dengan tes napas urea; dapat
digunakan pasca-perawatan untuk
mengkonfirmasi pemberantasan
2.8 KOMPLIKASI
1. Pendarahan
2. Perforasi
3. Obstruksi
26
gejala yang sering timbul adalah anoreksia, mual, dan kembung setelah
makan serta sering terjadi penurunan berat badan. Bila obstruksi
bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah.
4. Intraktabilitas
2.9 TERAPI
27
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila
kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap.
Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun
mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jumlah
istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress, dan penggunaan
analgetik. Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan
asam lambung dan penyakit tukak (Tarigan, 2001).
b. Terapi farmakologi
Berikut merupakan terapi farmakologi yang dapat digunakan pada
penderita tukak lambung yakni menggunakan obat-obatan:
1. Antasida
Mekanisme kerja: Pada saat ini antasida digunakan untuk
menghilangkan keluhan rasa sakit dan obat dispepsia. Mekanisme
kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang
mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan
alumunium menyebabkan konstipasi dan kombinasi keduanya saling
menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi
(Tarigan, 2001).
Sediaaan antasida yang digunakan biasanya mengandung garam-
garam yaitu alumunium dan atau magnesium, natrium bikarbonat,
bismut dan kalsium (Sukandar, dkk, 2008).
2. Antagonis reseptor H2
Empat antagonis H2 yang beredar di USA adalah simetidin,
ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Kerja antagonis reseptor H2 yang
paling penting adalah mengurangi sekresi asam lambung. Obat ini
menghambat sekresi asam yang dirangsang histamin, gastrin, obat-
obat kolinomimetik dan rangsangan vagal. Volume sekresi asam
lambung dan konsentrasi pepsin juga berkurang (Katzung, 2002).
Mekanisme kerjanya memblokir histamin pada reseptor H2 sel
pariental sehingga sel pariental tidak terangsang mengeluarkan asam
lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel (Tarigan, 2001). Simetidin,
28
ranitidin dan famotidin kecil pengaruhnya terhadap fungsi otot polos
lambung dan tekanan sfingter esofagusyang lebih bawah. Sementara
terdapat perbedaan potensi yang sangat jelas diantara efikasinya
dibandingkan obat lainnya dalam mengurangi sekresi asam. Nizatidin
memacu aktifitas kontraksi asam lambung, sehingga memperpendek
waktu pengosongan lambung (Katzung, 2002).
Efek samping sangat kecil antara lain agranulasitosis,
ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut, dan gangguan
fungsi ginjal dijumpai terutama pada pemberian simetidin. Simetidin
sebaiknya jangan diberikan bersama warfarin, teofilin, siklokarpon,
dan diazepam (Tarigan, 2001). Efek samping sangat kecil antara lain
agranulasitosis, ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut,
dan gangguan fungsi ginjal dijumpai terutama pada pemberian
simetidin. Simetidin sebaiknya jangan diberikan bersama warfarin,
teofilin, siklokarpon, dan diazepam (Tarigan, 2001).
29
Sukralfat adalah obat lain untuk tukak lambung doudenum,
kerjanya melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini
merupakan kompleks aluminium hidrosida dan sukrosa sulfat dengan
sifat antasida minimal (Sukandar, 2008).
5. Analog prostaglandin
30
Gambar 2.9 Mekanisme PPI
31
atau
Misoprostol
atau mengganti
dengan
asetamenofen
PPI (exp.
Tes Omeprazol) + terapi pertama
1. regimen 3 obat
H.pylori klritromisin+ untuk HP positif)
Amoxilin
PPI (exp.
Omeprazol) +
terapi kedua
2. regimen 4 obat bismut +
untuk HP positif
metronidazole+
tetrasiklin
32
Gambar 3. Alogaritma. Panduan untuk evaluasi dan pengendalian pasien
dengan dyspeptic atau seperti gejala tukak.
33
digunakan untuk terapi pilihan kedua, ketika kegagalan terapi menggunakan
PPI sebagai dasar 3 obat (Dipiro et al, 2008).
Berkurangnya nyeri epigastrik harus dimonitor dengan seksama yang
merupakan bagian terapi pada pasien dengan infeksi H. pylori atau NSAID
induced ulcers. Umumnya nyeri tukak berkurang dalam beberapa hari ketika
NSAID tidak digunakan dan dengan 7 hari inisiasi terapi anti tukak (Dipiro et
al, 2008).
Pengguna NSAID jangka panjang memiliki 2% sampai 4% risiko
berkembangnya ulser simtomatik, perdarahan GI atau bahkan perforasi.
NSAID dihentikan sama sekali dan atau diganti dengan inhibitor COX-2
selektif. Meskipun terus menggunakan NSAID, penyembuhan dapat
dilakukan dengan menggunakan obat-obat pensupresi asam, biasanya dengan
dosis yang lebih tinggi dan durasi yang jauh lebih lama (8 minggu). PPI
mempunyai efek yang lebih baik daripada H2RA dan misoprostol dalam
mendorong tukak aktif, juga mencegah kekambuhan tukak (Dipiro et al,
2008).
34
2.11 TERAPI PADA KONDISI KHUSUS
a. Terapi pada kondisi ibu hamil dan laktasi
35
dapat menutupi tukak lambung dengan suatu lapisan pelindung. Dosis:
dalam bentuk gel 3 dd 0,5-1 g.
INTERAKSI OBAT
36
antimalaria (antasid mengurangi absorbsi klorokuin dan
hidroksiklorokuin); antipsikotik (antasid menurunkan absorbsi);
besi (magnesium trisilikat mengurangi absorbsi oral).
37
dan nizatidin tidak memperlihatkan sifat hambatan metabolisme
oksidatif sebagaimana ditunjukkan simetidin.
- Penghambat pompa-proton (omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, rabeprazol/pariet dan esomeprazol/nexium)
Interaksi : omeprazol dapat meningkatkan kerja warfarin,
meningkatkan efek fenitoin, menghambat metabolisme
diazepam. Lansoprazol mungkin mempercepat metabolisme
kontrasepsi oral (estrogen dan progesteron).
- Antikolinergika (pirenzepin dan fentonium)
- Analog prostaglandin-E1 (misoprostol/cytotec)
Zat-zat pelindung ulcus (mucosaprotectiva : sukralfat, al-hidroksida, dan
bismut koloidal)
a) Trikalium distratobismut (kelat bismut)
Interaksi : menurunkan absorbsi tetrasiklin
b) Sukralfat
Interaksi : menurunkan absorbsi siprofloksasin, norfloksasin,
tetrasiklin, fenitoin, ketokonazol, tiroksin, mungkin menurunkan
absorbsi warfarin dan glikosida jantung
Antibiotika (amoksisilin, tetrasiklin, klaritomisin, metronidazol, dan
tinidazol)
Obat penguat motilitas (metoklopramida, cisaprida, dan domperidon)
Obat penenang (meprobamat, diazepam, dan lain-lain)
Obat pembantu (asam alginat, simethicon, dan dimethicon)
BAB III
STUDI KASUS
DAFTAR PUSTAKA
38
Fauzi, A dan Rani A.A. 2006. Infeksi Helicobacter Pylori Dan Penyakit Gastro-
Duodenal dalam: Sudoyo A.W (ED). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 1 edisi 4. Jakarta: BPFK UI.
Grossman, M. I. 1981. Facts and Mhyths About Causes of Ulcers. In: Peptic
Ulcer A Guide for the Practicing Physician. Chicago: Year Book
Medical Publisher.
Guyton, A.C dan J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik, edisi II. Jakarta: Salemba
Medika
McGuigan, J.E. 2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Isselbacher, K.J.,
Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., Kasper, D.L.
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Rahma, G.F. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis di
Puskesmas Banja Loweh Kabupaten Lima Puluh Kota.
ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id diakses pada tanggal 6 Maret 2016
Robins, S.L dan Kumar Vinay. 1995. Buku Ajar Patologi II. Edisi IV. Penerbit
EGC.
Simadibrata, M., Sudoyo A.W., Setiyo Hadi B., Alwi I dan Setiati S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi. Jakarta: Penerbit Interna.
39
WHO. World Health Statistics 2013. [OnLine] 2013. Dari:
http://www.cureresearth.com. Diakses pada tanggal 5 Maret 2016.
40