Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH FARMAKOTERAPI

TUKAK LAMBUNG

Kelas C
Kelompok 2
Disusun Oleh:

Lia Faridatul Azkia 2404113


Neneng Rosmiati 2404113
Pratiwi Hoerun Nisa 2404113128
Wildan Nugraha 2404113

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS GARUT
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa sumber
segala hikmah dan ilmu pengetahuan karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah Farmakoterapi mengenai Tukak Lambung.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam segi moral, moril
maupun materiil sehingga terselesaikannya makalah ini.

Dengan membaca makalah ini, kami berharap agar bermanfaat bagi


mahasiswa(i) untuk lebih menambah wawasan dan pengetahuan kita dalam
mempelajari farmakoterapi mengenai tukak lambung.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, Mei 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Daftar isi ... ii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang.. 1
B. Tujuan . 2

BAB II. PEMBAHASAN .. 3

A. Definisi ... 3
B. Prevalensi .... 3
C. Etiologi dan faktor resiko ... 4
D. Klasifikasi ... 14
E. Patogenesis .. 15
F. Gejala klinis 18
G. Diagnosa . 19
H. Komplikasi . 20
I. Terapi . 21
J. Panduan terapi 25
K. Terapi pada kondisi khusus 29

BAB III. PENUTUP 31

A. Kesimpulan . 31
B. Saran 32

Daftar pustaka . 33

Lampiran . 35

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lambung merupakan salah satu organ yang penting pada tubuh


manusia yang berfungsi untuk mencerna makanan dengan bantuan asam
lambung (HCl) dan pepsin (Guyton dan Hall, 2007). Lambung merupakan
bagian dari saluran cerna setelah esofagus dan sebelum duodenum. Tukak
dapat terjadi pada mukosa, submukosa, dan kadang-kadang sampai lapisan
muskularis dari traktus gastrointestinal berhubungan dengan asam
lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk tukak yang terdapat
pada bagian bawah esofagus, lambung, dan duodenum bagian atas
(Sujono, 2002).

Tukak lambung dapat disebabkan oleh zat yang dapat menginduksi


sekresi asam lambung, misalnya histamin dan anti inflamasi nonsteroid.
Kerja berat, stress berat, tidak tenang, atau kurang tidur juga menyebabkan
asam lambung yang tinggi. Sering terlambat makan, kebiasaan minum
obat yang bersifat asam saat perut kosong, minum minuman beralkohol
dan menghisap rokok berlebihan juga dapat menjadi penyebab tukak
lambung. Demikian pula dengan infeksi bakteri Helicobacter pylori yang
dapat menyerang lapisan submukosa lambung (Grossman, 1981).

Tukak lambung banyak terjadi pada masyarakat di dunia, pada semua


umur. Tukak lambung lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita di
mana insidensi pria:wanita adalah 35:1 dan lebih sering terjadi pada usia
lebih dari 50 tahun (Wilson dan Lester, 1995). Pada penanganan tukak
lambung, jika tidak ditanggulangi dengan tepat maka dapat mengakibatkan
komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada tukak lambung adalah
tukak yang membandel (intraktibilitas), perdarahan GI atas, perforasi, dan
obstruksi pilorus terjadi pada tukak yang diakibatkan HP serta tukak akibat

1
NSAID merupakan yang paling serius. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya penangganan tukak lambung yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari Tukak Lambung ?
1.2.2 Bagaimana prevalensi tukak lambung ?
1.2.3 Apa etiologi tukak lambung ?
1.2.4 Bagaimana klasifikasi tukak lambung ?
1.2.5 Bagaimana patogenesis dari tukak lambung ?
1.2.6 Bagaimana gejala klinik tukak lambung ?
1.2.7 Bagaimana cara mendiagnosis tukak lambung ?
1.2.8 Bagaimana komplikasi dari tukak lambung ?
1.2.9 Bagaimana terapi dari tukak lambung ?
1.2.10 Bagaimana panduan terapi dari tukak lambung ?
1.2.11 Bagaimana pengobatan tukak lambung pada kondisi khusus ?
1.2.12 Bagaimana interaksi obat dari tukak lambung ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mengetahui pengertian dari tukak Lambung ?
1.3.2 Mengetahui prevalensi tukak lambung ?
1.3.3 Mengetahui etiologi tuak lambung ?
1.3.4 Mengetahui klasifikasi tukak lambung ?
1.3.5 Mengetahui patogenesis dari tukak lambung ?
1.3.6 Mengetahui gejala klinik tukak lambung ?
1.3.7 Mengetahui cara mendiagnosis tukak lambung ?
1.3.8 Mengetahui komplikasi dari tukak lambung ?
1.3.9 Mengetahui terapi dari tukak lambung ?
1.3.10 Mengetahui panduan terapi dari tukak lambung ?
1.3.11 Mengetahui pengobatan tukak lambung pada kondisi khusus ?
1.3.12 Mengetahui interaksi obat dari tukak lambung ?

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
sebagai acuan dalam penanganan tukak lambung.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Menurut Sukandar (2008), penyakit tukak lambung merupakan


pembentukan luka pada saluran pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh
pembentukan asam dan pepsin. Menurut (Wilson dan Price, 2005), tukak

2
lambung adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
dibawah epitel. Menurut Simadibrata (2009), tukak lambung adalah
kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa, sampai lapisan otot
daerah saluran pencernaan makanan yang bermandikan cairan lambung asam
pepsin, dengan batas tajam dan bersifat jinak.

2.2 PREVALENSI

Badan penelitian dunia WHO (World Health Organization) mengadakan


tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil presentase
dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya USA 64 %, Mexico 39%,
India 37%, Vietnam 25%, dan China 15%. Di dunia, insiden gastritis sekitar
1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di
Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.
Prevalensi gastritis yang dikonfirmasikan melalui endoskopi pada populasi di
Shanghai sekitar 17,2% yang secara substansional lebih tinggi dari populasi
di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Gastritis biasanya di
anggap sebagai sesuatu yang diabaikan namun gastritis merupakan awal dari
sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita (WHO, 2013).

Presentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO

adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia

cukup tinggi dengan prevalensi 274,3669 kasus dari 238,452,952 jiwa

penduduk. Menurut Ratna (2006), di kota Surabaya angka kejadian gastritis

sebanyak 31%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi

cukup tinggi sebesar 91,6%. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun

2009, gastritis merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit

terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah

30.154 kasus (4,9%).

3
Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami
penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk ulkus duodenum, dan
jumlah meningkat pada wanita usia tua (Ponijan, 2011). Di Indonesia
ulkus gaster ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun (Nasif et
al,2007) dan dari data WHO menyebutkan bahwa kematian akibat ulkus
gaster di Indonesia mencapai 0,99 persen yang didapatkan dari angka
kematian 8,41 per 100,000 penduduk (WHO, 2011). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (BPPK) Depkes (2008) menyatakan bahwa
pada tahun 2005-2008, ulkus gaster menempati urutan ke-10 dalam
kategori penyebab kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-
laki (2,7%).

2.3 ETIOLOGI FAKTOR RESIKO

Pada umumnya tukak lambung terjadi karena kehadiran asam dan pepsin,
Halobacteri Pylori, penggunaan obat AINS, atau faktor lain yang mengganggu
pertahanan mukosa dan proses penyembuhan normal. Hipersekresi asam adalah
mekanisme patogenik utama yang menyebabkan hipersekresi asam seperti pada
pasien Zollinger-Ellison syndrome (ZES) (Dipiro, dkk, 2008).

Faktor Lain Penyakit Tukak Lambung :

Penyebab umum
- Infeksi Helicobacter pylori
- Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid (AINS)
- Penyakit kritis (stress-berhubungan dengan kerusakan
mukosa)
Penyebab khusus
- Hipersekretasi asam lambung (seperti Zollinger-Ellison
syndrome)
- Infeksi virus (seperti cytomegalovirus)
- Insufisiensi vaskular (terkait gila kokain
- Radiasi
- Kemoterapi (seperti infusi arteri hepatik)
- Subtipe genetik langka
- Idiopatik

4
Lokasi tukak (luka) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor etiologinya.
Tukak lambung jinak dapat terjadi dimanapun pada bagian perut, namun
bagian yang paling sering berlokasi di kurvatura minor (lesser curvature),
hanya distal ke persimpangan dari antral dan sekresi asam pada mukosa (lihat
gambar 1). Tukak usus paling banyak terjadi pada bagian pertama duodenum
(duodenal ulcer) (Dipiro, dkk, 2008).

Gambar 1. Struktur anatomi dari lambung dan


usus dua belas jari dan lokasi paling
umum dari tukak lambung dan usus
halus.
(Dipiro, dkk, 2008).

Tabel 2. Perbandingan form umum dari tukak lambung

Karakteristik H.pylori Obat AINS SMRD


Kondisi Kronis Kronis Akut
Bagian yang Duodenum>lambung lambung>duodenum lambung>duodenum
rusak
pH dalam Lebih tergantung Tidak tergantung Tidak tergantung
lambung
Gejala Selalu nyeri Sering tanpa gejala Tanpa gejala
epigastrik
Kedalaman Dangkal Dalam Sangat dangkal
tukak

5
Pendarahan Tidak berat, Lebih berat, Lebih berat, kapiler
sal. Cerna pembuluh tunggal pembuluh tunggal mukosa dangkal
H. pylori, Helicobacter pylori; AINS, antiinflamasi non steroid; SRMD, stress-related mucosal
damage (stress-berhubungan dengan kerusakan mukosa).

Menurut Dipiro dkk (2008), faktor resiko dari penyakit tukak lambung
adalah sebagai berikut.

1. Infeksi Helicobacteri pylori


Infeksi H. Pylori menyebabkan gastritis kronis pada semua individu
terinfeksi dan biasanya dapat berlanjut menjadi penyakit tukak lambung,
kanker lambung, dan limfoma jaringan mukosa yang berhubungan dengan
limfoid (MALT-mucosa-associated lymphoid tissue) (lihat gambar 2).
Akan tetapi, hanya sejumlah kecil dari pasien terinfeksi H.pylori akan
berkembang menjadi tukak lambung (kira-kira 20%) atau kanker lambung
(kurang dari 1%). Penelitian serologis memperkuat hubungan antara
H.pylori dan kanker lambung. Bukti-bukti mengatakan bahwa tukak
lambung non-AINS paling banyak adalah disebabkan infeksi bakteri
H.Pylori, dan eradikasi H.pylori ditandai pengurangan frekuensi
kambuhnya tukak. Host sebagai faktor lain dan H.pylori memainkan
keparahan yang bervariasi sebagai peranan penting dalam patogenesis
penyakit tukak lambung dan kanker lambung. Meskipun terdapat
hubungan antara H.pylori dan pendarahan pada penyakit tukak lambung
masih kurang jelas, eradikasi dari H.pylori menurunkan kambuhnya
pendarahan. Hubungan non-spesifik ditentukan antara H.pylori dan
dispepsia, dispepsia non-tukak (NUD-non ulcer dyspepsia), atau kelainan
refluks gastroesofagial (GERD-gastroesophageal reflux disease). Adanya
ketidakcukupan data untuk mendukung hubungan antara H.pylori dan
manifestasi ekstragastrik, contohnya kelainan kardiovaskular.

6
Gambar 2. Riwayat alami dari infeksi Helicobacter
pylori di dalam pathogenesis dari
tukak lambung dan tukak usus 12 jari,
mukosa-terkait jaringan limfoid
(MALT) limfoma, dan kanker
lambung.
Prevalensi dari H.pylori bervariasi tergantung lokasi geografis,
kondisi sosial-ekonomi, tingkat etnis, dan usia. Di Negara berkembang,
pravalensi H.pylori melebihi 80% pada orang dewasa dan berhubungan
dengan rendahnya kondisi sosial-ekonomi. Di Negara maju, pravalensi
H.pylori pada orang dewasa antara 20% sampai 50%. Pravalensi H.pylori
di Amerika Serikat pada orang dewasa adalah 30% sampai 40%, namun
tetap lebih tinggi pada kelompok etnis seperti Afrika dan Amerika Latin.
Selama beberapa tahun terakhir, kejadian akibat H.pylori telah
dideklamasikan secara berlebihan di Negara berkembang, kebanyakan
seperti sebagai konsekuensi dari perbaikan standar hidup dan kondisi
sosial-ekonomi. Adanya penurunan pravalensi H.pylori dengan usia, tapi
dengan gambaran utama penerimaan selama invasi dan masa kanak-kanak
sebelumnya. Daftar penularan tidak berbeda dengan jenis kelamin dan
status merokok.

7
Bakteri H. pylori adalah bakteri yang sangat suka pada kondisi
kelembapan yang tinggi, memerlukan karbondioksida yang lumayan
banyak, butuh sedikit oksigen, dan bersifat sangat patogenik. Bakteri ini
juga mempunyai keunggulan yakni dapat bertahan dan berkembang biak
dalam lambung. Secara umum, ada 3 mekanisme infeksi bakteri H. pylori
yang menyebabkan tukak lambung. Pertama, H. pylori menginfeksi bagian
bawah lambung antrum. Kedua, setelah infeksi akan terjadi peradangan
bakteri yang mengakibatkan peradangan mukosa lambung (gastritis),
peristiwa ini seringkali terjadi tanpa penampakan gejala (asimptomotik).
Ketiga, terjadinya peradangan dapat berimplikasi terjadinya tukak
lambung atau usus 12 jari. Hal ini bisa terjadi komplikasi akut, yaitu luka
dengan pendarahan dan luka berlubang (Fauzi dan Rani, 2006).
Bakteri H.pylori ditularkan antar manusia melalui 3 kemungkinan;
feses-oral, oral-oral, dan gastro-oral. Penularan dari organisme paling
sering melalui rute feses-oral, baik secara langsung dari orang yang
terinfeksi maupun secara tak langsung dari feses yang mengkontaminasi
air atau makanan. Anggota satu tempat tinggal bisa terinfeksi ketika salah
seorang diantaranya terinfeksi. Faktor resiko H.pylori termasuk kondisi
tempat tinggal yang padat, jumlah anak yang banyak, air yang tidak bersih,
dan konsumsi sayuran mentah. Penularan melalui rute oral-oral telah
dipublikasikan, namun hal ini tidak seperti rute penularan. H.pylori dapat
ditularkan melalui rute gastro-oral dari muntahan atau saat pemeriksaan
lambung dengan endoskopi yang kurang steril.

2. Penggunaan obat Anti Inflamasi Non-Steroid


Obat-obat AINS adalah salah satu dari golongan obat yang paling
sering diresepkan dari pengobatan di Amerika Serikat, terutama ada pasien
lanjut usia,. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan
AINS kronis non selektif (termasuk aspirin) berhubungan dengan
terbentuknya berbagai luka pada saluran pencernaan (tabel 3).

Tabel 3. Pilihan bat-obat AINS dan inhibitor siklooksigenase-2 (COX-2)

8
Indometasin,
Obat AINS non-selektif piroksikam, ibuprofen,
(tradisional) naproksen, sulindak,
ketoprofen, flubiprofen
Non-Salisilat* Etodolak, nabumetone,
Obat AINS selektif
meloksikam,
sebagian
celexocib, diklofenak
Rofecoxib**,
Inhibitor selektif COX-2
valdecoxib**
Asetilasi Aspirin
Salisilat
Non-asetilasi Salisilat, trisalisilat
*Berdasarkan pada rasio selektifitas COX-1/COX-2
**Diambil dari pasar Amerika Serikat

Pendarahan lambung subepitelial terjadi selama 15 sampai 30 menit


setelah menelan obat ini. Perlukaan ini sembuh selama beberapa hari
dengan tidak melanjutkan penggunaan AINS dan tidak menyebabkan
komplikasi pada saluran pencernaan. Tukak lambung-usus terjadi pada
15% sampai 30% dari pengguna AINS teratur dan dapat berkembang
selama seminggu atau dengan dilanjutkan perawatan (6 bulan atau lebih
lama). Tukak lambung adalah yang paling umum, terjadi awalnya di dalam
antrum (lihat gambar 1), dan yang lebih mengkhawatirkan jika terjadi
erosi karena berpotensi pendarahan atau terbentuk lubang (lihat tabel 1).
Tukak dari dampak AINS jarang terjadi di esofagus dan usus besar. Tiap
tahun, total AINS nonselektif setidaknya menyebabkan 16.500 kematian
dan 107.000 masuk rumah sakit di US. Kejadian klinis yang penting
tertinggi gangguan saluran percernaan terjadi dari 3% sampai 4,5% dari
pasien artritis yang mendapatkan terapi dengan AINS, sekitar 1,5% pasien
dengan AINS memiliki komplikasi serius gangguan saluran pencernaan
tertinggi.
Tabel 4. Faktor Resiko Obat-obat AINS yang menginduksi tukak dan
peningkatan komplikasi lambung-usus.
Faktor resiko Usia 60 tahun keatas
Riwayat tukak lambung
yang ditetapkan
Riwayat tukak-berhubungan dengan komplikasi
peningkatan lambung-usus
Penggunaan bersama kortikosteroid

9
Dosis tinggi obat AINS
Penggunaan multiple obat AINS atau penggunaan obat
AINS tambah aspirin
Pilihan obat AINS
Aspirin (termasuk dosis kardioprotektif)
Penggunaan bersama antikoagulan atau coagulophaty
Penggunaan bersama obat antiplatelet seperti
dopidogrel
Penggunaan bersama bisfosfonat
Penggunaan bersama inhibitor reuptake serotonin
selektif
Penyakit kronis (seperti kelainan kardiovaskular)
Obat AINS-berhubungan dengan dyspepsia
Faktor resiko Infeksi Helicobacter pylori
yang mungkin Artritis rheumatoid (perpanjangan dari disabilitas)
Konsumsi alcohol
Faktor resiko
Merokok
yang diragukan
Kombinasi faktor resiko yang aditif

Daftar pada tabel 4 merupakan faktor resiko untuk tukak yang


disebabkan oleh AINS dan berhubungan dengan komplikasi gangguan
saluran pencernaan. Kombinasi dari beberapa faktor dikhawatirkan akan
resiko aditif. Resiko dari komplikasi AINS meningkatkan sebanyak
kelipatan pasien dengan riwayat sebelumnya sebagai penderita tukak atau
tukak yang berhubungan dengan komplikasi. Lanjut usia adalah faktor
resiko tersendiri dan meningkatkan hubungan dengan umur pasien.
Kejadian tertinggi dari tukak lambung pada individu yang lebih tua
mungkin dapat dijelaskan bahwa umur berhubungan dengan perubahan
pertahanan mukosa lambung. Resiko dari dampak obat AINS yaitu tukak
dan berbagai komplikasinya berhubungan dengan dosis, namun dapat
terjadi dengan dosis rendah dari obat AINS tanpa resep atau dosis rendah
kardioprotektif dari aspirin (81 sampai 325 mg/hari). Peristiwa buruk
lambung-usus yang merugikan dapat terjadi kapanpun, selama
pengobatan. Penggunaan dosis rendah aspirin dalam kombinasi dengan

10
obat AINS lain meningkatkan resiko komplikasi lambung-usus tertinggi
menjadi semakin parah daripada penggunaan obat lain tunggal.
Hubungan obat AINS dengan dyspepsia belum terbukti oleh
pengobatan yang dianjurkan sebagai tukak atau komplikasi tukak, tapi
dyspepsia tidak berhubungan secara langsung dengan luka pada mukosa
atau kejadian klinis. Kortikosteroid, ketikan digunakan sendiri tidak
meningkatkan resiko tukak atau komplikasi, namun resiko tukak
meningkat dua kali lipat pada pengguna kortikosteroid yang juga
menggunakan obat AINS secara bersama. Resiko pendarahan lambung-
usus menandai peningkatan ketika obat AINS digunakan bersama dengan
antikoagulan, dan dapat meningkat dengan penggunaan bersama inhibitor
reuptake serotonin. Apakah infeksi H.pylori adalah faktor resiko dari obat
AINS yang menginduksi tukak, hal ini masih diperdebatkan.
Bagaimanapun H.pylori dan efek obat AINS sendiri dapat meningkatkan
resiko tukak dan tukak yang berhubungan dengan pendarahan dan
tampaknya memiliki efek tambahan. Kejadian tukak lambung diketahui
lebih tinggi pada pengguna obat AINS yang positif terinfeksi H.pylori
dengan dua faktor yang dikombinasi. Adanya sedikit bukti untuk
mendukung perbedaan penting secara klinis mengenai frekuensi tukak dan
komplikasi lambung-usus parah diantara sebagian besar tersedia
nonaspirin, obat AINS non selektif (lihat tabel 3) ketika digunakan dosis
setara yang poten sebagai antiinflamasi. Bagaimanapun, salisilat non-
asetilasi (seperti salisilat) dan sebagian obat AINS selektif (etodolak,
nebumaton, meloksikam, diklofenak, dan celexocib) dapat berhubungan
dengan penurunan kejadian dari toksisitas lambung-usus. Obat-obat AINS
yang secara selektif menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2)
menurunkan kejadian tukak lambung-usus dan yang berhubungan dengan
komplikasi lambung-usus ketika dibandingkan dengan obat-obat AINS
non-selektif. Penggunaan dari pelindung atau aspirin yang dibuat lapis
tipis tidak menambah perlindungan terhadap tukak ataupun komplikasi
lambung-usus.

11
3. Perokok
Bukti epidemiologis menghubungkan merokok dengan penyakit tukak
lambung, namun hal ini belum pasti apakah merokok menyebabkan tukak
lambung. Resiko sebanding dengan jumlah rokok yang dipakai dan masih
wajar jika kurang dari 10 rokok dipakai per hari. Jumlah kematian tertinggi
antara pasien adalah pada yang merokok dibandingkan pasien tidak
merokok. Meskipun begitu hal ini belum diketahui apakah peningkatan
gambaran kematian akibat penyakit tukak lambung atau penyakit jantung
dan paru akibat merokok. Mekanisme tepatnya yang mana kontribusi
rokok terhadap penyakit tukak lambung masih belum jelas. Mekanisme
yang mungkin termasuk penundaan pengosongan lambung oleh material
padat dan cair, menghambat sekresi bikarbonat pankreatik, menambah
keasaman bulbus duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat
relaksasi sfringer pylorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak, dan
reduksi dalam produksi prostaglandin mukosal. Merokok meningkatkan
pengeluaran asam lambung, namun efek ini tidak tetap. Apakah nikotin
atau komponen lain dari rokok memberikan respon terhadap perubahan
psikologisnya masih belum diketahui. Asap rokok dapat menyediakan
lingkungan hidup untuk infeksi H.pylori.

4. Tekanan psikologis
Pentingnya tidaknya pengaruh faktor psikologis seseorang (stres)
terhadap kondisi ulkus peptikum masih kontroversial. Pengamatan klinis
menunjukan adanya hubungan berbanding lurus antara kondisi ulkus dan
kondisi stres psikologis seorang pasien, namun studi terkontrol
memberikan hasil yang bertentangan dan gagal untuk mendokumentasikan
hubungan sebab akibatnya. Ada kemungkinan bahwa stres akan memicu
seseorang untuk melakukan hal-hal yang mencetuskan faktor resiko ulkus
seperti merokok atau konsumsi alkohol dan kemungkinan meningkatkan
penggunaan AINS, atau mengubah respon proses peradangan atau
resistansi pada infeksi H.pylori. Peranan stress dan bagaimana efeknya

12
terhadap penyakit tukak lambung sangatlah rumit dan kemungkinan
berasal dari banyak faktor.

5. Faktor diet
Peranan diet dan nutrisi dalam penyakit tukak lambung tidak pasti, namun
dapat menjelaskan keragaman regional. Kopi, teh, minuman bersoda,
minuman beralkohol, susu, dan makanan pedas dapat menyebabkan
dyspepsia, namun tidak meningkatkan resiko penyakit tukak lambung.
Minuman terlarang dan diet makanan lunak tidak mengubah frekuensi
kambuhnya tukak. Walaupun kafein menstimulasi asam lambung, unsur
pokok dalam kopi atau teh non-kafein, minuman bersoda bebas kafein,
minuman beralkohol, dan minuman anggur juga meningkatkan
pengeluaran asam lambung. Dalam konsentrasi tinggi, proses pencernaan
alkohol berhubungan dengan kerusakan mukosa lambung akut dan
pendarahan lambung-usus parah. Bagaimanapun, adanya ketidakcukupan
bukti untuk memperkuat bahwa alkohol menyebabkan tukak.

6. Penyakit terkait tukak lambung


Terdapat bukti epidemiologis yang menghubungkan tukak usus dengan
penyakit kronis tertentu, namun mekanisme patofisiologis dari hubungan
ini belum jelas. Keterkaitan kuat yang ada adalah dengan mastositosis,
beberapa endokrin neoplasia tipe 1, penyakit paru kronik, gagal ginjal
kronik, batu ginjal, sisrosis hati, dan defisiensi antitrypsin. Adanya
keterkaitan juga dengan fibrosis alami, radang pankreas kronik, penyakit
Crohns, penyakit arteri coroner, polisitemia vera, dan hiperparatiroidisme.
Menurut Robins dan kumar (1995), faktor yang berhubungan dengan tukak
lambung adalah sebagai berikut:
1. Faktor lingkungan
a. Perokok
b. Pemakaian aspirin berlebihan
c. Peminuman alkohol
2. Penyakit penyerta
a. Gastritis anthral (ulkus duodeni dalam 20%)
b. Bronkhitis kronis dan emfisema
3. Dasar patolfisiologi
a. Rendahnya pertahanan mukosa mungkin dapat berpengaruh
b. Kelebihan asam dan pepsin

13
2.4KLASIFIKASI
Menurut dipiro (2008), tukak lambung diklasifikasikan menjadi:
a. Tukak lambung akut
Tukak lambung akut dapat disebabkan stress yang berhubungan dengan
kerusakan mukosa.
b. Tukak lambung kronis
Tukak lambung kronis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri Helicbacter
pylori dan penggunaan obat AINS.

Menurut Robin dkk (1995), tukak lambung diklasifikasikan menjadi:


a. Tukak lambung jinak
Tukak jinak mempunyai dasar tukak yang halus dan bersih dengan batas-
batas yang jelas.

b. Tukak lambung ganas


Tukak ganas mempunyai dasar tukak yang nekrotik dan tidak beraturan
serta dikelilingi oleh massa tumor.

Klasifikasi tukak lambung berdasarkan penyebabnya terdiri dari


tukak dengan infeksi Helicobacter pylori, tukak yang diinduksi NSAID
dan Tukak akibat Stres/SRMD (Stress-Related Mucosal Damage)

Gambar 2.2 Perbedaan Tukak Peptik

Klasifikasi tukak lambung juga dapat dibedakan berdasarkan tempat


terjadinya yaitu tipe 1 terletak pada kurvatura minor atau proximal
insisura, dekat dengan junction mukosa onsitik dan antral. Tipe 2 lokasi
yang sama dengan tipe 1 tetapi berhubungan dengan tukak duodenum.
Tipe 3 terletak pada 2 cm dari pilorus. Tipe 4 terletak pada proksimal
abdomen atau pada kardia.

14
Gambar 2.3 Tukak Lambung

2.5PATOGENESIS
Secara garis besar tukak peptik akan terjadi apabila faktor agresif dari
asam klorida dan pepsin tidak dapat diimbangi oleh faktor defensif dari
lapisan mukosa, sehingga akan timbul luka-luka mikro pada permukaan
saluran cerna yang akan mengakibatkan peradangan dan menjadi tukak.
Faktor agresif tebagi menjadi faktor endogen (HCl, pepsin) dan faktor agresif
eksogen (obatobatan, alkohol, infeksi). Faktor defensif meliputi mukus
bikarbonat dan prostaglandin. Keadaan dan lingkungan individu juga
memberikan kontribusi dalam terjadinya tukak yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan sekresi asam lambung atau melemahnya barier
mukosa.
Tukak lambung dapat disebabkan oleh sekresi asam lambung dan
pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau berkurangnya
kemampuan sawar mukosa gastroduodenalis untuk berlindung dari sifat
pencernaan dari kompleks asam-pepsin (Guyton dan Hall, 2007).
Secara normal sawar begitu resisten terhadap difusi ion hidrogen,
bahkan ion hidrogen berkonsentrasi tinggi dari cairan lambung, rata-rata
sekitar 100.000 kali konsentrasi ion hidrogen dalam plasma, jarang berdifusi
bahkan melalui lapisan epitel yang paling tipis dalam epitel lambung sendiri.
Jika epitel lambung rusak, ion hidrogen kemudian akan berdifusi ke dalam
epitel lambung, mengakibatkan kerusakan tambahan dan menimbulkan suatu

15
lingkaran setan kerusakan dan atrofi progresif mukosa lambung. Peristiwa ini
juga mengakibatkan mukosa lambung rentan terhadap pencernaan peptida,
sehingga terbentuk ulkus yang lebih hebat (Guyton dan Hall, 2007).
Insiden tukak peptik yang jauh lebih rendah pada wanita tampaknya
menunjukkan pengaruh kelamin. Telah diduga bahwa obat-obatan tertentu
seperti aspirin, alkohol, indometasin, fenil butazon dan kortikosteroid
mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan menimbulkan
tukak. Obat lain, seperti kafein akan meningkatkan pembentukan asam. Stres
emosi dapat juga memegang peranan dalam patogenesis tukak peptik, dengan
meningkatkan pembentukan asam sebagai akibat perangsangan vagus
(Wilson dan Price, 2005).
Faktor herediter, pada tukak peptiklebih sering terjadi 23 kali dari
keluarganya yang mendapat tukak peptik dibanding dari populasi normal.
Pada golongan darah O didapatkan 34% lebih sering dari golongan darah
lainnya dan tukak peptiknya lebih sering di duodenum (Kurniati, 2004).
Fungsi Sphincter pilorus yang abnormal mengakibatkan refluks
empedu dan dianggap merupakan mekanisme patogenetik timbulnya tukak
lambung. Empedu mengganggu sawar mukosa lambung, menyebabkan
gastritis dan peningkatan kepekaan terhadap pembentukan tukak (Wilson dan
Price, 2005).
Selain itu, adanya infeksi H. pylori dapat menghancurkan sawar
mukosa gastroduodenale sehingga terjadi difusi balik asam-pepsin lewat
mukosa yang terluka dan berkembang menjadi ulkus (Guyton dan Hall,
2007).

16
Gambar 2.4 Patogenesis Infeksi H.pylori

Sawar mukosa lambung

Lapisan ini memberikan perlindungn terhadap trauma mekanis dan


agrn kimia obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), termasuk aspirin,
menyebabkan perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat
mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin
terdapat dalam jumlah berlebihan dalam mukus gastrik dan tampaknya
berperan penting dalam pertahanan mukosa lambung.

Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan


duodenum. Walaupun sifat sebenarnya dari sawar ini ini tidak diketahui,
namun agaknya melibatkan peran lapisan mukus, lumen sel epitel toraks,
dan persambungan yang erat pada aspek sel-sel ini. Dalam keadaan
normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi balik ion Hidrogen
dari lumen kedalam darah, walaupun terdapat selisih konsentrasi yang
besar (PH asam lambung 1,0 versus PH darah 7,4).

Destruksi sawar mukosa lambung

17
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak
mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga
memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan
jaringan terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang
sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas
kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar
protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan
terjadinya hemoragi intertisial dan pendarahan. Sawar mukosa tidak
dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropin, tetapi difusi balik
dihambat oleh gastrin.

Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan faktor


penting dalam patogenesis ulkus peptikum. Telah diketahui bahwa mukosa
antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibandingkan dengan fundus
yang menjelaskan mengenai ulkus peptikum yang sering terletak di
antrum. Selain itu, kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada
penderita ulkus peptikum diduga di sebabkan oleh meningkatnya difusi
balik, dan bukan disebabkan oleh produksi yang berkurang. Mekanisme
patogenesis mungkin juga penting pada penderita gastritis hemoragik akut
yang disebabkan oleh aspirin, alkohol, dan sters berat.

Selain untuk sawar dan epitel, daya tahan jaringan jugabergantung


pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel epitel. Kegagalan
mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum.

18
Gambar 2.5 Mekanisme Kerja NSAID

Gambar 2.6 Mekanisme Kerja NSAID selektif dan Nonselektif

19
Gambar 2.7 Mekanisme Tukak Stres (SRMD)

2.6 GEJALA KLINIS

Menurut Sukandar (2008), gejala klinis pada penderita tukak lambung


adalah sebagai berikut.
1. Mengalami kesakitan pada malam hari sehingga membangunkan dari
tidur, terjadi antara jam 12 malam dan jam 3 malam.
2. Kesakitan berlangsung selama 1 hingga 3 jam setelah makan dan
biasanya rasa sakit akan berkurang dengan makan.
3. Sering mendapatkan sindrom dispeptik seperti rasa panas dalam perut
dan perut gembung. Mual, muntah, anoreksia dan turun berat badan.
4. Beberapa penyakit yang ditimbulkan adalah dari pasien ke pasien dan
beberapa dari penyakit pasien tersebut adalah penyakit musiman
biasanya terjadi pada musim semi dan hujan.
5. Komplikasi dari penyakit ulcer disebabkan oleh H.pylori dan NSAID
termasuk pendarahan saluran cerna atas, perforasi ke dalam peritoneal,
penetrasi ke dalam bagian dalam tubuh seperti pankreas dan hati.

Menurut Tjay dan Kirana (2007), gejala awal tukak lambung dapat berupa
rasa terbakar dan perih di lambung selama 15-60 menit setelah makan,
adakalanya memancar ke punggung.

20
Menurut (Wilson dan Price, 2005), gejala tukak lambung yang muncul
diantaranya adalah yeri epigastrum intermiten kronis biasanya timbul 2-3 jam
setelah makan atau pada saat perut kosong, mual, muntah, anoreksia,
penurunan berat badan, pendarahan, eksaserbasi dan remisi (paling khas pada
ulkus peptikum).

Faktor yang berhubungan dengan ulkus peptikum:


a. Faktor lingkungan : perokok, pemakai aspirin berlebihan, peminum
alkohol.
b. Penyakit penyerta: bronkitis kronis dan empisema, gastritis anthral.
c. Dasar patofisiologi: rendahnya pertahanan mukosa, asam pepsin dapat
normal sampai rendah tapi adanya di perlukan. (Robins dkk, 1995)
2.7 DIAGNOSA

Rasa sakit epigastrik meliputi daerah dari bawah tulang dada hingga
daerah sekitar pusar, jarang melebar ke bagian belakang tubuh (Sukandar,
2008).

Dua metode utama untuk diagnosis adalah pemeriksaan barium dan


endoskopi (McGuigan, 2000). Pemeriksaan barium dengan menggunakan
barium sulfat dalam cairan atau suspensi yang ditelan. Mekanisme menelan
dapat secara langsung dilihat dengan fluoroskopi, atau gambaran sinar-X
dapat direkam dengan menggunakan teknik pengambilan gambar bergerak
(sinematografi) (Wilson dan Price, 2005).

Diagnosis tukak lambung biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium


radiogram. Bila radiografi tidak berhasil namun masih tetap menimbulkan
gejala, maka ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan endoskopi. (Wilson
dan Price, 2005)

Tukak lambung biasanya dikenali dengan pemeriksaan barium dengan


ketepatan kira-kira 80%. Tukak lambung yang berhubungan dengan NSAID
sering kali lebih superficial dan kurang sering dikenali secara radiografik.
Baik tukak lambung yang jinak maupun yang ganas lebih sering pada
kurvatura minor dari pada kurvatura mayor. Radiasi lipatan mukosa lambung

21
dari pinggiran kawah tukak memberi kesan lebih jinak. Tukak lambung yang
besar, yaitu yang berdiameter lebih besar dari 3 cm lebih sering ganas dari
pada yang lebih kecil. Tukak dalam suatu massa seperti ditentukan secara
radiogenik juga memberi kesan keganasan. Kira-kira 4% tukak lambung yang
tampaknya jinak secara radiologik terbukti ganas (dengan biopsi endoskopik
atau pada operasi) (McGuigan, 2000).

Upaya penegakan diagnosis tukak lambung yang lain adalah dengan


pemeriksaan H. pylori sebagai penyebab utama seharusnya diperiksa sebelum
memberikan pengobatan. Pemeriksaan H. pylori dapat dilakukan secara
invasif atau non invasif. Cara invasif dengan endoskopi sekaligus dilakukan
biopsi mukosa pada lambung atau duodenum, pemeriksaan histopatologis
(golden standard) dengan pewarnaan Warthin-Starry, Hematoxylin Eosin
(HE), Giemsa (jaringan difiksasi dalam larutan formalin10% atau dengan
larutan Carnoy). Cara non invasif dengan urea breath test yang memiliki
sensitivitas 90-95% dan spesifitas 98-99%, tes serologis dengan kits untuk
mengukur antibodi IgA, dan tes deteksi DNA sebagai teknik biologi molekuler
(Fauzi dan Rani, 2006).

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan rasa sakit epigastrik meliputi daerah
dari bawah tulang dada hingga daerah sekitar pusar, jarang melebar ke
bagian belakang tubuh.

Tes laboratorium
o Tes laboratorium yang rutin tidak menolong menegakkan
diagnosis ulkus tanpa komplikasi. Hematokrit, hemoglobin dan
Hemoccult test (tes untuk mendeteksi darah pada tinja)
digunakan untuk mendeteksi perdarahan. Hematokrit dan
hemoglobin yang rendah dengan perdarahan, dan tes tinja
Hemoccult positif.
o Diagnosis dari H.pylori dapat dengan menggunakan tes invasif
dan non invasif. Tes invasif dengan melakukan endoskopi dan

22
biopsi mukosa atas lambung untuk histologi, kultur bakteri dan
mendeteksi aktivitas urease. Endoskopi
(esophagogastroduodenoscopy) mendeteksi lebih dari 90% dari
tukak lambung dan memungkinkan pemeriksaan langsung,
biopsi, visualisasi erosi dangkal, dan situs perdarahan aktif. Tes
noninvasif meliputi uji pernafasan urea dan tes deteksi antibodi.
Uji pernafasan urea berdasarkan produksi urease oleh H.pylori.
Deteksi antibodi berguna untuk mendeteksi IgG yang mengatasi
H.pylori, tetapi tes tidak biasa dilakukan untuk mengetahui
teratasinya H.pylori, karena titer antibodi memerlukan waktu
0,5-1 tahun untuk kembali ke kisaran tidak terinfeksi. Tes
deteksi antibodi adalah awal dari tes skrinning karena prosesnya
cepat, tidak mahal dan kurang invasif dibandingkan tes biopsi
endoskopi.
o Diagnosis ulkus tergantung dari visualisasi dari lubang tukak
melalui radiografi saluran cerna atas. Teknik kontras tunggal
barium rutin mendeteksi 30% dari tukak lambung yang hilang;
optimasi radiografi kontras ganda mendeteksi 60% sampai 80%
dari tukak. Radiografi lebih dipilih sebagai prosedur diagnosis
awal pada pasien yang dicurigai menderita tukak tanpa
komplikasi. Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi,
maka keganasan harus dipastikan dengan visualisasi
endoskopik langsung dan histologi.
o Studi sekretorik asam lambung
o Puasa pada konsentrasi serum gastrin hanya direkomendasikan
untuk pasien yang tidak responsif terhadap terapi, atau bagi
mereka yang hipersekresi
o Pengujian Helicobacter pylori
Tabel 2.2 Tes Deteksi Helicobekter pylori
Tes Deskripsi Keterangan
Tes Endoskopi
Histologi pemeriksaan mikrobiologi Emas standar; 95% sensitif dan spesifik;
menggunakan berbagai memungkinkan klasifikasi gastritis;

23
noda hasilnya tidak langsung; tidak
dianjurkan untuk diagnosis awal; tes
untuk infeksi HP aktif; antibiotik,
Budaya Budaya biopsi
bismuth, dan PPI dapat menyebabkan
hasil negatif palsu.

Memungkinkan sensitivitas pengujian


untuk menentukan pengobatan yang
tepat atau resistensi antibiotik; 100%
tertentu; hasilnya tidak langsung; tidak

Biopsi dianjurkan untuk diagnosis awal, tetapi

(cepat) dapat digunakan setelah kegagalan


HP urease menghasilkan
urease pengobatan lini kedua; tes untuk infeksi
amonia, yang
HP aktif; antibiotik, bismuth, dan PPI
menyebabkan perubahan
dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
warna

Ujian pilihan di endoskopi; > 90%


sensitif dan spesifik; mudah dilakukan
hasil yang cepat (biasanya dalam waktu
24 jam); tes untuk infeksi HP aktif;
antibiotik, bismuth, dan PPI dapat
menyebabkan hasil negatif palsu, tes
dapat menghasilkan false-negatif pada
perdarahan ulkus aktif; tersedia sebagai
tes gel, tes kertas, dan tablet.
Tes Non Endoskopi
Deteksi Mendeteksi antibodi untuk Kuantitatif; kurang sensitif dan spesifik
antibodi HP dalam serum, di U.S, dibandingkan tes endoskopi; lebih
(laboratorium hanya persetujuan FDA akurat daripada di-kantor atau tes dekat-
-based) anti-HP antibodi IgG pasien; tidak dapat menentukan apakah
harus digunakan. antibodi yang berhubungan dengan
infeksi aktif atau disembuhkan; titer

24
antibodi sangat bervariasi antar individu
dan mengambil 6 bulan sampai 1 tahun
untuk kembali ke kisaran yang tidak
terinfeksi; tidak terpengaruh oleh PPI
atau bismut; antibiotik diberikan untuk
indikasi yang tidak terkait dapat
Deteksi Mendeteksi antibodi IgG menyembuhkan infeksi tetapi tes
antibodi untuk HP di seluruh darah antibodi akan tetap positif.
(dapat atau fingerstick.
Kualitatif; cepat (dalam waktu 15
dilakukan di menit); tidak dapat menentukan apakah
kantor atau antibodi yang berhubungan dengan
dekat pasien) infeksi aktif atau disembuhkan;
kebanyakan pasien tetap seropositif
HP urease memecah selama minimal 6 bulan ke posting 1
tes napas tertelan berlabel C-urea, tahun HP pemberantasan; tidak

urea mengembuskan napas terpengaruh oleh PPI, bismuth, atau


pasien diberi label CO2. antibiotik.

Tes untuk infeksi HP aktif; 95% sensitif


dan spesifik; Hasil memakan waktu
sekitar 2 hari; antibiotik, bismuth, PPI,
dan H2RAs dapat menyebabkan hasil
Mengidentifikasi antigen
Antigen tinja negatif palsu; menahan PPI dan H2RAs
HP di bangku, yang
(1 sampai 2 minggu) dan bismuth atau
mengarah ke perubahan
antibiotik (2 sampai 4 minggu) sebelum
warna yang dapat
pengujian; dapat digunakan perawatan
dideteksi secara visual
pasca mengkonfirmasi pemberantasan.
atau dengan
spektrofotometer Tes untuk infeksi HP aktif; sensitivitas
dan spesifisitas dibandingkan dengan tes
napas urea bila digunakan untuk
diagnosis awal; antibiotik, bismuth, dan

25
PPI dapat menyebabkan hasil negatif
palsu, tetapi pada tingkat lebih rendah
daripada dengan tes napas urea; dapat
digunakan pasca-perawatan untuk
mengkonfirmasi pemberantasan

2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi penyakit yang ditimbulkan dari tukak lambung disebabkan


oleh helicobacter pylori dan NSAID adalah terjadinya pendarahan saluran
cerna atas, perforasi kedalam peritoneal, dan penetrasi kedalam bagian dalam
tubuh seperti pankreas dan hati (Sukandar, 2008).

1. Pendarahan

Pendarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala


yang berkaitan dengan pendarahan ulkus bergantung pada kecepatan
kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronis dapat
menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi.

2. Perforasi

Penyebab utama perforasi diperkirakan disebabkan oleh berlebihnya


sekresi asam dan seringkali terjadi akibat menelan obat antiinflamasi
nonsteroid, yang dapat mengurangi jumlah sel adenosin posfat (ATP),
menyebabkan rentan terhadap stress oksidan. Perbaikan sel yang tertunda
ini menyebabkan terjadinya perforasi.

3. Obstruksi

Obstruksi saluran keluar lambung akibat peradangan dan edema,


pilorospasme, atau jaringan parut terjadi pada 5% ulkus peptik. Gejala-

26
gejala yang sering timbul adalah anoreksia, mual, dan kembung setelah
makan serta sering terjadi penurunan berat badan. Bila obstruksi
bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah.

4. Intraktabilitas

Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering terjadi adalah


intrakrabilitas, yang berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi
gejala secara memadai, sehingga penyakit ini sering timbul.

Penderita mengalami gangguan tidur akibat nyeri, kehilangan waktu


bekerja, sering perlu perawatan di rumah sakit, atau hanya tidak mampu
mengikuti cara pengobatan.

2.9 TERAPI

Sasaran terapi adalah menghilangkan efek nyeri tukak, mengobatitukak,


mencegah kekambuhan, dan mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan
tukak. Pada penderita dengan H.Pylori positif tujuan terapi adalah mengatasi
mikroba dan menyembuhkan penyakit dengan obat yang efektif secara
ekonomi.
Terapi dibedakan menjadi terapi non-farmakologi dan terapi
farmakologi:
a. Terapi non farmakologi
Berikut merupakan beberapa terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan
pada penderita tukak lambung:
1. Pasien dengan tukak harus mengurangi stress dan merokok
2. Pasien yang mengalami tukak lambung yang dikarenakan penggunaan
obat-obatan NSAID harus segera mengurangi ataupun menghentikan
penggunannya.
3. Pasien harus menghindari makanan dan minuman yang dapat
menyebabkan penyakit tukak.
4. Istirahat

27
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila
kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap.
Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun
mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jumlah
istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress, dan penggunaan
analgetik. Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan
asam lambung dan penyakit tukak (Tarigan, 2001).

b. Terapi farmakologi
Berikut merupakan terapi farmakologi yang dapat digunakan pada
penderita tukak lambung yakni menggunakan obat-obatan:

1. Antasida
Mekanisme kerja: Pada saat ini antasida digunakan untuk
menghilangkan keluhan rasa sakit dan obat dispepsia. Mekanisme
kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang
mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan
alumunium menyebabkan konstipasi dan kombinasi keduanya saling
menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi
(Tarigan, 2001).
Sediaaan antasida yang digunakan biasanya mengandung garam-
garam yaitu alumunium dan atau magnesium, natrium bikarbonat,
bismut dan kalsium (Sukandar, dkk, 2008).

2. Antagonis reseptor H2
Empat antagonis H2 yang beredar di USA adalah simetidin,
ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Kerja antagonis reseptor H2 yang
paling penting adalah mengurangi sekresi asam lambung. Obat ini
menghambat sekresi asam yang dirangsang histamin, gastrin, obat-
obat kolinomimetik dan rangsangan vagal. Volume sekresi asam
lambung dan konsentrasi pepsin juga berkurang (Katzung, 2002).
Mekanisme kerjanya memblokir histamin pada reseptor H2 sel
pariental sehingga sel pariental tidak terangsang mengeluarkan asam
lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel (Tarigan, 2001). Simetidin,

28
ranitidin dan famotidin kecil pengaruhnya terhadap fungsi otot polos
lambung dan tekanan sfingter esofagusyang lebih bawah. Sementara
terdapat perbedaan potensi yang sangat jelas diantara efikasinya
dibandingkan obat lainnya dalam mengurangi sekresi asam. Nizatidin
memacu aktifitas kontraksi asam lambung, sehingga memperpendek
waktu pengosongan lambung (Katzung, 2002).
Efek samping sangat kecil antara lain agranulasitosis,
ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut, dan gangguan
fungsi ginjal dijumpai terutama pada pemberian simetidin. Simetidin
sebaiknya jangan diberikan bersama warfarin, teofilin, siklokarpon,
dan diazepam (Tarigan, 2001). Efek samping sangat kecil antara lain
agranulasitosis, ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut,
dan gangguan fungsi ginjal dijumpai terutama pada pemberian
simetidin. Simetidin sebaiknya jangan diberikan bersama warfarin,
teofilin, siklokarpon, dan diazepam (Tarigan, 2001).

3. Antimuskarinik yang selektif

Pirenzepin adalah suatu obat antimuskarinik yang selektif yang


telah digunakan utuk mengobati tukak lambung dan deodenum.
Pengobatan ini hati-hati untuk penderita ginjal, hati atau pencandu
alkohol. Pemberian bersamaan obat antinflamasi non steroid
(menimbulkan toksisitas yang fatal) tidak disarankan (Sukandar, dkk,
2008).

4. Kelator dan senyawa kompleks

Trikalium disitratobismutat adalah suatu khelat bismut yang efektif


dalam penyembuhan tukak lambung dan doudenum tetapi tidak
digunakan sendirian untuk pemeliharaan remisi. Senyawa ini berkerja
melalui efek toksik langsung pada H.pylori lambung atau dengan
merangsang sekresi prostaglandin atau bikarbonat mukosa (Sukandar,
2008).

29
Sukralfat adalah obat lain untuk tukak lambung doudenum,
kerjanya melindungi mukosa dari serangan pepsin asam. Senyawa ini
merupakan kompleks aluminium hidrosida dan sukrosa sulfat dengan
sifat antasida minimal (Sukandar, 2008).

5. Analog prostaglandin

Mekanisme kerjanya mengurangi sekresi asam lambung


menambah sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran
darah mukosa. Efek samping yang sering dilaporkan diare dengan atau
tanpa nyeri dan kram abdomen. Misoprostol dapat menyebabkan
eksaserbasi klinis (kondisi penyakit yang bertambah parah) pada
pasien yang menderita penyakit radang usus, sehingga pemakaiannya
harus dihindari pada pasien ini (Tarigan, 2001).

Misoprostol dikontraindikasikan selama kehamilan, karena dapat


menyebabkan aborsi akibat terjadinya peningkatan kontraktilitas
uterus. Sekarang ini misoprostol telah disetujui penggunaanya oleh
United States Food and Drug Administration (FDA) untuk pencegahan
luka mukosa akibat NSAID (Pasricha dan Hoogerwefh, 2008).

6. Penghambat pompa proton

Penghambat pompa proton, yaitu omeprazole, lansoprazole, dan


pantoprazole, menghambat asam lambung dengan cara menghambat
system enzim adenosine trifosfat hidrogen-kalium (pompa proton)
dari sel parietal lambung. Obat-obat senyawa tersebut merupakan ibat
pilihan bagi esophagitis erosif, derajat yang lebih ringan biasanya
memberikan respons terhadap perubahan gaya hidup, antagonis
reseptor H2, antasida, atau stimulant motilitas. Penghambat pompa
proton merupakan pengobatan jagka pendek yang efektif untuk tukak
lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan dalam kombinasi
dengan antibiotik untuk eradikasi H.pylori. Omeprazole efektif dalam
pengobatan ZES (Sukandar, dkk, 2008).

30
Gambar 2.9 Mekanisme PPI

2.10 PANDUAN TERAPI

Pentingnya panduan terapi untuk pengobatan tukak lambung menentukan


keberhasilan kesembuhan pasien. Berikut merupakan panduan terapi untuk
pengobatan tukak lambung yang diambil dari beberapa pustaka.

Tabel 5. Panduan terapi untuk tukak lambung


Kapan
Jenis Deskripsi Terapi
digunakan
mengurangi stress, merokok,
Perubahan
menghindari makanan Gaya hidup segera dilakukan
gaya hidup
pedas, kafein, alkohol
Antasida Apabila muncul gejala tukak Antasida terapi pertama
H2RA atau Gejala tukak tetap ada
H2RA atau PPI terapi kedua
PPI
1. hentikan NSAID/
Penggunaan mengurangi dosis/
- segera dilakukan
NSAID mengganti dengan
asetamenofen
2. mengehentikan NSAID
dan gejala tetap ada H2RA atau PPI terapi kedua

3.Tetap menggunakan Terapi dengan Terapi Lanjutan


NSAID dan gejala tetap ada PPI dilanjutkan
koterapi PPI

31
atau
Misoprostol
atau mengganti
dengan
asetamenofen
PPI (exp.
Tes Omeprazol) + terapi pertama
1. regimen 3 obat
H.pylori klritromisin+ untuk HP positif)
Amoxilin
PPI (exp.
Omeprazol) +
terapi kedua
2. regimen 4 obat bismut +
untuk HP positif
metronidazole+
tetrasiklin

Terapi tukak lambung kronis bervariasi tergantung etiologi dari tukak


(H.pylori, atau obat AINS), apakah tukak baru atau kambuhan, dan apakah
terjadi komplikasi atau tidak (lihat gambar 3). Pengobatan keseluruhan
bertujuan untuk menghilangkan nyeri tukak, menyembuhkan tukak,
mengurangi kambuhnya tukak, dan mereduksi tukak-berhubungan dengan
komplikasi. Tujuan terapi pada pasien positif H.pylori dengan tukak aktif,
yang sebelumnya dilaporkan menderita tukak, atai dengan riwayat tukak-
berhubungan dengan komplikasi, adalah dengan eradikasi H.pylori,
penyembuhan tukak, dan penyembuhan penyakit. Keberhasilan eradikasi
menyembuhakan tukak dan reduksi dan resiko kekambuhan kurang dari 10%
dalam setahun. Tujuan terapi pada pasien dengan pengguna obat AINS-
terindikasi tukak adalah dengan menyembuhkan tukak secepat mungkin.
Pasien yang beresiko tinggi dengan berkembangnya tukak lambung dapat
menerima koterapi pencegahan atau digantikan dengan inhibitor COX-2 (jika
tersedia) untuk mereduksi resiko tukak dan berhubungan dengan
komplikasinya. Jika mungkin, regimen obat yang paling ekonomis-efektif
dapat juga digunakan.

32
Gambar 3. Alogaritma. Panduan untuk evaluasi dan pengendalian pasien
dengan dyspeptic atau seperti gejala tukak.

Terapi yang diginakan menggunakan kombinasi antibiotik yang


dikombinasi dengan proton pump inhibitor (PPI) dan histamine-2 receptor
antagonist (H2RA). Antibiotik berguna untuk eradikasi H. pylori karena
penyebab utama tukak peptik adalah H. pylori. Penggunaan PPI dan H2RA
untuk mengurangi sekresi asam lambung yang berlebihan pada tukak peptik
(Akil, 2001).
Pilihan pertama untuk terapi adalah menggunakan proton pump inhibitor
sebagai dasar terapi 3 obat selama minimal 7 hari, tetapi lebih dianjurkan
selama 10 sampai 14 hari. Terapi menggunakan PPI dan H2RA
direkomendasikan pada pasien yang memiliki resiko tinggi komplikasi tukak,
pasien yang gagal dalam eradikasi H. pylori (Dipiro et al, 2008).
Bismuth sebagai dasar terapi 4 obat merupakan pilihan pertama untuk
terapi eradikasi H. pylori. Eradikasi dilakukan selama 14 hari, jika lama terapi
ini sampai 1 bulan tidak akan efektif untuk eradikasi H. pylori. Meskipun
terapi ini digunakan sebagai pilihan pertama, tetapi terapi ini juga dapat

33
digunakan untuk terapi pilihan kedua, ketika kegagalan terapi menggunakan
PPI sebagai dasar 3 obat (Dipiro et al, 2008).
Berkurangnya nyeri epigastrik harus dimonitor dengan seksama yang
merupakan bagian terapi pada pasien dengan infeksi H. pylori atau NSAID
induced ulcers. Umumnya nyeri tukak berkurang dalam beberapa hari ketika
NSAID tidak digunakan dan dengan 7 hari inisiasi terapi anti tukak (Dipiro et
al, 2008).
Pengguna NSAID jangka panjang memiliki 2% sampai 4% risiko
berkembangnya ulser simtomatik, perdarahan GI atau bahkan perforasi.
NSAID dihentikan sama sekali dan atau diganti dengan inhibitor COX-2
selektif. Meskipun terus menggunakan NSAID, penyembuhan dapat
dilakukan dengan menggunakan obat-obat pensupresi asam, biasanya dengan
dosis yang lebih tinggi dan durasi yang jauh lebih lama (8 minggu). PPI
mempunyai efek yang lebih baik daripada H2RA dan misoprostol dalam
mendorong tukak aktif, juga mencegah kekambuhan tukak (Dipiro et al,
2008).

Tabel 6. Regimen terapi H.pylori

Tabel 7. Regimen terapi untuk pengobatan tukak lambung

34
2.11 TERAPI PADA KONDISI KHUSUS
a. Terapi pada kondisi ibu hamil dan laktasi

Kehamilan dan laktasi pada wanita hamil sering kali dihinggapi


gangguan refluks dan rasa terbakar asam, antasida dengan
aluminiumhidroksida dan magnesium hidroksida boleh diberikan selama
kehamilan dan laktasi (menyusui).
Senyawa magnesium dan aluminium dengan sifat netralisasi baik
tanpa di serap usus merupakan pilihan pertama karena, garam magnesium
bersifat mencahar, maka biasanya dikombinasi dengan senyawa
aluminium (kalsium karbonat) yang justru bersifat obstipasi (dalam
perbandingan 1:5). Senyawa molukuler dari Mg dan Al adalah Hidrotalsit
yang juga sangat efektif.

Contoh obat dari Antasida yang mengandung Aluminium


hidroksida yaitu Gelusil, Maalox, dan polysilan dimana zat-zat koloidal ini
sebagian terdiri dari aluminium hidroksida dan sebagian lagi sebagai
aluminium oksida terikat pada molekul air (hydrated). Zat ini berkhasiat
adstringens, yakni menciutkan selaput lendir berdasarkan sifat ion
aluminium yang membentuk kompleks dengan antara lain protein. Juga

35
dapat menutupi tukak lambung dengan suatu lapisan pelindung. Dosis:
dalam bentuk gel 3 dd 0,5-1 g.

Contoh obat dari Antasida yang mengandung Magnesim hidroksida


yaitu Gelusil, Maalox, dan Mylanta dimana bahan-bahan tersebut memiliki
daya netralisasi kuat, cepat dan banyak digunakan dalam sediaan terhadap
gangguan lambung bersama Al-hidroksida, Karbonat, Dimetikone dan
Alginat. Dosis : 1-4 dd 500-750 mg (Tjay dan Kirana, 2007)

b. Terapi khusus pada lansia


Misoprostol suatu analog prostaglandin sintetik yang memiliki sifat
anti sekresi dan proteksi, mempercepat penyembuhan tukak lambung dan
doudenum. Senyawa ini dapat mencegah tukak karena AINS.
Penggunaanya paling cocok pada pasien yang lemah atau berusia lanjut
dimana penggunaan AINS tidak dapat dihentikan. Sehingga alternatif pada
pasien lansia yaitu misoprostol (Sukandar, 2008).

INTERAKSI OBAT

Antasida (senyawa magnesium, aluminium dan bismut,


hidrotalsit, kalsium karbonat, Na-bikarbonat)
Senyawa magnesium dan aluminium
- Alumunium Hidroksida
Interaksi : Penghambat ACE (antasida mengurangi absorbsi dari
fosinopril); analgetik (ekskresi asetosal dipertinggi dalam urin
basa, antasid mengurangi absorbsi diflunisal); antiaritmia
(ekskresi kinidin diturunkan dalam urin basa kadang bisa
menurunkan kadar plasma); antibakteri (antasid mengurangi
absorbsi absorbsi azitromisin, sefpodoksim, siprofloksasin,
isoniazid, nitrofurantoin, norfloksasin, ofloksasin, rifampisin
dan sebagian besar tetrasiklin); antiepileptik (antasid
menurunkan absorbsi gabapentin dan fenitoin); antijamur
(antasid menurunkan absorbsi itrakonazol dan ketokonazol);

36
antimalaria (antasid mengurangi absorbsi klorokuin dan
hidroksiklorokuin); antipsikotik (antasid menurunkan absorbsi);
besi (magnesium trisilikat mengurangi absorbsi oral).

- Magnesium Trisilikat & Kompleks Aluminium


Magnesium Hidrotalsit

Interaksi : Penghambat ACE (antasida mengurangi


absorbsi dari fosinopril); analgetik (ekskresi asetosal dipertinggi
dalam urin basa, antasid mengurangi absorbsi diflunisal);
antiaritmia (ekskresi kinidin diturunkan dalam urin basa kadang
bisa menurunkan kadar plasma); antibakteri (antasid
mengurangi absorbsi absorbsi azitromisin, sefpodoksim,
siprofloksasin, isoniazid, nitrofurantoin, norfloksasin,
ofloksasin, rifampisin dan sebagian besar tetrasiklin);
antiepileptik (antasid menurunkan absorbsi gabapentin dan
fenitoin); antijamur (antasid menurunkan absorbsi itrakonazol
dan ketokonazol); antimalaria (antasid mengurangi absorbsi
klorokuin dan hidroksiklorokuin); antipsikotik (antasid
menurunkan absorbsi); besi (magnesium trisilikat mengurangi
absorbsi oral).
Natrium bikarbonat dan kalsium karbonat
Bismut subsitrat
Zat penghambat sekresi asam
- H2-blockers (simetidin, ranitidin, famotidin, roxatidin)
Interaksi : simetidin menghambat aktivitas metabolisme
oksidatif obat dengan cara mengikat sitokrom P-450 mikrosoma
hati. Hambatan tersebut dapat meningkatkan kerja (potensiasi)
warfarin, fenitoin dan teofilin (atau aminofilin). Karena itu
pemberian pada pasien yang sedang mendapat terapi intensif
dengan obat-obat tersebut harus dihindari. Ranitidin, famotidin

37
dan nizatidin tidak memperlihatkan sifat hambatan metabolisme
oksidatif sebagaimana ditunjukkan simetidin.
- Penghambat pompa-proton (omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, rabeprazol/pariet dan esomeprazol/nexium)
Interaksi : omeprazol dapat meningkatkan kerja warfarin,
meningkatkan efek fenitoin, menghambat metabolisme
diazepam. Lansoprazol mungkin mempercepat metabolisme
kontrasepsi oral (estrogen dan progesteron).
- Antikolinergika (pirenzepin dan fentonium)
- Analog prostaglandin-E1 (misoprostol/cytotec)
Zat-zat pelindung ulcus (mucosaprotectiva : sukralfat, al-hidroksida, dan
bismut koloidal)
a) Trikalium distratobismut (kelat bismut)
Interaksi : menurunkan absorbsi tetrasiklin
b) Sukralfat
Interaksi : menurunkan absorbsi siprofloksasin, norfloksasin,
tetrasiklin, fenitoin, ketokonazol, tiroksin, mungkin menurunkan
absorbsi warfarin dan glikosida jantung
Antibiotika (amoksisilin, tetrasiklin, klaritomisin, metronidazol, dan
tinidazol)
Obat penguat motilitas (metoklopramida, cisaprida, dan domperidon)
Obat penenang (meprobamat, diazepam, dan lain-lain)
Obat pembantu (asam alginat, simethicon, dan dimethicon)

BAB III
STUDI KASUS

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2008. Ilmu Penyakit Dalam (Internal Medical disease). Medan:


Universitas Sumatra Utara
Dipiro, J.T, et al. 2008. Pharmacotherapy: A Pathofisiology Approach, Seven
edition. MC-Graw Hill.

38
Fauzi, A dan Rani A.A. 2006. Infeksi Helicobacter Pylori Dan Penyakit Gastro-
Duodenal dalam: Sudoyo A.W (ED). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 1 edisi 4. Jakarta: BPFK UI.
Grossman, M. I. 1981. Facts and Mhyths About Causes of Ulcers. In: Peptic
Ulcer A Guide for the Practicing Physician. Chicago: Year Book
Medical Publisher.
Guyton, A.C dan J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik, edisi II. Jakarta: Salemba
Medika
McGuigan, J.E. 2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Isselbacher, K.J.,
Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., Kasper, D.L.
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Rahma, G.F. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis di
Puskesmas Banja Loweh Kabupaten Lima Puluh Kota.
ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id diakses pada tanggal 6 Maret 2016
Robins, S.L dan Kumar Vinay. 1995. Buku Ajar Patologi II. Edisi IV. Penerbit
EGC.
Simadibrata, M., Sudoyo A.W., Setiyo Hadi B., Alwi I dan Setiati S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi. Jakarta: Penerbit Interna.

Sukandar, Y.E. dkk. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit ISFI.

Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung: Alumni.

Tarigan, C. 2001. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional Dan


Dispepsia Organik. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Tjay, Tan Hoan, dkk. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Wilson, L.M dan Lester, L.B. 1995. Lambung dan Duodenum. Dalam: Price,
Sylvia A,: Wilson, Lorraine M,: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Buku I. Edisi 4. Terjemahan Peter Anugerah. Jakarta:
EGC.
Wilson, L.M dan Price, S.A. 2005. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

39
WHO. World Health Statistics 2013. [OnLine] 2013. Dari:
http://www.cureresearth.com. Diakses pada tanggal 5 Maret 2016.

40

Anda mungkin juga menyukai