Anda di halaman 1dari 23

Laporan Praktikum Teknik Fermentasi

BM 3106
MODUL 3: KULTIVASI MIKROBA

Oleh:
I Putu Ikrar Satyadharma
11218036
Kelompok 2

PROGRAM STUDI REKAYASA HAYATI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
TAHUN 2020
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 1

25 September 2020

Andhin Salsabila - 10415029


MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 2

I. Latar Belakang

Praktikum kali ini akan membahas tentang kultivasi mikroba, khususnya bakteri E. coli,
S. marcescens, S. lutea, dan jamur A. niger. Terdapat beberapa mikroba menghasilkan
bioproduk yang diinginkan atau tumbuh dalam keadaan tertentu saja, Untuk keperluan ini,
tentu, teknik kultivasi mikroba harus divariasikan atau dispesifikan. Sebagai mahasiswa
rekayasa hayati pengetahuan dan keahlian seperti menentukan jenis media, metode sterilisasi,
metode isolasi, dan metode inokulasi, perlu dipahami dan dikuasai agar dapat menghasilkan
industri yang efektif serta efisien degan cara merekayasa medium lingkungan tumbuh yang
dibutuhkan. Selain itu, juga diperlukan pengetahuan mengenai pola pertumbuhan dari mikroba
agar dapat mendesain sebuah bioreaktor yang tepat untuk mikroba spesifik yang akan
digunakan sebagai agen hayati penghasil bioproduk.

II. Tujuan
1. Menentukan hasil isolasi mikroba dengan metode gores (4-way streak) (Escherichia coli,
Serratia marcescens, Sarcina lutea) setelah 24 jam
2. Menentukan hasil isolasi mikroba dengan metode tuang (pour plate) (E. coli, Serratia
marcescens, Sarcina lutea) setelah 24 jam
3. Menentukan hasil isolasi mikroba dengan metode sebar (spread) (E. coli, Serratia
marcescens, Sarcina lutea) setelah 24 jam
4. Menentukan hasil inokulasi mikroba dengan metode gesek (E. coli dan A. niger) setelah
24 jam
5. Menentukan hasil inokulasi mikroba dengan metode tusuk (E. coli) setelah 24 jam
6. Menentukan hasil inokulasi mikroba dengan metode tanam (A. niger) setelah 48 jam
7. Menentukan hasil inokulasi mikroba dengan metode inokulasi kultur cair (E. coli) setelah
24 jam
III. Hipotesis
1. E. coli memiliki tebal garis yang tebal, ukuran koloni kecil, kepadatan koloni padat,
warna putih susu (Ariyanti, 2016). S. marcescens memiliki garis tebal dan berwarna
merah (Sanders, 2012). S. lutea memiliki garis tebal dan berwarna kuning (Nechita et al.,
2015).
2. E. coli yang diisolasi dalam nutrient agar dengan metode tuang berbentuk bulat dan
berwarna putih, muncul secara merata di dalam maupun di permukaan agar (Eyler, 2013),
sementara S. marcescens berwarna merah dan berbentuk bulat-batang (Almosawi, 2018),
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 3

3. Koloni E. coli akan menunjukkan warna putih atau transparan yang tersebar di seluruh
medium NA (Romadhon, 2016). Koloni S. marcescens menunjukkan warna merah muda
(Rosidah, 2016). Koloni S. lutea akan membentuk koloni berwarna kuning (Anonim,
2010).
4. E. coli yang diinokulasi pada medium NA (slant agar) dengan metode gesek
menunjukkan warna putih, lembab/basah, dan berkilauan (Shruti et al., 2011), sementara
A. niger menunjukkan koloni yang awalnya putih, dengan cepat menjadi coklat tua
kehitaman dan berbentuk circular (Aboubakr, 2010).
5. E. coli membentuk koloni dari daerah tusukan yang berwarna keputihan, bila motil akan
menyebabkan tersebarnya warna putih susu dalam medium, bila tidak motil akan terlihat
cluster putih di daerah sekitar tusukan (Percival & Williams, 2014)
6. A. niger mempunyai koloni yang berwarna coklat tua kehitaman dengan pinggiran putih
tulang dan berbentuk circular (Guchi, 2015)
7. Koloni E. coli akan terlihat dalam bentuk buih putih dipermukaan medium (Fujioka et
al., 2013)
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 4

IV. Alat, Bahan, dan Cara Kerja

PEMBUATAN MEDIUM
1. Medium Nutrient Broth (NB)
Alat yang digunakan untuk pembuatan medium NB adalah Erlenmeyer 250 mL,
penangas air, dan autoklaf. Bahan yang digunakan adalah pepton, NaCl, ekstrak ragi,
ekstrak daging, akuades, kapas lemak, dan kasa. Pertama, Pepton(5g/L), NaCl (5g/L),
ekstrak ragi (1,5 g/L), dan ekstrak daging (1,5g/L) disiapkan dan dilarutkan ke dalam
akuades 100 mL dalam erlenmeyer. Campuran dipanaskan hingga larut. Kemudian
ditambahkan akuades hingga volume tepat 100 mL. Setelah itu, erlenmeyer ditutup
dengan kapas lemak dan kasa lalu disterilkan dengan autoklaf.
2. Medium Nutrient Agar (NA)
Alat yang digunakan untuk pembuatan medium NA adalah Erlenmeyer 250 mL,
pengaduk, tabung reaksi, penangas air, dan autoklaf. Bahan yang digunakan adalah
Bubuk agar NA, akuades, dan kapas lemak. Pertama, Bubuk agar NA sebanyak 2
gram disiapkan dan ditambahkan ke dalam 100 ml akuades pada Erlenmeyer.
Campuran diaduk sambil dipanaskan hingga berwarna jernih. Medium sebanyak 10
mL dituang ke dalam 10 tabung reaksi. Tabung ditutup dengan kapas lemak dan
tabung diposisikan miring untuk membuat slant agar lalu disterilkan dalam autoklaf.
3. Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
Alat yang digunakan untuk pembuatan medium PDA adalah panci atau gelas beaker,
kompor atau penangas air, kain lap atau kain kasa, pengaduk, Erlenmeyer, serta
cawan petri atau tabung reaksi. Bahan yang digunanakan adalah kentang, akuades,
glukosa, bubuk agar, dan asam tartarat. Pertama, kentang sebanyak 20 gram
disiapkan dan dipotong menjadi kubus kecil 1x1x1 cm3. Potongan direbus dalam 100
mL akuades selama 2 jam sejak mendidih. Selama direbus, volume akuades dijaga
agar tetap. Kemudian air rebusan kentang disaring dengan kain lap atau kain kasa.
Air hasil penyaringan ditambahkan glukosa 2 gram dan bubuk agar 1,5 gram bubuk
agar lalu diaduk hingga bening. Larutan kemudian dituang ke dalam erlenmeyer dan
ditutup dengan kapas lemak. Larutan disterilisasi dengan autoklaf. Setelah itu
ditambahkan asam tartarat 0,1% (w/v) sesaat sebelum dituang ke cawan petri atau
tabung reaksi.

STERILISASI
1. Sterilisasi Fisika
a. Sterilisasi dengan autoklaf
Alat yang digunakan dalam sterilisasi ini adalah autoklaf. Pertama, kabel autoklaf
dipastikan terhubung dengan sumber listrik, serta tombol power berada pada
posisi “on”. Volume air di dalam autoklaf dan tempat air buangan dicek agar tidak
lebih ataupun kurang. Kemudian medium dan peralatan yang ingin disterilisasi
dimasukkan ke dalam autoklaf. Autoklaf kemudian dipastikan tertutup dengan
rapat. Suhu dan tekanan di dalam autoklaf diatur masing-masing 121oC dan 15
psi selama 15 menit. Tombol start ditekan dan ditunggu hingga bunyi kedua.
Penutup alat dibuka setelah tekanan uap di dalam autoklaf mencapai 0 dan suhu
di bawah 100oC.
b. Sterilisasi dengan membran filter
Alat yang digunakan dalam streilisasi ini adalah falcon steril, syringe steril, dan
membran filter nitrocellulose 0,2 m. Bahan yang digunakan adalah antibiotik.
Pertama, antibiotik dan falcon steril disiapkan. Larutan antibiotik diambil secara
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 5

bertahap menggunakan syringe steril. Jarum syringe dilepas. Membran filter


dihubungkan ke bagian atas dan falcon steril dihubungkan ke bagian bawah
syringe. Filtrasi dilaksanakan dengan pengulangan sampai larutan antibiotik
terfiltrasi seluruhnya.
2. Sterilisasi Kmia
a. Sterilisasi dengan alkohol 70% dan alkohol 96%
Alat yang digunakan dalam sterilisasi ini adalah kawat ose dan pembakar bunsen.
Bahan yang digunakan adalah Alkohol 70% dan 96%, medium NA, dan sampel
air kolam. Pertama, medium NA dalam cawan petri dibagi menjadi tiga bagian
untuk alkohol 70%, 96%, dan 0%. Kemudian, kawat ose dicelupkan ke dalam
sampel air kolam dan digesekkan ke atas bagian 0% alkohol. Kawat dipanaskan
di atas pembakar bunsen agar aseptik. Kawat ose dicelupkan kembali ke sampel
air kolam dengan tambahan dicelupkan juga ke dalam alkohol 70%. Kawat ose
kemudian digesekkan ke atas bagian 70%. Kawat ose dipanaskan di atas
pembakar bunsen agar aseptik. Kawat ose dicelupkan kembali ke sampel air
kolam dengan tambahan dicelupkan juga ke dalam alkohol 96%. Kawat ose
kemudian digesekkan ke atas bagian 96%. Kemudian diinkubasi selama 1x24 jam
dan diamati pertumbuhan mikroba pada masing-masing bagian.
b. Sterilisasi dengan anitbiotik dan antijamur
Alat yang digunakan dalam sterilisasi ini adalah kawat ose. Bahan yang
digunakan adalah medium NA, Medium PDA, kultur murni B. subtilis, kultur
murni Saccharomyces sp., Nystatin, dan Kloramfenikol. Pertama, medium PDA
dan NA yang telah dibuat sebelumnya disiapkan. Kloramfenikol ditambahkan
pada medium PDA dengan MIC90 (Minimum Inhibitory Concentration) terhadap
B.subtilis sebanyak 8.0 mg/liter atau 0.8 mg untuk 100 mL medium PDA.
Nystatin ditambahkan pada medium NA sebanyak 0,02 ml (konsentrasi 100000
IU/ml) untuk 100 mL medium NA dan dikocok sampai homogen. Kemudian
medium disimpan dalam suhu kamar. Lalu cawan petri yang berisikan media
dibagi menjadi dua bagian. Kultur bakteri dan jamur diinokulasikan dengan
metode gesek pada masing-masing bagian media PDA dan NA lalu diamati
selama 2 x 24 jam.

ISOLASI MIKROBA
1. Metode Gores (4-way streak)
Alat yang digunakan untuk isolasi mikroba metode gores adalah kawat ose dan
bunsen burner. Bahan yang digunakan adalah kultur campuran berisi E. coli, S.
marcescens, S. lutea, dan Medium NA dalam cawan petri. Pertama, secara aseptik,
satu koloni kultur campuran dicuplik pada NA miring dan digoreskan (4 goresan)
dengan kawat oose di salah satu sisi permukaan medium NA pada cawan petri.
Goresan pertama (4 goresan) digesek dengan oose yang sudah dipijarkan ke arah
tegak lurus dari goresan sebelumnya. Goresan kedua (4 goresan) digesek dengan oose
yang sudah dipijarkan ke arah tegak lurus dari goresan sebelumnya. Goresan ketiga
(4 goresan) digesek dengan oose yang sudah dipijarkan ke arah tegak lurus dari
goresan sebelumnya dan dilanjutkan dengan melakukan goresan yang mengarah ke
tengah medium. Setelah itu, diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang dan koloni
yang tumbuh diamati pada tiap daerah.
2. Metode Tuang (pour plate)
Alat yang digunakan untuk isolasi mikroba metode tuang adalah bunsen burner.
Bahan yang digunakan adalah kultur campuran berisi E. coli, S. marcescens, S. lutea,
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 6

dan Medium NA. Pertama, Secara aseptik, kultur campuran dituang sebanyak 1 mL
ke cawan petri steril. Lalu, secara aseptik, dituang 12 mL medium NA yang sudah
dicairkan dalam tabung reaksi dan sudah didiamkan hingga suhunya 40-50ºC. Cawan
petri diputar secara perlahan membentuk angka 8 sehingga medium tercampur rata
lalu diinkubasi 24 jam pada suhu ruang dan koloni yg terbentuk diamati.
3. Metode Sebar (spread)
Alat yang digunakan untuk isolasi mikroba metode sebar adalah mikropipet, batang
L, dan bunsen burner. Bahan yang digunakan adalah kultur campuran berisi E. coli,
S. marcescens, S. lutea, dan Medium NA. Pertama, secara aseptik, kultur campuran
dicuplik sebanyak 0,1 mL ke atas permukaan medium NA dalam cawan petri
menggunakan mikropipet. Lalu disebar hingga merata menggunakan batang L secara
aseptik sambil cawan petri diputar. Kemudian dilakukan hingga permukaan medium
kering dan inokulum merata. Terakhir diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang dan
koloni yang terbentuk diamati.

INOKULASI MIKROBA
1. Metode Gesek
a. Metode gesek bakteri
Alat yang digunakan untuk inokulasi metode gesek adalah kawat ose dan bunsen
burner. Bahan yang digunakan adalah kultur murni E. coli dan medium NA (slant
agar). Pertama, kultur murni E. coli dicuplik dengan ose secara aseptis. Lalu ose
yang mengandung kultur murni E. coli digesek ke permukaan NA miring
berbentuk zigzag secara aseptic (arah menggesek dari dasar ke puncak). Setelah
itu diinkubasi 24 jam pada suhu ruang dan pola pertumbuhan yang terjadi diamati.
b. Metode gesek fungi
Alat yang digunakan untuk inokulasi metode gesek adalah kawat ose dan bunsen
burner. Bahan yang digunakan adalah kultur murni A. niger dan medium PDA.
Pertama, spora pada kultur murni dicuplik dengan ose secara aseptis. Lalu ose
yang mengandung spora tersebut digesek ke permukaan cawan petri PDA secara
aseptik. Setelah itu diinkubasi 24 jam pada suhu ruang dan pola pertumbuhan
yang terjadi diamati.
2. Metode Tusuk
Alat yang digunakan untuk inokulasi metode tusuk adalah kawat ose lurus dan
bunsen burner. Bahan yang digunakan adalah kultur murni E. coli dan medium NA
dalam tabung reaksi. Pertama, kultur murni E.coli dicuplik dengan ose lurus secara
aseptis. Lalu tusukkan ke dalam agar nutrisi secara tegak lurus lalu inkubasi selama
24 jam pada suhu ruang dan amati pola pertumbuhan yang terjadi.
3. Metode Tanam
Alat yang digunakan untuk inokulasi metode tanam adalah spatula dan bunsen
burner. Bahan yang digunakan adalah kultur murni A. niger dan medium PDA.
Pertama, kultur murni dicuplik dengan membuat potongan kotak kira-kira 0,5 x 0,5
cm yang mengandung miselium jamur dengan spatula steril secara aseptis. Lalu
ditanamkan pada plat PDA. Setelah itu diinkubasi 48 jam pada suhu ruang dan pola
pertumbuhan yang terjadi diamati.
4. Metode Inokulasi Kultur Cair
Alat yang digunakan untuk inokulasi kultur cair adalah kawat ose dan bunsen burner.
Bahan yang digunakan adalah kultur murni E. coli, medium NB, dan kapas lemak.
Pertama, kultur murni E.coli dicuplik dengan ose secara aseptis. Lalu dipindahkan ke
dalam medium NB pada erlenmeyer 50 ml. Setelah itu ditutup menggunakan kapas
lemak kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar lalu diamati dan dicatat.
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 7

V. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan
PENGAMATAN STERILISASI
A. Sterilisasi Kimia
1. Sterilisasi menggunakan Alkohol 70% dan
Alkohol 96%

Kultur/sampel: Air kolam +


variasi alkohol
Reagen: -
Medium: NA
Pengamatan: Bagian alkohol 0%
terdapat pertumbuhan mikroba,
namun tidak terjadi pertumbuhan
di bagian 70 & 90%

Gambar 5.1. Pertumbuha mikroba setelah diberikan


perlakuan sterilisasi dengan variasi konsentrasi alkohol
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 8

2. Sterilisasi Menggunakan Antibakteri dan


Antijamur
Kultur/sampel:
Lingkaran atas: Bakteri B.
subtilis
Lingkaran bawah: Ragi
Saccharomyces sp.
Medium: PDA + Antibakteri
(Kloramfenikol)
Pengamatan: Pada sisi yang
diberikan sampel bakteri tidak
Gambar 5.2.a. Pertumbuhan Mikroba pada media PDA
terlihat adanya mikroba,
yang telah dicampur Kloramfenikol
sedangkan pada sisi yang
diberikan ragi terlihat jelas
terdapat pertumbuhan

Kultur/sampel:
Lingkaran kiri: B. subtilis
Lingkaran kanan:
Saccharomyces sp.
Medium: NA + Antifungi
(Nystatin)
Pengamatan: Pada kedua
sisi/lingkaran masih terlihat
Gambar 5.2.b. Pertumbuhan Mikroba pada media NA
adanya mikroba
yang telah dicampur Nystatin
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 9

PENGAMATAN ISOLASI MIKROBA


A. Metode Gores (4-Way Streak)

Kultur/sampel: Campuran (E.


coli, S. marcescens, dan S. lutea)
Medium: NA
Pengamatan: semakin ke tengah,
koloni berwarna merah yang
terbentuk semakin tipis dan kecil
Gambar 5.3.a. Hasil pertumbuhan mikroba setelah
isolasi dengan metode gores

Kultur/sampel: Campuran (E.


coli, S. marcescens, dan S. lutea)
Medium: NA
Pengamatan: semakin ke tengah,
koloni berwarna merah yang
terbentuk semakin tipis dan kecil
Gambar 5.3.b. Hasil pertumbuhan mikroba setelah
isolasi dengan metode gores
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 10

B. Metode Tuang (Pour Plate)

Kultur/sampel: Campuran (E.


coli, S. marcescens, dan S. lutea)
Medium: NA
Pengamatan: Terlihat dua bintik
berwarna merah

Gambar 5.4.a. Hasil pertumbuhan mikroba setelah


isolasi dengan metode tuang

Kultur/sampel: Campuran (E.


coli, S. marcescens, dan S. lutea)
Medium: NA
Pengamatan: terlihat dua bintik
berwarna merah
Gambar 5.4.b. Hasil pertumbuhan mikroba setelah
isolasi dengan metode tuang
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 11

C. Metode Sebar (Spread)

Kultur/sampel: Campuran (E.


coli, S. marcescens, dan S. lutea)
Medium: NA
Pengamatan: dapat dilihat koloni
dengan morfologi yang berbeda-
beda (berwarna putih, kuning,
Gambar 5.5.a. Hasil pertumbuhan mikroba setelah dan sedikit merah)
isolasi dengan metode sebar

PENGAMATAN INOKULASI MIKROBA


A. Metode Gesek
1. Metode Gesek Bakteri

Kultur/sampel: E. coli
Medium: Slant agar
Pengamatan: Terbentuk koloni
berwarana putih dan seidkit
berkilau pada daerah gesekan

Gambar 5.6. Hasil pertumbuhan E. coli setelah


diinokulasi dengan metode gesek
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 12

2. Metode Gesek Jamur

Kultur/sampel: A. niger
Medium: Nutrient Agar
Pengamatan: Terbentuk lapisan
berwarna coklat-kehitaman atau
coklat abu-abu

Gambar 5.7. Hasil pertumbuhan A. migeri setelah


diinokulasi dengan metode gesek
B. Metode Tusuk

Kultur/sampel: E. coli
Medium: Nutrient Agar
Pengamatan: terlihat koloni
berwarna putih disekitar daerah
tusukan

Gambar 5.8. Hasil pertumbuhan E. coli setelah


diinokulasi dengan metode tusuk
C. Metode Tanam

Kultur/sampel: Aapergillus niger


Medium: PDA
Pengamatan: dapat dilihat
terdapat pertumbuhan berwarna
kelabu dari miselium yang
Gambar 5.9. Hasil pertumbuhan A. niger setelah
ditanam
diinokukasi dengan metode tanam
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 13

D. Metode Inokulasi Kultur Cair

Kultur/sampel: E. coli
Medium: NB
Pengamatan: sedikit terlihat
adanya serat atau buih berwarna
putih pada permukaan medium

Gambar 5.10. Hasil pertumbuhan E. coli setelah


diinokulasi dengan metode inokulasi kultur cair
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 14

VI. Pembahasan

Dalam mengkultur sebuah mikroba dapat diberikan variasi dalam medium, teknik
sterilisasi medium, teknik isolasi, serta teknik isolasi tergantung jenis mikroba yang ingin
dikultivasi. Pada dasarnya mikroba dapat hidup pada bahan organik mengandung unsur karbon,
hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, dan belerang. Selain itu, ion anorganik seperti kalium,
natrium, besi, magnesium, kalsium, dan klorida diperlukan untuk memfasilitasi katalisis
enzimatik dan untuk mempertahankan gradien kimiawi melintasi membran sel (Morse et al.,
2004). Variasi yang dilakukan memiliki tujuan agar suatu jenis mikroba dapat dikultivasikan
secara maksimal dengan media spesifik tanpa ada nya gangguan dari mikroba lain.

6.1. Pembuatan Medium


Berdasarkan fungsinya, media dibedakan menjadi media umum, diferensial, selektif, dan
diperkaya. Media umum adalah media yang berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk
media lain yang lebih kompleks dan dapat mendukung hampir semua jenis mikroorganisme,
contohnya adalah nutrient broth dan kaldu pepton. Media diferensial adalah media yang
berfungsi untuk membedakan mikroorganisme sesuai dengan ciri khusus pada masing-masing
pertumbuhannya, contohnya media Triple Sugar Iron Agar (TSIA). Media selektif adalah
media yang berfungsi mendukung pertumbuhan suatu jenis mikroorganisme dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain, contohnya Thiosulphate Ciltrate Bile Salt (TCBS). Media
diperkaya adalah media yang berfugsi untk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang
memerlukan tambahan tertentu untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba, contohnya adalah
Yeast-Extract-potasium Nitrat Agar.
Media Nutrient Agar (NA) berfungsi menjadi media pendukung pertumbuhan secara
umum. Menurut Uthayasooriyan et al. (2016), medium NA terdiri dari agar alami yang terbuat
dari alga atau rumput laut yang berfungsi sebagai penguat alami tanpa inhibitor dalam
persiapan media. Nutrient Broth (NB) adalah medium cair pada suhu kamar yang digunakan
sebagai pertumbuhan berbagai macam mikroba dengan sifat non-fastitidous serta digunakan
untuk menganalisis kebutuhan oksigen pada setiap mikroba. Kandungan medium ini terdiri
atas pepton, NaCl, ekstrak daging dan ekstrak ragi. Pepton pada medium ini memiliki fungsi
sebagai sumber protein yang mendukung pertumbuhan mikroba, sedangkan ekstrak daging dan
ragi mengandung garam, karbohidrat, vitamin, dan senyawa nitrogen organik. Nacl memiliki
fungsi mempertahankan konsentrasi garam yang ada pada medim sehingga mirip dengan
sitoplasma pada mikroorganisme. Menurut Uthayasooriyan et al. (2016), Potato Dextrose Agar
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 15

(PDA) merupakan media untuk kultivasi jamur. Komposisi medium ini adalah kentang dan
glukosa yang berfungsi sebagai pendukung sporulasi dan pertumbuhan jamur; agar berfungsi
sebagai zat penguat; dan asam tartarat sebagai zat penurun pH untuk menginhibisi
pertumbuhan bakteri. PDA tergolong media selektif.
Menurut Flavel & Murphy (2006) dalam Brust (2019), rasio C:N adalah rasio karbon
relatif terhadap jumlah nitrogen yang ada dalam suatu material organik. Dalam material
organik selalu ada lebih banyak kandungan karbon daripada nitrogen. Rasio C:N umumnya
ditulis sebagai angka tunggal. Karbon adalah sumber energi utama dan nitrogen adalah unsur
dasar penyusun makhluk hidup, tidak terkecuali mikroba seperti bakteri dan jamur. Rata-rata
rasio C:N dalam bakteri adalah 5,5 sedangkan jamur adalah 8,3 (Scow, 1997). Perbedaan rasio
C:N tersebut diakibatkan perbedaan struktur dari kedua makhluk hidup. Rasio C:N pada
medium berpengaruh pada pertumbuhan mikroba. Rasio C:N yang kecil (jumlah nitrogen yang
tinggi) akan mendukung immobilisasi dan penyerapan nitrogen ke dalam sel, kondisi ini akan
meningkatkan pertumbuhan sel, sedangkan rasio C:N yang tinggi mendukung tingkat
metabolisme yang tinggi (Sinsabaugh et al., 2009). Dengan manipulasi kandungan rasio C:N,
dapat dilakukan manipulasi untuk menyesuaikan kebutuhan dari suatu proses bioindustri. Baik
itu untuk memaksimalkan yield biomassa mikroba atau bioproduk yang dihasilkan.
Dalam Nutrien Agar (NA) terdapat 0,5% pepton yang menyumbangkan konten nitrogen
dan 0,3% ekstrak daging yang menyumbangkan konten karbon dan nitrogen ke dalam medium
(American Public Health Association, 1920). Maka medium NA memiliki rasio C:N 0,375.
Dalam Nutrient Broth (NB) terdapat pepton 5 g/L dan ektrak daging sebanyak 1,5 g/L, maka
dalam medium NB terdapat rasio C:N sebanyak 0,23. Dalam Potato Dextrose Agar (PDA)
terdapat kentang 20 gram yang terdiri dari 17% karbohidrat dan 2% protein, serta glukosa 2
gram. Maka medium PDA memiliki rasio C:N 13,5.

6.2. Sterilisasi Fisika


Autoklaf adalah alat yang berfungsi untuk meng-sterilisasi alat, bahan, instrumen, atau
media dengan menggunakan metode penguapan suhu bertekanan tinggi dan bekerja
berdasarkan prinsip sterilisasi (Sapkota, 2020). Sterilisasi autoklaf memanfaatkan panas
lembap dengan uap di bawah tekanan untuk mensterilisasi objek di dalam-nya. Sterilisasi
dengan autoklaf berbeda dengan oven. Menurut Baveja (2012) sterilisasi dengan oven disebut
juga sterilisasi panas kering, dimana material disterilisasi oleh udara yang panas dengan
kandungan air yang sangat sedikit atau bahkan tak ada sama sekali.
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 16

6.3. Sterilisasi Kimia


Pada sterilisasi menggunakan alkohol, alkohol 70% berfungsi untuk mendenaturasi dan
mengkoagulasi protein serta melarutkan lemak yang ada pada mikroorganisme yang
menyebabkan kematian mikroorganisme (Cappuccino dan Sherman, 2010). Alkohol 96%
memiliki kekuatan yang lebih tinggi dalam mendenaturasi dan mengkoagulasi protein serta
melarutkan lemak namun sangat mudah menguap. Sifat alkohol 96% yang mudah menguap ini
membuat alkohol 96%, selain itu, semakin tingginya tingkat kemurnian alkohol maka semakin
sulit proses produksinya, menyebabkan alkohol 96% lebih boros untuk digunakan. Selain itu,
alkohol pada konsentrasi di atas 90% dapat menyebabkan koagulasi instan protein pada dinding
luar sel mikroorganisme yang menyebabkan alkohol tidak dapat masuk ke dalam tubuh sel
secara langsung; harung menunggu hingga protein ter-dekoagulasi (CDC, 2008). Untuk
penggunaan alkohol sebagai disinfektan disarankan pada rentang 50-70%, di bawah itu akan
terdapat kemungkinan dari mikroorganisme selamat dari denaturasi (CDC, 2008). Pada hasil
pengamatan gambar 5.1. dilihat bahwa tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada bagian
yang diberikan perlakuan alkohol 70% hasil ini sesuai dengan literatur yang telah diberikan
sebelumnya. Pada bagian yang diberikan alkohol 96% juga tidak ditemukan ada pertumbuhan
mikroorganisme, hal ini dapat disebabkan oleh diberikannya waktu inokulasi selama 24 jam
yang menyebabkan protein terkoagulasi pada dinding sel mikroorganisme ter-dekoagulasi dan
menyebabkan kematian mikroorganisme. Kemungkinan lainnya adalah ketidakmurnian
alkohol ternyata kurang dari 96% akibat konten air dari sampel, kontaminasi sumber, ataupun
konten air dari medium yang mencegah terjadinya koagulasi instan.
Pada steriliasi menggunakan antifungi, digunakan Nystatin yang menginduksi
permeabilitas membran dan membentuk kompleks dengan ergosterol yang terletak pada
membran jamur dan menyebabkan kebocoran intraselular dan kematian sel (Lyu et al., 2016).
Hasil pengamatan pada gambar 5.2.b. dapat dilihat terdapat pertumbuhan mikroorganisme
pada kedua sisi (termasuk sisi yang diinokulasikan Saccharomyces sp.). Menurut Venables
dan Russel (1975) konsentrasi efektif Nystatin sebagai antifungi untuk Saccharomyces
cerevisiae adalah 5-10 g/mL. pada praktikum ini digunakan 0,02 mL Nystatin dengan
konsentrasi 100000 IU/mL dalam 100 mL medium; konsentrasi akhir 4,12 g/mL. Konsentrasi
ini masih kurang dari batas bawah konsentrasi efektif Nystatin yang dapat menyebabkan
kegagalan fungsi Nystatin sebagai antifungi pada praktikum ini. Sedangkan pada sterilisasi
menggunakan antibakteri, digunakan Kloramfenikol yang mengakhiri sintesis polipeptida pada
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 17

bakteri dengan mengikat subunit ribosom 50S (Dinos et al., 2016). Hasil pengamatan pada
gambar 5.2.a dapat dilihat hanya terdapat pertumbuhan pada sisi yang diinokulasikan dengan
Saccharomyces sp. Hasil ini sesuai dengan literatur Kloramfenikol yang menyatakan bahwa B.
subtilis tidak resisten terhadap Kloramfenikol (Adimpong et al., 2012).

6.4. Isolasi
Isolasi adalah pemisahan suatu galur mikroba dari suatu kultur campuran yang bertujuan
unutk mengidentifikasi jenis mikroba tersebut (Pettipher et al., 2005). Isolasi kultur campuran
menggunakan metode gores (Gambar 5.3.a. dan 5.3.b.) menghasilkan koloni berwarna merah
dengan garis tebal yang semakin tipis semakin mendekati pusat medium. Menurut Sanders
(2012) S. marcescens memiliki garis tebal dan berwarna merah, maka dapat disimpulkan S.
marcescens merupakan koloni yang tumbuh dari kultur campuran tersebut. Isolasi kultur
campuran menggunakan metode tuang (Gambar 5.4.a. dan 5.4.b.) menghasilkan koloni
berbentuk bintik berwarna merah. Menurut Almosawi (2018), pada isolasi tuang, S.
marcescens memiliki warna merah dan berbentuk bulat-batang, maka dapat disimpulkan S.
marcescens merupakan koloni yang tumbuh dari kultur campuran tersebut. Isolasi kultur
campuran menggunakan metode sebar (Gambar 5.5.) menghasilkan beberapa koloni kecil
dengan warna putih yang merupakan koloni E. coli (Romadhon, 2016), koloni kecil berwarna
merah muda yang merupakan koloni S. marcescens (Rosidah, 2016), dan koloni kecil berwarna
kekuningan yang merupakan koloni S. lutea (Anonim, 2010). Selain teknik yang ada pada
praktikum ini, terdapat teknik isolasi laser bioprinting dengan tahapan berikut. Medium donor
ditutupi dengan lapisan yang menyerap radiasi laser dan lapisan biomaterial yang perlu
dipindahkan; biasanya, itu adalah hidrogel dengan sel. Pulsa laser difokuskan melalui slide
kaca atas di lapisan penyerap. Penguapan lapisan ini menciptakan tekanan gas tinggi yang
mentransfer biomaterial ke medium bawah. Gelembung uap mencapai volume maksimumnya
dalam beberapa mikrodetik dan runtuh ketika tekanan internalnya turun di bawah tekanan
atmosfer. Namun, biomaterial yang dipercepat terus bergerak secara inersia ke medium
penerima dan membentuk jet tipis di depan gelembung, yang berlangsung beberapa ratus
milidetik. Akibatnya, volume dari beberapa pikoliter ke beberapa nanoliter (nl) dipindahkan
ke permukaan slide penerima (kolektor) dalam bentuk tetesan (Chepstov et al., 2019)
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 18

6.5. Inokulasi
Inokulasi merupakan metode menumbuhkan mikroorganisme yang sama dari suatu
medium ke medium lainnya untuk mendapatkan sampel baru yang sama dari sumber atau
reservoir (Kragh et al., 2018). Inokulasi metode gesek kultur E. coli pada medium NA (slant
agar) menunjukkan pertumbuhan berwarna putih dan sedikit berkilau yang sesuai dengan
literatur dari Shruti et al. (2011), sementara inokulasi A. niger pada medium NA menunjukkan
koloni yang berwarna coklat kehitaman dengan pinggiran berwarna putih yang sesuai dengan
literatur dari Aboubakr (2010). Inokulasi metode tusuk dari kultur E. coli pada medium NA
membentuk koloni berbentuk cluster putih di daerah sekitar tusukan. Hasil ini sesuai dengan
pernyataan Percival & Williams (2014) dan juga dapat disimpulkan bahwa kultur E. coli yang
di-inokulasi tidak motil. Inokulasi metode tanam dari kultur spora A. niger pada medium PDA
membentuk koloni berwarna coklat kehitaman yang semakin hitam semakin mendekati titik
penanaman. Pinggiran dari koloni juga dapat dilihat berwarna keputihan. Hasil ini sesuai
dengan literatur dati Guchi (2015). Inokulasi kultur cair dari kultur E. coli pada medium NB
membentuk serat atau buih berwarna keputihan pada permukaan medium. Hasil ini sesuai
dengan literatur dari Fujioka et al. (2013). Selain teknik yang ada pada praktikum ini, terdapat
teknik inokulasi vakum atau Modified Atmosphere Packaging (MAP) yang menggunakan
syringe atau jarum untuk menginjeksi menembus pita inokulasi atau menginokulasi kemasan
terbuka dan kemudian dilakukan pengemasan ulang setelah inokulasi (Rachon, 2014).

VII. Kesimpulan Dan Saran


7.1. Kesimpulan
1. Isolasi kultur campuran menggunakan metode gores menghasilkan koloni berwarna
merah dengan garis tebal yang semakin tipis semakin mendekati pusat medium yang
merupakan koloni S. marcescens;
2. Isolasi kultur campuran menggunakan metode tuang menghasilkan koloni berbentuk
bintik berwarna merah yang merupakan koloni S. marcescens;
3. Isolasi kultur campuran menggunakan metode sebar menghasilkan beberapa koloni
kecil dengan warna putih yang merupakan koloni E. coli, koloni kecil berwarna
merah muda yang merupakan koloni S. marcescens, dan koloni kecil berwarna
kekuningan yang merupakan koloni S. lutea;
4. Inokulasi metode gesek kultur E. coli pada medium NA (slant agar) menunjukkan
pertumbuhan berwarna putih dan sedikit berkilau. E. coli tidak motil;
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 19

5. Inokulasi metode tanam dari kultur spora A. niger pada medium PDA membentuk
koloni berwarna coklat kehitaman yang semakin hitam semakin mendekati titik
penanaman dengan pinggiran berwarna keputihan;
6. Inokulasi kultur cair dari kultur E. coli pada medium NB membentuk serat atau buih
berwarna keputihan pada permukaan medium.
7.2. Saran
Disarankan dokumentasi untuk hasil pengamatan diberikan penjelasan lebih dan
diusahakan dipersiapkan yang memiliki resolusi lebih tinggi dikarenakan praktikum
tidak dilakukan langsung atau hands-on oleh praktikan dan dokumentasi tersebut adalah
satu-satunya acuan dari hasil praktikum.
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 20

VIII. Daftar Pustaka

Aboubakr, H. (2010). Isolation and Screening of Tannase- Producing Fungi and Optimizing
the Enzyme Production by The Promising Isolate. Thesis. Faculty of Agriculture,
Alexandria University.

Adimpong, D. B., Sørensen, K. I., Thorsen, L., Stuer-Lauridsen, B., Abdelgadir, W. S.,
Nielsen, D. S., … Jespersen, L. (2012). Antimicrobial Susceptibility of Bacillus Strains
Isolated from Primary Starters for African Traditional Bread Production and
Characterization of the Bacitracin Operon and Bacitracin Biosynthesis. Applied and
Environmental Microbiology, 78(22), 7903–7914. doi:10.1128/aem.00730-12

Almosawi, R. (2018). Detection of Serratia marcescens from clinical and environmental


samples with antimicrobial sensitivity test in Basrah. International Journal of Research
in Pharmaceutical Sciences 9(4):1504-1509

American Public Health Association, American Chemical Society, Association of Official


Agricultural Chemists (1920). Standard Methods for the Examination of Water and
Sewage. American public health association

Anonim. (2010). Suitable and unsuitable micro-organisms. Microbiology in school advisory


committee.

Ariyanti (2016). Pertumbuhan bakteri E. coli dan Bacillus subtilis pada media singkong, ubi
jalar putih, dan ubi jalar kuning sebagai substitusi media NA. Publikasi Ilmiah, 4-5

Baveja, C.P. (2012). Textbook of Microbiology (4th ed.). ZZ_Books Wagon [PDF]

Brust, G. E. (2019). Management Strategies for Organic Vegetable Fertility. Safety and
Practice for Organic Food, 193–212. doi: 10.1016/b978-0-12-812060-6.00009-x

Cappuccino, J. G., & Sherman, N. (2005). Microbiology: a laboratory manual. [PDF]

Center for Disease Control and Prevention (CDC). (2008). Guideline for Disinfection and
Sterilization in Healthcare Facilities. [PDF] Retrieved from
https://www.cdc.gov/infectioncontrol/guidelines/disinfection/index.html. Diakses pada
02 Oktober 2020 pukul 02.30 WIB

Chepstov, V. S., Tsypina, S. I., Minaev, N. V., Yusupov, V. I., & Chichkov, B. N. (2019). New
microorganism isolation techniques with emphasis on laser printing. Int J Bioprint., 5(1):
165. doi: http://dx.doi.org/10.18063/ijb.v5i1.165.

Dinos, G. P., Athanassopoulos, C. M., Missiri, D. A., Giannopoulou, P. C., Vlachogiannis, I.


A., Papadopoulos, G. E., ... & Kalpaxis, D. L. (2016). Chloramphenicol derivatives as
antibacterial and anticancer agents: historic problems and current solutions. Antibiotics,
5(2), 20.

Fujioka, M., Ahsan, C. R., & Otomo, Y. (2013). Rapid Detection Method for
Enteroaggregative Escherichia coli Using Simple Clump Formation and Aggregative
Assay. Advances in Microbiology, 3(8)
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 21

Guchi, E. (2014). Effect of Storage Time on Occurrence of Aspergillus species in Groundnut


(Arachis hypogaea L.) in Eastern Ethiopia. Journal of Applied & Environmental
Microbiology, 3 (1), 1-5

Kragh, K. N., Alhede, M., Rybtke, M., Stavnsberg, C., Jensen, P. Ø., Tolker-Nielsen, T., ... &
Bjarnsholt, T. (2018). The inoculation method could impact the outcome of
microbiological experiments. Applied and environmental microbiology, 84(5).

Lyu, X., Zhao, C., Yan, Z. M., & Hua, H. (2016). Efficacy of nystatin for the treatment of oral
candidiasis: a systematic review and meta-analysis. Drug design, development and
therapy, 10, 1161.

Nechita P., Bobu E., Parfene G. (2015). Antimicrobial coatings based on chitosan derivatives
and quaternary ammonium salts for packaging paper applications. Article in Cellulose
Chemistry and Technology, 628-630

Mohapatra, S. (2017). Sterilization and disinfection. In Essentials of Neuroanesthesia.


Academic Press. (pp. 929-944)

Morse, S.A., Mietzner, T.A., Detrick, B., Riedel, S., Hobden, J. A., Miller, S., Mitchell, T. G.,
Sakanari, J. A., Hotez, P., & Mejia, R. (2004). Jawetz Melnick & Adelbergs Medical
Microbiology 28th ed. [PDF]

Pettipher, G. L., Jay, J. M., & Wang, H. H. (2005). MICROBIOLOGICAL TECHNIQUES.


Encyclopedia of Analytical Science, 16–25. doi:10.1016/b0-12-369397-7/00374-5

Percival, S. L., & Williams, D. W. (2014). Escherichia coli. Microbiology of Waterborne


Diseases, 89–117. doi:10.1016/b978-0-12-415846-7.00006-8

Rachon, G. (2014). Inoculation Techniques in Microbiology Challenge Testing. doi:


10.13140/RG.2.2.17433.93286

Romadhon, Z. (2016). Identifikasi Bakteri Eschericia coli dan Salmonella sp pada Siomay
Yang Dijual di Kantin SD Negeri di Kelurahan Pisangan, Cirendeu, dan Cempaka Putih.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Hidayatullah Jakarta.

Rosidah, U. (2016). Tepung Ampas Tahu sebagai Media Pertumbuhan Bakteri Serratia
marscens. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Sanders E. (2012). Aseptic Laboratory Techniques: Plating Methods. Journal of Visualized


Experiment. (1). 8-9

Sapkota, A. (2020). Autoclave- definition, parts, principle, procedure, types, uses. Retrieved
from https://microbenotes.com/autoclave/. Diakses pada 25 September 2020 pukul 10.59
WIB

Scow, K. M. (1997). Soil Microbial Communities and Carbon Flow in Agroecosystems.


Ecology in Agriculture, 367–413. doi: 10.1016/b978-012378260-1/50012-9
MODUL 3 – I PUTU IKRAR S. - 11218036 HALAMAN 22

Shruti, T., Pankaj, T., Shekhar, P. C., & Ruchica. K. (2011). Bacterial contamination: A
comparison between rural and urban areas of Panipat District in Haryana (India). Journal
of Bacteriology Research, 3(3),32-41.

Sinsabaugh, R. L., Hill, B. H., & Follstad Shah, J. J. (2009). Ecoenzymatic stoichiometry of
microbial organic nutrient acquisition in soil and sediment. Nature, 462(7274), 795–798.
doi:10.1038/nature08632

Uthayasooriyan, M., Pathmanathan, S., Ravimannan, N., & Sathyaruban, S. (2016).


Formulation of alternative culture media for bacterial and fungal growth. Der Pharmacia
Lettre, 8(1), 431-436.

Venables, P., & Russell, A. D. (1975). Nystatin-Induced Changes in Saccharomyces cerevisiae.


Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 7(2), 121–127. doi: 10.1128/aac.7.2.121

Anda mungkin juga menyukai