Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI INSTRUMENTAL DAN BIOKIMIA


(FA 3113)

KINETIKA ENZIM

Tanggal Praktikum : 4 Oktober 2016


Tanggal Pengumpulan : 11 Oktober 2016

Oleh :
Naufal Afaf 10714055
Kelompok Selasa-4

Asisten :
Adventina 10713060

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI
SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
I. TUJUAN
1. Menentukan nilai Vmax dan nilai KM dengan persamaan Michaelis-Menten dalam
menentukan kinetika enzim tripsin.

II. TEORI DASAR


Enzim adalah protein yang mengkatalisis reaksi biokimia. Sebagai katalis,
enzim mempengaruhi kinetika reaksi tetapi tidak mempengaruhi keseimbangan total
dari reaksi. Enzim dapat mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi
untuk mencapai pembentukan keadaan transisi dari substrat ke produk.
Tidak seperti reaksi non-katalis, kecepatan awal enzim yang mengkatalis reaksi
meningkat dengan naiknya konsentrasi substrat untuk mencapai keadaan dimana
penambahan substrat tidak akan meningkatkan kecepatan awal lagi dari reaksi suatu
zat. Keadaan dimana kecepatan awal maksimum diperoleh pada kondisi substrat jenuh
yang diilustrasikan sebagia berikut.
E+S
Penelitian ini terjadi pada reaksi enzimatik atau hidrolisis substrat tunggal
dimana E adalah enzim, S adalah substrat dan P adalah produk. Adapun pada reaksi
terjadi pembentukan kompleks enzim-substrat (ES). Ketika seluruh dari enzim berada
pada ES (sistem jenuh oleh substrat) dan kecepatan reaksi akan mencapai kecepatan
maksimum (Vmax)
Michaelis dan Menten, Briggs dan Haldane menggunakan skema reaksi diatas
untuk menurunkan persamaan matematika yang mendiskripsikan hubungan antara
kecepatan awal dan konsentrasi substrat. Persamaan Michaelis-Menten :

Pada persamaan ini, Vmax dan Vo adalah kecepatan maksimum dan kecepatan
awal dari reaksi, [S] adalah konsentrasi substrat dan KM adalah konstanta Michaelis-
Menten yang nilainya sama dengan (K2+K3)/K1
Persamaan Michaelis-Menten diatas dapat diubah secara aljabar ke bentuk yang
berguna untuk eksperimen data pemetaan. Transformasi yang umum merupakan
turunan sederhana dari kebalikan kedua sisi dari persamaan tsb. Transformasi ini
menghasilkan persamaan grafik Lineweaver-Burk.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat : Bahan :
- Gelas kimia - kit GOD-PAP
- Pipet tetes - Substrat glukosa standar
- Pipet volume 1 mL - Aquadest
- Ball filler
- Tabung reaksi
- Pipet mikro
- Kuvet Spektorofotometer UV-Vis
- Spektrofotometer UV-Vis

IV. METODOLOGI PERCOBAAN


Pengujian penentuan kinetika enzim dilakukan dengan pembuatan 6 macam
campuran larutan pada tabung reaksi dengan komposisi yang berbeda. Setiap tabung
reaksi dimasukkan larutan kit GOD-PAP kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 10 menit. Kemudian ditambahkan larutan substrat glukosa standar dengan
volume 10 L,15 L, 20 L, 30 L, 50 L,70 L dengan mikro pipet lalu
ditambahkan air dan langsung dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 510 nm. Hasil pembacaan dicatat. Setelah itu diinkubasi
o
pada suhu 37 C selama 5 menit dan dibaca kembali absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm.

V. PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA


1. Pembuatan Larutan Uji
Larutan glukosa standar : 100 mg/dL
Pengenceran terhadap larutan glukosa standar dengan volume 10 L,15 L, 20
L, 30 L, 50 L,70 L
a. Larutan 1 (glukosa standar dengan volume 10 L) dalam campuran Vtot 2 ml
[S]

100 10

Konsentrasi larutan 1 = = 0,005 mg/mL
2

100 15

Konsentrasi larutan 2 = = 0,0075 mg/mL
2

100 20

Konsentrasi larutan 3 = = 0,01 mg/mL
2

100 30

Konsentrasi larutan 4 = 2
= 0,015 mg/mL

100 50

Konsentrasi larutan 5 = 2
= 0,025 mg/mL

100 70

Konsentrasi larutan 6 = = 0,035 mg/mL
2

2. Hasil Pengamatan Pembacaan Absorbansi

a. Hasil Pengukuran ke-1 Larutan Kalibrasi pada Spektrofotometer UV-Vis pada


510 nm (tanpa diinkubasi setelah penambahan substrat glukosa dan air)
Konsentrasi Larutan Uji [S] Absorbansi
0,005 mg/mL 0,058
0,0075 mg/mL 0,056
0,01 mg/mL 0,055
0,015 mg/mL 0,055
0,025 mg/mL 0,055
0,035 mg/mL 0,055

b. Hasil Pengukuran ke-2 Larutan Kalibrasi pada Spektrofotometer UV-Vis pada


510 nm (diinkubasi setelah penambahan substrat glukosa dan air)
Konsentrasi Larutan Uji [S] Absorbansi
0,005 mg/mL 0,062
0,0075 mg/mL 0,056
0,01 mg/mL 0,051
0,015 mg/mL 0,052
0,025 mg/mL 0,053
0,035 mg/mL 0,050

c. Penentuan Nilai Vmax dengan Kurva Larutan Uji


Tidak dapat ditentukan
(Alasan dijelaskan pada subbab pembahasan)
d. Penentuan Nilai KM dengan Kurva Larutan Uji
Tidak dapat ditentukan
(Alasan dijelaskan pada subbab pembahasan)
VI. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa
yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.
Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat
dalam suatu arah lintasan metabolisme yang telah ditentukan.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan
senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi
aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan
energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Enzim akan membantu
kompleks substrat untuk mencapai keadaan transisi (titik point yang tinggi untuk diagram
energi dari suatu reaksi). Menurut Campbell (Biochemistry, 2009) Enzim seperti katalis
lainnya, mempercepat reaksi namun tidak mengubah konstanta keseimbangan atau nilai dari
energi bebasnya. Kecepatan reaksinya bergantung pada energi aktivasi (!G), energi yang
dibutuhkan untuk menginisiasi reaksi. Meskipun enzim sebagai senyawa katalis dapat
berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir enzim akan kembali ke bentuk semula.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas yaitu setiap jenis enzim hanya dapat
bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur
kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan
pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Berdasarkan International Enzyme Commission yang dikonstitusi oleh International
Union of Biochemistry (1956), enzim dibagi menjadi 6 kelas utama berdasarkan tipe reaksi
pengkatalisisnya. 6 kelas utama tersebut adalah oxidoreductase (reaksi reduksi-oksidasi),
transferase (transfer grup diantara dua substrat), hydrolase (pemutusan ikatan hidrogen), lyase
(pemutusan ikatan rangkap dan ikatan non-hidrogen), isomerase (penyusunan ulang grup
intramolekular), ligase (pembentukan ikatan untuk ATP).
Adapun enzim memiliki bagian-bagian diantaranya adalah koenzim, kofaktor,
holoenzim, gugus prostetik, apoenzim/apoprotein. Sebagian besar enzim membutuhkan
molekul kimia lainnya untuk aktivitasnya, disinilah peran koenzim dan kofaktor. Peran dari
koenzim dan kofaktor adalah sebagai karier sementara dari gugus fungsional yang berperan
dalam reaksi enzimatis tersebut. Kofaktor merupakan ion-ion anorganik yang dibutuhkan
enzim untuk melakukan fungsinya, sementara koenzim merupakan molekul organik
(kompleks) yang dibutuhkan enzim untuk melakukan fungsinya. Adapun koenzim atau
kofaktor yang bukan protein dan sangat kuat bahkan terikat dengan ikatan kovalen dengan
enzim disebut gugus prostetik.
Mekanisme kerja enzim untuk reaksi monosubstrat terdapat 2 teori mekanisme enzim
yang berkembang, yaitu Fischers Lock and Key Model dan Koshlands Induce-Fit Model.
Fischers Lock and Key model mengasumsikan enzim memiliki tingkat kesimilaritasan yang
tinggi antara bentuk dari substrat dan geometri dari tapak aktif enzim. Substrat berikatan pada
tapak aktif enzim yang memiliki bentuk komplemen yang sama dengan bentuk substrat itu
sendiri, seperti kunci dan gemboknya yang digambarkan dengan puzzle 3 dimensi.
Model kedua yaitu model Koshlands Induce-Fit. didukung dari keadaan protein yang
memiliki bentuk fleksibel. Pada model induce-fit, setelah substrat berikatan maka akan
menginduksi enzim melakukan konformasi bentuk yang menghasilkan bentuk yang
komplemen dengan substrat. Model induce-fit juga lebih sesuai dengan pertimbangan dimana
adanya keadaan transisi yang harus dicapai dan penurunan energi aktivasi akibat reaksi
katalisis oleh enzim. Hal ini menunjukkan bahwa enzim dan substrat harus berikatan terlebih
dahulu membentuk kompleks ES sebelum apapun terjadi selanjutnya.
Apabila ikatan antara enzim dan substrat terlalu kuat dan sempurna dalam membentuk
kompleks maka akan menurunkan energi bebas dari kompleks tersebut bila dibandingkan
dengan E+S sebelum bereaksi dan memiliki energi yang lebih banyak untuk mencapai
keadaan transisi sehingga kondisi ini menurunkan kecepatan reaksi. Banyak studi
menunjukkan bahwa enzim meningkatkan reaksi dengan menurunkan energi dari transisi
energi, EX, ketika meningkatkan energi dari energi dari kompleks ES.
Pertimbangan ini mendukung model induce-fit memiliki deskripsi pembentukan
kompleks ES yang lebih akurat daripada model lock-and-key karena model induce-fit
menjelaskan bagaimana E+S berikatan dan menuju pembentukan pada keadaan transisi.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah konsentrasi
substrat, perubahan temperatur, perubahan pH, proses oksidasi, paparan radiasi, keberadaan
molekul lainnya.
Penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzim hingga titik
Vmax dimana penambahan konsentrasi substrat tidak lagi menaikkan kecepatan reaksi karena
kecepatan reaksi menjadi konstan. Enzim memiliki tingkat reaksi satu (one order reaction)
pada konsentrasi substrat yang kecil dimana penambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi dan memiliki tingkat reaksi nol (zero order reaction) dimana
penambahan konsentrasi substrat tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi
ketika sudah mendekati titik Vmax (titik Vmax berada pada kondisi asimptot).
Perubahan temperatur akan mempengaruhi kecepatan reaksi enzim. Setiap enzim
memiliki suhu optimum dimana enzim akan bekerja secara maksimum pada suhu tersebut
dan akan terdenaturasi atau tidak aktif apabila berada diluar rentang tersebut. Di luar suhu
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali.
Menurut Campbell (Biochemistry, 2009) Meningkatkan suhu dari campuran reaksi
akan meningkatkan ketersediaan energi yang diperlukan suatu reaksi untuk mencapai
keadaan transisi. Imbasnya, kecepatan dari reaksi kimia akan semakin cepat apabila suhu
dinaikkan. Namun ini hanya berlaku terbatas untuk reaksi biokimia. Pada awalnya, suhu akan
membantu mempercepat reaksi kimia dan sampai disuatu titik dimana kenaikan suhu akan
mendenaturasi enzim (protein). Diatas titik suhu ini, apabila suhu tetap dinaikkan maka
kecepatan reaksi kimia akan semakin menurun.
Perubahan pH juga akan mempengaruhi kecepatan reaksi enzim. Enzim memiliki titik
pH optimum dimana pada pH tersebut, kecepatan reaksi enzim mencapai maksimum dan
merubah struktur 3D kompleks enzim dan substrat. Pada pH sebelum pH optimum terjadi
peningkatan ikatan antara E+S dan pada pH sesudah pH optimum terjadi disosiasi kompleks
E+S. Setiap enzim memiliki pH yang khas seperti pepsin yang memiliki pH optimum pada
pH 2, namun sebagian besar enzim memiliki pH optimum pada pH 6-8.
Proses oksidasi teradap gugus sulfihidril (-SH) pada tapak aktif oleh agen
pengoksidasi dapat membentuk jembatan disulfida (S-S) yang mengakibatkan penurunan
aktivitas enzim.
Enzim yang terpapar energi terlalu besar seperti radiasi dari sinar-X dapat mengubah
struktur enzim dan menurunkan aktivitas enzim. Sinar UV bahkan dapar menginaktivasi kerja
enzim.
Selain itu, enzim juga dipengaruhi oleh adanya molekul kimia lainnya seperti
inhibitor, aktivator seperti koenzim/kofaktor. Dengan adanya inhibitor bisa jadi kemampuan
aktivitas enzim akan menurun dan dengan adanya kofaktor/koenzim akan meningkatkan
aktivitas enzim.
Model kinetika enzim sebagai pengkatalisis dirancang oleh Leonor Michaelis dan
Maud Menten (1913). Dalam menggambarkan reaksi antara enzim dan substrat, mereka
menggunakan persamaan :
Dengan asumsi bahwa produk tidak dapat berubah menjadi substrat kembali dalam
kondisi apapun. Pada persamaan ini, k1 adalah konstanta kecepatan untuk pembentukan
kompleks enzim-substrat, ES, dari enzim, E, dan substrat, S. k1 adalah konstanta kecepatan
untuk reaksi kebalikannya, disosiasi dari kompleks ES untuk menjadi enzim bebas dan
substrat kembali. k2 adalah konstanta kecepatan untuk merubah compleks ES menjadi produk
P dan terlepas dari kompleks bersama enzim.
Ketika kita mengukur kecepatan reaksi enzim pada variasi konsentrasi substrat dan
dihasilkan bahwa kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi substrat, kita juga dapat
menentukan kecepatan awal reaksi (Vo) sehingga dapat diketahui bahwa produk tidak
kembali lagi menjadi substrat dalam kondisi apapun. Kecepatan awal reaksi mengasumsikan
setiap kecepatan reaksi yang terukur pada saat kompleks E+S mulai terbentuk.
Pada daerah dengan konsentrasi substrat yang rendah, reaksi memiliki tingkat reaksi 1
dimana kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi substrat. Pada daerah dengan
konsentrasi substrat yang tinggi, reaksi memiliki tingkat reaksi 0 dimana kecepatan reaksi
tidak bergantung lagi pada konsentrasi substrat. Tapak aktif dari molekul enzim sudah jenuh
dan pada konsentrasi yang tidak terbatas, kecepatan reaksi akan mencapai kecepatan
maksimumnya (Vmax).
Konsentrasi substrat saat setengah dari kecepatan reaksi maksimum memiliki
signifikansi yang spesial. Pada konsentrasi ini, 50% dari tapak aktif enzim sudah ditempati
oleh substrat. Konsentrasi ini diinterpretasikan sebagai konstanta Michaelis (KM). KM
mengukur seberapa rapat ikatan substrat dengan enzim. Semakin kecil nilai KM maka semakin
rapat ikatan substrat dengan enzim sehingga itu berarti semakin tinggi afinitas enzim terhadap
substrat. Semakin besar nilai KM maka semakin renggang ikatan substrat dengan enzim
sehingga itu berarti semakin rendah afinitias enzim terhadap substrat.
Michaelis-Menten menggambarkan teorinya untuk menunjukkan hubungan antara [S],
Vmax, and KM dengan menggunakan persamaan Michaelis-Menten :
Secara teknis, KM hanya sesuai untuk enzim yang menunjukkan kurva hiperbolik
antara kecepatan terhadap konsentrasi substrat. Kurva hiperbolik cukup sulit untuk
menentukan nilai dari Vmax karena keadaan asimptotnya sehingga nilai tersebut tidak dapat
dicapai dengan jumlah substrat berapapun. Sehingga pembacaan ini dipermudah dengan
merubah kurvanya menjadi garis lurus dengan cara meng-inverse-kan persamaan Michaelis-
Menten sehingga dihasilkan persamaan Lineweaver-Burk double reciprocal :

Inhibitor memiliki berbagai jenis dalam interaksinya bersama enzim. Inhibitor terbagi
menjadi inhibisi kompetitif, inhibisi un-kompetitif, inhibisi non-kompetitif. Pada inhibisi
kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali
inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim.
Pengikatan inhibitor tidak perlu terjadi pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan
inihibitor mengubah konformasi enzim. Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal reaksi
tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai
kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan KM.
Pada inhibisi un-kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas,
namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi
tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim
multimerik.
Pada inhibisi non-kompetitif, inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada
saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif.
Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi
berubah. Namun karena substrat masih dapat mengikat enzim, KM tetaplah sama.
Walaupun sepertinya inhibitor bekerja dengan mengganggu kerja enzim, namun peran
tersebut dimanfaatkan untuk menghambat fungsi enzim yang tidak bekerja normal sehingga
inhibitor sering digunakakn sebagai obat.
Pada praktikum kali ini, dilakukan penentuan kinetika enzim glukosa oksidase
menggunakan kit GOD-PAP yang telah terstandardisasi. Pengujian penentuan kinetika enzim
ini dilakukan dengan pembuatan 6 macam campuran larutan pada tabung reaksi dengan
komposisi yang berbeda. Setiap tabung reaksi dimasukkan 1 mL larutan kit GOD-PAP
kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit. Tujuan dari inkubasi awal ini adalah
untuk mempersiapkan enzim glukosa oksidase untuk dapat bekerja aktif pada suhu
optimumnya. Kemudian ditambahkan larutan substrat glukosa standar dengan volume 10
L,15 L, 20 L, 30 L, 50 L,70 L menggunakan mikropipet lalu ditambahkan 1 mL air.
Campuran kemudian diaduk hingga homogen dengan digoyang-goyangkan dan langsung
dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm.
Hasil pembacaan dicatat dan dijadikan untuk pembacaan pertama. Setelah itu diinkubasi
kembali pada suhu 37 oC selama 5 menit dan dibaca kembali absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm.
GOD-PAP merupakan enzim yang memerlukan waktu tertentu untuk bereaksi
optimum, sehingga dibutuhkan waktu inkubasi kedua untuk bekerja. Jika waktu inkubasi
kurang dari waktu inkubasi optimum / operating time-nya, maka enzim tidak akan bereaksi
sempurna. Sedangkan apabila waktu inkubasi lebih dari waktu inkubasi optimum / operating
time, maka senyawa yang terbentuk akan terdegradasi.
Metode GOD-PAP memiliki prinsip proses oksidasi glukosa dengan adanya enzim
glukosa oksidase membentuk asam glukonat dan peroksida. Peroksida yang terbentuk
direaksikan dengan 4 amino-antipyrine dan asam hidroksi benzoat disertai enzim peroksidase
membentuk kompleks quinoneimina yang berwarna. Intensitas warna merah yang terbentuk
sebanding dengan kadar larutan glukosa.

Glukosa + O2 + Glukosa oksidase Asam Glukonat + H2O2


2H2O2 + fenol + 4aminoantipyrine + peroksidase Quinoneimine + 4H2O

Metode ini sangat spesifik untuk pengukuran glukosa didalam serum atau plasma
karena yang diukur hanya kadar glukosa.
Adapun kit GOD-PAP mengandung dapar fosfat, fenol, 4-amino-antipyrine, glukosa
oksidase, peroksidase, sodium azida. Dapar fosfat digunakan untuk menjaga larutan tetap
pada pH yang tetap yaitu pH 7,4 agar enzim dapat bekerja efektif pada pH optimum. Fenol
dan 4-amino-antipyrine digunakan sebagai reagen saat bereaksi dengan peroksida (H2O2).
Glukosa oksidase digunakan sebagai enzim pengoksidasi glukosa untuk menjadi asam
glukonat. Peroksida digunakan sebagai enzim pembentuk kompleks quinoneimina (senyawa
kromofor berwarna merah) yang dapat terbaca oleh spektrofotometer UV-Vis.
Setelah itu pengujian menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Menurut hukum
Lambert Beer, prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya monokromatik melalui suatu
media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian
dipancarkan lagi. Prinsip spektrofotometer UV-Vis adalah adanya interaksi yang terjadi
antara energi yang berupa sinar monokramatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa
molekul. Besar energi yang diserap tertentu dan menyebabkan elektron tereksitasi dari
keadaan dasar ke keadaan tereksitasi yang memiliki energi lebih tinggi. Serapan tidak terjadi
seketika pada daerah UV-Vis namun hanya pada molekul yang memiliki kromofor (senyawa
yang bertanggung jawab atas penyerapan sumber energi cahaya pada panjang gelombang
tertentu) dimana senyawa kromofor memiliki karakteristik mempunyai sistem rangkap
terkonjugasi. Walaupun begitu, apabila suatu molekul tidak memiliki gugus kromofor maka
senyawa tersebut tetap dapat dideteksi oleh spektrofotometri UV-Vis dengan cara
mereaksikan molekul tsb secara kimia terlebih dahulu dengan senyawa kromofor.
Sinar dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator lalu diteruskan melalui
sampel dengan sebuah cermin berotasi. Detektor menerima cahaya dari sampel secara
bergantian dan berulang-ulang, kemudia sinyal-sinyal dari detektor diproses, diubah ke
bentuk digital, dilihat hasilnya dan ditampilkan oleh program pada alat spektrofotometer.
Adapun panjang gelombang yang digunakan pada spektrofotometri UV-Vis adalah 200-400
(UV) dan 400-800 (Visible). Spektrofotometri UV-Vis yang ada di lab sudah memiliki
mekanisme double beam dimana sumber sinar dilewatkan ke kuvet yang berisi sampel dan
blanko sehingga proses analisis bisa berjalan secara bersamaan dan akan membuat proses
menjadi lebih sederhana dan lebih cepat.
Hasil percobaan menunjukkan hasil yang sangat tidak ideal karena tidak terlihat
perubahan yang signifikan pada absorbansi larutan uji. Setelah berdiskusi dan mencari tahu,
kesalahan utama terletak dari proses pengambilan larutan glukosa standar menggunakan pipet
mikro yang tidak benar. Kesalahan dalam menggunakan pipet mikro ini membuat
pengambilan larutan glukosa standar selalu sama di setiap macam larutan uji nya sehingga
menghasilkan absorbansi yang cenderung sama dan tidak dapat terbaca dengan baik oleh
spektrofotometer UV-Vis karena tidak masuk dalam rentang 0,2-0,8. Selain itu hasil
pengukuran yang tidak baik dapat diakibatkan oleh proses inkubasi yang terlalu cepat dan
terlalu banyak berada di suhu ruang yang kurang sesuai dengan suhu optimum dari kit GOD-
PAP sehingga kerja enzim tidak maksimal. Oleh karena itu, hasil percobaan ini tidak dapat
untuk menentukan nilai Vmax dan KM karena data absorbansi yang diperoleh memiliki selisih
yang sangat kecil/tidak ada sehingga tidak dapat menentukan nilai Vo. Hasil percobaan juga
menunjukkan grafik yang cenderung datar dan ini berlawanan dengan teori yang ada
sehingga persamaan regresi pun tidak dapat dibuat.
Seharusnya hasil absorbansi yang telah diperoleh kemudian diolah dengan
menghitung selisih absorbansi dibandingkan selisih waktu antara absorbansi pertama dan
kedua untuk mendapatkan kecepatan awal Vo. Konsentrasi substrat dihitung untuk
konsentrasi substrat dalam volume total campuran. Kemudian dibuat data antara 1/[S] dan
1/Vo dan diplot datanya pada kurva linier dengan 1/[S] sebagai sumbu x dan 1/Vo sebagai
sumbu y dengan gradiennya adalah KM /Vmax. Digunakan persamaan Lineweaver-Burk untuk
memperoleh nilai KM /Vmax sebagai b dan 1/Vmax sebagai nilai a untuk persamaan y=bx+a.
Sehingga dapat diperoleh nilai a untuk 1/Vmax dan didapat nilai Vmax. Dari nilai Vmax
maka dapat diperoleh nilai KM dari nilai b untuk gradien KM /Vmax.

VII. KESIMPULAN
1. Nilai Vmax dan nilai KM tidak dapat ditentukan dengan persamaan Michaelis-Menten
sehingga kinetika enzim pada kit GOD-PAP juga tidak dapat ditentukan. (Hasil
pengamatan dan alasan dibahas dalam subbab diskusi dan pembahasan)
VIII. DAFTAR PUSTAKA
8.1 Buku
Campbell, K. Mary, Shawn O. Farrell. 2009. Biochemistry, 6th edition. USA :
Thomson Higher Education. Hal. 143-164
Clark, J.M. and Switzer, R.L. 1976. Experimental Biochemistry, 2nd ed. USA : W.H.
Freeman and Company.
Devasena, T. 2010. Enzymology. New York : Oxford University Press. Hal. 1-13, 56-
57, 89-105.
Gray, Stephen D. And John A. Billings. 1983. Kinetic Assay of Human Pepsin with
Albumin. Bromphenol Blue as Substrate, Clinical Chemistry, vol 29, 3 hal
447-451.
Grisham, Charles M.; Reginald H. Garrett. 1999. Biochemistry. Philadelphia:
Saunders College Pub. pp. 4267. ISBN 0-03-022318-0.
Smith AL (Ed) et al. 1997. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular
Biology. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-854768-4.
Surantaatmaja, Slamet Ibrahim, dkk. 2016. Modul Instrumental Pharmaceutical
Chemistry and Biochemistry (FA3113). Bandung : Sekolah Farmasi ITB. Hal
76-78
8.2 Situs
Egyptian Company for Biotechnology (S.A.E). 2007. GLUCOSE - Liquizyme GOD -
PAP (Single Reagent). Cairo, Egypt. Diakses dari http://spectrum-
diagnostics.com/data/Glucose(GOD-PAP).pdf pada pukul 16.05 WIB tanggal
10 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai