Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN
Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri

DISUSUN OLEH :

NAMA : VARA MONIKA

NIM : 215100901111004

KELOMPOK : Y2

ASISTEN : GRACIA MARTHAULI SIAHAAN


AMIRA NUR FADIYAH

LABORATORIUM REMEDIASI

DEPARTEMEN TEKNIK BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil dan
hanya bisa diamati dengan bantuan mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun dari satu
sel (uniseluler) dan ada yang tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun organisme
uniseluler hanya tersusun atas satu sel, mikroorgnisme tersebut menunjukkan semua
karakteristik organisme hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi, berdiferensiasi,
melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi.
Kehidupan mikroorganisme pada umumnya sangat tergantung pada faktor lingkungan.
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Perubahan
lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba. Beberapa
kelompok mikroba sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikroba tersebut
dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan
meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik.
Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme
adalah faktor abiotik berupa suhu. Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk
hidupnya. Suhu pertumbuhan suatu mikrobia dapat di bedakan dalam suhu minimum,
optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di
bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia
perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal
(thermal death time) nya.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri.
b. Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis bakteri dan mampu mengklasifikasikan
jenis bakteri sesuai dengan karakteristik suhu lingkungannya.
c. Mahasiswa mampu memahami prinsip identifikasi bakteri pada praktikum ini.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Bakteri


Bakteri merupakan sel prokariotik yang memiliki ciri khas, bersifat uniseluler dan tidak
memiliki membran inti. Bakteri terdiri dari berbagai macam bentuk, seperti batang, spiral, dan
bola yang umumnya memiliki diameter sekitar 0,5-1,0 µm dan panjangnya 1,5-2,5 µm.
Berdasarkan struktur dinding selnya, bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri gram positif dan
gram negatif (Bota et al., 2015).
Menurut Hasyimuddin et al. (2016), bakteri merupakan suatu struktur sel yang tidak
memiliki inti sejati (inti yang tidak dikelilingi oleh membran inti), sedangkan komponen
genetiknya terdapat di dalam molekul DNA tunggal yang letaknya bebas di dalam sitoplasma.
Bakteri ini merupakan salah satu organisme kosmopolit yang dapat kita jumpai di berbagai
tempat dengan berbagai kondisi. Mulai dari padang pasir yang panas hingga kutub utara yang
beku. Namun, bakteri juga memiliki batasan suhu tertentu untuk bisa tetap bertahan hidup.

2.2 Pengertian Pertumbuhan Bakteri


Pertumbuhan mikroba merupakan pertambahan jumlah atau volume serta ukuran suatu
sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan didefinisikan sebagai
pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan
dan perkembangbiakan bakteri memerlukan suatu media yang kaya akan nutrisi (Adlina et al.,
2021).
Pertumbuhan bakteri dapat didefinisikan sebagai pertambahan volume, ukuran sel dan
juga peningkatan jumlah sel. Pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa tahap sesuai
dengan aktifitas selulernya yakni fase lag, fase log, fase stasioner dan fase kematian.
Pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor biotik maupun
faktor abiotik (Amrullah, 2017).

2.3 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri


Perkembangbiakan mikroorganisme dengan cara menggandakan diri dapat terjadi
melalui kondisi lingkungan dan elemen-elemen kimia yang tersedia. Faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain adalah nutrisi lengkap dan kondisi lingkungan.
Dalam pertumbuhan bakteri, nutrisi diperlukan untuk metabolisme bakteri sesuai dengan
fungsi masing-masing nutrisi yang diperlukan untuk bakteri tumbuh. Faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain adalah pH dan suhu. pH merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Nilai pH yang optimum
berbeda pada spesies yang berbeda. Umumnya mikroorganisme tumbuh baik pada kirasan
pH 6,0-8,0. Beberapa spesies bakteri dapat tumbuh pada pH optimum serendah 3,0 dan pH
optimal setinggi 10,5. Selain pH, suhu juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Suhu
optimum untuk tumbuh pada tiap mikroorganisme berbeda tergantung spesiesnya. Umumnya
mikroorganisme dapat tumbuh baik pada suhu kisaran 30-37°C, spesies yang tumbuh pada
suhu ini adalah mesofilik. Spesies bakteri yang tumbuh pada suhu rendah kisaran 15-20°C
adalah psikofilik dan yang spesies bakteri yang tumbuh pada suhu tinggi pada kisaran 50-
60°C adalah termofilik (Andini, 2022).
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, suhu merupakan salah satu faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Suhu merupakan faktor lingkungan yang
sangat menentukan kehidupan mikroorganisme karena pengaruh suhu berhubungan dengan
aktifitas enzim. Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada suhu tubuh manusia. Akan tetapi,
beberapa bakteri dapat tumbuh dalam lingkungan ekstrem yang berada di luar batas
pertahanan organisme eukariot. Suhu rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun
dan jika suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein enzim (Fathoni et al., 2016).
2.4 Klasifikasi Bakteri Berdasarakan Suhu Beserta Contoh Bakterinya
Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relatif sederhana karena materi genetik
tidak diselubungi oleh selaput inti. Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan
perbedaan suhunya, antara lain adalah bakteri prikrofil, bakteri mesofil dan bakteri termofil.
Bakteri psikrofil merupakan bakteri yang dapat hidup di udara dengan suhu rendah atau dingin.
Bakteri psikorofil terdiri dari dua jenis, yakni bakteri psikrofil dan bakteri psikrofil fakultatif.
Bakteri psikrofil merupakan bakteri yang tumbuh pada suhu 0°C dengan suhu optimum 15°C
dan tidak tumbuh pada suhu kamar (25°C). Bakteri ini sering di temukan di laut dalam dan di
daerah kutub, serta sering menimbulkan masalah pada pengawetan makanan. Sedangkan
bakteri psikrotrof atau psikotrofil fakultatif merupakan bakteri yang tumbuh pada suhu 0°C
dengan suhu optimum 20-30°C dan tidak tumbuh pada suhu lebih dari 40°C. Bakteri ini sering
terdapat dalam makanan yang disimpan pada suhu rendah karena dapat tumbuh di lemari es.
Contoh bakteri psikrofil adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Achromobacter, dan
Alcaligenes (Pasaribu, 2019).
Bakteri mesofil merupakan bakteri yang tumbuh optimal pada suhu 25-40°C dan
merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan. Bakteri ini dapat beradaptasi untuk hidup
dan tumbuh pada suhu optimum di sekitar suhu inangnya. Suhu optimum bakteri patogen
umumnya sekitar 37°C dan suhu inkubator untuk menginkubasi biakan bakteri ini diatur sekitar
37°C. Bakteri mesofil termasuk sebagian besar bakteri yang menyebabkan kerusakan dan
penyakit. Contoh bakteri mesofil adalah Staphylococcus epidermis (Anggraeni, 2021).
Bakteri termofilik merupakan kelompok bakteri yang memiliki kondisi pertumbuhan
optimum pada suhu tinggi. Bakteri termofilik merupakan bakteri yang tumbuh dengan baik di
atas suhu 45°C. Bakteri termofilik dapat tumbuh optimal pada suhu 45°C-80°C, bahkan ada
yang mampu hidup pada suhu 100°C atau lebih. Bakteri termofilik berbeda dengan sel-sel
eukariotik karena kemampuannya untuk beradaptasi dan tumbuh pada suhu tinggi serta
kondisi seperti salinitas tinggi (NaCl jenuh), pH ekstrim (<2 dan >10), dan tekanan substrat.
Bakteri termofilik terbagi atas tiga golongan berdasarkan kisaran suhu pertumbuhannya, yaitu
bakteri termofilik (45-65°C) dengan suhu pertumbuhan optimum 55°C, ekstrim termofilik (65-
85°C) dengan suhu pertumbuhan optimum 75°C, dan hipertermofilik (85-110°C) dengan suhu
pertumbuhan optimum 95°C (Aidul, 2022).

2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri


Suhu sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikroba, kecepatan sintesis enzim
dan kecepatan inaktivasi enzim. Setiap mikroba termasuk bakteri memiliki temperatur
optimum, maksimum dan minimum untuk pertumbuhannya. Jika temperatur lingkungan lebih
kecil dari suhu minimum dan lebih besar dari suhu maksimum pertumbuhannya maka aktivitas
enzim akan terhenti bahkan pada temperatur yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim
(Arivo dan Annissatussholeha, 2017).
Dalam mekanismenya, suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara yakni
apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sedangkan
apabila suhu turun kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan diperlambat
merupakan dua cara pengaturan atau mekanisme suhu dalam mempengaruhi
mikroorganisme. Oleh sebab itu, berdasarkan hubungan antara suhu dan pertumbuhan
tersebut, mikroorganisme dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yang diantaranya
adalah bakteri psikrofil, bakteri mesofil dan bakteri termofil (Anindita et al., 2017).

2.6 Pengertian Denaturasi Enzim


Denaturasi enzim dapat diartikan sebagai terganggunya bagian aktif enzim sehingga
kecepatan reaksinya akan menurun. Pada suhu rendah aktivitas enzim amilase tidak optimal
karena energi yang diserap oleh enzim tersebut tidak cukup untuk menghidrolisis substrat
sehingga nilai aktivitas enzim tersebut menjadi rendah. Sedangkan ketika suhu terlalu tinggi,
enzim akan mengalami denaturasi. Struktur tertier enzim yang terdiri dari ikatan hidrofobik jika
menyerap energi tinggi akan terjadi pemutusan dan mengakibatkan terjadinya pembukaan
struktur tertier sehingga konformasi enzim berubah dan menyebabkan aktivitasnya menurun.
Penurunan aktivitas enzim setelah suhu optimum terjadi karena pada suhu yang paling tinggi
dari suhu optimum, protein dapat terdenaturasi, selain itu substrat juga dapat mengalami
perubahan konformasi sehingga dalam memasuki sisi aktif tidak seleluasa seperti pada
keadaan suhu optimumnya dan menyebabkan akktivitas enzim berkurang (Supriyatna et al.,
2015).
Enzim merupakan suatu protein, jika suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya
proses denaturasi. Jika suatu protein terdenaturasi, maka susunan tiga dimensi khas dari
rantai polipeptida terganggu dan molekul ini terbuka menjadi struktur acak, tanpa adanya
kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Protein yang terdenaturasi dapat membentuk
berbagai bentuk acak yang biasanya tidak aktif (Karso et al., 2014).

2.7 Contoh Grafik Hubungan Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri


Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, salah satu faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi suhu terhadap pertumbuhan bakteri adalah suhu. Suhu sangat mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan mikroba, kecepatan sintesis enzim dan kecepatan inaktivasi enzim.
Jika temperatur lingkungan lebih kecil dari suhu minimum dan lebih besar dari suhu maksimum
pertumbuhannya maka aktivitas enzim akan terhenti bahkan pada temperatur yang terlalu
tinggi akan terjadi denaturasi enzim. Berikut merupakan contoh grafik hubungan pengaruh
suhu terhadap pertumbuhan bakteri.

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri


Sumber: Aini, 2015

Dapat dilihat pada Gambar 2.1 di atas, bahwa terjadi penurunan tingkat viabilitas bakteri
seiring dengan bertambahnya suhu dan waktu. Penurunan viabilitas bakteri hingga mencapai
48% pada perlakuan 1 (40°C, 10 menit) jika dibandingkan dengan kontrol yang menggunakan
suhu optimal dalam pertumbuhan bakteri (37°C) dan sekitar 52% bakteri yang bertahan hidup
ketika suhu dinaikkan. Hal ini dikarenakan perubahan lingkungan berupa suhu dapat merusak
membran sel bakteri. Ketika membran sel rusak maka akan terjadi denaturasi protein dan
menurunnya aktifitas di dalam sel sehingga sel tersebut akan mati. Sehingga dapat
disimpulkan jika suhu sangat berpengaruh terhadap viabilitas atau pertumbuhan bakteri (Aini,
2015).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat, Bahan dan Fungsinya


Tabel 3.1 Alat, Bahan dan Fungsinya
No Alat dan Bahan Fungsi
1 Beaker glass Sebagai wadah untuk memanaskan nutrient
agar dan nutrient broth
2 Tabung reaksi Sebagai wadah bahan
3 Rak tabung reaksi Sebagai tempat untuk meletakkan tabung reaksi
4 Termometer Untuk mengukur suhu
5 Pipet ukur Untuk mengambil biakan dengan skala ukur
6 Bulb Sebagai alat bantu mengambil biakan
7 Penjepit Untuk mengambil tabung reaksi
8 Cawan petri Sebagai wadah medium dan wadah tumbuhnya
bakteri
9 Kapas Untuk menutup tabung reaksi
10 Inkubator Untuk menyimpan bakteri yang akan diamati
11 Bunsen Sebagai sumber panas
12 Kaki tiga Sebagai penyangga saat memanaskan dengan
bunsen
13 Kawat kasa Sebagai alas saat memanaskan dengan bunsen
14 Korek api Untuk menyalakan bunsen
15 Label Sebagai penanda
16 Plastik wrap Sebagai penutup tabung reaksi dan cawan petri
17 Kertas coklat Untuk menutup cawan petri
18 Biakan mikrobiologi Sebagai bahan perlakuan
19 Medium nutrien agar Sebagai media tumbuhnya bakteri
20 Alkohol 70% Untuk sterilisasi

3.2 Gambar Alat dan Bahan


Tabel 3.2 Gambar Alat dan Bahan
No Alat dan Bahan Gambar
1 Beaker glass

Gambar 3.1 Beaker glass


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
2 Tabung reaksi

Gambar 3.2 Tabung Reaksi


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
3 Rak tabung reaksi

Gambar 3.3 Rak Tabung Reaksi


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
4 Termometer

Gambar 3.4 Termometer


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
5 Pipet ukur

Gambar 3.5 Pipet Ukur


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
6 Bulb

Gambar 3.6 Bulb


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
7 Penjepit

Gambar 3.7 Penjepit


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
8 Cawan petri

Gambar 3.8 Cawan Petri


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
9 Kapas

Gambar 3.9 Kapas


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
10 Inkubator

Gambar 3.10 Inkubator


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
11 Bunsen

Gambar 3.11 Bunsen


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
12 Kaki tiga

Gambar 3.12 Kaki Tiga


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
13 Kawat kasa

Gambar 3.13 Kawat Kasa


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
14 Korek api

Gambar 3.14 Korek Api


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
15 Label

Gambar 3.15 Label


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
16 Plastik wrap

Gambar 3.16 Plastik Wrap


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
17 Kertas coklat

Gambar 3.17 Kertas Coklat


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
18 Biakan mikrobiologi

Gambar 3.18 Biakan Mikrobiologi


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
19 Air PDAM

Gambar 3.19 Air PDAM


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
20 Bubuk agar

Gambar 3.20 Bubuk Agar


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
21 Medium nutrien agar

Gambar 3.21 Medium Nutrien Agar


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
22 Alkohol 70%

Gambar 3.22 Alkohol 70%


Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
3.3 Cara Kerja

Alat dan bahan


Disiapkan

Alkohol 70%

Disemprotkan pada tempat kerja


untuk sterilisasi
Bakteri

Diambil sebanyak 9 ml dengan


menggunakan pipet ukur dan
dimasukkan ke dalam tabung
reaksi

Tabung reaksi

Ditutup dengan menggunakan


kapas dan aluminium foil atau
plastik wrap. Kemudian lakukan
perlakuan di atas sebanyak 3 kali

Air PDAM

Diambil sebanyak 400 ml


kemudian dituangkan ke dalam
beaker glass dan dipanaskan
menggunakan dengan bunsen

Bakteri

Pada masing-masing tabung reaksi


diberi perlakuan yang berbeda,
yakni tabung 1 dipanaskan, tabung
2 didinginkan dan tabung 3 tidak
diberi perlakuan. Perlakuan
tersebut dilakukan bersamaan
selama 20 menit dan ukur suhu
menggunakan termometer selama
1 menit

Bakteri

Bakteri yang telah diberi


perlakuan dipindahkan dari tabung
reaksi ke cawan petri
Nutrien agar

Dimasukkan ke dalam cawan petri


yang di dalamnya terdapat bakteri
dari tabung reaksi
Cawan petri

Ditutup dan disterilkan dengan


menggunakan autoklaf
Cawan petri

Dimasukkan ke dalam inkubator


dengan suhu 37°C selama 24 jam

Hasil
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Data hasil Praktikum
Tabel 4.1 Data Hasil Praktikum
No Perlakuan Suhu Gambar Keterangan
1 Ditaruh pada 48°C Putih keruh dan
air yang samar (10 koloni)
dipanaskan

2 Dibiarkan di 25°C Putih keruh dan


ruangan terlihat jelas (37
koloni)

3 Ditaruh pada 15°C Putih keruh dan


kulkas terlihat sedikit lebih
jelas (12 koloni)

4.1.2 Analisis Data Hasil Praktikum


Praktikum mikrobiologi lingkungan materi “Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan
Bakteri” ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya yang beralamat di Kedawung, Ngijo, Kecamatan Karang Ploso,
Kabupaten Malang. Praktikum ini menghasilkan data berupa jumlah bakteri atau koloni
yang tumbuh seperti pada Tabel 4.1 di atas. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa
terdapat tiga perlakuan yang diberikan pada masing-masing biakan mikrobia yang telah
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, yakni ditaruh di air mendidih, dibiarkan di ruangan
dan ditaruh di kulkas. Pada tabung reaksi 1, biakan mikrobia diberikan perlakuan ditaruh
pada air yang mendidih. Setelah diberikan perlakuan, kemudian masing-masing biakan
tersebut dicampurkan dengan media padat di cawan petri dan kemudian dimasukkan ke
dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam untuk kemudian diamati
pertumbuhannya. Pada biakan mikrobia 1 yang diberikan perlakuan ditaruh di air yang
mendidih terukur suhunya sebesar 48°C, pada biakan mikrobia 2 yang diberikan
perlakuan dibiarkan di ruangan memiliki suhu sebesar 25°C dan pada biakan mikrobia 3
yang diberikan perlakuan ditaruh di kulkas memiliki suhu sebesar 15°C. Setelah itu, pada
biakan mikrobia 1 dengan perlakuan ditaruh di air yang mendidih menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri sebanyak 10 koloni dengan warna putih keruh dan cenderung
samar. Pada biakan mikrobia 2 dengan perlakuan dibiarkan di ruangan menunjukkan
adanya pertumbuhan bakteri yang cenderung lebih banyak dari biakan sebelumnya, yakni
terbentuk 37 koloni dengan warna putih keruh dan cenderung terlihat jelas. Lalu pada
biakan mikrobia 3 dengan perlakuan ditaruh di kulkas menunjukkan pertumbuhan bakteri
sebanyak 12 koloni dengan warna putih keruh dan cenderung terlihat sedikit lebih jelas.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Perlakuan Suhu Normal, Didinginkan dan Dipanaskan
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, masing-masing bakteri pada tabung
reaksi diberikan perlakuan yang berbeda, yakni dibiarkan di ruangan, ditaruh di air panas
dan ditaruh di kulkas. Pada bakteri dengan perlakuan dibiarkan di ruangan terhitung
memiliki koloni sebanyak 37 dengan warna putih keruh dan terlihat jelas. Pertumbuhan
bakteri disebabkan karena adanya enzim yang mendukung terjadinya pertumbuhan.
Fungsi enzim ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah
faktor suhu. Setiap enzim dapat bekerja dengan efektif pada suhu tertentu dan
aktivitasnya akan berkurang jika berada pada kondisi di bawah atau di atas titik tersebut.
Kondisi yang menyebabkan kerja enzim menjadi efektif ini disebut kondisi optimal.
Ketidaksesuaian suhu dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk sisi aktif enzim.
Sifat enzim yang tidak tahan panas atau dapat berubah karena pengaruh suhu ini disebut
termolabil (Kurniawan et al., 2017).
Perlakuan kedua yang diberikan kepada bakteri adalah dengan ditaruh di kulkas.
Perlakuan ini menyebabkan bakteri bertumbuh pada suhu di bawah normalnya. Hal ini
tentu saja akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Setelah dilakukan perhitungan,
ternyata bakteri dengan perlakuan ini tumbuh sebanyak 12 koloni. Hal itu membuktikan
bahwa suhu yang lebih rendah dari suhu normal berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan bakteri jika dibandingkan dengan bakteri yang hanya diberi perlakuan
dibiarkan di ruangan. Suhu yang terlalu rendah dapat meningkatkan waktu regenerasi dan
memperlambat pertumbuhan sel (Respati et al., 2017).
Perlakuan ketiga yang diberikan kepada bakteri adalah dengan ditaruh di air yang
panas. Perlakuan ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan bakteri. Dari pengamatan
yang telah dilakukan, pada bakteri dengan perlakuan ini terhitung memiliki 10 koloni. Hal
itu membuktikan bahwa suhu yang lebih tinggi dari suhu normal berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan bakteri jika dibandingkan dengan bakteri yang hanya diberi
perlakuan dibiarkan di ruangan. Ketika suhu lingkungan pertumbuhan bakteri dinaikkan
maka energi dalam yang diserap bakteri juga naik. Hal ini dikarenakan gerakan molekul-
molekul penyusun membran sel akan mengalami pergerakan yang cepat dan semakin
cepat seiring dengan bertambahnya suhu lingkungan. Gesekan antar molekul akibat
pergerakan molekul yang cepat dapat meningkatkan suhu di dalam sel sehingga
membran sel akan mengalami kerusakan. Kerusakan membran sel ini menimbulkan
denaturasi protein (Aini, 2015).
4.2.2 Pertumbuhan Bakteri Paling Banyak Berdasarkan Suhu dan Jelaskan
Penyebabnya
Pada praktikum ini dilakukan perhitungan jumlah koloni yang tumbuh pada masing-
masing bakteri yang telah diberi perlakuan. Ditemukan bakteri yang diberi suatu perlakuan
yang memiliki pertumbuhan bakteri paling banyak, yakni bakteri yang diberi perlakuan
dibiarkan di ruangan. Pada bakteri ini ditemukan sebanyak 37 koloni yang tumbuh. Hal itu
disebabkan karena suhu normal berpengaruh besar terhadap pertumbuhan bakteri.
Pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya enzim yang mendukung terjadinya
pertumbuhan. Fungsi enzim ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah
satunya adalah faktor suhu. Setiap enzim dapat bekerja dengan efektif pada suhu tertentu
dan aktivitasnya akan berkurang jika berada pada kondisi di bawah atau di atas titik
tersebut. Ketidaksesuaian suhu dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk sisi
aktif enzim (Kurniawan et al., 2017).
Berkebalikan dengan bakteri yang diberi perlakuan dibiarkan di ruangan, bakteri
yang diberi perlakuan ditaruh di air panas hanya memiliki 10 koloni. Angka tersebut dapat
dikatakan sangat sedikit jika dibandingkan dengan bakteri yang lain. Seperti yang
dikatakan sebelumnya bahwa pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah enzim yang bekerja dimana efektifitas enzim ini juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya suhu. Ketika suhu lingkungan
pertumbuhan bakteri dinaikkan maka energi dalam yang diserap bakteri juga naik. Hal ini
dikarenakan gerakan molekul-molekul penyusun membran sel akan mengalami
pergerakan yang cepat dan semakin cepat seiring dengan bertambahnya suhu
lingkungan. Gesekan antar molekul akibat pergerakan molekul yang cepat dapat
meningkatkan suhu di dalam sel sehingga membran sel akan mengalami kerusakan.
Kerusakan membran sel ini menimbulkan denaturasi protein. Denaturasi akibat panas
dapat menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak sangat cepat.
Sehingga sifat protein yang hidrofobik menjadi terbuka. Akibatnya semakin panas suhu
lingkungannya molekul protein akan semakin cepat bergerak dan dapat memutuskan
ikatan hidrogen di dalamnya. Ketika fungsi biokimia protein terganggu makan segala
aktivitas sel juga akan terganggu (Aini, 2015).

4.2.3 Klasifikasi Bakteri Berdasarkan DHP


Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relatif sederhana karena materi
genetik tidak diselubungi oleh selaput inti. Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis
berdasarkan perbedaan suhunya. Berdasarkan DHP yang telah diperoleh pada praktikum
ini, maka bakteri tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan suhu serta pertumbuhan
yang terjadi. Pada bakteri dengan perlakuan ditaruh di air panas terukur memiliki suhu
sebesar 48°C dan terhitung tumbuh sebanyak 10 koloni. Apabila dibandingkan dengan
literatur, maka bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai bakteri termofilik. Bakteri termofilik
merupakan kelompok bakteri yang memiliki kondisi pertumbuhan optimum pada suhu
tinggi. Bakteri termofilik merupakan bakteri yang tumbuh dengan baik di atas suhu 45°C.
Bakteri termofilik dapat tumbuh optimal pada suhu 45°C-80°C, bahkan ada yang mampu
hidup pada suhu 100°C atau lebih (Aidul, 2022).
Pada bakteri kedua dengan perlakuan dibiarkan di ruangan terukur memiliki suhu
sebesar 25°C dengan pertumbuhan sebanyak 37 koloni. Apabila dibandingkan dengan
literatur, maka bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai bakteri mesofil. Bakteri mesofil
merupakan bakteri yang tumbuh optimal pada suhu 25-40°C dan merupakan bakteri yang
paling banyak ditemukan. Bakteri ini dapat beradaptasi untuk hidup dan tumbuh pada
suhu optimum di sekitar suhu inangnya (Anggraeni, 2021).
Pada bakteri terakhir dengan perlakuan ditaruh di kulkas terukur memiliki suhu 15°C
dan terpantau tumbuh sebanyak 12 koloni. Jika dibandingkan dengan literatur yang ada,
maka bakteri ini dapat dikatakan sebagai bakteri psikrofil. Bakteri psikrofil merupakan
bakteri yang dapat hidup di udara dengan suhu rendah atau dingin. Bakteri psikrofil
merupakan bakteri yang tumbuh pada suhu 0°C dengan suhu optimum 15°C dan tidak
tumbuh pada suhu kamar (25°C) (Pasaribu, 2019).

4.2.4 Aplikasi Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri di Bidang Teknik


Lingkungan
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dapat diaplikasikan di berbagai
bidang, salah satunya adalah di bidang Teknik Lingkungan. Pengaplikasian pengaruh
suhu terhadap pertumbuhan bakteri di bidang Teknik Lingkungan salah satunya adalah
pada bioremediasi lahan tercemar lumpur minyak. Pada studi ini dinyatakan bahwa Suhu
tanah memberikan efek pada aktivitas mikroorganisme dan laju biodegradasi kontaminan
senyawa hidrokarbon. Dalam studi ini dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap
minggu terhadap composter bioremediasi yang menunjukkan kisaran 25,5°C - 30,5°C,
sedangkan composter kontrol berkisar pada 25°C - 28,5°C. Kisaran tersebut
mengindikasikan bahwa bakteri endogenous yang ada di dalam kontrol dan bakteri
eksogenous yang berupa Bacillus sphaericus, Bacillus cereus dan Pseudomonas
aeruginosa dapat hidup pada suhu normal. Umumnya bakteri Bacillus sp. mampu
bertahan hingga suhu 45°C. Kisaran suhu ini sesuai dengan pertumbuhan bakteri jenis
mesofilik yang dapat hidup pada suhu 15 - 45°C, dengan tingkat optimal pertumbuhan
pada suhu 25 - 35°C. Sedangkan suhu optimum yang diperlukan bagi pertumbuhan
bakteri dalam biodegradasi lumpur minyak adalah 20 - 30°C. Sedangkan suhu yang
optimal untuk degradasi hidrokarbon adalah 30 - 40°C. Dalam studi ini digunakan fungi
kontaminan, dan penurunan proses adsorbsi kontaminan di dalam tanah. Suhu optimum
bagi hampir semua mikroorganisme tanah umumnya 10 - 40°C, walaupun terdapat
beberapa yang dapat hidup pada suhu hingga 60°C (bakteri termofilik). Sedangkan pada
suhu rendah (di bawah 5°C) akan memperlambat atau menghentikan proses
biodegradasi. Pada suhu rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan
volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan
meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat (Retno dan Mulayana, 2013).

4.2.5 Faktor-Faktor Kesalahan yang Mungkin Terjadi


Dalam melakukan praktikum “Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri” ini
tentulah belum dapat dikatakan sempurna. Hal itu dikarenakan dalam praktikum ini pasti
masih terdapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi. Hal itu kemungkinan juga dapat
mempengaruhi hasil dari praktikum yang kurang optimal. Salah satu kesalahan umum
yang kemungkinan dapat terjadi adalah kesalahan praktikan atau human error. Human
error ini dapat terjadi pada saat proses perhitungan dikarenakan proses perhitungan yang
dilakukan secara manual yang masih menggunakan penglihatan praktikan. Selain itu
tingkat sterilisasi mulai dari alat, bahan, kondisi sekitar meja kerja, serta praktikan juga
dapat memungkinkan terjadinya kesalahan dan dapat mempengaruhi hasil dari praktikum
(Wicaksono et al., 2019).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Praktikum kali ini memiliki tujuan mahasiswa mampu mengetahui pengaruh suhu terhadap
pertumbuhan bakteri, mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis bakteri dan mampu
mengklasifikasikan jenis bakteri sesuai dengan karakteristik suhu lingkungannya dan
mahasiswa mampu memahami prinsip identifikasi bakteri pada praktikum ini. Bakteri
merupakan sel prokariotik yang memiliki ciri khas, bersifat uniseluler dan tidak memiliki
membran inti. Pertumbuhan bakteri dapat didefinisikan sebagai pertambahan volume, ukuran
sel dan juga peningkatan jumlah sel. Dalam pertumbuhan bakteri, nutrisi diperlukan untuk
metabolisme bakteri sesuai dengan fungsi masing-masing nutrisi yang diperlukan untuk
bakteri tumbuh. Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri
adalah suhu. Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan
mikroorganisme karena pengaruh suhu berhubungan dengan aktivitas enzim.
Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relatif sederhana karena materi genetik
tidak diselubungi oleh selaput inti. Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan
perbedaan suhunya, antara lain adalah bakteri prikrofil, bakteri mesofil dan bakteri termofil.
Bakteri psikrofil merupakan bakteri yang dapat hidup di udara dengan suhu rendah atau dingin
dan tumbuh pada suhu 0°C dengan suhu optimum 15°C. Bakteri mesofil merupakan bakteri
yang tumbuh optimal pada suhu 25-40°C. Bakteri termofilik merupakan bakteri yang tumbuh
dengan baik di atas suhu 45°C dan dapat tumbuh optimal pada suhu 45°C-80°C. Berdasarkan
DHP yang telah diperoleh pada praktikum ini, maka bakteri yang diamati dapat diklasifikasikan
berdasarkan suhu serta pertumbuhan yang terjadi. Pada bakteri dengan perlakuan ditaruh di
air panas terukur memiliki suhu sebesar 48°C dan terhitung tumbuh sebanyak 10 kolon,
sehingga bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai bakteri termofilik. Pada bakteri kedua
dengan perlakuan dibiarkan di ruangan terukur memiliki suhu sebesar 25°C dengan
pertumbuhan sebanyak 37 koloni, sehingga bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai bakteri
mesofil. Dan pada bakteri terakhir dengan perlakuan ditaruh di kulkas terukur memiliki suhu
15°C dan terpantau tumbuh sebanyak 12 koloni, sehingga bakteri ini dapat dikatakan sebagai
bakteri psikrofil.

5.2 Saran
Pada praktikum materi “Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri” ini praktikan
disarankan untuk terlebih dahulu memahami materi, baik dimulai dari alat dan bahan yang
akan dipakai hingga prosedur yang akan dilakukan. Pemahaman tersebut bertujuan agar
praktikan dapat melaksanakan kegiatan praktikum secara optimal yang diharapkan dapat
mengurangi kesalahan yang kemungkinan dapat terjadi. Kemudian, praktikan juga diharapkan
untuk tertib dan lebih berhati-hati ketika melaksanakan praktikum di laboratorium untuk
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Praktikan juga disarankan untuk lebih
teliti dalam menghitung koloni bakteri yang tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA

Adlina S, Rahmawati L, Yuliana A. 2021. Penggunaan limbah tahu sebagai nutrisi substitusi
pada media pertumbuhan Staphylococcus aureus. Journal of Pharmacopolium 4(2):
57-66.
Aidul. 2022. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Termofilik Penghasil Enzim Xantin Oksidase dari
Sumber Air Panas Panggo Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Skripsi. Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.
Aini Q. 2015. Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan terhadap Viabilitas dan Profil Protein
Isolat Staphylococcus aureus sebagai Bahan Vaksin. Skripsi. Jurusan Fisika,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Amrullah G. 2017. Uji Kualitas Produk Feed Additive Berbasis Bakteri Lignochloritik. Skripsi.
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian Peternakan, Universitas
Muhammadiyah Malang.
Andini MN. 2022. Campuran Infusa Talas (Colocasia esculenta L. Schott), Infusa Kacang
Kedelai (Glycine max L. Merr) dan Ekstrak Ragi sebagai Media Alaternatif
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Skripsi. Program Studi Sarjana Terapan
Teknologi Laboratorium Medis, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Yogyakarta.
Anggraeni UY. 2021. Pemanfaatan Minyak Jelantah dan Ekstrak Daun Serai sebagai Bahan
Sabun Pencuci Alat Makan. Skripsi. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta.
Anindita NS, Anwar M, Widodo, Taufiq TT, Wahyuningsih TD. 2017. Ketahanan isolat bakteri
asal feses bayi terhadap variasi suhu dan pH. Proceeding Health Architecture 1(1):
163-169. Yogyakarta, 17 Mei.
Arivo D, Annissatussholeha N. 2017. Pengaruh tekanan osmotik pH, dan suhu terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan 4(3):
153-160.
Bota W, Martosupono M, Rondonuwu FS. 2015. Potensi senyawa minyak sereh wangi
(citronella oil) dari tumbuhan Cymbopogon nardus L. sebagai agen antibakteri.
Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2015. Jakarta, 17 November.
Fathoni A, Khotimah S, Linda R. 2016. Kepadatan bakteri Coliform di sungai segedong
kabupaten pontianak. Jurnal Protobiont 5(1): 20-23.
Hasyimuddin, Djide MN, Samawi MF. 2016. Isolasi bakteri pendegradasi minyak solar dari
perairan teluk pare-pare. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi 4(1): 41-46.
Karso, Wuryanti, Sriatun. 2014. Isolasi dan karakterisasi kitinase isolat jamur akuatik kitinolitik
KC3 dari kecoa (Orthoptera). Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 17(2): 51-57.
Pasaribu ST. 2019. Formulasi Pasta Gigi dari Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh (Chromolaena
adorata) sebagai Antibakteri Streptococcus Mutans. Skripsi. Program Studi Sarjana
Farmasi, Fakultas Farmasi dan Kesehatan, Institut Kesehatan Helvetia.
Supriyatna A, Amalia D, Jauhari AA, Holydaziah D. 2015. Aktivitas enzim amilasi, lipase dan
protease dari larva Hermetia illucens yang diberi pakan jerami padi. Jurnal Istek 9(2):
18-32.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Kurniawan E, Ginting Z, Nurjannah P. 2017. Pemanfaatan urine kambing pada pembuatan


pupuk organik cair terhadap kualitas unsur hara makro (npk). Seminar Nasional Sains
dan Teknologi 1-10. Jakarta, November 2017.
Respati NY, Yulianti E, Rakhmawati A. 2017. Optimasi suhu dan pH media pertumbuhan
bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik. Jurnal Prodi Biologi 6(7): 423-430.
Retno TDL, Mulyana N. 2013. Bioremediasi lahan tercemar limbah lumpur minyak
menggunakan campuran bulking agents yang diperkaya konsorsia mikroba berbasis
kompos iradiasi. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 9(2): 139-150.
Wicaksono EB, Hardianto, Muliawan A. 2019. Rancang bangun penghitung jumlah koloni
bakteri berbasis arduino uno. Jurnal Teknik 13(2): 123-128.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
LAMPIRAN ACC DHP

Anda mungkin juga menyukai