TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dibahas tentang berbagai studi pustaka yang berkaitan
dengan keragaan jeruk di Indonesia, di Provinsi NTT dan di Kabupaten TTS serta
studi empiris terdahulu yang berkaitan dengan efisiensi di bidang pertanian dan
jeruk keprok SoE. Sumber-sumber data adalah data sekunder. Pembahasan pada
keragaan jeruk di Indonesia difokuskan pada aspek luas lahan, produksi, ekspor,
Provinsi NTT dan di Kabupaten TTS dideskripsikan tentang kondisi dan prospek
pengembangan jeruk keprok pada usahatani lahan kering dan kekhasan jeruk
ulasan studi tersebut ditarik suatu kesimpulan yang dijadikan sumber keputusan
dan alasan tentang pentingnya jeruk keprok SoE pada perekonomian masyarakat
panen, produksi dan produktivitas jeruk di Indonesia tahun 2002 - 2008 disajikan
pada Tabel 1.
menurun sebesar 24% yakni dari produksi sebesar 1 004 632 ton pada tahun 1995
menjadi sebesar 691 433 ton pada tahun 2001. Luas panen jeruk Indonesia tahun
32
1995 adalah sebesar 46 036 ha dan tahun 2001 sebesar 35 367 ha atau menurun
sebesar 30.2% dalam periode tahun 1995-2001. Namun setelah terjadinya krisis
meningkatnya luas panen. Luas panen jeruk tahun 2003 adalah 69 139 ha dengan
produksi 1 529 824 ton dan produktivitas rata-rata 22.13 ton/ha. Periode waktu
tahun 2007-2008, baik luas panen maupun produksi jeruk Indonesia terus
menurun. Trend luas panen dan produksi jeruk di Indonesia tahun 1995-2008
Tahun
Perkembangan
2002 2003 2006 2007 2008
Luas Panen (Ha) 47 824 69 139 72 390 69 500 63 695
Produksi (Ton) 968 132 1 529 824 2 565 543 2 625 884 2 322 581
Produktivitas (Ton/ha) 20.24 22.13 35.44 37.78 35.44
3000000
2 625 884
Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton)
2 565 543
setelah pisang seperti tercantum pada Tabel 2 dan 3. Di sini terlihat bahwa jeruk
Rata-rata
Produksi
No Komoditas Produksi %**
2006 2007 2008 2006-2008
1 Pisang 5 037 472 5 454 226 6 004 615 5 498 771.00 28.6
2 Jeruk * 2 565 543 2 625 884 2 467 632 2 553 019.67 13.3
Jeruk
3 Siam/Keprok 2 479 852 2 551 635 2 391 011 2 474 166.00 12.9
4 Mangga 1 621 997 1 818 619 2 105 085 1 848 567.00 9.6
5 Nenas 1 427 781 1 395 566 1 433 133 1 418 826.67 7.4
6 Salak 861 950 805 879 862 465 843 431.33 4.4
7 Rambutan 801 077 705 823 978 259 828 386.33 4.3
8 Durian 747 848 594 842 682 323 675 004.33 3.5
9 Pepaya 643 451 621 524 717 899 660 958.00 3.4
10 Nangka 683 904 601 929 675 455 653 762.67 3.4
11 Semangka 392 587 350 780 371 498 371 621.67 1.9
12 Alpukat 239 463 201 635 244 215 228 437.67 1.2
13 Duku/Langsat 157 655 178 026 158 649 164 776.67 0.9
14 Jambu Biji 19 618 179 474 212 260 137 117.33 0.7
15 Markisa 119 683 106 788 138 027 121 499.33 0.6
16 Jambu Air 128 648 94 015 111 495 111 386.00 0.6
17 Sawo 107 169 101 263 120 649 109 693.67 0.6
18 Sukun 88 339 92 014 113 778 98 043.67 0.5
19 Manggis 72 634 112 722 78 674 88 010.00 0.5
20 Jeruk Besar 85 691 74 249 76 621 78 853.67 0.4
21 Belimbing 70 298 59 984 72 397 67 559.67 0.4
22 Sirsak 84 373 55 798 55 042 65 071.00 0.3
23 Blewah 67 708 57 725 55 991 60 474.67 0.3
24 Melon 5 537 59 815 56 883 40 745.00 0.2
T O T AL 18 510 278 18 900 215 20 184 056 19 198 183.00 100
Sumber: BPS Indonesia, 2009c dan Departemen Pertanian, 2010.
Keterangan: * : Data penjumlahan jeruk siem/keprok dan jeruk besar
** : % Terhadap Total Rata-Rata Indonesia, Tahun 2006-2008
34
Pada tahun 2006, produksi jeruk seperti tercantum pada Tabel 3 adalah
sebesar 2 565 543 ton. Namun produktivitas jeruk Indonesia baik hasil per ha
produktivitas potensialnya.
Tabel 3. Tanaman Menghasilkan, Luas Panen, Hasil per Hektar, Hasil per Pohon
dan Produksi Buah-Buahan di Indonesia, Tahun 2006
yakni sebesar 35.44 ton/ha (masih berada di bawah produksi potensial jeruk
sebesar 60-65 ton/ha). Demikian juga produktivitas per pohonnya yang sebsar 92
kg/pohon masih berada jauh di bawah produksi potensialnya 250 kg/pohon. Bila
penyediaan dan pengalokasian input produksi yang lebih efisien. Perlu dicatat
bahwa permintaan terhadap jeruk di Indonesia dari tahun ke tahun pasti meningkat
penawaran jeruk Indonesia di kemudian hari akan merupakan hal penting untuk
diperhatikan keseimbangannya.
banyak dibudidayakan adalah jenis siem dan keprok. Sampai dengan tahun 2007,
tercatat 24 varietas unggul jeruk yang sudah secara resmi dilepas oleh pemerintah
mengalami penurunan yang cukup besar. Namun sejak tahun 2000 produksi jeruk
areal tanam, meningkatnya konsumsi penduduk per kapita per tahun dan pasar
ekspor. Produksi jeruk terbesar disumbangkan oleh jeruk siem disusul jeruk
36
keprok, jeruk manis, grape fruit dan jeruk besar (pamelo) dengan jumlah produksi
Tabel 5. Komposisi Produksi Jeruk Indonesia, Tahun 2001, 2006 dan 2008
buah impor yang patut mendapat perhatian, mengingat angka impor jeruk ke
Indonesia dalam sembilan tahun terakhir ini terus meningkat. Jumlah impor
Indonesia dengan tren kenaikan yang cukup tajam (baik dalam bentuk buah segar
maupun hasil olahannya) yaitu sebesar 36 775 ton pada tahun 1999, meningkat
menjadi 59 358 ton pada tahun 2003 dan 96 583.61 ton pada tahun 2006. Pada
tahun 2003, volume impor jeruk segar menduduki posisi ke-2 setelah apel
Tabel 6. Nilai dan Volume Ekspor - Impor Buah-Buahan Indonesia, Tahun 2006
Tahun 2006
NO KOMODITAS Ekspor Impor
Nilai (US $) Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)
1. Pisang 1 672 617 5 280 641 242 863 151 967
2. Nenas 111 933 603 204 920 547 38 870 40 517
3. Alpukat 8 822 3 518 38 589 21 968
4. Jambu Biji 101 774 131 810 215 887 187 683
5. Mangga 966 652 930 066 621 452 948 145
6. Manggis 3 894 391 5 857 407 42 29
7. Jeruk 419 333 470 763 67 405 027 96 583 609
8. Pepaya 13 860 11 914 31 162 109 549
9 Melon 461 165 217 350 552 961 888 760
10. Buah-buahan Lainnya 10 982 445 27 903 699 183 918 927 263 590 404
Total Buah-buahan 130 454 662 245 727 715 253 065 780 362 522 631
Pada tahun 2006, nilai impor jeruk tersebut didominasi oleh jeruk
mandarin dari Cina. Nilai impor jeruk mandarin China sebesar US$ 36 juta atau
54% dari total impor jeruk tahun 2006. Pengurangan tariff impor secara bertahap
38
menunju Free Trade Area (FTA) ASEAN-China yang disepakati tahun 2005
sudah mulai memunculkan dampak negatif. Nilai impor jeruk mandarin China
dari tahun ke tahun terus meningkat. Jika pada tahun 2006 nilai impor jeruk
mandarin China hanya sebesar US$ 36 juta, maka tahun 2007 sudah meningkat
menjadi sebesar US$ 62.9 juta dan tahun 2008 sebesar US$ 84.7 juta (Kompas, 03
Agustus 2009). Pada kuartal I tahun 2009, nilai impor jeruk keprok mandarin
Gambar 3. Dari gambar terlihat bahwa impor jeruk setelah tahun 2000 selalu
memiliki kebijakan (aturan) khusus untuk membatasi kuota impor dan peredaran
160000
Volume Impor (Ton) 143 600
140000
120000
Volume Impor (Ton)
luar negeri (ekspor) meskipun dalam volume yang relatif kecil. Volume ekspor
jeruk Indonesia lebih banyak berupa produk jeruk segar. Pada tahun 2003, volume
ekspor jeruk Indonesia mencapai 1 158 ton, dan menurun ke 94 ton pada tahun
1500 1 590
1 249
1 158
1000 1 128
482
500 471
413
94
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
mengingat potensi produksi jeruk dalam negeri sangat besar. Untuk itu berbagai
negeri agar dapat memenuhi kebutuhan di dalam negeri sendiri, baik untuk
nasional melalui suatu penataan rantai pasokan (supply chain management, SCM)
40
yang terpadu dan komprehensif merupakan langkah strategis yang harus segera
produksi jeruk dalam negeri lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik
kapanpun tetap perlu dilakukan. Hal ini menjadi kebijakan dalam rangka
rangka memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi serta target ekspor dan impor
jeruk, maka telah ditetapkan sasaran produksi dan target pengembangan areal
(Ton)
Tahun Produksi Kebutuhan Bahan Impor
dalam Negeri Industri Ekspor
Pengolahan
2010 2 355 500 1 925 500 96 200 3 000 128 019
2015 2 686 000 2 210 400 110 500 5 000 128 019
2020 3 140 000 2 600 100 130 000 7 000 130 000
2025 3 956 000 3 303 000 165 000 10 000 130 000
pengembangan kebun jeruk skala besar dikembangkan oleh swasta, dengan luas
sekitarnya. SPO itu disusun oleh Dinas Pertanian Dirjen Hortikultura setelah
mendapat masukan dari berbagai stakeholder jeruk, termasuk para petani jeruk
satu sumber pendapatan asli. Kontribusi jeruk terhadap produk domestik bruto
(PDB) sektor pertanian pada tahun 2003 mencapai Rp. 2 339 milyar (atau lebih
dari 2.3 trilyun rupiah) dan pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 6 129.08
milyar (atau lebih dari 6.13 trilyun rupiah). Kondisi ini telah memposisikan jeruk
sebagai penyumbang terbesar kedua terhadap PDB setelah pisang (Tabel 8).
tidak saja diarahkan pada rehabilitasi di lokasi lama tetapi juga pengembangan di
(1) menyusun peta kesesuaian lahan dalam bentuk kolonisasi (yaitu kawasan
ekonomis yang saling beredekatan/berada pada satu alur jalur transportasi) dan
konsolidasi), (2) menyediakan bibit jeruk bebas penyakit, (3) menerapkan standar
(6) meningkatkan efisiensi rantai pasokan dan (7) membentuk jaringan informasi.
42
Jeruk keprok sebenarnya terdiri dari beberapa macam. Jenis King atau
dikenal dengan nama King orange yang berasal dari Vietnam. Jeruk ini buahnya
besar, berkulit kasar dan mempunyai mutu buah bagus (Supriyanto, 2006). Di
Indonesia jenis jeruk keprok ini dikenal dengan nama jeruk jepun. Pada
beberapa hybrid jeruk keprok dengan jeruk lainnya terutama dengan jenis jeruk
43
manis (Citrus cinensis) seperti Murcott, Vreemont, dan jenis hybrid lainnya hasil
persilangan.
tinggi (highland) dan dataran rendah (lowland) (Supriyanto, 2006). Jeruk keprok
atas permukaan laut (dpl). Selanjutnya Supriyanto menjelaskan bahwa kulit buah
jeruk keprok dataran tinggi biasanya berwarna menarik yaitu orange hingga
kemerahan. Jenis jeruk keprok dataran tinggi yang sudah dilepas oleh pemerintah
(Menteri Pertanian) diantaranya adalah jeruk keprok SoE (NTT), keprok Garut-1
(Sumut) dan keprok Gayo (NAD). Jeruk keprok dataran rendah tumbuh dan
berkembang dengan baik pada ketinggian 0-500 m dpl. Kulit buah berwarna
kuning kehijauan hingga orange. Jenis jeruk keprok dataran rendah yang sudah
Siompu (Sulteng), keprok Wangkang (Kalbar), keprok Pulau Tengah (Jambi) dan
Sebagai contoh, jeruk keprok SoE di daerah Timor Barat Provinsi Nusa Tenggara
Timur, jeruk tersebut dibudidayakan petani baik di dataran tinggi maupun dataran
rendah (yang mendekati elevasi 500 m dpl). Memang dari segi penampilan warna
kulit buah, jeruk keprok SoE pada daerah dataran tinggi berwarna kuning
keemasan, sedangkan pada daerah dataran rendah didominasi oleh warna kulit
terhadap produksi jeruk nasional), diiukuti Provinsi Jawa Timur (13%), Sulawesi
Barat (10%) dan Kalimantan Barat (8%). Provinsi-provinsi lain seperti Bali,
terhadap total produksi jeruk nasional. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur
berada pada urutan yang ke sebelas dan menyumbang sebesar 1.72% (atau sebesar
39 375 ton) terhadap produksi jeruk nasional (rata-rata produksi tahun 2007-2008;
produksi baru dapat dikembangkan di sembilan Provinsi dengan luas 5.6 juta
dengan luas lahan potensial sebesar 203 431 ha atau sebesar 4% dari total luas
Selatan (TTS) memiliki luas lahan potensial untuk pengembangan jeruk sebesar
65 000 ha (32%) dari total luas lahan potensial untuk pengembangan jeruk di
daerah sentra pengembangan varietas jeruk keprok SoE. Budidaya jeruk keprok
yang berarti bagi pendapatan rumahtangga petani sepereti yang tercantum pada
Tabel 11 dan Gambar 5. Di daerah ini terdapat sekitar 20 jenis buah-buahan yang
2005 sebesar 3.17 trilyun Rupiah. Dari jumlah tersebut kontribusi jeruk sebesar
6.1 milyar Rupiah (terbesar kedua setelah pisang). Tahun 2007 meningkat
menjadi sebesar 4.236 trilyun Rupiah dan sebesar 4.625 trilyun pada tahun 2008,
dimana kontribusi terbesar berasal dari pisang (67.6%), diikuti oleh papaya (10%),
kelima setelah pisang, mangga, alpukat dan papaya dan menyumbang sebesar
9.6% terhadap total produksi buah-buahan di provinsi NTT selama tahun 2005-
Kontribusi
Jenis Buah-
No Produksi (Ton) TOTAL Nilai
Buahan
Ekonomi (%)
2005 2006 2007 2008 (T0N) % 2005-
Ton % Ton % Ton % Ton % 2008
1 Alpukat 39 566.0 16.9 54 647.0 16.5 66 606.0 15.0 11 545.0 2.5 172 364.0 11.70 2.79
2 Mangga 57 170.0 24.4 70 967.0 21.5 60 279.0 13.6 109 893.0 23.7 298 309.0 20.25 6.45
3 Pisang 55 677.0 23.8 81 886.0 24.8 192 112.0 43.3 191 342.0 41.2 521 017.0 35.37 67.58
4 Jeruk Keprok 29 308.0 12.5 46 743.0 14.1 43 980.0 9.9 21 520.0 4.6 141 605.0 9.61 7.65
5 Pepaya 22 338.0 9.5 31 193.0 9.4 36 391.0 8.2 64 248.0 13.8 154 170.0 10.47 10.00
6 Nangka 12 398.0 5.3 18 949.0 5.7 20 036.0 4.5 30 888.0 6.6 82 271.0 5.59 1.33
7 Jambu Biji 6 333.0 2.7 11 495.0 3.5 4 549.0 1.0 7 579.0 1.6 29 956.0 2.03 0.40
8 Sirsak 4 411.0 1.9 5 436.0 1.6 2 041.0 0.5 3 024.0 0.7 14 912.0 1.01 0.97
9 Jeruk Besar 3 275.0 1.4 4 941.0 1.5 6 453.0 1.5 6 743.0 1.5 21 412.0 1.45 0.58
10 Sukun 1 054 0.4 1 222 0.4 667.0 0.2 2 214.0 0.5 5 157.0 0.35 0.33
11 Nenas 836.0 0.4 856.0 0.3 2 139.0 0.5 5 674.0 1.2 9 505.0 0.65 0.62
12 Rambutan 775.0 0.3 791.0 0.2 2 383.0 0.5 5 115.0 1.1 9 064.0 0.62 0.59
13 Salak 447.0 0.2 611.0 0.2 144.0 0.0 824.0 0.2 2 026.0 0.14 0.35
14 Durian 249 0.1 343 0.1 514.0 0.1 787.0 0.2 1 893.0 0.13 0.05
15 Belimbing 177 0.1 272 0.1 365.0 0.1 742.0 0.2 1 556.0 0.11 0.03
16 Sawo 174 0.1 192 0.1 1 019.0 0.2 812.0 0.2 2 197.0 0.15 0.14
17 Jambu Air 101 0.04 130 0.04 3 629.0 0.8 1 174.0 0.3 5 034.0 0.34 0.08
18 Petay 32 0.0 42 0.0 109.0 0.0 96.0 0.0 279.0 0.02 0.02
19 Melinjo 26 0.0 30 0.0 131.0 0.0 209.0 0.0 396.0 0.03 0.03
20 Duku 9 0.004 9 0.003 8.0 0.0 64.0 0.0 90.0 0.01 0.00
NTT 234 289 100.0 330 674 100.0 443 555.0 100. 464 547.0 100. 1 473 056 100.0 100.00
600000
521 017
Produksi (Ton)
500000
400000
Produksi (Ton)
298 309
300000
172 364
200000 154 170 141 605
82 271
100000
29 956 21 412 14 912
9 505 9 064 5 157 5 034
0
Jenis Buah-Buahan
40
35.4 % Produksi
Produksi (% Terhadap Total)
35
30
25
20.3
20
15 11.7
10.5 9.6
10 5.6
5 2.0 1.5 1.0 0.6 0.6 0.4 0.3 0.1
0
Jenis Buah-Buahan
provinsi NTT, dari segi luas panen selama tahun 2005 hingga 2008, jeruk keprok
menduduki tempat ketiga setelah mangga dan pisang (Tabel 12 dan Gambar 7).
Tabel 12. Luas Panen Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun
2005-2008
Jenis Buah-
No Buahan Luas Panen (Ha)
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
1 Alpukat 9 358 13.04 11 717 12.91 10 317 11.35 1 508 7.43 32 900 12.0
2 Belimbing 79 0.11 110 0.12 64 0.07 31 0.15 284 0.10
4 Durian 157 0.22 282 0.31 181 0.20 85 0.42 705 0.26
5 Jambu Biji 1 454 2.03 2 075 2.29 1 386 1.52 398 1.96 5 313 1.94
6 Jambu Air 101 0.14 130 0.14 689 0.76 142 0.70 1 062 0.39
7 Jeruk Keprok 10 987 15.31 13 260 14.61 13 083 14.39 2 043 6.45 38 639 14.1
8 Jeruk Besar 788 1.10 944 1.04 910 1.00 235 1.16 2 877 1.05
9 Mangga 23 471 32.71 29 200 32.16 32 425 35.66 8 849 43.60 93 945 34.3
10 Nangka 4 911 6.84 8 259 9.10 3 499 3.85 2 722 13.41 19 391 7.08
11 Nenas 197 0.27 248 0.27 327 0.36 59 0.29 831 0.30
12 Pepaya 3 065 4.27 3 784 4.17 4 835 5.32 778 3.83 12 462 4.55
13 Pisang 14 589 20.33 17 728 19.53 20 585 22.64 3 186 15.70 56 088 20.5
14 Rambutan 474 0.66 541 0.60 521 0.57 371 1.83 1 907 0.70
15 Salak 163 0.23 174 0.19 56 0.06 27 0.13 420 0.15
16 Sawo 66 0.09 106 0.12 546 0.60 120 0.59 838 0.31
17 Sirsak 790 1.10 934 1.03 1 019 1.12 212 1.04 2 955 1.08
18 Sukun 1 054 1.47 1 222 1.35 332 0.37 214 1.05 2 822 1.03
NTT 71 764 100 90 788 100 90 928 100 20 297 100 273 777 100
Kecenderungan luas panen dan jumlah produksi jeruk keprok NTT ini
selama empat tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi. Hal ini
Trend secara total selama tahun 2005-2008 untuk luas panen dan produksi buah-
Pepaya Alpukat
12462 32900
5% 12%
Nangka
19391
7%
Jeruk Keprok
38639
14%
Mangga
93945
35%
Pisang
56088
21%
500000 464547
443555
450000
400000
330674
350000
300000 Luas Panen (Ha)
234289 Produski (Ton)
250000
200000
150000
90788 90928
100000 71764
50000 20297
0
2005 2006 2007 2008
tahun ke tahun meningkat. Produksi buah di NTT secara total selama 2005-2008
meningkat sebesar 98.28% (Tabel 13). Sedangkan dari segi luas panen, secara
Penurunan luas panen pada tahun 2008 lebih besar dipengaruhi oleh turunnya luas
panen komoditas jeruk keprok sebesar -90% dibandingkan dengan tahun 2007
(Tabel 13). Komoditas yang luas panennya meningkat adalah duku, jambu air dan
sawo. Perbandingan dan kesenjangan antara luas tanam dan luas panen serta
Tabel 13. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Buah-Buahan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Tahun 2005-2008
(%)
No Jenis Buah-Buahan Perkembangan 2005-2008
Luas Panen Produksi
1 Alpukat -83.89 -70.82
2 Belimbing -60.76 319.21
3 Duku/Langsat 850.00 611.11
4 Durian -45.86 216.06
5 Jambu Biji -72.63 19.67
6 Jambu Air 40.59 1062.38
7 Jeruk Keprok -88.09 -26.39
8 Jeruk Besar -70.18 105.89
9 Mangga -62.30 92.22
10 Nangka -44.57 149.14
11 Nenas -70.05 578.71
12 Pepaya -74.62 187.62
13 Pisang -78.16 243.66
14 Rambutan -21.73 560.00
15 Salak -83.44 84.34
16 Sawo 81.82 366.67
17 Sirsak -73.16 -31.44
18 Sukun -79.70 110.06
19 Melinjo -46.15 703.85
NTT -71.72 98.28
Tabel 14. Luas Tanam dan Produksi Komoditi Buah-Buahan Di Nusa Tenggara Timur, Tahun 2004-2008
4 RAMBUTAN 100
- Luas Tanam (ha) 8 457 9 395 10 722 7 847 8 515 8 987 0,69
- Luas Panen (Ha) 374 474 541 521 371 456 -0,80
- Produktivitas (Kw/Ha) 16 16 15 46 138 46 785,97 4,60 kg/phn
- Produksi (Ton) 582 775 791 2 383 5 115 1 929 778,87
- Potensi Produktivitas (Kw/Ha) 400 400 400 400 400 400 0,00 40 kg/phn
- Kesenjangan Prodvitas (Kw/Ha) 384,44 383,65 385,38 354,26 262,13 353,97 -31,82
- Kesenjangan Produktivitas (%) 96,11 95,91 96,34 88,57 65,53 88,49
5 SALAK 2000
- Luas Tanam (ha) 890 947 1 156 492 465 790 -47,75
- Luas Panen (Ha) 126 163 174 56 27 109 -78,57
- Produktivitas (Kw/Ha) 24,68 27,42 35,11 25,71 305,19 84 1136,44 0,42 kg/phn
- Produksi (Ton) 311 447 611 144 824 467 164,95
- Potensi Produktivitas (Kw/Ha) 250 250 250 250 250 250 0,00 1,25 kg/phn
- Kesenjangan Prodvitas (Kw/Ha) 225,32 222,58 214,89 224,29 -55,19 166,38 -124,49
- Kesenjangan Produktivitas (%) 90,13 89,03 85,95 89,71 -22,07 66,55
6 NENAS 25000
- Luas Tanam (ha) 525 665 720 647 419 595 -20,19
- Luas Panen (Ha) 151 197 248 327 59 196 -60,93
- Produktivitas (Kw/Ha) 40,26 42,44 34,52 65,41 961,86 229 2289,12 0,09 kg/phn
- Produksi (Ton) 608 836 856 2 139 5 675 2 023 833,39
- Potensi Produktivitas (Kw/Ha) 500 500 500 500 500 500 0,00 0,2 kg/phn
- Kesenjangan Prodvitas (Kw/Ha) 459,74 457,56 465,48 434,59 -461,86 271,10 -200,46
penggunaan bibit tanaman dari produksi sendiri (bukan benih unggul), sistem
pengelolaan tradisional dan skala usaha yang masih kecil (kurang dari 1 ha per
KK petani tanaman) dan struktur pasar yang oligopsoni (pasar persaingan tidak
sempurna di mana para pembeli jauh lebih sedikit dibandingkan dengan para
petani produsen/penjual) sehingga harga kurang bersaing dan posisi tawar petani
varietas jeruk keprok SoE seperti yang tercantum pada Tabel 15 dan Tabel 16
Tabel 15. Keadaan Luas Panen Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Tahun 2002-2008
%
No Kabupaten Luas Panen (Ha) Total
thdp
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 total
1 TTS 1 042 1 157 1 336 1 445 2 218 2 089 1409 10 696 17.4
2 TTU 858 1 035 1 035 1 231 1 682 1 718 90 7 649 12.4
3 Belu 528 1 054 1 053 1 364 1 732 1 732 56 7 519 12.2
4 Kupang 743 1 078 1 078 1 159 1 159 1 154 39 6 410 10.4
5 Alor 630 716 716 979 979 693 67 4 780 7.8
6 Ende 315 384 528 881 892 1 015 126 4 141 6.7
7 Lembata 188 531 532 864 904 860 30 3 909 6.4
8 Ngada 280 328 416 677 698 731 18 3 148 5.1
9 Flores Timur 400 348 367 460 683 637 12 2 907 4.7
10 Sumba Barat 189 315 357 623 647 631 50 2 812 4.6
11 Sumba Timur 231 322 322 322 671 862 32 2 762 4.5
12 Sikka 266 345 345 504 516 482 9 2 467 4.1
13 Manggarai 278 265 265 377 377 375 96 2 033 3.3
14 Manggarai Barat 96 96 95 5 292 0.5
15 Rote Ndao 15 15 1 1 2 4 38 0.1
16 Kota Kupang 0 4 4 5 5 5 0 23 0.1
NTT 5 948 7 897 8 369 10 988 13 260 13 081 2 043 61 586 100
12000
10 696
10000
6 410
6000
4 780
4 141 3 909
4000 3 148 2 907
2 812 2 762
2 467
2 033
2000
292 38 23
0
Kabupaten
Tabel 16. Keadaan Produksi Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Tahun 2002-2008
%
No Kabupaten Produksi (Ton) Total
thdp
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 total
1 TTS 1 492 2 987 7 821 5 856 7 431 5 103 7 199 37 889 20.8
2 Ende 887 912 1 223 2 717 5 855 6 109 2 383 20 086 10.65
3 TTU 708 1 949 1 949 2 997 4 517 3 881 1 213 17 214 9.13
4 Belu 642 1 100 1 100 2 668 3 807 4 451 969 14 737 7.81
5 Alor 774 1 815 1 815 2 923 2 923 2 908 1 368 14 526 7.70
6 Lembata 905 1 163 1 163 2 372 4 976 2 241 216 13 036 6.91
7 Ngada 1 086 1 480 1 564 2 593 3 099 1 095 163 11 080 5.87
8 Sumba Barat 971 897 1 071 1 996 2 127 2 521 1 027 10 610 5.63
9 Sumba Timur 744 661 661 661 3 032 2 869 1 283 9 911 5.25
10 Manggarai 969 955 955 1 575 1 575 864 2 067 8 960 4.75
11 Kupang 1 143 1 252 1 262 1 359 1 359 1 643 444 8 462 4.49
12 Sikka 933 1 049 1 049 1 596 1 649 1 349 508 8 133 4.31
13 Flores Timur 846 551 557 793 1 695 1 738 137 6 317 3.35
14 Mangga Barat 338 338 658 35 1 369 0.73
15 Rote Ndao 35 35 1 1 5 30 107 0.06
16 Kota Kupang 6 6 12 12 12 1 49 0.03
NTT 12 100 16 812 18 153 29 308 46 743 43 980 21 520 188 616 100
40000 37 889
Kabupaten
Luas panen dan produksi jeruk keprok di NTT menurun sejak tahun 2006
(Gambar 11). Produktivtas jeruk keprok daerah TTS dari tahun ke tahun
meningkat. Pada tahun 2004, produktivitas jeruk ini hanya 2.2 ton per hektar,
tahun 2005 meningkat menjadi 2.7 ton dan 2006 sebesar 3.5 ton per hektar serta
meningkat menjadi 16.7 ton/ha pada tahun 2008. Bila dibandingkan dengan
produktivitas potensialnya yang sebesar 40-65 ton per hektar, maka keadaan
produktivitas aktual dan potensial jeruk keprok di NTT masih terlalu besar seperti
tercantum pada Tabel 17. Rendahnya produktivitas jeruk keprok di provinsi Nusa
50000
46 743
35000
30000 29 308
25000
22 231 21 520
20000
16 812
15000
13 081
12 100
10000 13 260
10 988
5000 7 897 8 369
5 948
2 043
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Tabel 17. Kesenjangan Antara Produktivitas Aktual dan Potensial Jeruk Keprok di
Nusa Tenggara Timur, 2003-2008.
Luas Panen (Ha) 7 897 8 369 10 988 13 260 13 081 2 043 9273.00
Produktivitas
7.66 9.56 9.97 12.04 10.30 33.53 13.84
(Kg/Pohon)
Selatan. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU),
sebelah selatan berbatasan dengan Laut Timor, sebelah timur berbatasan dengan
darat langsung yaitu Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara dan
Kabupaten Kupang. Secara geografis juga relatif dekat dengan Kota Kupang
sebagai Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga berpeluang mencapai
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan pasar. Kabupaten Timor Tengah Selatan juga
dekat dengan Kota Atambua sebagai kota terdepan menuju Negara Timor Leste.
Tengah Selatan sangat strategis karena berada diantara dua Kota PKN yaitu
Kupang dan Atambua sesuai RTRW Propinsi Nusa Tengara Timur. Sehubungan
dengan posisi tersebut Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki akses pasar
Dari luas wilayah Kabupaten TTS sebesar 394 700 ha yang seluruhnya
berupa daratan, Kabupaten TTS terbagi dalam 32 kecamatan, 228 desa dan 12
terluas (8.05% dari luasan total kabupaten), diikuti oleh Amanuban Timur
kecamatan lain memiliki luasan kurang dari 6% terhadap total dengan kecamatan
Kota SoE sebagai ibukota kabupaten menjadi kecamatan yang luasnya paling
kecil (0.53% dari total luas Kabupaten Timor Tengah Selatan). Secara detail dapat
10
8.1
8
6.2 6.2 6.0
Luas (%)
5.5 5.5
6 4.8 4.5 4.4
3.7 3.6 3.4
4 3.2 3.2 3.2 3.2 3.0
Kecamatan
2.9
3 2.7 2.7 2.6 Persentase Terhadap Luas Kab TTS
2.5
Luas (%)
2 1.5
1.2 1.1 1.1
0.9 0.8 0.8
1 0.7 0.5 0.5
Kecamatan
tempat lainnya yang secara umum didominasi oleh daerah bergunung-gunung dan
dua kategori yaitu wilayah dataran rendah yang dominan berada di wilayah
Selatan dan wilayah dataran tinggi yang dominan berada di wilayah Tengah dan
sebagai berikut:
didasarkan bada upaya mendukung konservasi lahan yang rentan akan longsor dan
61
erosi pada wilayah dengan kelerengan lebih dari 40º. Sehubungan kelerengan
lahan yang rentan akan longsor dan erosi terutama pada wilayah dengan
Oktober), tanah longsor dan erosi yang biasa terjadi di wilayah TTS pada saat
TTS memiliki rencana jangka menengah untuk kegiatan konservasi tanah dan air
Kabupaten TTS memiliki jenis batuan sedimen, beku, vulkanik dan batuan
malihan yaitu (1) batuan sedimen terdiri dari batuan gamping, kalisutit, batu pasir,
lanau, serpih dan lempung, (2) batuan beku terdiri dari batuan ultra dan diorit, dan
(3) batuan malihan adalah malihan berderajat rendah sampai tinggi dari batu
memiliki harkat nitrogen rendah, harkat fosfat tinggi, harkat kalium sangat tinggi
dan bahan organik sedang (Dinas Pertanian, 2010c). Dilaporkan pula bahwa nilai
PH tanah di Kabupaten TTS cenderung netral untuk 51.4% wilayah diikuti agak
masam. Kondisi lainnya, bahwa tanah di Kabupaten TTS tidak terdapat salinitas
tanah. Tekstur tanah di Kabupaten TTS adalah sedang sampai kasar, sehingga
sebagai berikut:
lahan yang tinggi sedangkan pada daerah lain kurang produktif (lihat Gambar 13
tentang tingkat kekritisan lahan di TTS). Demikian juga faktor lainnya yang
terjadinya erosi tanah. Jika tidak ditunjangi dengan kegiatan pertanian yang
berbasis konservasi, maka tingkat produktivitas lahan pasti menjadi rendah. Curah
hujan dengan intensitas yang tinggi sangat berpengaruh besar pada terjadinya
erosi tanah yang berakibat pada rendahnya kandungan unsur hara dan
Total lahan di Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 394 700 ha, yang
terdiri dari lahan basah sebesar 23 682 ha (6 %) dan lahan kering sebesar 371 018
pengurangan yang dipengaruhi oleh aspek tenaga kerja yang terbatas (pers.com
Perubahan fungsi lahan dari tahun 2004-2008 tercantum pada Tabel 18.
Dari jenis penggunaan lahan pada tahun 2008, luasan penggunaan lahan
yang paling kecil adalah lahan sawah (0.82%) dan yang terbesar adalah lahan
hutan (hutan negara dan hutan rakyat) sebesar 27%, diikuti lahan untuk
dengan tekstur dan resistensi yang bervariasi. Jenis tanahnya berasal dari endapan
Alluvial ataupun Latosol dengan tingkat kesuburan bervariasi dari sedang sampai
dengan cukup subur. Wilayah kabupaten TTS bagian utara umumnya termasuk
dalam zona iklim yang relatif lembab, sedangkan di bagian selatan relatif
Daerah TTS memiliki musim hujan selama tiga sampai empat bulan
(Desember - Maret) dengan rata-rata curah hujan 1150 mm per tahun (Dinas
Pertanian, 2009) dan bulan kering berkisar lima sampai delapan bulan (April –
Nopember). Empat puluh Sembilan persen (49%) wilayah kabupaten TTS berada
pada ketinggian 0-500 m dpl, sedangkan 51% sisanya berada pada ketinggian
lebih dari 500 m dpl dari total wilayah seluas 394 700 km2. Sebaran kondisi
barat dan musim Timur. Musim barat dikenal dengan musim hujan, lamanya
empat bulan (mulai bulan Nopember dan berakhir bulan Februari) dengan jumlah
hari hujan rata-rata 76 hari dan curah hujan rata-rata 1 617 mm dalam tahun 2008
(BPS, 2009b). Musim timur dikenal dengan musim kemarau atau musim kering,
lamanya delapan bulan (mulai bulan Maret dan berakhir bulan Oktober). Angin
bertiup kencang terutama pada musim barat, dengan kecapatan 33-34 km per jam.
Suhu pada tahun 2009 minimum 230C dan maksimum 250C. Fluktuasi jumlah
Hari Hujan (HH) dan Curah Hujan (CH) bulanan tahun 2008 (total dan rata-rata
4500 4 2 48 450
3 938 3 93
4000 3 870 400
Hari Hujan (hh) & Curah Hujan (mm)
Hari Hujan (hh) & Curah Hujan (mm)
3 87
3 500 350
3 722 372
hh
3 000 300 hh
mm
2 500 250 mm
2 000 200
Bulan Bulan
Gambar 15. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Bulanan Di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Tahun 2008
67
Pada tahun 2008, jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Maret,
sedangkan jumlah curah hujan terbesar terjadi pada bulan Februari. Sedangkan
fluktuasi jumlah hari hujan dan curah hujan bulanan selama periode tahun 2003-
2008 tercantum pada Gambar 16. Trend selama enam tahunan itu menunjukkan
bahwa bulan terkering di kabupaten TTS selalu terjadi selama tiga bulan yakni
bulan Juli, Agustus dan September di mana curah hujanya tidak ada sama sekali.
450 2 003 20
2 003
2 004 18
400 2 004
2 005
2 005
16
350 2 006
2 006
2 007 14 2 007
300
Curah Hujan (mm)
2 008
Hari Hujan (hh)
2 008
12
250
10
200
8
150
6
100
4
50 2
0 0
Juni
Jan
Mar
Okt
Juli
Des
Nop
Sept
Feb
Agust
Mei
April
Juni
Jan
Mar
Okt
Juli
Des
Nop
Sept
Feb
Agust
Mei
April
Bulan Bulan
Gambar 16. Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan, Tahun 2003-2008
volume dan intensitas hujan tidak merata yaitu di wilayah bagian Barat dan Utara
68
TTS, curah hujanya relatif tinggi, bagian wilayah Tengah relatif sedang dan makin
ekonomi berbasis pertanian pada sumberdaya air sangat besar. Adanya Gunung
sumber daya air yang mendukung munculnya mata air dan adanya sungai-sungai
yang tetap mensuplai air sepanjang tahun diantaranya sungai Noel Mina dan Noel
Benenain. Kabupaten Timor Tengah Selatan juga memiliki ratusan mata air yang
Pada bagian ini akan dibahas tentang kondisi luas panen, produksi,
kabupaten Timor Tengah Selatan. Pembahasan pada bagian ini ditujukan untuk
lebih mendalami kondisi umum pertanian daerah kabupaten TTS agar diskusi dan
pembahasan tentang efisiensi yang berkaitan dengan usahatani jeruk keprok SoE
Selatan. Pada tahun 2007 total luas areal panen tanaman pangan adalah 87 176 Ha
69
dengan tingkat produksi 211 960 ton seperti tercantum pada Tabel 20 dan 21.
Bila dilihat menurut komoditinya, luas areal panen tanaman bahan makanan tahun
jagung dengan luas areal 60 337 ha (75.34%) dan tingkat produksi 96 575 ton,
atau mencapai 62.47% dari total produksi komoditi tanaman pangan (Gambar 17).
Selanjutnya ubi kayu (dengan rata-rata luas panen 10 067 ha (12.56%) dan
produksi 30 713.67 ton (25.04%)). Padi menempati urutan yang ketiga, yang
kemudian diikuti oleh kacang tanah, ubi jalar, produk pertanian dan kedelai
80 75.34
70 62.47
% Terhadap Total 70
60 Produksi Tan Pangan
60
50
Produksi (%)
50
yaitu sebesar (306%), diikuti oleh kacang kedelai (188%), produk pertanian
(28%), jagung (21%) dan padi (8%). Sedangkan tanaman lainnya mengalami
penurunan yang cukup besar, seperti ubi kayu (-53%) dan ubi jalar (-52%).
288%) selama kurun waktu 2005-2007. Sedangkan ubi kayu dan ubi jalar
tanaman tersebut.
Padi terutama padi sawah yang menempati luasan hanya 0.82% dari total
1. Tanaman Sayur-Sayuran
meningkat untuk semua jenis yang diusahakan (Tabel 22 dan Gambar 18). Luas
panen tanaman sayuran yang meningkat sangat besar adalah bawang merah
(1293%), kangkung (1050%), kacang panjang (483%), petsai (250%) dan cabe
merah dan bawang putih menempati luas panen yang lebih besar bila
72
24.40% dari total luas panen untuk 11 komoditas tersebut. Luas panen untuk
Tomat
69.8
6%
Kangkung
74.4 Bawang Putih
Bayam
6% 287.8
77.2 Petsai 24%
7% 87.75
7%
Gambar 18. Rata-Rata Luas Panen dan Persentase Terhadap Total Luas Panen
Sayuran di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2003-2007
adalah terong dari 43.20 ton tahun 2005 menjadi 406 ton tahun 2006. Sedangkan
penurunan produksi paling besar adalah kacang merah 574.72 ton tahun 2005
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 23 dan Gambar 19. Trend perkembangan
meningkat sebesar 144.3%, kecuali tanaman tomat yang menurun sebesar 6.67%.
Komoditi sayuran yang meningkat paling besar adalah tanaman kangkung, namun
kontribusinya hanya sebesar 7.5% terhadap produksi total sayuran dalam periode
diikuti oleh bawang putih (19.10%), petsai (17%) dan tomat (9.64%). Sedangkan
Bawang Putih 2 745 5 080 4 920 2 690 3 300 3 747 1.30 7.53 20.22
Petsay 2 800 6 700 8 200 15 800 8 525 8 405 9.58 16.88 204.46
Kc.panjang 180 260 360 560 745 421 0.87 0.85 313.89
Wortel 7 500 9 000 12 000 12 751 12 100 10 670 15.51 21.44 61.33
Cabe 300 420 660 600 950 586 1.00 1.18 216.67
Tomat 4 500 4 300 7 000 4 000 4 200 4 800 6.88 9.64 -6.67
Terung 2 500 2 400 3 000 6 400 3 750 3 610 8.28 7.25 50.00
Buncis 3 825 2 250 3 000 4 950 5 600 3 925 7.30 7.88 46.41
Kangkung 900 1 100 2 700 3 550 10 350 3 720 5.00 7.47 1050.00
Bayam 235 350 360 450 535 386 0.50 0.78 127.66
Total 29 735 38 830 48 500 59 191 72 635 49 778 59.29 100 144.27
Buncis
Bawang Merah
3 925
9 508
8%
19%
Tomat Petsai
4 800 8 405
10% 17%
2. Tanaman Biofarmaka
Tabel 24. Luas panen dan Produksi Komoditi Biofarmaka di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Tahun 2008
17 .28
Produksi (%)
20 20
15 15
10 10
5 5
0.58 0.65
0 0
Gambar 20. Ranking Luas Panen dan Produksi Berdasarkan Jenis Tanaman
Biofarmaka di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007
Baik dari segi luas panen maupun produksi, kunyit menempati urutan
yang pertama (29%). Catatan yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengusahaan
75
tanaman ini oleh petani masih bersifat tradisional (tidak menggunakan input-input
produksi yang berkualitas) dan masih merupakan usaha sampingan. Petani masih
menggunakan input lokal seperti benih dan tanpa perlakuan lainnya untuk
penyebaran usahataninya tidak merata pada semua kecamatan yang ada di TTS.
3. Tanaman Buah-Buahan
produksi terbesar untuk jeruk keprok di NTT terdapat di Kabupaten TTS. Jeruk
dan dijadikan sebagai komoditas andalan baik tingkat provinsi NTT maupun
Seperti halnya jenis-jenis jeruk keprok di Indonesia, jenis jeruk keprok di NTT
juga dikenal dengan label daerah asalnya masing-masing, seperti, untuk menyebut
beberapa, keprok SoE asal kabupaten TTS, keprok ende asal kabupaten Ende,
kapok manggarai asal kabupaten Manggarai dan keprok Sumba asal kabupaten
Sumba Barat.
yang masih berbasiskan pengetahuan yang belum memadai dan jangkauan pasar
Kabupaten TTS terkenal dengan produksi jeruk keprok SoE. Sejak tahun
1960-an sampai sekarang, jeruk keprok SoE (JKS) menjadi komoditas unggulan
76
buah-buahan di kabupaten TTS. Hal ini disebabkan karena keprok SoE sangat
disukai oleh konsumen baik di NTT maupun di luar NTT. Hasil penelitian taste
panel di Denpasar menunjukkan bahwa jeruk impor masih superior dalam hal
rasa, tekstur dan warna kulit buah, sedangkan keprok SoE memiliki keunggulan
penampilan daging buah dan kualitas secara keseluruhan (Mason et al., 2002).
dalam hal tekstur dan penampilan daging buah dibandingkan dengan keprok
madura dan jeruk impor yang ada (Adar et al., 2005). Dari hasil penelitian yang
secara potensial memiliki keunggulan dalam hal lebih segar dan berkadar air
tinggi seperti yang direfleksikan dari hasil survei konsumen pada segmen tampak
luar dan kualitas keseluruhan dari buah jeruk tersebut. Warna kulit yang kuning
keemasan dari jeruk keprok SoE yang siap dipanen memberikan makna tersendiri
tersebut, dari tabel diketahui bahwa luas panen dan produksi buah-buahan di
jeruk keprok SoE merupakan buah yang diunggulkan. Dari segi luas panen dan
jumlah produksi, jeruk keprok SoE menduduki tempat yang kedua setelah
mangga. Jumlah produksi jeruk ini meningkat dari tahun ke tahun. Dari segi luas
panen menunjukkan tren peningkatan terjadi selama periode tahun 2002-2007 dan
Tabel 25. Luas Panen dan Produksi Buah-Buahan di Kabupaten TTS, Tahun 2002-2008
Alpokat 594.0 2 470.0 2 663.0 2 791.0 3 243.0 3 077.0 47.0 1 128.0 4 952.0 5 176.0 7 265.0 8 593.0 21 235.0 286.0
Belimbing 2.0 2.0 2.0 5.0 6.0 12.0 4.0 4.0 4.0 4.0 6.0 8.0 72.0 145.0
Jambu biji 201.0 28.0 42.0 213.0 270.0 430.0 40.0 34.0 58.0 60.0 566.0 2 051.0 1 232.0 427.0
Jeruk Keprok 1 042.0 1 157.0 1 336.0 1 445.0 2 218.0 2 089.0 1 409.0 1 492.0 2 987.0 7 821.0 5 856.0 7 431.0 5 103.0 7 199.0
Jeruk Besar 51.0 97.0 46.0 77.0 99.0 123.0 39.0 224.0 684.0 235.0 449.0 751.0 1 097.0 608.0
Mangga 1 283.0 1 565.0 2 338.0 3 277.0 3 894.0 4 362.0 3 582.0 3 801.0 1 659.0 2 771.0 3 959.0 4 785.0 4 991.0 35 042.0
Nangka 118.0 139.0 210.0 278.0 405.0 574.0 245.0 601.0 748.0 861.0 907.0 594.0 2 074.0 2 284.0
Nenas 13.0 7.0 7.0 9.0 11.0 16.0 4.0 51.0 62.0 62.0 73.0 53.0 93.0 389.0
Pepaya 795.0 851.0 1 102.0 422.0 698.0 808.0 92.0 1 486.0 2 596.0 2 789.0 3 209.0 5 528.0 4 962.0 4 672.0
Pisang 1 104.0 764.0 780.0 838.0 967.0 1 219.0 95.0 2 953.0 3 177.0 3 598.0 4 272.0 5 360.0 11 288.0 5 263.0
Rambutan 1.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 1.0 6.0 12.0 12.0 12.0 12.0 8.0 5.0
Salak 0.0 0.0 1.0 1.0 1.0 1.0 0.0 0.0 0.0 2.0 3.0 3.0 2.0
Sirsak 112.0 115.0 195.0 67.0 86.0 298.0 26.0 342.0 287.0 293.0 357.0 710.0 598.0 236.0
Sukun 378.0 146.0 244.0 295.0 339.0 76.0 25.0 1 790.0 735.0 954.0 1 456.0 1 555.0 83.0 241.0
Total 5 694.0 7 343.0 8 967.0 9 720.0 12 239.0 13 087.0 5 610.0 13 912.0 17 961.0 24 636.0 28 389.0 37 434.0 52 839.0 56 799.0
Secara total, luas panen jeruk keprok SoE ini mengalami kenaikan
sebesar 26% dan produksi meningkat sebesar 79% dalam periode tahun 2002-
menunjukkan bahwa komoditas ini secara sosial sudah diterima masyarakat dan
secara finansial layak untuk diusahakan oleh petani seperti yang sudah dikaji oleh
Produktivitas jeruk keprok SoE masih jauh dari yang diharapkan. Tabel
Dari tabel ini diketahui bahwa produktivitas rata-rata (tahun 2002-2008) dari jeruk
Tabel 26. Keadaan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jeruk Keprok SoE di
Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2002-2008
kecamatan dengan populasi seperti tercantum pada Tabel 27. Dari Tabel ini
diketahui bahwa ada tujuh kecamatan sentra produksi dan rencana pengembangan
dominan yakni Mollo Utara dan Mollo Selatan; sedangkan untuk dataran rendah
Tabel 27. Sebaran Populasi Tanaman Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Tahun 2008
jeruk keprok SoE selama tahun 2002-2008 meningkat. Hal ini bisa dijadikan
sebagai indikator bahwa jeruk ini merupakan komoditas penting dan bisa
ekonomi petani jeruk. Namun, tingkat produksi dan produktivitas jeruk keprok
80
SoE adalah masih sangat rendah dan berkecenderungan menurun dari tahun 2008
ke tahun 2010 (pers. Com dengan Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian
kabupaten TTS selama periode waktu 2004-2008 tercantum pada Tabel 28 dan
Gambar 21 dan Gambar 22. Tabel tersebut menunjukkan bahwa Sentra utama
Selatan adalah jenis jeruk keprok SoE. Jeruk ini memiliki ciri-ciri umum antara
lain tinggi tanaman berkisar 4-8 m, warna buah matang kuning kemerah-merahan
atau kuning keemasan, bentuk buah bulat pendek dengan ukuran diameter 6.86 x
6.66 cm, tingkat kekerasan buah lunak atau agak lunak, warna daging buah
orange, berat buah 100-125 gram, rasa buah manis dan segar, tekstur daging buah
berserat halus dan potensi produksi 50-250 kg per pohon per musim panen.
81
Tabel 28. Rata-Rata Jumlah Tanaman, Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok
SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2004-2008
1 Mollo Utara 327 155.2 38.41 132 823.4 43.69 3 712.52 52.60
2 Mollo Selatan 182 167.4 21.39 75 243.2 24.75 1 613.52 22.86
3 Amaban Barat 75 155.6 8.82 2 937.4 0.97 61.12 0.87
4 Kota SoE 45 307.8 5.32 23 857.0 7.85 405.00 5.74
5 Amaban Selatan 42 235.2 4.96 226.4 0.07 4.12 0.06
6 Fatumnasi 39 892.2 4.68 17 618.6 5.80 322.34 4.57
7 Amatun Selatan 26 798.6 3.15 7 195.6 2.37 127.72 1.81
8 Kuanfatu 24 987.2 2.93 10 680.0 3.51 245.40 3.48
9 Pollen 18 607.6 2.18 6 045.2 1.99 110.16 1.56
10 Amaban Tengah 15 972.0 1.88 8 747.6 2.88 122.30 1.73
11 Kie 10 123.0 1.19 5 606.0 1.84 106.56 1.51
12 Nunkolo 9 924.6 1.17 4 272.2 1.41 86.76 1.23
13 Amaban Timur 7 121.0 0.84 1 893.0 0.62 32.60 0.46
14 Toianas 5 834.0 0.68 720.0 0.24 12.40 0.18
15 Kolbano 5 005.6 0.59 350.4 0.12 4.80 0.07
16 Boking 4 862.2 0.57 1 568.6 0.52 23.48 0.33
17 Oenino 3 584.2 0.42 377.2 0.12 5.64 0.08
18 Batu Putih 2 273.0 0.27 1 337.0 0.44 24.48 0.35
19 Kotolin 2 013.2 0.24 1 480.0 0.49 22.00 0.31
20 Amatun Utara 1 542.4 0.18 449.0 0.15 7.76 0.11
21 Kualin 1 135.4 0.13 558.4 0.18 7.56 0.11
Kabupaten TTS 851 697.4 100.00 303 986.2 100.00 7 058.24 100.00
Jeruk keprok SoE merupakan salah satu jenis buah unggulan nasional
setelah mendapatkan pelepasan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1998 dan
mendapatkan juara pertama selama tiga tahun berturut-turut (2003, 2004, dan
2005) dalam kontes buah nasional yang diselenggarakan oleh majalah Trubus
Indonesia (Adar et al., 2005). Namun sistem pengelolaan usahatani komoditas ini
43.7
45
40
30
Luas Panen (%)
24.8
25
20
15
10 7.8
5.8
3.5 2.9
5 2.4 2.0 1.8 1.4 1.0 0.6 0.5 0.5 0.4 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1
0
Kecamatan
Gambar 21. Rata-Rata Luas Panen Jeruk Keprok SoE per Kecamatan, Tahun
2004-2008
60
52.60
Produksi (%)
50
Produksi (%)
40
30 22.86
20
10 5.74 4.57
3.48
1.81 1.73 1.56 1.51 1.23 0.87 0.46 0.35 0.33 0.31
0.18 0.11 0.11 0.08 0.07 0.06
0
Kecamatan
Luas areal panen tanaman perkebunan pada tahun 2007 sebesar 33 690.05
ha atau menurun sebesar -2.8% dibandingkan dengan tahun 2006 (34 649.01 ha).
Tingkat produksi tahun 2007 adalah sebesar 7 337.49ton atau meningkat sebesar
Selatan adalah seperti tercantum pada Tabel 29, dengan kontribusinya (%)
masing-masing komoditas seperti tercantum pada Gambar 23. Dari tabel dan
pertama baik dari segi luas panen (43%) maupun produksi (48%), diikuti oleh
tanaman kelapa dan jambu mente. Sedangkan tanaman kakao (yang membutuhkan
Tabel 29. Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Tahun 2007
43 .47 50 47 .75
45
43 .41
45
40
33.59 40
35
35
30
Luas Panen (%)
Produksi (%)
30 % Produksi (Ton)
25
25
20
20
15 15
10.09 9.3 5
10 10
3 .42
5 2 .16 5 2 .25 1.93 1.22
1.2 1 0.03
0.14
0 0
Gambar 23. Rangking Luas Panen dan Produksi Beberpa Jenis Tanaman
Perkebunan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007
(semuanya lebih kecil dari 1 ton/ha, kecuali tanaman kopi). Sistem usahatani
bagian di dalam sistem/proses produksi yang efisien dan berskala ekonomi tinggi,
PDRB TTS tahun 2007, setelah tanaman bahan makanan (33%). Jenis usaha
ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan terdiri dari ternak besar (sapi, kerbau,
kuda) dan ternak kecil (kambing, domba) serta unggas (ayam kampung dan itik).
Populasi hewan ternak pada tahun 2007 mencapai 834 657 ekor meningkat
sebesar 11.82% dibandingkan dengan tahun 2006 (746 398 ekor). Untuk populasi
Selatan 87 ekor, kambing dan babi paling banyak terdapat di Amanuban Timur
dan Fatumnasi masing-masing 6 391 ekor dan 19 609 ekor. Jumlah populasi
3 88589 (46.56%)
400000
Jumlah Ternak (Ekor)
350000
Jumlah Ternak (ekor)
250000
155276 (18.60%)
200000
150000
100000 33879 (4.06%)
2 656 (0.3%)
50000 2 936 (0.4%) 3 88 (0.1%)
0
Jenis Ternak
G
Sumber: BPS, 2008b.
Gambar 24. Jumlah Ternak dan Persentase Terhadap Total di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Tahun 2007
86
usaha lepas (ekstensif) dengan sistem semi intensif sebatas pada ternak kuda dan
babi. Namun semuanya masih merupakan usaha skala kecil dan tradisional yang
utama terkait pemeliharaan ternak di Kabupaten TTS adalah masalah tata ruang,
ini Pemerintah Daerah melalui Bappeda Kabupaten TTS telah membuat pemetaan
Keuntungan yang paling besar sering terjadi pada para pedagang (pers.com
dengan petani peternak, 27 Maret 2010 di SoE). Selain itu, masalah hijauan
Kontribusi subsektor ini terhadap PDRB TTS tahun 2007 adalah yang
Tengah Selatan terdiri dari usaha perikanan darat dan usaha perikanan laut. Bila
87
dilihat dari jumlah dan nilai produksinya usaha perikanan di Kabupaten Timor
Tengah Selatan didominasi oleh usaha perikanan laut yakni 52% (Tabel 30).
Produksi ikan laut di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2006
perikanan laut tahun 2005 mencapai 487.9 ton turun menjadi 449.9 ton tahun
2006. Untuk produksi perikanan laut tahun 2006 paling banyak ikan terbang
mencapai 67 ton. Sedangkan tahun 2007, produksi perikanan laut mencapai 849.9
ton atau meningkat sebesar 88.91% dibandingkan dengan tahun 2006. Produksi
perikanan laut tahun 2007 didominasi oleh jenis ikan pari dan tongkol.
sekitar 128 km, sehingga potensi perikanan laut masih terus dapat ditingkatkan.
Peralatan (kapal) penangkapan ikan oleh nelayan di TTS didominasi oleh jenis
perahu tanpa motor (86.32%) dan kapal motor (13.68%). Menurut jenis alat
(11.27%). Peluang-peluang usaha pengolahan ikan juga dapat terus dibina dan
ditingkatkan, baik atas bantuan Pemerintah Pusat maupun Daerah Provinsi NTT.
88
lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-
TTS memberikan kontribusi kecil. Tahun 2006 sub sektor ini memberikan
kontribusi sebesar Rp 1.61 miliar (atas dasar harga berlaku) atau 0.2%.
menurut tata gunanya di tahun 2007. Dari tabel diketahui bahwa hutan produksi
tetap merupakan hutan yang paling luas (49.66%) di kabupaten TTS diikuti oleh
hutan lindung (34.59%) dan cagar alam (9.54%). Sedangkan hutan marga satwa
Tabel 31. Luas Kawasan Hutan Menurut Pola Tata Guna, Tahun 2007
Sampai dengan tahun 2007, terdapat enam komoditi hasil produksi hutan
(kayu) di wilayah Kabupaten TTS, yaitu kayu rimba campur olahan (3 037 961
89
m3), kayu jati olahan (1 405 739 m3), kayu papi (161.1ton), kayu merah (320 089
m3), kayu mahoni (121 571 m3) dan kayu cendana (20.9) ton. Sedangkan untuk
produksi non kayu untuk tahun 2007 asam 5 535 ton, kemiri 644.1 ton, gumbal
cendana 20.9 ton, minyak cendana 975 ton dan madu 3 224 liter.
32. Tabel tersebut menunjukkan bahwa produksi hasil hutan baik kayu maupun
non kayu menunjukkan trend yang positif selama periode waktu 2005-2007,
kecuali produksi kayu cendana dan gubal cendana yang mengalami penurunan.
Peningkatan produksi yang sangat tinggi terjadi pada produksi kayu merah dan
mahoni. Sedangkan peningkatan produksi untuk jenis non kayu adalah asam dan
minyak cendana. Asam dan minyak cendana merupakan juga komoditas unggulan
(Undana) yang dibiayai oleh Bank Indonesia Kupang tahun 2008 memberikan
rekomendasi beberapa Komoditi, Produk dan Jenis Usaha (KPJu) unggulan yang
Kabupaten TTS per sektor usaha adalah seperti yang tercantum pada Tabel 33
berikut ini.
Tabel 33. Rangking dan Sentra Produksi Komoditi, Produk dan Jenis Usaha
Unggulan per Sektor Usaha di Kabupaten Timor Tengah Selatan
No. Sektor Usaha/ Skor Terbobot* Kecamatan Sentra Produksi Tahun 2008**
KPJu Unggulan
Biofarmaka***
1 Kunyit 0.1589 Batuputih, Amanuban Timur, Nunkolo
2 Lengkuas 0.1509 Amanuban Timur, Batuputih, Nunkolo
3 Jahe 0.1353 Batuputih, Nunkolo, Amanuban Timur
4 Kencur 0.9374 Nunkolo, Amanuban Timur, Batuputih
5 Temulawak 0.3520 Batuputih, Amanuban Barat, Kualin
Peternakan
1 Sapi 0.3304 Pollen, Toianas, Fatumnasi
2 Babi 0.1282 Fatumnasi, Batu Putih, Amanuban Timur
3 Kambing 0.1217 Amanuban Timur, Kot'olin, Amanuban Barat
4 Ayam Kampung 0.1059 Amanuban Timur, Mollo Utara, Amanuban
Barat
5 Kuda 0.1012 Fatumnasi, Mollo Utara, Mollo Selatan
Perkebunan
1 Kelapa 0.1429 Amanuban Selatan, Amanatun Selatan, Batu
Putih
2 Jambu Mente 0.1382 Oenino, Fatumnasi, Amanuban Barat
3 Pinang 0.1307 Nunkolo, Kualin, Kuanfatu
4 Kemiri 0.1207 Amanuban Tengah, Mollo Utara, Kuanfatu
5 Kopi 0.1183 Mollo Utara, Fatumnasi, Mollo Selatan
Perikanan
1 Cakalang 0.1295 Perikanan laut di dominasi di bagian Selatan
2 Tongkol 0.1172 TTS, sehingga data per kecamatan tidak tersedia
3 Kakap 0.1163
4 Nila 0.1123
5 Peperek 0.1061
Kehutanan****
1 Asam (Ton) 3287 Tidak dibudidayakan, sehingga data per
2 Madu (Liter) 3027 kecamatan tidak tersedia.
3 Minyak Cendana 955
(Liter)
4 Gubal Cendana 79
(Ton)
5 Ampas Cendana -
(Ton)
Sumber: Data Primer, 2007-2008 (diolah) dan Bank Indonesia Kantor Cabang
Kupang, 2008.
Keterangan: * : Skor terbobot diadopsi dari hasil penelitian BI, tahun 2008
** : Berdasarkan rangking produksi dari tertinggi ke terendah
tahun 2008, diambil 3 kecamatan pertama dalam rangkingnya
*** : Berdasarkan produksi (Kg) tahun 2008, skor terbobot
tidak ada
**** : Berdasarkan produksi hasil hutan non kayu tahun 2007,
data skor terbobot tidak tersedia
92
2008), seluruh KPJu berada pada Kuadran I, yaitu mempunyai prospek dan
potensi saat ini yang sangat baik atau baik. Kedudukan KPJu unggulan di
faktor prospek dan potensi saat ini dapat digambarkan pada grafik kuadran
Keterangan:
1 Jagung
2 ubi kayu
3 Produk pertanian
4 Padi
5 Kacang Tanah
6 Kacang Kedelai
7 kelapa
8 Pinang
9 Asam
10 Kunyit
11 Jahe
12 Nila Merah
13 Mujair
14 Ekor Kuning
15 Cakalang
16 Penangkaran Benih
17 Jeruk Keprok SoE
18 Tenun
19 Kerajinan Ukiran Kayu
20 Mebel Kayu
21 Madu
22 Sapi
23 Hasil Ternak
24 Dagang Aneka Kerajinan
25 Hasil Pertanian
26 Dagang Elektronik
27 Hotel/Losmen
pada Tabel 34. Untuk tanaman pangan dan hortikultura fokus pengembangan
ditujukan pada tanaman jeruk keprok SoE, jagung, kacang tanah, produk
tembakau, jambu mente, kakao, kopi, kelapa, kemiri dan pinang. Tanaman
94
kehutanan diutamakan jarak dan asam. Peternakan difokuskan pada ternak sapi,
Hal penting yang perlu mendapat perhatian di masa datang adalah tingkat
produktivitas jagung saat ini (tahun 2009) masih 1.5 ton/ha, lebih rendah bila
halnya produk pertanian. Produktivitas saat mencapai 0.8 ton/ha atau 55% lebih
penggunaan bibit tanaman dan ternak dari produksi sendiri (bukan benih unggul),
sistem pengelolaan tradisional dan skala usaha yang masih kecil (kurang dari 1 ha
per kepala keluarga petani tanaman) dan strukur pasar yang oligopsoni (pasar
persaingan tidak sempurna di mana para pembeli jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan para petani produsen/penjual) sehingga harga kurang bersaing dan posisi
seperti yang tercantum pada Tabel 35. Penyebaran beberapa Lembaga Swadaya
dan di Kabupaten TTS secara khusus adalah seperti yang tertera pada Gambar 26.
95
KOMODITI LEMBAGA
Jeruk Keprok SoE Dinas Pertanian (PPL) TTS & Provinsi, LIPI, OECF, LSM Plan
Internasional, LSM Haumeni, LSM Alpha Omega, ACIAR, BPTP
NTT, PT Undana
Jagung Dinas Pertanian (PPL) TTS & Provinsi, Koperasi, LSM Haumeni,
LSM Alpha Omega, AusAid
Sapi Dinas Peternakan (PPL) TTS & Provinsi, Koperasi, LSM Alpha
Omega, AusAid
Kambing Dinas Peternakan (PPL) TTS & Provinsi, Koperasi, LSM Alpha
Omega, AusAid
Ayam Dinas Peternakan (PPL) TTS & Provinsi, Koperasi, LSM Alpha
Omega, AusAid
3* 12
11 19
1
1 2
2
1 11
19 2 19 14
3 2 19
9 1
2
5 2 2
16
4
2
19 18
6
15 7
19 6
17 19 3
13
6 5
17 8 17 17
18
10
19
6
4*
8 19
di bawah ini).
2. Veco (kacang tanah, kakao, kopi, beras organik, kopi dan Rumput Laut),
tahun 2005-2008.
Security), 2008-200.
19. WVI (rumput laut dan pertanian umum melalui program pengembangan
97
ekonomi).
pertanian secara umum dan khususnya jeruk keprok SoE di kabupaten TTS.
kapabilitas petani dan pemberdayaan kelompok tani yang ada di kabupaten TTS.
Kelompok Tani
lapangan yang perlu disiapkan dan dibina secara berkesinambungan agar mampu
kelembagaan. Jumlah kelompok tani yang telah dibentuk dan dibina oleh Dinas
Pertanian dan Ketahanan pangan Kabupaten TTS sampai dengan tahun 2009
1 203 buah, kelompok tingkat lanjut sebanyak 100 buah dan kelompok madya
Penyuluhan Pertanian
petani dari sistem dan pola pertanian tradisional menjadi pola pertanian agribisnis.
kabupaten TTS memiliki 183 orang penyuluh pertanian yang terdiri dari 137 org
pertanian) dan satu orang PPL yang dikontrak Pemerintah Daerah. Seluruh tenaga
Kebijakan Pemerintah Pusat menetapkan satu orang PPL untuk satu desa.
kekurangan tenaga PPL sebanyak 57orang (atau 57 desa yang belum mendapatkan
tenaga PPL). Selain kurangnya jumlah PPL, masalah tingkat pendidikan PPL di
kabupaten TTS adalah hal yang penting untuk diperhatikan. PPL yang
Pada bagian ini dibahas dua hal penting yang berkaitan dengan studi-studi
empiris terdahulu. Pada bagian pertama diawali dengan telaahan pustaka yang
berkaitan dengan metode stokastik frontier yang sudah banyak diaplikasikan oleh
99
tentang studi-studi terdahulu yang berkaitan dengan komoditas jeruk keprok SoE.
produktivitas dapat dibedakan atas perubahan teknologi (technical chage, TC) dan
merupakan ukuran relatif dari kemampuan manajerial untuk teknologi yang sudah
ada. Hal ini berarti bahwa efisiensi teknis terjadi karena adanya perbaikan pada
Model frontier dapat diklasifikasikan atas dua tipe yakni parametrik dan
atas dua yakni komponen yang merefleksikan inefisiensi (one-sided error) dan
komponen yang menangkap gangguan yang datang dari luar yang tidak dapat
dalam pendekatan primal dan dual, tergantung pada perilaku asumsi yang
fungsi biaya maupun fungsi keuntungan akhir-akhir ini mendapat perhatian yang
dibedakan atas dasar jenis data yang digunakan yakni data cross section dan data
panel.
tidak ada manfaat yang jelas untuk membedakan satu metode atas metode lainnya.
Tetapi hasil penelitian empiris dengan menggunakan data pertanian yang telah
dilakukan oleh Sharma dan Leung (2000), Wang dan Schmidt (2002) dan Udoh
bahwa pemilihan suatu metode yang khusus untuk analisis efisiensi dapat secara
Salah satu penelitian terbaru yang mencoba untuk mengatasi hal tersebut
adalah studi dari Bravo-Ureta et al. (2007). Secara detail, studi tersebut mencoba
mengkaji beberapa hal yakni: (1) apakah metode parametrik (baik deterministik
parametric, (2) apakah bentuk fungsi memiliki efek pada TE, (3) apakah model
data panel menghasilkan nilai mean TE yang sama dengan yang dihasilkan model
frontier dengan data cross section, (4) apakah nilai TE dari pendekatan primal
berbeda dengan pendekatan dual, (5) apakah model dengan ukuran contoh dan
jumlah variabel (banyak atau sedikit) memiliki pengaruh pada nilai TE, (6)
apakah nilai TE bervariasi antar jenis komoditas yang dianalisis, (7) apakah lokasi
geografis (Negara) menghasilkan mean TE yang spesifik, dan (8) apakah tingkat
101
jawaban atas permasalahan tersebut, Bravo-Ureta et al. (2007) mengkaji 191 hasil
estimasi yang dihasilkan oleh model parametrik fungsi stokastik frontier lebih
stokastik frontier adalah metode yang paling banyak digunakan oleh para peneliti
lebih detil pada bagian III (Kerangka Pemikiran) dari penelitian ini.
deterministik maupun stokastik frontier, hanya sedikit saja yang di arahkan pada
tanaman tahunan terutama komoditas jeruk. Dari 141 penelitian pustaka seperti
yang tercantum pada Lampiran tersebut, hanya empat (2.84%) yang melakukan
frontier dilakukan pada produk ternak dan susu (21%), disusul dengan penelitian
Secara terperinci tentang jumlah penelitian dan nilai mean efisiensi teknis
Tabel 36. Jumlah Penelitian dan Nilai Mean Efisiensi Teknis Berdasarkan
Kelompok Komoditas
Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis yang
paling tinggi terdapat pada studi ternak dan susu (81.1), disusul dengan produk
lainnya (79.3). Sedangkan nilai mean efisiensi teknis untuk tanaman pangan
lainnya dan jagung adalah 77.5 dan 77.8 secara berturut-turut. Nilai mean efisiensi
teknis untuk jeruk yakni 72.61. Hasil penelitian Bravo-Ureta et al. (2007)
dipelajari peneliti, diikuti oleh ternak dan susu, padi, total pertanian, jagung dan
teknis tertinggi pada ternak dan susu (84.5%) dan terendah gandum (68.2%).
secara khusus hasil penelitian pada komoditas jeruk, kopi, teh dan pistachio
103
(semuanya adalah tanaman tahunan) akan diringkas seperti tercantum pada Tabel
37. Fokus kajian pada tabel tersebut adalah terutama tentang sampel, bentuk
Sumber: Lampiran 2.
tingkat efisiensi pada jeruk yang digunakan para peneliti tersebut di atas paling
bentuk fungsi Cobb-Douglas, Translog dan Probit. Data yang digunakan adalah
panel data.
tersebut adalah lahan, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, air
adalah share tenaga kerja keluarga, share tanaman produktif, umur petani, kuadrat
umur petani, pengalaman petani, pelatihan pertanian, persepsi tentang air irigasi,
menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh nyata dan ada
(2007) yang menggunakan analisis efisiensi pada berbagai literatur fungsi frontier
parametrik, data panel dan cross section, bentuk fungsi Cobb-Douglas dan
106
hasil studi di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean efisiensi teknis untuk
parametrik deterministik. Beberapa studi seperti Kumbakar dan Lovell (2003) dan
Bravo-Ureta et al. (2007) juga menemukan bahwa nilai estimasi untuk model non
yang melakukan studi dengan menggunakan model non parametrik masih sedikit.
Dari berbagai studi yang ditelaah terdapat pola yang menarik untuk
fungsi yang paling banyak digunakan dalam berbagai studi terdahulu itu. Di
rata mean efisiensi teknis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk fungsi
Namun hasil ini tidak signifikan secara statistik. Hal ini dipertegas lagi oleh hasil
studi Kopp dan Smith (1980), diacu dalam Bravo-Ureta et al. (2007) yang
perbedaan bentuk fungsi dalam analisis efisiensi dan produktivitas terdapat pada
Zellner et al. (1966), Hayami (1970), Ulvelling dan Fletcher (1970), Futan dan
Gray (1981), dan Kaneda (1982). Selain itu, di dalam model deterministik, nilai
rata-rata mean efisiensi untuk pendekatan primal menghasilkan nilai estimasi yang
Hasil kajian Battese dan Coelli (1992), Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993),
dan Bravo-Ureta et al. (2007) memperlihatkan bahwa panel data secara umum
107
hasil estimasi dengan menggunakan data cross section. Namun, studi dari Greene
data (baik data panel maupun cross section) terhadap magnitut nilai analisis
efisiensi berdasarkan geografis (negara atau benua) dan ada juga yang membahas
perbedaan antar zona ekologi seperti Easter et al. (1977), Batteman et al. (1988),
Ali and Byerlee (1991), Roche (1994), Tadesse dan Krishnamoorthy (1997), Ray
(2004), Boshrabadi et al. (2006), Ogundari dan Ojo (2006) dan Bravo-Ureta et al.
(2007). Dari sekian banyak literatur ini tak satupun yang mengkaji efisiensi pada
jeruk berbasiskan letak geografi, zona ekologi atau agroekologi maupun skala
usaha.
ternyata tidak terdapat perbedaan yang berarti. Namun, distribusi gamma memiliki
nilai efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya (Bravo-Ureta dan
Pinheiro, 1993).
menggunakan prosedur satu atau dua langkah telah dilakukan oleh Kalirajan
(1991), Parikh dan Shah (1995), Battese dan Coelli (1995), dan Hallam dan
fungsi produksi frontier dan langkah kedua melakukan estimasi terhadap sumber-
sumber efisiensi.
Hal penting menarik lainnya dari berbagi pustaka di atas adalah tentang
berbagai studi adalah kemampuan para petani untuk mengambil keputusan dalam
hal, antara lain, pemilihan benih, pola tanam, tenaga kerja, tingkat dan waktu
penerapan pupuk dan pestisida serta teknik penanaman dan panen. Varibel-
variabel sosial ekonomi sebenarnya tidak merupakan bagian dari proses produksi
digunakan di dalam penjelasan tingkat variasi di dalam efisiensi teknis antara lain
Hasil studi dari Dhehibi et al. (2007) pada pengukuran dan sumber-sumber
teknis pada produksi jeruk di Tunisia adalah 86%. Hal ini menyarankan bahwa
translog menunjukkan bahwa lahan, tenaga kerja, pupuk dan biaya produksi
efisiensi teknis pada produksi jeruk di Tunisia adalah share tanaman produktif,
studi ini ditemukan juga bahwa fungsi translog lebih baik digunakan untuk
Dari kajian terhadap berbagai literatur tersebut dapat pula dikatakan bahwa
para peneliti kurang sekali memperhatikan aspek skala usahatani dan aspek zona
efisiensi antara skala usahatani kecil dan skala besar (Tadesse dan Krisnamoorthy,
efisiensi produksi (Easter et al., 1977; Kaneda, 1982; Bateman et al., 1988; Ali
dan Byerlee, 1991; D’Sounza et al., 1993; Ogundari dan Ojo, 2006; dan
terhadap estimasi nilai efisiensi antar skala usahatani dan zona agroklimat di
110
daerah lahan kering. Hal ini akan menentukan kebijakan pembangunan pertanian
yang khas daerah lahan kering dan khususnya pengembangan jeruk keprok di
masa datang.
komparatif dan kompetitif dan sangat cocok untuk dikembangkan di Pulau Timor
khusunya di Kabupaten TTS. Komoditi ini mempunyai prospek yang sangat baik
pemerintah Provinsi NTT telah membangun dua pusat Balai Benih di Pulau Timor
(satu untuk budidaya jeruk dataran tinggi dan yang lainnya untuk budidaya jeruk
dataran rendah). Balai-balai benih ini mensuplai bibit jeruk keprok yang
pemerrintah NTT telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Jepang dalam
proyek Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) yang sudah berjalan sejak
tahun 1997 dan berakhir 2002. Kegiatan utama proyek kerja sama ini adalah pada
Kabupaten TTS mencatat bahwa luas pemanenan jeruk keprok SoE di Kabupaten
TTS pada tahun 1997 adalah sebesar 1 709 ha dengan produksi sebesar 9 316 ton.
Kisaran produksi per pohonnya adalah 26-30 kg (kira-kira 156-180 buah per
pohon dengan rata-rata 6-7 buah per kg dengan diameter buah rata-rata 5-7.5 cm).
111
Catatan produksi ini masih jauh berada di bawah produksi potensial yang bisa
keprok SoE ini diakibatkan oleh adanya berbagai faktor seperti teknik budidaya
yang sangat sederhana. Hanya dua persen saja petani yang memakai pupuk kimia
seperti urea dan TSP, dan pestisida. Sebagian besar (75%) petani memakai pupuk
kandang. Hama dan penyakit tanaman jeruk dibiarkan secara alamiah, tanpa
adanya perhatian dan perlakuan khusus dari petani. Hal ini bisa dipahami karena
Hasil penelitian Pellu et al. (2001) tentang nilai ekonomi jeruk keprok SoE
kontribusinya sangat besar (75%) terhadap total pendapatan rumah tangga petani
jeruk di kabupaten TTS. Sedangkan penelitian Milla et al. (2002) dan Yusuf et al.
(2009) merekomendasikan bahwa jeruk keprok SoE secara finansial sangat layak
untuk dikembangkan di daerah TTS bagian Selatan dan Utara. Dari segi preferensi
kota Kupang menunjukkan bahwa jeruk keprok SoE sangat disukai oleh
konsumen dalam hal warnanya yang kuning keemasan, rasa manis, tekstur lembut
dan mudah dikupas (Mason et al., 2002 dan Adar et al., 2005). Namun, sistem
pemasaran (teknologi, strategi dan supply chain) jeruk keprok SoE ini sangat
perlu untuk diperbaiki agar lebih efisien dan membawa keuntungan yang lebih
112
besar bagi petani jeruk itu (Wei et al., 2001; Woods et al., 2002; Adar et al.,
2005).
International; Suek et al., Pellu et al., Milla et al., Adar et al. dan Mason et al.,
analisisnya masih bersifat parsial saja, dan hampir semua menyarankan bahwa ada
internasional maupun di Indonesia, pada jeruk umumnya dan jeruk keprok SoE
pada khususnya, maka penelitian ini merupakan hal yang sangat penting untuk
dilaksanakan.
produksi sampai pada tingkat konsumen akhir. Penelitian yang akan dilakukan ini
adalah merupakan hal yang sangat penting bagi program pembangunan pertanian
khususnya jeruk keprok SoE di Kabupaten TTS, Provinsi NTT. Kajian empiris
yang dominan pada lahan sawah (lahan basah), khususnya padi dan jagung. Selain
produksi stokastik frontier lebih banyak memakai pendekatan primal dan data
panel yang khas daerah subtropis, tanpa memperhatikan skala usaha dan zona
fungsi produksi stokastik frontier dengan pendekatan dual dan data cross-section,
khas tanaman tahunan, antar skala dan zona spesifik daerah lahan kering. Jeruk
113
keprok SoE ini tidak dapat tumbuh baik jika dibudidayakan di tempat lain, selain
berikut:
2. Berdasarkan data potensi dan prospek, jeruk keprok SoE merupakan komoditas
keprok SoE secara finansial layak untuk dikembangkan di daerah dataran tinggi
3. Studi terdahulu pada jeruk sangat sedikit. Dari beberapa studi yang ada itu,
agroklimat.
dengan data cross section, dengan memperhatikan ukuran usahatani dan zona
agroklimat daerah lahan kering. Penggunaan data cross section pada tingkat
SoE. Ada suatu harapan bahwa pengambilan data primer pada tingkat usahatani
(on farm research) dapat memberikan kegunaan langsung bagi petani dan
Dengan demikian, penggunaan data panel untuk studi jangka pendek seperti
penelitian untuk disertasi ini agak sulit untuk dibuat. Akhirnya diharapkan
yang khas tanaman tahunan tropis di daerah lahan kering. Secara ringkas