MIKROBIOLOGI KEHUTANAN
BW-3205
Oleh:
Munifah Syifa Maliki | 11518052
Kelompok 6
Asisten:
Fitria Kusprayogo | 11417015
10 Februari 2021
LATAR BELAKANG
Mengamati sel mikroba dalam keadaan aslinya cukup sulit, meskipun sudah
menggunakan mikroskop. Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak
mengadsorbsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna
digunakan untuk mewarnai bakteri atau latar belakangnya. Zat warna mengadsorbsi dan
membiaskan cahaya sehingga kontras bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan
(Jiwintarum et al., 2018). Untuk memudahkan pengamatan sel bakteri yang tembus
cahaya itu maka dikembangkan metode pewarnaan sel.
Teknik pewarnaan pada bakteri dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu
pengecatan sederhana/basa, pengecatan negatif/asam, pengecatan diferensial dan
pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad jasad renik lain dengan
menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah
difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Pewarnaan sederhana bertujuan untuk
mengamati bentuk bakteri secara morfologi, dibagi menjadi pewarnaan langsung dan
tidak langsung. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel
bakteri atau bagianbagian sel bakteri disebut teknik pewarnaan diferensial. Sedangkan
pengecatan struktural hanya mewarnai satu bagian dari sel sehingga dapat membedakan
bagian-bagian dari sel. Termasuk dalam pengecatan ini adalah pengecatan endospora,
flagella dan pengecatan kapsul (Waluyo,2010).
Dalam bidang kehutanan mikroba merupakan salah satu sumber bioresources dan
berpotensi sebagai agen bioreforestasi sebagai pemacu pertumbuhan pohon hutan tropis,
agen bioinduksi sebagai formasi pembentukan gubal gaharu, agen bioremediasi sebagai
penetralisir pencemaran, sumber obat-obatan, taxol obat anti kanker, sumber energi
alternatif, biogas CH4, dan sumber bioplastic (Hidayat dan Turjaman, 2018). Dengan
begitu mengidentifikasi mikroba sangat penting dengan cara mempelajari teknik
pewarnaan sel sangat penting, mengingat banyaknya manfaat yang dihasilkannya.
II. TUJUAN
1. Menentukan karakteristik morfologi bakteri dengan melakukan pewarnaan basa
dan asam dari Bacillus subtilis, Serratia marcescens, Staphylococcus aureus,
dan Escherichia coli.
2. Menentukan perbedaan dari pewarnaan basa dan asam.
3. Menentukan komposisi dinding sel Bacillus subtilis, Serratia marcescens,
Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli berdasarkan hasil pewarnaan
Gram.
4. Menentukan bakteri yang mampu membentuk struktur endospora dengan
melakukan pewarnaan endospora pada Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
5. Menentukan bakteri yang mampu membentuk kapsula dengan melakukan
pewarnaan kapsula pada Serratia marcescens dan Enterobacter aerogenes.
III. HIPOTESIS
1. Morfologi dari Bacillus subtilis berbentuk batang, Staphylococcus aureus
berbentuk bulat tanpa spora, Serratia marcescens berbentuk bulat, dan
Escherichia coli berbentuk basil.
2. Pewarnaan asam akan mewarnai lingkungan bakteri, sedangkan pewarnaan
basa akan mewarnai dinding sel.
3. Bacillus subtilis memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal, Staphylococcus
aureus memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal, Serratia marcescens
memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis, dan Escherichia coli memiliki
lapisan peptidoglikan yang tipis.
4. Bacillus subtilis mampu membentuk spora, sedangkan Escherichia coli tidak
mampu membentuk spora.
5. Bacillus subtilis tidak memiliki kapsula, sedangkan Enterobacter aerogenes
memiliki kapsula.
V. HASIL PENGAMATAN
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini mengamati beberapa hasil pengamatan dari teknik
pewarnaan sel. Teknik pewarnaan sel yang dilakukan antara lain pewarnaan sederhana
berupa pewarnaan basa/langsung dan asam/tidak langsung, dan pewarnaan diferensial
yaitu pewarnaan Gram, pewarnaan endospora dan perwarnaan kapsula.
Pewarnaan basa merupakan teknik pewarnaan sederhana yang mewarnai dinding
sel bakteri, sehingga sel terwarnai berdasarkan reagen pewarna yang digunakan di
tengah lingkungan tidak berwarna (Tortora et al., 2010). Hasil pengamatan pewarnaan
basa dapat terlihat pada Gambar 5.1.1 sampai dengan Gambar 5.1.4 terlihat bahwa
bakteri dapat teramati dengan jelas ditandai dengan terlihatnya pewarnaan yang terjadi
pada sel bakteri, hal ini disebabkan oleh zat warna bersifat basa dengan muatan positif
dan permukaan bakteri bermuatan negatif/asam maka pewarna basa akan menempel
pada permukaan bakteri (Madigan et al., 2011). Bakteri yang digunakan pada
pewarnaan basa adalah bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Serratia
marcescens, dan Escherichia coli. Bakteri Bacillus subtilis pada Gambar 5.1.1 terlihat
morfologi bakteri berbentuk basil/batang, hal ini sama dengan pernyataan Djaenuddin
dan Muis (2015) bahwa Sel Bacillus subtilis berbentuk batang dan berukuran 0,3-2,2 x
1,2-7,0 μm. Bakteri Serratia marcescens pada Gambar 5.1.2 terlihat morfologi bakteri
berbentuk basil/batang, hal ini selaras dengan pernyataan Samrot et al. (2011), Serratia
marcescens adalah berbentuk batang atau basil dan berdiameter 0,5-0,8 μm dan panjang
0,9-2 μm. Bakteri Escherichia coli pada Gambar 5.1.3 terlihat morfologi bakteri
berbentuk basil/batang, hal ini sama seperti pernyataan Jawetz et al. (2008) bahwa
Escherichia coli berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 μm,
diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7 μm. Bakteri Staphylococcus aureus pada Gambar 5.1.4
terlihat morfologi bakteri berbentuk basil/batang. Menurut Vasanthakumari (2007)
bahwa Staphylococcus aerus merupakan bakteri gram-positif berdiameter 0,5-1,5 μm,
berbentuk bulat yang terlihat tunggal, berkelompok atau bankan dapat tersusun seperti
rantai. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian literatur dengan hasil pengamatan
praktikum kali ini.
Pewarnaan asam merupakan pewarnaan sederhana yang mewarnai lingkungan
bakteri sehingga melalui pengamatan mikroskop akan tampak sel berwarna putih di
tengah lingkungan yang berwarna (Tortora et al., 2010). Hal ini dikarenakan pada
pewarnaan asam menggunakan zat pewarna asam yang memiliki kromogen bermuatan
negatif, sedangkan permukaan bakteri juga mempunyai muatan yang negatif maka zat
pewarna dengan permukaan bakteri tidak dapat berikatan sehingga zat pewarna mencari
muatan posif yang berada dilingkungan bakteri, oleh karena itu latar belakang
/lingkungan pada pewarnaan asam terwarnai (Jawetz et al., 2008). Hasil pengamatan
pewarnaan asam dapat terlihat pada Gambar 5.1.1 sampai dengan Gambar 5.1.4 terlihat
bahwa bakteri dapat teramati dengan jelas ditandai dengan telihatnya pewarnaan yang
terjadi pada latar belakang atau lingkungan. Bakteri yang digunakan pada pewarnaan
asam adalah Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Serratia marcescens, dan
Escherichia coli. Bakteri Bacillus subtilis pada Gambar 5.2.1 terlihat morfologi bakteri
berbentuk basil/batang, hal ini sama dengan pernyataan Djaenddin dan Muis (2015)
bahwa Sel Bacillus subtilis berbentuk batang dan berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0 μm.
Bakteri bakteri Serratia marcescens pada Gambar 5.2.2 terlihat morfologi bakteri
berbentuk basil/batang, hal ini selaras dengan pernyataan Samrot et al. (2011), Serratia
marcescens adalah berbentuk batang atau bacillus, berdiameter 0,5-0,8 μm dan panjang
0,9-2 μm. Bakteri Escherichia coli pada Gambar 5.2.3 terlihat morfologi bakteri
berbentuk basil/batang, hal ini sama seperti pernyataan Jawetz et al. (2008) bahwa
Escherichia coli berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 μm,
diameter 0,7 μm dan lebar 0,4-0,7 μm. Bakteri Staphylococcus aureus pada Gambar
5.2.4 terlihat morfologi bakteri berbentuk bulat, hal ini sama seperti pernyataan
Vasanthakumari (2007) bahwa Staphylococcus aerus berdiameter 0,5-1,5 μm, berbentuk
bulat yang terlihat tunggal, berkelompok atau bahkan dapat tersusun seperti rantai.
Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan diferensial yang bertujuan untuk
menentukan jenis kelompok bakteri berdasarkan struktur dinding selnya. Bakteri gram
positif memiliki beberapa lapisan peptidoglikan sehingga lapisan peptidoglikannya
tebal, dan juga mengandung teichoic acid yang terdiri dari lipoteichoic acid yang
menjangkau lapisan peptidoglikan dan terhubung ke membran plasma, dan wall teichoic
acid yang terhubung dengan lapisan peptidoglikan. Sedangkan bakteri gram negatif
memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis, tetapi mempunyai membran luar yang
terdiri dari lipopolisakarida (LPS), lipoprotein, dan fosfolipid. Peptidoglikan terikat
dengan lipoprotein di membran luar dan periplasma, yaitu struktur seperti gel yang
berada di antara membran luar dan plasma membran. Selain itu, Dinding sel bakteri
gram negatif tidak mengandung teichoic acid (Tortora et al., 2010).
Gambar 5.1 Struktur dinding sel bakteri Gram negatif dan Gram positif
(sumber: Supervisor Blog MIPA, 2017)
Perbedaan struktur dinding sel ini dapat ditentukan oleh pewarnaan Gram dengan
dilakukannya fikasi panas menggunakan ragen kristal violet, iodin, alkohol 96% dan
safranin. Kristal violet sebagai pewarna primer, safranin untuk pewarna sekunder,
alkohol untuk mencuci zat pewarna yang menempel pada lipopolisakarida, sedangakan
iodin berperan sebagai mordant karena membantu menguatkan ikatan antara zat
pewarna dengan permukaan sel bakteri. (Tortora et al., 2010). Prinsip pewarnaannya
adalah perbedaan komponen dinding sel bakteri yaitu besar kecilnya kandungan
peptidoglikan dan keberadaan membran luar yang mempengaruhi kemampuan dinding
sel mengikat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian dengan alkohol. Zat pewarna
primer (crystal violet) akan menempel pada bagian terluar sel dan ikatan akan semakin
kuat saat ditambahkan iodin. Sel bakteri Gram positif mempunyai dinding yang
dominan mengandung peptidoglikan sehingga mengikat crystal violet (CV). Saat
dilakukan pencucian dengan alkohol sel bakteri Gram positif mengalami pengkerutan
sel sehingga membentuk kompleks CV-I yang terjebak lebih kuat dalam dinding sel,
sedangkan sel bakteri Gram negatif mengalami peluruhan dikarenakan lapisan
terluarnya berupa lipopolisakarida yang larut dengan alkohol dan kemudian
memperlihatkan lapisan peptidoglikan yang belum terwarnai. Lapisan peptidoglikan
bakteri Gram negatif selanjutnya akan terwarnai oleh zat pewarna sekunder (safranin)
yang membuat sel berwarna merah, sedangkan bakteri Gram positif tidak akan
mengalami perubahan karena dinding sel telah berikatan kuat dengan crystal violet (CV)
dan membentuk komplen CV-I (Tortora et al., 2010). Umur inokulum yang digunakan
adalah 24 jam, hal ini dikarenakan saat menggunakan kultur yang tidak 24 jam ada
kemungkinan terjadinya kesalahartian. Menurut Pradhika (2008), kultur muda yang
kurang dari 24 jam membuat lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram positif belum
terbentuk sempurna sehingga membuat sel gram positif tampak seperti gram negatif.
Kultur lebih dari 24 jam membuat lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif
menebal yang berkemungkinan crystal violet (CV) akan menempel sehingga membuat
sel gram negatif tampak seperti gram positif, sedangkan pada bakteri Gram positif sel
akan mengalami kematian dan peptidoglikan yang tebal dengan integritas dinding sel
yang kurang kuat saat pencucian dengan alkohol berkemungkinan meluruh.
Hasil pengamatan pewarnaan Gram dapat dilihat pada Gambar 5.3.1 sampai
dengan Gambar 5.3.4, terlihat bahwa bakteri teramati dengan jelas ditandai dengan
adanya warna yang dihasilkan dari pewarnaan Gram. Kultur bakteri yang digunakan
pada pewarnaan Gram adalah Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Serratia
marcescens, dan Escherichia coli. Bakteri Bacillus subtilis pada Gambar 5.3.1 terlihat
sel berwarna ungu yang menandakan bahwa bersifat Gram positif, hal ini selaras dengan
pernyataan Djaenuddin dan Muis (2015) bahwa Bacillus subtilis merupakan bakteri
gram positif. Bakteri Serratia marcesces pada Gambar 5.3.2 terlihat sel berukuran kecil,
berwarna ungu dan berifat Gram positif, meurut Samrot et al. (2011) bahwa Serratia
marcescens adalah bakteri gram negative yang sedinding sel berwarna merah. Hal ini
menunjukkan hasil praktikum berbeda dengan literatur. Bakteri Staphylococcus aureus
terlihat pada Gambar 5.3.3 terlihat sel berwarna ungu yang menandakan bahwa bakteri
bersifat Gram positif, hal ini selaras dengan pernyataan Vasanthakumari (2007) bahwa
Staphylococcus aerus merupakan bakteri gram-positif. Bakteri Escherichia coli terlihat
pada Gambar 5.3.4 terlihat sel berwarna merah yang menandakan bahwa bakteri bersifat
Gram negatif, hal ini selaras dengan pernyataan Jawetz et al. (2008) bahwa Escherichia
coli merupakan bakteri Gram negatif.
Endospora merupakan alat survival bagi bakteri tertentu untuk istirahat (dorman)
selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan atau ekstrim. Endospora memiliki
daya tahan yang sangat tinggi karena memiliki lapisan dinding yang tebal dan memiliki
penambahan lapisan. Endospora berfungsi sebagai bentuk pertahanan hidup berupa
dapat bertahan pada kondisi panas yang ekstrem, kekurangan air, dan paparan zat kima
toksik serta radiasi (Madigan et al., 2012). Tidak banyak bakteri yang dapat membentuk
endospora, yang dapat membentuk salah satunya adalah marga Bacillus dengan spesies
Bacillus firmus, Bacillus cereus, dan Bacillus subtilis (Saidah, 2014). Endospora
terbentuk ketika nutrisi esensial berkurang atau habis, keadaan seperti itu terdapat pada
fase pertumbuhan fase tetap (stationary phase). Menurut Waluyo (2011), fase tetap
berusia inokulum lebih dari 48 jam dan pertumbuhannya dibatasi oleh habisnya nutrisi
yang tersedia, komposisi sel-sel pada fase ini umumnya lebih tahan terhadap perubahan
panas, dingin maupun radiasi. Oleh karena itu pada pewarnaan endospora digunakan
bakteri dengan usia inokolum lebih dari 48 jam.
Pewarnaan endospora menggunakan reagen malachite Green atau malakit hijau
yang berfungsi akan memberi warna hijau pada endospora (Tortora et al., 2010) dan
dilakukan fikasasi panas menggunakan uap air agar pori-pori spora terbuka tanpa
membuat sitoplasma mengeluarkan air yang menyababkan engkerutan dan juga agar zat
warna dapat berpenetrasi ke dinding sel endospora (Harley & Prescott, 2002). Hasil
pengamatan pewarnaan endospora dapat dilihat pada Gambar 5.4.1 dan Gambar 5.4.2,
terlihat bahwa bakteri teramati dengan jelas ditandai dengan adanya warna yang
dihasilkan dari pewarnaan endospora. Kultur bakteri yang digunakan pada pewarnaan
asam adalah Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Bakteri Bacillus subtilis pada
Gambar 5.4.1 terlihat bahwa tidak teramati adanya endospora. Menurut Djaenddin dan
Muis (2015), Bacillus subtilis dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di
bagian sentral sel. Adanya perbedaan antara literatur dengan hasil pengamatan, hal ini
disebabkan oleh banyak gangguan yang terjadi. Sedangkan bakteri Escherichia coli
pada Gambar 5.4.2 teramatinya endospore berwarna hijau ditengah sel bakteri. Menurut
Jawetz et al. (2008), Escherichia coli tidak ditemukan spora.
Kapsula merupakan lapisan polisakarida atau protein yang terletak di bagian
terluar dari sel, terdiri atas senyawa polisakarida, polipeptida, atau glikoprotein.
Kapsul secara khas berikatan dengan kuat pada dinding sel atau berikatan secara
kovalen pada peptidoglikan. Kapsul memiliki fungsi seperti media untuk melekatkan
diri pada substrat padat dan mencegah sel dari kekeringan (Madigan et al., 2011).
Tidak semua bakteri memiliki kapsula, beberapa bakteri yang memiliki kapsula adalah
Klebsiella pneumonia, Entrobacter aerogenes, dan Staphylococcus aureus.
Pewarnaan kapsula merupakan pewarnaan diferensial yang berfungsi untuk
mengetahui ada tidaknya kapsula dalam bakteri. Reagen yang digunakan pada
pewarnaan kapula adalah crystal violet (CV) sebagai zat pewarna utama dan CuSO4
sebagai agen pendekolorasi (Cappuccino & Sherman, 2001). Adanya fiksasi panas
atau pemanasan apusan berlebihan juga dapat menyebabkan pengerutan sitoplasma sel
bakteri, sehingga menimbulkan ruang kosong antara dinding sel dengan sitoplasma.
Ruang kosong ini dapat disalahtafsirkan sebagai kapsula. Maka dari itu tidak
dilakukan fiksasi panas pada pewarnaan kapsula (Samaranayake, 2006). Hasil
pengamatan pewarnaan kapsula dapat dilihat pada Gambar 5.5.1 dan Gambar 5.5.2,
terlihat bahwa bakteri teramati dengan jelas ditandai dengan adanya warna yang
dihasilkan dari pewarnaan kapsula. Kultur bakteri yang digunakan pada pewarnaan
asam adalah Serratia marcescens dan Enterobacter aerogenes. Bakteri Serratia
marcescens pada Gambar 5.4.1 terlihat bahwa tidak teramati adanya kapsula, hal ini
selaras dengan pernyataan Rosidah (2016) bahwa Serratia marcescens bakteri
berbentuk kapsul dan tidak dapat membentuk kapsula. Sedangkan bakteri
Enterobacter aerogenes pada Gambar 5.4.2 teramatinya kapsula pada luaran bakteri,
hal isi selaras dengan pernyataan Jawetz et al. (2008) bahwa Enterobacter aerogenes
mempunyai kapsul yang kecil.